Share

Bab 5

Penulis: Lilia
"Memahami? Atas dasar apa?" Anggi melirik Wulan dengan sinis.

Wulan sama sekali tidak menyangkan Anggi akan menjawab seperti ini. Setelah tercengang beberapa saat, Wulan menambahkan dengan sedih, "Kakak masih marah padaku, ya? Apa yang harus aku lakukan biar Kakak bisa memaafkanku?"

Anggi tidak menjawab, melainkan cuma memandang Wulan dengan ekspresi datar.

Wulan menyeka air matanya. "Apa Kakak harus memaksaku hingga mati? Aku tahu, Ayah dan Ibu menyayangiku sejak kecil, begitu juga para kakak laki-laki lainnya."

"Walaupun semuanya agak mengabaikan Kakak, Kakak tetap anggota Keluarga Suharjo, bukan? Lagi pula, pernikahan Kakak dengan Pangeran Selatan juga bukan hal buruk. Bagaimanapun, dia adalah bagian dari kerajaan yang statusnya terhormat."

"Kalau Kakak marah karena aku dijodohkan dengan Kak Satya, aku ... aku boleh membatalkan perjodohan ini. Asalkan Kakak senang." Sambil berkata, tubuh lemah Wulan terhuyung.

Anggi mengernyit. Dia merasa ada yang tidak beres.

Tidak mungkin Wulan berlari kemari cuma untuk menyampaikan kata-kata ini.

Dia pasti merencanakan sesuatu di balik ini.

Sebelum Anggi memahaminya, Wulan berteriak sebentar sembari terjatuh ke tanah. Pada saat yang sama, Wulan juga menampar wajahnya sendiri dengan kuat.

Kulit Wulan sangat halus karena dirawat dengan sepenuh kasih oleh Keluarga Suharjo. Tamparan ini langsung membuat pipinya menjadi merah dan bengkak.

Anggi segera mengernyit.

Tidak mungkin Wulan bertindak seperti ini kalau bukan karena ada orang lain di sekitar ....

Berhubung dirinya tidak mati, alur cerita novel ini jadi melenceng. Oleh karena itu, Anggi juga tidak tahu apa yang akan terjadi sekarang.

Pada saat ini, terdengar derapan kaki yang terburu-buru. Sesaat kemudian, Anggi didorong seseorang dengan kasar hingga hampir terjatuh. Sebuah sosok tegap yang tidak asing berdiri di depan Anggi, lalu membungkuk untuk memapah Wulan.

Setelah itu, pria itu menatap Anggi dengan galak. "Anggi! Sekalipun kesal, mana boleh kamu menyakiti Lanlan?"

"Karena masalahmu, Lanlan terus menyalahkan dirinya. Kemarin dia menangis terus-terusan. Padahal dia begitu mengkhawatirkan keadaanmu di Kediaman Pangeran Selatan, kenapa kamu malah menamparnya?"

Anggi menatap pria itu. Dia adalah kakak sulung mereka, Yohan Suharjo.

Saat mereka kecil, Anggi sangat akrab dengan Yohan. Hanya saja, entah sejak kapan, sikap Yohan terhadapnya menjadi semakin ketus, bahkan lama-kelamaan jadi terkesan membencinya.

Sebelumnya, Anggi merasa sangat heran. Setelah kematian sebelumnya, dia jadi tahu bahwa Wulanlah yang telah menghasut Yohan selama ini.

Menghadapi Yohan yang pernah dia hormati, Anggi merasa hampa. "Kalau Kak Yohan merasa aku menamparnya, ya sudah."

"Tapi Kak Yohan harus ingat. Sekalipun aku menamparnya, nggak ada yang boleh menyalahkan aku. Aku ini Putri Selatan." Usai berkata, Anggi melangkah ke hadapan Wulan dan Yohan.

Yohan mengernyit dan menatap Anggi dengan waspada.

Sementara itu, Wulan mendekap di pelukan Yohan dengan menunjukkan ekspresi lemah.

Anggi mengayunkan tangan, lalu menampar pipi Wulan dengan keras. Tamparan itu begitu keras, hingga kukunya menggores wajah Wulan yang lembut. Wulan sontak berteriak dan menutupi wajahnya.

Satu sisi wajah Wulan terasa begitu panas. Dia langsung meneteskan air mata dan menatap Anggi dengan kesal.

Saat ini, bahkan Yohan juga tercengang. Dia tidak menyangka Anggi akan langsung menampar Wulan.

"Kamu!"

Saat Yohan hendak membalas Anggi, sesosok bayangan segera menghalang di hadapan Anggi. Orang itu adalah pengawal pribadi yang terus melindungi Anggi secara tersembunyi, Dika.

Dika mendapat perintah dari Luis untuk mengantarkan Anggi kembali ke Kediaman Pangeran Selatan dengan selamat. Oleh karena itu, dia harus menghentikan siapa pun yang mau mencelakai Anggi.

Saat bertemu dengan Dika, Yohan lantas menatap Anggi dengan tidak percaya.

Setahunya, Luis adalah orang kejam yang sering menghukum mati bawahannya. Semua orang yakin, Anggi tidak akan hidup selama lebih dari dua hari setelah menikah ke Kediaman Pangeran Selatan.

Awalnya, Yohan merasa tidak tega pada Anggi yang harus menjadi pengantin pengganti ke sana. Dia terpaksa mengeraskan hati saat teringat dengan betapa lemahnya Wulan.

Namun dilihat dari situasi sekarang, ternyata perlakuan Luis terhadap Anggi termasuk lumayan. Luis bahkan mengutus pengawal rahasia untuk Anggi. Untuk sesaat, ekspresi Yohan tampak rumit.

Sementara itu, Anggi tidak lagi menghiraukan mereka. "Dika, ayo pergi."

"Dik ...." Yohan memanggil tanpa sadar saat melihat Anggi yang hendak pergi.

Entah kenapa, Yohan merasa sedikit sedih saat melihat kepergian Anggi. Dia seolah-olah sedang kehilangan sesuatu yang sangat berharga.

"Kak Yohan ...." Suara isak Wulan menarik kembali perhatian Yohan. Saat ini, dia baru menyadari luka di wajah Wulan. Wajah yang begitu lembut, kini menjadi bengkak dan merah.

"Kenapa parah sekali?" Yohan terkejut. Dia segera membawa Wulan untuk merawat lukanya.

Saat ini, Anggi telah keluar dari Kediaman Suharjo dan menaiki kereta kuda. Dia membuka tirai untuk melihat rumah yang mengisi kenangan selama 16 tahun ini untuk terakhir kalinya.

Pada akhirnya, dia menutup tirai dengan sorot mata dingin. Mulai sekarang, dirinya sudah tidak memiliki hubungan dengan Keluarga Suharjo lagi.

Kalaupun bertemu, mereka akan dia anggap sebagai orang asing.

Semua ikatan mereka, sudah sirna sejak jasadnya ditelantarkan di depan pintu dan menjadi mangsa anjing liar.

Kereta kuda yang dinaiki Anggi memasuki Kediaman Pangeran Selatan. Kemudian, para pelayan memindahkan kotak yang dibawa kereta kuda itu ke kamar Luis dan Anggi.

Anggi membuka kotak tersebut dan terdiam saat melihat isinya.

Beberapa dupa ini diracik Anggi untuk Ambar, Nyonya Tua di Kediaman Suharjo. Semasa mudanya, Ambar banyak menderita sehingga sering sakit kepala dan tidak bisa tidur di malam hari. Oleh karena itu, Anggi membaca banyak buku dan menemukan formula dupa penenang.

Anggi menghabiskan waktu berbulan-bulan, bahkan tangannya banyak terluka sampai akhirnya berhasil membuat dupa penenang ini.

Sejak saat itu, Ambar bisa tidur dengan nyenyak, gejala sakit kepalanya juga membaik.

Obat-obatan lainnya juga dia sediakan untuk ayah dan kakak laki-laki lainnya. Mereka sangat membutuhkan obat-obatan seperti ini karena sering terluka.

Selain itu, juga ada obat-obatan untuk masuk angin, nyeri tulang, dan sebagainya ....

Kotak besar itu terisi penuh rasa cinta untuk semua anggota Keluarga Suharjo. Setiap usaha yang dia kerahkan, terlihat seperti lelucon sekarang.

Saat ini, Dika telah kembali ke sisi Luis dan melaporkan semua kejadian di Kediaman Suharjo.

Luis hanya tertawa sinis.

Keluarga Suharjo benar-benar pandai membuat rencana. Mereka tahu bahwa Satya sedang naik daun. Kelak, dia pasti bisa menjadi orang paling berpengaruh di bawah Kaisar. Oleh karena itu, mereka ingin menikahkan putri mereka dengannya.

Sayangnya, tujuan mereka tidak akan tercapai kali ini.

"Coba periksa, apakah Anggi pernah pergi ke Gurun Utara tiga tahun lalu?" Luis menunduk untuk membaca buku perang yang ada di tangannya. Suaranya tidak mengandung emosi dan terkesan cuek.

Dika segera mengangguk, lalu sosoknya berkelebat dan menghilang dari pandangan.

Di dalam ruangan itu, samar-samar tercium aroma dupa yang dibakar.

Kalau Anggi di sini, dia pasti langsung mengenali ini adalah aroma dupa penenang yang dia racik untuk mengobati sakit kepala Ambar.

Bab terkait

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 6

    Setelah merapikan kotak yang dia bawa dari rumah, Anggi mengeluarkan sebuah buku medis.Plak, plak ....Jendela dalam ruangan bergetar karena ditiup angin dingin.Anggi menggerak-gerakkan bahunya secara refleks dan berdiri untuk menutup jendela itu."Putri, apa yang terjadi?"Seorang pelayan bertanya dari luar kamar."Bukan apa-apa," jawab Anggi. Saat meletakkan buku medisnya, dia baru menyadari bahwa hari sudah gelap.Luis di mana? Kenapa belum pulang?Anggi lalu berjalan ke luar kamar.Pelayan yang menjaga di luar kamar lekas memberi hormat. "Putri." Pelayan itu berusia sekitar 15 atau 16 tahun. Rambutnya dikuncir dua dan dia mengenakan baju berwarna merah muda."Apa Pangeran ... keluar rumah?" Anggi terus menunggu kepulangannya.Pelayan itu menjawab dengan sopan, "Izin menjawab, Putri. Pangeran seharusnya berada di ruang baca."Artinya, Luis tidak keluar.Benar juga. Kakinya tidak terlalu lincah. Kalau tidak terpaksa, seharusnya Luis tidak akan keluar rumah.Setelah menguap, Anggi m

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 7

    Mendengar ucapan Luis, Anggi mendongak dan menatap lekat pria di atas ranjang. Dia lalu membalas, "Saya paham."Baru selesai berkata, wajah Anggi lantas memerah.Setelah berpikir sebentar, Luis menambahkan, "Bajunya juga harus dilepas."Usai berkata, Luis langsung berbaring. Kedua tangannya diletakkan di depan dada, gayanya sangat tenang.Namun, seberapa banyak yang harus Anggi lepas? Luis tidak memberi arahan lainnya.Dia menunduk dan menggigit bibir, lalu menanggalkan pakaian luarnya hingga tersisa baju dalam.Setelah memadamkan lilin, ruangan itu menjadi gelap gulita.Anggi terpaksa merangkak mendekati kaki Luis untuk menaiki tempat tidur itu.Dalam cerita asli di novel, semua wanita yang menikah dengan Luis adalah mata-mata sehingga semuanya berakhir dibunuh.Namun, Luis bukanlah orang kejam seperti yang dirumorkan di luar sana. Dia pasti punya alasan tersendiri saat menyuruh Anggi berteriak.Walaupun Anggi belum tahu alasannya.Setelah memakai selimut ... Anggi berdeham sebentar,

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 8

    Usai makan sarapan, Anggi mulai membaca buku medis.Mina yang sedang merapikan perlengkapan minum teh sembari berkata, "Sebelum Permaisuri Dariani pergi tadi pagi, beliau berpesan agar Pangeran dan Putri bisa masuk ke istana untuk menghadap Kaisar."Menghadap Kaisar?Anggi ingat, Mina sudah memberi tahu hal ini pada Luis tadi pagi. Kenapa dia masih mengungkitnya sekarang?Anggi menatap Mina yang hanya tersenyum lalu melanjutkan pekerjaannya.Dalam sekejap, Anggi yang tadinya ingin membaca buku medis dengan santai jadi gugup.Berdasarkan sifat protektif Dariani terhadap putranya, alasan Dariani meminta Luis membawanya ke istana pasti tidak sederhana.Sebaliknya, jika Luis enggan membawanya ke istana, artinya Luis tidak puas terhadap pengantin pengganti ini.Kalau Luis tidak puas, Dariani juga akan membenci Anggi.Sekalipun dalam novel aslinya tidak menyebutkan apakah Dariani mengetahui kebenaran soal pengantin yang digantikan ini, belum tentu rahasia ini tidak akan terbongkar selamanya!

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 9

    "Perhatian?"Luis yang duduk di kursi roda memanggil Anggi dengan melambaikan tangan.Tanpa ragu-ragu, Anggi berjalan maju.Pria itu memiringkan tubuh, lalu memegang dagu Anggi. Anggi membungkuk dan bertatapan mata dengan Luis."Kamu berencana perhatian bagaimana ke aku? Hm?" Nada suara Luis sangat sinis. Matanya juga sedikit menyipit.Wajahnya yang sudah penuh luka terlihat makin mengerikan saat ini. Wajahnya tidak memiliki ekspresi, benar-benar seperti makhluk dari neraka!"Aku ... aku punya semacam salep. Seharusnya bisa memudarkan luka, Pangeran boleh mencobanya. Selain itu ... untuk kaki Pangeran, mungkin bisa juga. Coba saja."Bertatapan langsung dengan Luis membuat Anggi sangat gugup. Namun, dia akhirnya bisa menjawab Luis setelah berusaha menenangkan diri.Rumor mengatakan bahwa putri kedua dari Keluarga Suharjo mahir mengobati orang. Jadi, Luis menebak, obat yang dibawa Anggi ini mungkin diambil dari Wulan?Namun, tabib istana saja tidak bisa menangani luka di wajah dan kakiny

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 10

    "Dika."Luis mengambil sepotong kue talas dan memanggil pengawal rahasianya.Seketika, angin serasa menerpa dan Dika sudah muncul di hadapan Luis sambil mengepal memberi hormat. "Ya, Pangeran?""Sewaktu Putri pulang ke Kediaman Suharjo, Putra Bangsawan Aneksasi sedang dijodohkan dengan Wulan."Dika mengangguk. "Benar. Ada apa, Pangeran?"Dika merasa heran, bukankah dia sudah melaporkan semuanya kepada Pangeran sekembalinya dari sana?"Dia nggak menangis?""Pangeran, Putri nggak menangis." Dika merasa bingung. Rasanya pertanyaan hari ini berbeda dari Pangeran yang biasanya."Periksa lagi. Jangan sampai ada yang terlewat. Aku ingin tahu seberapa dalam perasaan Putri terhadap Satya."Sambil berkata, Luis mengembalikan kue talas yang dia makan ke dalam piring, lalu menatap piring tersebut dengan kesal.Dika tidak pernah mempertanyakan perintah dari Luis, jadi dia langsung keluar dari ruang baca untuk melaksanakannya.Malam pun tiba.Mina datang ke ruang baca untuk menyampaikan pertanyaan d

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 11

    Wanita ini .... Sepasang matanya begitu jernih, seakan-akan mampu mengacaukan hati siapa pun. Wajahnya begitu memesona dan alami.Jika bukan karena dia telah menyelidikinya dan memastikan bahwa wanita ini adalah Nona Anggi dari Keluarga Suharjo, mungkin Luis sudah curiga bahwa dia hanyalah mata-mata yang dipersiapkan dengan sangat hati-hati.Atau lebih buruk lagi ....Mungkinkah dia adalah orang yang dikirim oleh Keluarga Suharjo atau Satya untuk memata-matainya? Luis memang lumpuh, tetapi pada akhirnya, dia tetap seorang pria normal.Jika dia terus membiarkan dirinya digoda oleh Anggi, siapa yang bisa menjamin bahwa dia masih bisa menahan diri kelak?Anggi berdiri diam, memperhatikan Luis yang mendorong roda kursinya menuju kamar mandi. Sesaat, dia merasa ragu. Tampaknya, Luis masih belum percaya padanya.Empat puluh lima menit kemudian.Luis keluar dari ruang mandi dengan pakaian yang rapi."Pangeran ...." Di dekat meja bundar, Anggi berdiri dengan sikap hati-hati. Sepasang matanya y

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 12

    Tunjukkan dengan baik, jangan mengacaukannya?Anggi meletakkan cangkir teh kembali ke meja bundar di luar sekat tipis. Dalam hati, dia berpikir bahwa Luis masih belum benar-benar percaya padanya. Luis pasti mengira dia hanya berakting.Karena itulah, dia menyuruhnya untuk menunjukkannya dengan baik, seolah-olah memperingatkan Anggi agar tidak mengacaukan rencananya sendiri. Memikirkan hal itu, Anggi tersenyum tipis.Setelah memadamkan lampu, dia melepas lapisan pakaiannya dan naik ke tempat tidur. Dalam keheningan, dia bertanya dengan suara lembut, "Pangeran, malam ini ... apakah kita masih mau ... mengerang?"Volume suaranya sangat kecil saat mengucapkan kalimat terakhir. Wajahnya memerah karena malu. Luis menjawab dengan nada dingin, "Putri sepertinya ketagihan ya?"Anggi tertegun. Siapa yang ketagihan sama suara itu? Bukannya Luis sendiri yang ketagihan? Anggi langsung terdiam dan tidak mau membahasnya lebih lanjut.Kepercayaan bukan sesuatu yang bisa didapatkan dalam satu malam. Di

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 13

    Bahkan Luis mulai meragukannya. Anggi begitu lembut dan tenang, seolah semua penderitaan dan ketidakrelaannya sebelum pernikahan hanyalah sebuah sandiwara. Sejak menikah, dia sangat patuh dan selalu menurut pada setiap ucapan Luis.Sampai ketika suatu hari, ibu kota dihujani salju pertama di musim dingin.Anggi duduk di tepi tempat tidur dan bersandar pada meja kecil di sampingnya sambil memperhatikan butiran salju yang turun dari langit.Saat itu, Mina masuk ke ruangan sambil membawa sekeranjang arang untuk menghangatkan ruangan. "Putri, Nona Wulan datang untuk menemui Anda."Wulan.Anggi menoleh dan menatap Mina dengan ekspresi yang langsung berubah. Wajahnya tampak pucat pasi. Jadi, bukan hanya Luis yang tahu bahwa dia adalah pengantin pengganti, bahkan Mina juga tahu?Mina melihat keterkejutan di wajahnya dan segera berkata, "Pangeran sudah memberi perintah. Mulai sekarang, Putri adalah satu-satunya nyonya di kediaman ini. Hamba tidak akan mengatakan apa pun di luar."Mina berhenti

Bab terbaru

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 70

    "Putri, katakanlah." Luis memainkan cincin giok hijau di jarinya dengan santai, seolah-olah tidak peduli. Namun kenyataannya, tatapan peringatan dari Keluarga Suharjo terhadap Anggi tadi tidak luput dari pengamatannya.Sebelumnya, Luis hanya mendengar dari Dika bahwa pada hari Anggi kembali ke kediaman orang tuanya, keluarganya memperlakukannya dengan dingin.Saat itu, Luis tidak terlalu merasakan apa-apa. Namun hari ini, setelah melihat dengan matanya sendiri, amarah di dalam hatinya seakan membara dan membesar tak terkendali.Di dalam aula utama, api perapian berderak-derak membakar arang perak dan memantulkan suara kecil yang terdengar jelas dalam ruangan yang sunyi. Bahkan, suara orang bernapas pun terasa besar.Anggi tersenyum ketika berujar, "Pangeran, saya ...." Dia berpikir sejenak, lalu menatap Luis dengan ekspresi main-main. Dia malah bertanya, "Bagi Pangeran, apakah sangat penting siapa saya sebenarnya?"Senyum muncul di wajah Luis yang dingin. Dia menimpali, "Putri benar-be

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 69

    Luis khawatir kalau-kalau Anggi akan diperlakukan tidak adil di Keluarga Jenderal Musafir, jadi seorang Sura saja tidak cukup. Dia bahkan menyuruh Dika ikut menemaninya.Anggi menaiki kereta kuda, lalu baru menyadari sesuatu. Kereta yang disiapkan hari ini bukanlah kereta biasa, melainkan kereta pribadi milik Luis. Ukurannya hampir dua kali lebih besar daripada kereta biasa.Begitu pintu kereta dibuka, di dalamnya sudah duduk seseorang. Itu adalah seorang pria berpakaian hitam pekat dengan topeng perak yang menutupi wajahnya. Kereta ini sangat luas, bahkan kursi roda Luis pun dapat diletakkan di dalamnya tanpa kesulitan."Pangeran?" Anggi sedikit terkejut. Dia tak menyangka bahwa Luis akan berada di dalam kereta. Saat terakhir kali kembali ke kediaman orang tuanya setelah menikah, pria ini bahkan tidak menemaninya. Namun, kini dia malah ingin menghadiri pertunangan Wulan.Anggi masih diliputi kebingungan ketika Luis mengulurkan tangan kepadanya. Dia tidak punya pilihan selain meletakka

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 68

    Suasana seakan membeku, seolah-olah udara di sekitar mereka mengental dan menahan segala suara. Waktu terus berlalu hingga akhirnya Luis mengangkat wajahnya dan menatap Anggi dalam-dalam."Anggi, apa kamu tahu ...." Suara Luis terdengar serak, seakan ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya. Namun di tengah kalimat, dia terhenti.Anggi mengernyit karena sedikit bingung. Tatapan matanya lembut dan penuh kehangatan. Dia bertanya, "Tahu apa?"Anggi meraih wajah Luis dengan kedua tangannya dan menyentuhnya dengan hati-hati, seolah ingin menyampaikan ketulusan melalui ujung jarinya.Suaranya begitu lembut dan penuh perhatian hingga bisa membuat siapa pun tenggelam dalam pesonanya. "Kalau ada sesuatu yang membuat Pangeran ragu, katakan saja pada saya."Tatapan Anggi begitu teguh, penuh keyakinan, seakan memberikan keberanian kepadanya. Beberapa kali Luis hendak berbicara, tetapi kata-kata itu tersangkut di tenggorokannya.Akhirnya, pria itu berani bertanya, "Semua orang yang melihatku s

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 67

    "Ka ... kalau luka di wajahku nggak bisa sembuh dan kakiku juga nggak bisa pulih, apakah Putri tetap nggak akan membenciku?" tanya Luis. Dia tahu bahwa dia sedang berkhayal. Namun, dia tidak bisa menahan keserakahan dalam hatinya.Dengan penuh harap, Luis menatap wanita di hadapannya. Dia takut kehilangan sedikit saja perubahan di wajahnya. Luis takut melihat penyesalan atau kebohongan sekecil apa pun di mata Anggi.Tak lama kemudian, Anggi tersenyum lembut. Tanpa ragu, dia mengulurkan tangan dan menggenggam jemari Luis yang tergeletak di pegangan kursi rodanya.Anggi bertanya, "Pangeran takut saya akan pergi?"Anggi adalah seseorang yang telah mengalami kelahiran kembali. Dulu, dia pernah dibuang oleh keluarganya sendiri. Perasaan takut dan kekecewaan itu masih menyisakan bayang-bayang yang tak bisa dia hilangkan hingga saat ini.Itu sebabnya, Anggi sangat memahami perasaan Luis yang takut dikhianati, takut ditinggalkan, juga takut harapan yang diberikan kepadanya hanyalah semu.Meski

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 66

    Anggi diam-diam mempercepat langkahnya. Saat hampir sampai di halaman depan ruang baca, dia tiba-tiba menoleh ke belakang dan memandang ke arah lorong.Di kejauhan, Anggi melihat dua sosok berpakaian berbeda. Satunya mengenakan pakaian hijau, sementara satunya lagi berpakaian putih. Mereka sedang melangkah melewati koridor.Apakah itu Gilang dan Aska? Tadi, sepertinya mereka sengaja berhenti sebentar dan memperhatikannya. Namun sebelum Anggi bisa memastikan, keduanya sudah berjalan makin jauh.Anggi mengalihkan pandangannya kembali, lalu memberi tahu Luis, "Pangeran, menurut saya bunga plum ini sangat indah. Saya ingin meletakkan satu vas di meja Pangeran supaya Anda bisa menikmatinya."Luis mengangguk. Dia teringat ucapan Aska yang pernah berkata bahwa Anggi adalah keberuntungannya. Senyum tipis pun muncul di sudut bibirnya karena sulit untuk ditahan. Tatapannya jatuh pada bunga plum yang berada dalam pelukan Anggi.Luis berkomentar, "Bunga plum mekar begitu indah."Anggi bertanya, "P

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 65

    Mina membalas sambil mengangguk, "Benar."Sejak Luis mengalami luka di wajahnya, suasana di kediaman ini menjadi jauh lebih suram. Setidaknya, tak ada lagi suara tawa riang yang terdengar di sini. Hanya saja selama para pelayan tidak melakukan kesalahan, Luis juga tidak akan sembarangan menghukum mereka dengan kejam.Sementara Anggi terus memotong bunga plum, Mina bertugas mengumpulkannya. Tak butuh waktu lama, bunga-bunga yang terkumpul sudah begitu banyak hingga Mina kesulitan membawanya."Putri, gimana kalau kita ke rumah utama untuk merapikan bunga-bunga ini?" tanya Mina. Bagaimanapun juga, rumah utama selalu dibersihkan setiap hari oleh para pelayan. Sekalian, mereka bisa mengganti bunga plum lama yang sudah layu dengan yang baru.Anggi berujar seraya mengangguk, "Aku juga berpikir begitu."Keduanya pun berjalan menuju rumah utama. Dalam perjalanan, Anggi beberapa kali menoleh ke arah ruang baca. Tanpa sengaja, tatapannya bertemu dengan Torus yang berdiri di kejauhan. Dia memberi

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 64

    Begitu mendengar suara tawa itu, Torus langsung tahu siapa pemiliknya. Namun dia tidak bisa langsung memberi tahu Anggi, jadi dia hanya berucap sambil menggeleng, "Hamba nggak bisa mengenalinya dalam sekejap."Torus berpikir dalam hati, Gilang memang biasanya berkepribadian ceria dan riang. Namun sejak Luis mengalami luka di wajahnya, dia tidak pernah bersikap begitu bebas dan sembrono di hadapannya.Anggi bertanya, "Kalau begitu, apa aku harus kembali lagi nanti?" Sambil berbicara, dia sudah berjalan menuju gazebo di rumah utama. Angin dingin bertiup kencang dan membuat pipi Anggi terasa membeku.Torus dengan penuh hormat mengantar beberapa langkah, lalu berucap, "Gimana kalau Putri kembali ke rumah utama dulu dan beristirahat sejenak?"Mina yang berdiri di samping juga ikut menimpali, "Benar, Putri."Namun, Anggi justru menunjuk beberapa pohon plum yang sedang berbunga di halaman, lalu berujar dengan santai, "Bunga plum di sini sedang mekar dengan indah. Aku akan memetik beberapa tan

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 63

    Lantas, bagaimana mungkin Anggi bisa menyembuhkannya?"Lihat baik-baik luka di wajahku. Apa ada sedikit perubahan?" Meskipun nada suaranya terdengar tenang, dalam hati Luis kembali menyimpan harapan bahwa wajahnya bisa pulih seperti dulu.Kali ini bukan karena ingin tampil gagah di hadapan orang lain, tetapi hanya karena satu alasan. Luis ingin memulihkan wajahnya agar bisa mendapatkan ketulusan hati Anggi.Mendengar itu, Torus segera memperhatikan dengan saksama. Dia mengamati wajah Luis dengan penuh kehati-hatian, lalu berucap dengan ragu, "Wajah Pangeran sudah nggak sepucat dulu. Setelah beberapa hari terpapar sinar matahari, Anda terlihat lebih sehat."Luis mengulangi, "Yang kutanyakan adalah apakah bekas lukaku memudar?"Torus menimpali, "Hamba ... hamba merasa ....""Jangan bohong padaku!" seru Luis.Torus buru-buru menjawab, "Pangeran, hamba nggak berani bohong. Selama ini, hamba bahkan nggak berani menatap langsung wajah Pangeran, jadi ... hamba nggak bisa melihat perbedaannya

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 62

    "Saya hanya nggak ingin membuang-buangnya," balas Anggi. Wajahnya sudah memerah sepenuhnya. Dia terlihat begitu indah dan memikat.Luis menolak dengan tegas, "Aku nggak butuh.""Baik." Anggi menundukkan pandangannya dan tidak berani menatapnya lagi. Lebih baik dia fokus menyembuhkan wajah dan kaki Luis terlebih dahulu. Setelah itu, dia akan tahu sendiri apakah pria ini benar-benar menyukai wanita atau tidak.Dengan pikiran seperti itu, Anggi berusaha bangun dari ranjang. Namun, tiba-tiba tangan pria itu menggenggam pergelangan tangannya dengan erat. Dia bertanya, "Putri nggak percaya padaku?""Saya nggak pernah bilang nggak percaya," balas Anggi.Melihat wajahnya yang sudah memerah, Luis mendadak ingin menggodanya. Dia tiba-tiba langsung menarik tangan Anggi ke dalam selimut.Begitu tangannya menyentuh sesuatu, Anggi seperti tersengat listrik. Dengan refleks, dia langsung menarik tangannya kembali dan buru-buru menyembunyikan wajahnya ke dalam selimut.Luis bertumpu dengan satu tangan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status