Share

Bab 4

Penulis: Lilia
"Kenapa kamu pulang?" Pratama bertanya dengan kesal.

Untuk sekilas, Anggi merasa sedih. Sekalipun dirinya sudah pernah mati dan tahu benar keluarganya tidak menyayanginya, sikap Pratama tetap membuatnya kecewa.

Pria ini adalah ayah yang dia hormati sejak kecil. Namun, Pratama malah melemparkan pandangan kesal dan jijik terhadap Anggi.

Anggi menebak dalam hati, mungkin ayahnya geram karena kemunculannya merusak acara perjodohan Wulan?

Saat ini Satya juga mengernyit, seperti tidak mengindahkan kemunculan Anggi.

Kemungkinan besar, semua anggota Keluarga Suharjo tidak menduga Anggi akan kembali dengan hidup-hidup setelah menikah ke Kediaman Pangeran Selatan.

Bagaimanapun, sepanjang sejarah, siapa pun yang menikah dengan Luis yang kejam itu, jasadnya akan dilempar keluar keesokan harinya.

"Ucapan Ayah aneh sekali, kenapa aku nggak boleh pulang? Ini jadwal kepulanganku ke rumah orang tua setelah menikah. Apa Ayah lupa?" Anggi berdiri tegak dan menyapukan pandangan ke semua orang yang berada di aula utama.

Ekspresi semua orang dan mantan tunangannya terlihat lucu sekarang.

Setelah mengatur suasana hatinya, Pratama menjawab, "Ya sudah, kalau kamu pulang. Kembalilah ke kamarmu, ini bukan tempat yang seharusnya kamu datangi."

Anggi tertawa sinis dalam hati. Tentu saja, dia tidak seharusnya menghadiri pesta perjodohan adik sendiri dengan mantan tunangannya, bukan?

Hanya saja, Pratama melupakan satu hal. Status Anggi sekarang sudah berbeda dari sebelumnya.

Kalau itu dulu, Anggi pasti sudah pergi dengan patuh. Namun sekarang, dia tidak mau pergi begitu saja.

Dia mengangkat kaki dan melangkah masuk ke aula utama.

"Ayah, memangnya ada sesuatu yang nggak boleh aku dengar?" Anggi berkata dengan tenang. Auranya sekarang tidak lagi penuh waspada dan rendah diri seperti Anggi yang mereka kenal.

Anggi yang sekarang sudah paham, segala upaya mencari simpati dari keluarganya adalah sia-sia. Apa pun yang dia lakukan, keluarganya bakal tega mengabaikan kematiannya, bahkan tidak mau mengurus jasadnya.

Keluarga semacam ini, lebih baik dibuang saja.

Pratama tampak tidak senang. Dia langsung berseru, "Kurang ajar! Sejak kapan kamu boleh berbicara seperti ini di sini? Aku menyuruhmu pergi, apa kamu nggak paham?"

Anggi mengejapkan mata untuk menatap Pratama. "Ayah lupa? Sekarang statusku adalah Putri Selatan. Bukannya Ayah seharusnya memberi hormat kalau bertemu denganku?"

Pratama tercengang, lalu emosinya memuncak.

Anggi meminta Pratama memberi hormat?

Anak ini sungguh durhaka!

"Kakak, mana boleh Kakak bersikap begitu terhadap Ayah? Beliau ini Ayah, loh! Mana boleh memberi hormat? Kakak benar-benar durhaka."

Wulan menatap Anggi dengan terkejut dan berkata dengan suara lembut. Sekalipun saat marah, dia selalu memasang tampang lemah lembut.

Melihat ini, Satya yang sudah kesal dengan kemunculan Anggi, menjadi semakin marah.

"Kurang ajar! Berani-beraninya kamu bersikap lantang di depanku? Ingat, apa statusmu, dan apa statusku." Anggi berseru dan menatap Wulan dengan sinis.

Wulan lantas menjadi pucat. Matanya memerah dan tubuhnya tampak bergetar.

Dia mengimpitkan mulut dan menatap Anggi. Dia tidak bisa memercayai kenyataan ini. Anggi yang penakut itu berbicara seperti ini terhadapnya sekarang.

Selain itu, Wulan merasa heran. Jelas-jelas dirinya sudah menghasut Anggi di malam sebelum Anggi menikah. Dia menceritakan kekejaman Luis dan ketidakrelaan orang tua Anggi. Berdasarkan sifat Anggi yang sangat peduli dengan orang tuanya, Anggi seharusnya mencoba kabur di malam pernikahan kemarin.

Wulan tidak menyangka Anggi akan mengambil langkah yang tidak sesuai dengan sifatnya. Bahkan, ucapannya terhadap Pratama hari ini juga sangat aneh.

"Anggi, jangan ganggu Wulan!" Melihat Wulan tersakiti, Satya merasa geram. Dia berdiri dan memarahi Anggi.

Hati Anggi terasa sangat pedih. Yang berada di hadapannya adalah pria yang pernah dia cintai.

Satya yang dulu tidak begitu. Saat semua anggota Keluarga Suharjo sangat dingin terhadap Anggi, Satya adalah satu-satunya orang yang baik terhadapnya. Satya akan memberinya hadiah, menemaninya melihat bulan, juga akan memberinya perhatian saat Anggi terluka ....

Masa semua itu cuma pura-pura?

Memangnya seseorang bisa berpura-pura selama belasan tahun lamanya?

Napas Anggi terasa sesak.

"Keterlaluan! Benar-benar keterlaluan! Kalau kamu nggak puas, kamu nggak perlu pulang, Anggi! Aku boleh menganggap nggak punya putri sepertimu."

Saat ini, Pratama baru bereaksi kembali dan langsung memarahi Anggi.

Sejak Anggi kecil, Pratama sudah tidak menyukainya. Anggi sangat berbeda dari Wulan yang patuh, pintar, serbabisa, dan dapat berbagi beban pikiran dengannya.

Melihat Anggi yang sekarang, Pratama semakin jengkel.

"Nggak perlu Ayah bilang pun, aku nggak akan kembali ke sini lagi. Karena sudah menikah dengan Pangeran Selatan, aku telah menjadi orang Kediaman Pangeran Selatan. Kali ini, aku akan mengampuni kalian karena masih ada ikatan keluarga. Tapi ingat, jangan sampai kalian nggak memberi hormat waktu bertemu denganku kelak."

Hati Anggi serasa hampa. Sekalipun sudah pernah mati sekali, dia masih berharap keluarganya akan berubah. Detik ini, harapan itu sudah pupus sepenuhnya.

Dia berbalik dan meninggalkan tempat itu.

Saking emosinya, tubuh Pratama bergetar. Wulan juga meneteskan air mata, seolah-olah dirinya baru disakiti.

Anggi yang keluar dari aula utama, mengambil napas dalam-dalam, lalu kembali ke paviliunnya.

Berhubung dirinya tidak mendapat kasih sayang di rumah ini, paviliun tempat dia tinggal letaknya sangat terpencil. Paviliunnya tidak luas. Ada sebuah halaman di bagian depan paviliunnya, tempat dia menanam beberapa tanaman herba.

Biasanya, Anggi suka meneliti formula obat yang bisa mengobati ayah dan saudaranya yang sering berada di medan perang. Hanya saja, racikan obat yang dia buat, selalu direbut Wulan. Oleh karena itu, Wulan yang dianggap telah meracik semua obat-obat itu.

Anggi yang dulu tidak terlalu memedulikan hal ini. Selama bisa mengobati yang lainnya, dia tidak peduli jasanya direbut oleh Wulan. Lagi pula, kalau dia yang membawakan semua obat itu, ayah dan yang lainnya mungkin tidak sudi memakainya. Mereka mungkin akan menuduhnya meniru Wulan.

Terpikir akan semua kenangan itu, Anggi merasa sedih.

Dia pun kembali ke kamarnya dan mengemas semua barang yang ada. Semua barang-barang miliknya dimasukkan ke sebuah kotak kayu, tanpa menyisakan apa pun.

Hanya saja, dia tidak mungkin mengangkat kotak ini sendirian. Dengan terpaksa, dia harus meminta bantuan Dika.

Anggi tidak bisa menemukan sosok Dika. Dia pun mencoba memanggil nama Dika, barulah pengawal rahasia itu muncul di hadapannya.

Dika langsung mengerti maksud Anggi begitu melihat kotak itu. Dia keluar, lalu kembali dengan membawa dua pengawal lain untuk menggotong kotak tersebut.

Anggi mengamati sebentar paviliun tempat dia bertumbuh selama 16 tahun ini, lalu pergi tanpa merasa tidak rela.

Dia tidak akan pernah kembali ke Kediaman Suharjo ini lagi.

"Kakak ...." Baru berjalan beberapa langkah, Anggi mendengar sebuah suara lembut yang memanggilnya.

Dia pun mengernyitkan alis saat menoleh ke arah Wulan.

Wulan berlari untuk mendekat. Ekspresinya tampak sedih saat menarik lengan baju Anggi. "Kakak marah sama aku, ya?"

Anggi menarik kembali lengan bajunya dengan sinis dan tidak menjawab.

Air mata Wulan langsung menetes. "Aku tahu Kakak marah samaku. Cuma, aku juga nggak punya pilihan."

"Kakak juga tahu tubuhku lemah. Ayah dan Ibu mengasihaniku, makanya nggak rela aku masuk ke Kediaman Pangeran Selatan."

"Selain itu, pernikahan dengan Kak Satya juga bukan keinginanku. Hanya saja, kita sudah menipu Kaisar dalam pernikahan Kakak. Supaya rahasianya nggak terbongkar, aku terpaksa menggantikan Kakak menikah dengan Putra Bangsawan Aneksasi, dan Kakak menikah dengan Pangeran Selatan."

"Kakak harus memahami jerih payah Ayah dan Ibu. Jangan sampai ucapan Kakak melukai hati mereka."

Wulan berusaha menunjukkan ketulusan hati bahwa dia melakukan semua ini karena terpaksa.

Anggi hanya bisa tertawa dalam hati. Tidak heran dirinya bisa kalah dari Wulan dalam kehidupan sebelumnya. Mau bagaimana lagi, dirinya tidak sepintar Wulan dalam berdalih.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 5

    "Memahami? Atas dasar apa?" Anggi melirik Wulan dengan sinis.Wulan sama sekali tidak menyangkan Anggi akan menjawab seperti ini. Setelah tercengang beberapa saat, Wulan menambahkan dengan sedih, "Kakak masih marah padaku, ya? Apa yang harus aku lakukan biar Kakak bisa memaafkanku?"Anggi tidak menjawab, melainkan cuma memandang Wulan dengan ekspresi datar.Wulan menyeka air matanya. "Apa Kakak harus memaksaku hingga mati? Aku tahu, Ayah dan Ibu menyayangiku sejak kecil, begitu juga para kakak laki-laki lainnya.""Walaupun semuanya agak mengabaikan Kakak, Kakak tetap anggota Keluarga Suharjo, bukan? Lagi pula, pernikahan Kakak dengan Pangeran Selatan juga bukan hal buruk. Bagaimanapun, dia adalah bagian dari kerajaan yang statusnya terhormat.""Kalau Kakak marah karena aku dijodohkan dengan Kak Satya, aku ... aku boleh membatalkan perjodohan ini. Asalkan Kakak senang." Sambil berkata, tubuh lemah Wulan terhuyung.Anggi mengernyit. Dia merasa ada yang tidak beres.Tidak mungkin Wulan be

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 6

    Setelah merapikan kotak yang dia bawa dari rumah, Anggi mengeluarkan sebuah buku medis.Plak, plak ....Jendela dalam ruangan bergetar karena ditiup angin dingin.Anggi menggerak-gerakkan bahunya secara refleks dan berdiri untuk menutup jendela itu."Putri, apa yang terjadi?"Seorang pelayan bertanya dari luar kamar."Bukan apa-apa," jawab Anggi. Saat meletakkan buku medisnya, dia baru menyadari bahwa hari sudah gelap.Luis di mana? Kenapa belum pulang?Anggi lalu berjalan ke luar kamar.Pelayan yang menjaga di luar kamar lekas memberi hormat. "Putri." Pelayan itu berusia sekitar 15 atau 16 tahun. Rambutnya dikuncir dua dan dia mengenakan baju berwarna merah muda."Apa Pangeran ... keluar rumah?" Anggi terus menunggu kepulangannya.Pelayan itu menjawab dengan sopan, "Izin menjawab, Putri. Pangeran seharusnya berada di ruang baca."Artinya, Luis tidak keluar.Benar juga. Kakinya tidak terlalu lincah. Kalau tidak terpaksa, seharusnya Luis tidak akan keluar rumah.Setelah menguap, Anggi m

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 7

    Mendengar ucapan Luis, Anggi mendongak dan menatap lekat pria di atas ranjang. Dia lalu membalas, "Saya paham."Baru selesai berkata, wajah Anggi lantas memerah.Setelah berpikir sebentar, Luis menambahkan, "Bajunya juga harus dilepas."Usai berkata, Luis langsung berbaring. Kedua tangannya diletakkan di depan dada, gayanya sangat tenang.Namun, seberapa banyak yang harus Anggi lepas? Luis tidak memberi arahan lainnya.Dia menunduk dan menggigit bibir, lalu menanggalkan pakaian luarnya hingga tersisa baju dalam.Setelah memadamkan lilin, ruangan itu menjadi gelap gulita.Anggi terpaksa merangkak mendekati kaki Luis untuk menaiki tempat tidur itu.Dalam cerita asli di novel, semua wanita yang menikah dengan Luis adalah mata-mata sehingga semuanya berakhir dibunuh.Namun, Luis bukanlah orang kejam seperti yang dirumorkan di luar sana. Dia pasti punya alasan tersendiri saat menyuruh Anggi berteriak.Walaupun Anggi belum tahu alasannya.Setelah memakai selimut ... Anggi berdeham sebentar,

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 8

    Usai makan sarapan, Anggi mulai membaca buku medis.Mina yang sedang merapikan perlengkapan minum teh sembari berkata, "Sebelum Permaisuri Dariani pergi tadi pagi, beliau berpesan agar Pangeran dan Putri bisa masuk ke istana untuk menghadap Kaisar."Menghadap Kaisar?Anggi ingat, Mina sudah memberi tahu hal ini pada Luis tadi pagi. Kenapa dia masih mengungkitnya sekarang?Anggi menatap Mina yang hanya tersenyum lalu melanjutkan pekerjaannya.Dalam sekejap, Anggi yang tadinya ingin membaca buku medis dengan santai jadi gugup.Berdasarkan sifat protektif Dariani terhadap putranya, alasan Dariani meminta Luis membawanya ke istana pasti tidak sederhana.Sebaliknya, jika Luis enggan membawanya ke istana, artinya Luis tidak puas terhadap pengantin pengganti ini.Kalau Luis tidak puas, Dariani juga akan membenci Anggi.Sekalipun dalam novel aslinya tidak menyebutkan apakah Dariani mengetahui kebenaran soal pengantin yang digantikan ini, belum tentu rahasia ini tidak akan terbongkar selamanya!

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 9

    "Perhatian?"Luis yang duduk di kursi roda memanggil Anggi dengan melambaikan tangan.Tanpa ragu-ragu, Anggi berjalan maju.Pria itu memiringkan tubuh, lalu memegang dagu Anggi. Anggi membungkuk dan bertatapan mata dengan Luis."Kamu berencana perhatian bagaimana ke aku? Hm?" Nada suara Luis sangat sinis. Matanya juga sedikit menyipit.Wajahnya yang sudah penuh luka terlihat makin mengerikan saat ini. Wajahnya tidak memiliki ekspresi, benar-benar seperti makhluk dari neraka!"Aku ... aku punya semacam salep. Seharusnya bisa memudarkan luka, Pangeran boleh mencobanya. Selain itu ... untuk kaki Pangeran, mungkin bisa juga. Coba saja."Bertatapan langsung dengan Luis membuat Anggi sangat gugup. Namun, dia akhirnya bisa menjawab Luis setelah berusaha menenangkan diri.Rumor mengatakan bahwa putri kedua dari Keluarga Suharjo mahir mengobati orang. Jadi, Luis menebak, obat yang dibawa Anggi ini mungkin diambil dari Wulan?Namun, tabib istana saja tidak bisa menangani luka di wajah dan kakiny

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 10

    "Dika."Luis mengambil sepotong kue talas dan memanggil pengawal rahasianya.Seketika, angin serasa menerpa dan Dika sudah muncul di hadapan Luis sambil mengepal memberi hormat. "Ya, Pangeran?""Sewaktu Putri pulang ke Kediaman Suharjo, Putra Bangsawan Aneksasi sedang dijodohkan dengan Wulan."Dika mengangguk. "Benar. Ada apa, Pangeran?"Dika merasa heran, bukankah dia sudah melaporkan semuanya kepada Pangeran sekembalinya dari sana?"Dia nggak menangis?""Pangeran, Putri nggak menangis." Dika merasa bingung. Rasanya pertanyaan hari ini berbeda dari Pangeran yang biasanya."Periksa lagi. Jangan sampai ada yang terlewat. Aku ingin tahu seberapa dalam perasaan Putri terhadap Satya."Sambil berkata, Luis mengembalikan kue talas yang dia makan ke dalam piring, lalu menatap piring tersebut dengan kesal.Dika tidak pernah mempertanyakan perintah dari Luis, jadi dia langsung keluar dari ruang baca untuk melaksanakannya.Malam pun tiba.Mina datang ke ruang baca untuk menyampaikan pertanyaan d

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 11

    Wanita ini .... Sepasang matanya begitu jernih, seakan-akan mampu mengacaukan hati siapa pun. Wajahnya begitu memesona dan alami.Jika bukan karena dia telah menyelidikinya dan memastikan bahwa wanita ini adalah Nona Anggi dari Keluarga Suharjo, mungkin Luis sudah curiga bahwa dia hanyalah mata-mata yang dipersiapkan dengan sangat hati-hati.Atau lebih buruk lagi ....Mungkinkah dia adalah orang yang dikirim oleh Keluarga Suharjo atau Satya untuk memata-matainya? Luis memang lumpuh, tetapi pada akhirnya, dia tetap seorang pria normal.Jika dia terus membiarkan dirinya digoda oleh Anggi, siapa yang bisa menjamin bahwa dia masih bisa menahan diri kelak?Anggi berdiri diam, memperhatikan Luis yang mendorong roda kursinya menuju kamar mandi. Sesaat, dia merasa ragu. Tampaknya, Luis masih belum percaya padanya.Empat puluh lima menit kemudian.Luis keluar dari ruang mandi dengan pakaian yang rapi."Pangeran ...." Di dekat meja bundar, Anggi berdiri dengan sikap hati-hati. Sepasang matanya y

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 12

    Tunjukkan dengan baik, jangan mengacaukannya?Anggi meletakkan cangkir teh kembali ke meja bundar di luar sekat tipis. Dalam hati, dia berpikir bahwa Luis masih belum benar-benar percaya padanya. Luis pasti mengira dia hanya berakting.Karena itulah, dia menyuruhnya untuk menunjukkannya dengan baik, seolah-olah memperingatkan Anggi agar tidak mengacaukan rencananya sendiri. Memikirkan hal itu, Anggi tersenyum tipis.Setelah memadamkan lampu, dia melepas lapisan pakaiannya dan naik ke tempat tidur. Dalam keheningan, dia bertanya dengan suara lembut, "Pangeran, malam ini ... apakah kita masih mau ... mengerang?"Volume suaranya sangat kecil saat mengucapkan kalimat terakhir. Wajahnya memerah karena malu. Luis menjawab dengan nada dingin, "Putri sepertinya ketagihan ya?"Anggi tertegun. Siapa yang ketagihan sama suara itu? Bukannya Luis sendiri yang ketagihan? Anggi langsung terdiam dan tidak mau membahasnya lebih lanjut.Kepercayaan bukan sesuatu yang bisa didapatkan dalam satu malam. Di

Bab terbaru

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 100

    Mereka berjalan cukup jauh.Anggi menghela napas. "Bunga-bunga plum ini indah sekali, sungguh pemandangan yang memukau. Kalau ada tempat lebih tinggi untuk menikmatinya, pasti akan lebih menakjubkan."Salah satu pelayan istana berkata, "Di Taman Asri ada sebuah gazebo." Dia menunjuk ke suatu arah. "Di sana cukup tinggi. Kalau sudah puas duduk di sana dan berjalan lebih jauh lagi, kita bahkan bisa melihat Pulau Tengah Danau."Pulau Tengah Danau? Istana ini ternyata sangat luas, sampai memiliki sebuah pulau di tengah danau.Anggi mempercepat langkahnya menuju gazebo yang terlihat dari kejauhan. Tiba-tiba, pelayan istana itu terjatuh dan meringis kesakitan. "Aduh ...."Anggi menoleh. "Kamu nggak apa-apa?""Hamba terkilir, Putri."Anggi mengerutkan kening. Karena Gazebo itu sudah tak jauh lagi, dia berkata kepada Mina, "Kamu antar dia kembali. Aku akan menunggumu di gazebo."Mina tampak ragu. "Putri, apa taman ini benar-benar aman?""Ini istana, bukan jalan umum. Apa yang perlu dikhawatirk

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 99

    Satya berbicara, "Kalau Kaisar mulai curiga, sekalipun Ayah adalah kandidat yang paling cocok, tetap saja masih ada penerus lain yang bisa dipilih.""Ternyata kamu belum bodoh!""Baik, aku mengerti." Saat ini, sosok Wulan yang menangis dan berusaha menyenangkan dirinya melintas di benak Satya.Satya mengepalkan tangannya erat-erat dan hanya bisa membatin, 'Wulan, maafkan aku.'Waktu berlalu, kini tiba malam tahun baru.Menjelang siang, Torus memimpin para pelayan untuk memasang dekorasi serta menghias Kediaman Pangeran.Sura mendorong kursi roda Luis mendekat. Luis berkata, "Kita harus masuk ke istana untuk menemani Ayahanda dan Ibunda merayakan malam tahun baru."Selain mereka, para pejabat dan bangsawan juga wajib pergi ke istana untuk perayaan. Anggi mengangguk, lalu Mina segera membantunya berganti pakaian serta merapikan riasan.Luis duduk di tempat tidur sambil membaca buku, tetapi tatapannya sesekali tertuju ke arah Anggi. Wanita itu duduk dengan tenang. Senyuman lembut di wajah

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 98

    Rasyid tidak berbicara, hanya menunggu dengan tenang.Burhan melanjutkan, "Kamu sudah bawa obat yang bisa membuat orang mandul?""Sudah." Rasyid mengambil sebuah botol dari kotak obat di sampingnya, lalu menyerahkannya dengan kedua tangan.Burhan bertanya, "Bisa digunakan untuk laki-laki dan perempuan, 'kan?"Rasyid mengangguk. "Ya. Awalnya hanya sebagai pencegah kehamilan, tapi kalau dikonsumsi dalam jangka panjang hingga lebih dari setengah tahun, akan menyebabkan kemandulan permanen."Kemandulan permanen? Bagus sekali! Burhan melambaikan tangannya. "Baik, terima kasih, Tabib Rasyid. Kamu sudah boleh kembali."Rasyid memberi hormat, lalu pergi dengan membawa kotak obatnya.Tidak lama kemudian, seorang kasim masuk dan melapor, "Pangeran, Tuan Satya kemari tadi."Burhan berkata, "Suruh dia masuk. Kebetulan aku ada urusan yang ingin dibicarakan dengannya." Dia menatap botol obat di tangannya dan mulai menyusun rencana."Baik."Sesaat kemudian, Satya datang dan memberi salam. "Hormat kep

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 97

    Luis menggigit bibirnya, lalu mengangguk. "Ada beberapa hal yang belum bisa kuberi tahu sekarang."Dari nada bicaranya, jelas ini adalah rahasia keluarga kekaisaran. Anggi tidak ingin menebak lebih jauh. Saat ini, yang bisa dia lakukan hanyalah bersabar sampai Wulan menikah dengan Parlin.Bulan telah terbit. Wulan baru saja keluar dari pintu belakang Kediaman Bangsawan Aneksasi. Dia dibantu Fani naik ke kereta kuda milik Keluarga Suharjo."Nona, kita pulang selarut ini, bagaimana kita harus menjelaskan kepada Tuan dan Nyonya?" Fani bertanya dengan agak cemas.Kereta melaju perlahan. Suara derap kuda dan roda kayu yang berputar menutupi percakapan mereka. Sang kusir pun tidak bisa mendengar apa-apa.Wulan tersenyum tipis. "Putra Bangsawan Aneksasi sudah berjanji padaku kalau dia akan meminta Pangeran Aneksasi untuk turun tangan dan membatalkan pernikahanku.""Benarkah Pangeran Aneksasi akan membantu Nona?""Aku dan Putra Bangsawan Aneksasi sudah melewati batas. Lagi pula, aku terlahir d

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 96

    "Bagaimana kalau dia nggak mau menyerah?"Anggi tampak ragu. "Ini pernikahan yang dianugerahkan langsung oleh Kaisar. Bahkan Pangeran Aneksasi juga nggak bisa membatalkannya, 'kan?"Luis menjawab, "Kecuali Paman dan Bibi sendiri yang memohon pada Ayahanda." Saat mengatakan ini, Luis teringat perkataan ibunya yang mengatakan semakin cantik seorang wanita, semakin pandai dia berbohong.Selama bertahun-tahun dirinya menjadi putra mahkota, berapa banyak air mata yang ditumpahkan ibunya karena bibinya itu?Sepertinya ayahnya memiliki perasaan terhadap bibinya. Luis tidak bisa menjelaskan secara pasti, tetapi dia tahu dalam hati ayahnya, bibinya memiliki posisi yang cukup penting.Jadi, dibandingkan pamannya, cukup dengan bibinya yang memohon, Luis yakin ayahnya pasti akan mengabulkannya."Kalau Pangeran Aneksasi sendiri yang meminta, Kaisar akan menyetujui?" tanya Anggi dengan ragu.Luis mengangguk."Nggak boleh! Satya dan Wulan nggak boleh menikah! Pangeran, mereka nggak boleh bersama!" Ji

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 95

    Semakin lama ditatap, semakin hatinya bersemangat.Bekas luka di wajah Luis mulai menunjukkan perubahan. Seiring berjalannya waktu, wajah tampannya pasti akan kembali seperti semula.Saat itu tiba, Anggi bisa melihat dengan mata kepalanya sendiri seperti apa rupa pria yang telah mengurus jenazahnya di kehidupan lampau.Napas hangat dan harum menyentuh wajahnya. Luis merasa aroma itu begitu menyenangkan, sampai mata tajamnya perlahan melembut.Saat itu juga, tatapan mereka bertemu. Anggi tersenyum tipis. "Pangeran."Luis bergumam pelan dan ikut tersenyum. "Aku melihat diriku di matamu."Yang ada di mata Anggi hanyalah wajah penuh bekas luka. Namun, Luis menyembunyikan rasa minder itu dengan baik. Dengan senyuman tipis, dia diam-diam mengamati perubahan ekspresi wanita di depannya.Anggi tersenyum, lalu mengangkat kedua tangannya dan memegang wajah Luis. "Aku juga melihat diriku di mata Pangeran."Dia berpikir sejenak, lalu bertanya, "Apakah ini yang disebut para pasangan di luar sana? A

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 94

    "Pangeran?" Melihatnya hanya diam, Anggi memberanikan diri untuk memanggil. Bagaimanapun, pada malam pertama mereka, Luis yang melukai jarinya sendiri agar kain kesucian itu ternoda.Selain itu, Faisal pernah memeriksa, tetapi jawabannya tidak jelas. Anggi pun tidak tahu apakah Luis benar-benar mampu atau tidak.Luis menarik napas dalam, sudut bibirnya menampilkan senyuman canggung. Dia lalu menggenggam tangan Anggi. "Kita tunggu sebentar ya."Tunggu?"Kamu pernah bilang, tiga bulan lagi kakiku nggak akan mati rasa lagi dan enam bulan lagi aku bisa berdiri. Benar begitu?”Anggi mengangguk. "Ya." Selama arah pengobatannya benar dan tidak ada kejadian tak terduga, dia cukup yakin dengan prediksinya.Luis berujar, "Kalau begitu, kita tunggu sampai kakiku benar-benar pulih." Sampai saat itu tiba, mereka bisa benar-benar menjadi suami istri.Anggi mengerti maksudnya, alisnya sedikit berkerut. Kaisar dan Permaisuri begitu ingin memiliki cucu, apakah mereka bisa menunggu selama itu?Walaupun

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 93

    Bahkan Kaisar pun ditipu!Dariani hanya bisa menghela napas. Dia tidak peduli lagi pada apa pun yang mungkin diinginkan Anggi. Yang dia inginkan hanyalah Anggi segera memberikan keturunan bagi Luis."Bangkitlah, aku percaya padamu." Nada suara Dariani tidak begitu baik.Sampai hari ini, meskipun dia adalah wanita yang paling dikasihi Kaisar, gelarnya sebagai permaisuri masih belum disahkan. Semua ini gara-gara kakaknya yang cantik itu.Anggi berdiri dan duduk di kursi bawah. Tidak lama kemudian, Gina berseru dari luar, "Permaisuri, Tabib Damar datang."Dariani berkata, "Persilakan masuk."Kemudian, dia menoleh ke Anggi. "Tabib Damar akan memeriksa denyut nadimu untuk memastikan kesehatanmu."Anggi sedikit terkejut. Untuk apa pemeriksaan mendadak ini?Beberapa saat kemudian, Gina membawa Damar masuk. Damar tampak masih muda, sekitar 22 atau 23 tahun.Setelah memeriksa denyut nadi Anggi, dia melapor kepada Dariani, "Permaisuri, kesehatan Putri sangat baik. Nggak perlu pengobatan khusus a

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 92

    Luis menggenggam tangan gadis itu, senyuman terukir di wajahnya. Hatinya terasa sangat bahagia.Sejak dilengserkan, dia selalu dipenuhi kecurigaan. Kini, meskipun masih curiga Anggi masih memiliki perasaan untuk Satya, dia terus meyakinkan diri sendiri untuk memercayainya.Pemandangan ini dilihat oleh Kaisar. Melihat Luis dalam suasana hati yang baik, dia tidak lagi merasa keberatan terhadap pertukaran pernikahan yang dilakukan oleh Keluarga Suharjo.Namun, yang tidak disangkanya adalah Anggi sama sekali tidak memohon belas kasihan demi Wulan. Sebenarnya ada apa dengan Jenderal Musafir? Putri sulungnya ini anggun dan berwibawa. Kenapa tidak disukai di Keluarga Suharjo? Hanya karena seorang pendeta bodoh pernah meramalkan bahwa Wulan memiliki takdir menjadi permaisuri?Jika mereka begitu memercayai ramalan, lalu kenapa Wulan menolak menikah dengan satu-satunya putranya? Malah diam-diam menjalin hubungan dengan Putra Bangsawan Aneksasi. Niat mereka sangat jelas di mata semua orang!Makan

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status