Share

Bab 4

Penulis: Lilia
"Kenapa kamu pulang?" Pratama bertanya dengan kesal.

Untuk sekilas, Anggi merasa sedih. Sekalipun dirinya sudah pernah mati dan tahu benar keluarganya tidak menyayanginya, sikap Pratama tetap membuatnya kecewa.

Pria ini adalah ayah yang dia hormati sejak kecil. Namun, Pratama malah melemparkan pandangan kesal dan jijik terhadap Anggi.

Anggi menebak dalam hati, mungkin ayahnya geram karena kemunculannya merusak acara perjodohan Wulan?

Saat ini Satya juga mengernyit, seperti tidak mengindahkan kemunculan Anggi.

Kemungkinan besar, semua anggota Keluarga Suharjo tidak menduga Anggi akan kembali dengan hidup-hidup setelah menikah ke Kediaman Pangeran Selatan.

Bagaimanapun, sepanjang sejarah, siapa pun yang menikah dengan Luis yang kejam itu, jasadnya akan dilempar keluar keesokan harinya.

"Ucapan Ayah aneh sekali, kenapa aku nggak boleh pulang? Ini jadwal kepulanganku ke rumah orang tua setelah menikah. Apa Ayah lupa?" Anggi berdiri tegak dan menyapukan pandangan ke semua orang yang berada di aula utama.

Ekspresi semua orang dan mantan tunangannya terlihat lucu sekarang.

Setelah mengatur suasana hatinya, Pratama menjawab, "Ya sudah, kalau kamu pulang. Kembalilah ke kamarmu, ini bukan tempat yang seharusnya kamu datangi."

Anggi tertawa sinis dalam hati. Tentu saja, dia tidak seharusnya menghadiri pesta perjodohan adik sendiri dengan mantan tunangannya, bukan?

Hanya saja, Pratama melupakan satu hal. Status Anggi sekarang sudah berbeda dari sebelumnya.

Kalau itu dulu, Anggi pasti sudah pergi dengan patuh. Namun sekarang, dia tidak mau pergi begitu saja.

Dia mengangkat kaki dan melangkah masuk ke aula utama.

"Ayah, memangnya ada sesuatu yang nggak boleh aku dengar?" Anggi berkata dengan tenang. Auranya sekarang tidak lagi penuh waspada dan rendah diri seperti Anggi yang mereka kenal.

Anggi yang sekarang sudah paham, segala upaya mencari simpati dari keluarganya adalah sia-sia. Apa pun yang dia lakukan, keluarganya bakal tega mengabaikan kematiannya, bahkan tidak mau mengurus jasadnya.

Keluarga semacam ini, lebih baik dibuang saja.

Pratama tampak tidak senang. Dia langsung berseru, "Kurang ajar! Sejak kapan kamu boleh berbicara seperti ini di sini? Aku menyuruhmu pergi, apa kamu nggak paham?"

Anggi mengejapkan mata untuk menatap Pratama. "Ayah lupa? Sekarang statusku adalah Putri Selatan. Bukannya Ayah seharusnya memberi hormat kalau bertemu denganku?"

Pratama tercengang, lalu emosinya memuncak.

Anggi meminta Pratama memberi hormat?

Anak ini sungguh durhaka!

"Kakak, mana boleh Kakak bersikap begitu terhadap Ayah? Beliau ini Ayah, loh! Mana boleh memberi hormat? Kakak benar-benar durhaka."

Wulan menatap Anggi dengan terkejut dan berkata dengan suara lembut. Sekalipun saat marah, dia selalu memasang tampang lemah lembut.

Melihat ini, Satya yang sudah kesal dengan kemunculan Anggi, menjadi semakin marah.

"Kurang ajar! Berani-beraninya kamu bersikap lantang di depanku? Ingat, apa statusmu, dan apa statusku." Anggi berseru dan menatap Wulan dengan sinis.

Wulan lantas menjadi pucat. Matanya memerah dan tubuhnya tampak bergetar.

Dia mengimpitkan mulut dan menatap Anggi. Dia tidak bisa memercayai kenyataan ini. Anggi yang penakut itu berbicara seperti ini terhadapnya sekarang.

Selain itu, Wulan merasa heran. Jelas-jelas dirinya sudah menghasut Anggi di malam sebelum Anggi menikah. Dia menceritakan kekejaman Luis dan ketidakrelaan orang tua Anggi. Berdasarkan sifat Anggi yang sangat peduli dengan orang tuanya, Anggi seharusnya mencoba kabur di malam pernikahan kemarin.

Wulan tidak menyangka Anggi akan mengambil langkah yang tidak sesuai dengan sifatnya. Bahkan, ucapannya terhadap Pratama hari ini juga sangat aneh.

"Anggi, jangan ganggu Wulan!" Melihat Wulan tersakiti, Satya merasa geram. Dia berdiri dan memarahi Anggi.

Hati Anggi terasa sangat pedih. Yang berada di hadapannya adalah pria yang pernah dia cintai.

Satya yang dulu tidak begitu. Saat semua anggota Keluarga Suharjo sangat dingin terhadap Anggi, Satya adalah satu-satunya orang yang baik terhadapnya. Satya akan memberinya hadiah, menemaninya melihat bulan, juga akan memberinya perhatian saat Anggi terluka ....

Masa semua itu cuma pura-pura?

Memangnya seseorang bisa berpura-pura selama belasan tahun lamanya?

Napas Anggi terasa sesak.

"Keterlaluan! Benar-benar keterlaluan! Kalau kamu nggak puas, kamu nggak perlu pulang, Anggi! Aku boleh menganggap nggak punya putri sepertimu."

Saat ini, Pratama baru bereaksi kembali dan langsung memarahi Anggi.

Sejak Anggi kecil, Pratama sudah tidak menyukainya. Anggi sangat berbeda dari Wulan yang patuh, pintar, serbabisa, dan dapat berbagi beban pikiran dengannya.

Melihat Anggi yang sekarang, Pratama semakin jengkel.

"Nggak perlu Ayah bilang pun, aku nggak akan kembali ke sini lagi. Karena sudah menikah dengan Pangeran Selatan, aku telah menjadi orang Kediaman Pangeran Selatan. Kali ini, aku akan mengampuni kalian karena masih ada ikatan keluarga. Tapi ingat, jangan sampai kalian nggak memberi hormat waktu bertemu denganku kelak."

Hati Anggi serasa hampa. Sekalipun sudah pernah mati sekali, dia masih berharap keluarganya akan berubah. Detik ini, harapan itu sudah pupus sepenuhnya.

Dia berbalik dan meninggalkan tempat itu.

Saking emosinya, tubuh Pratama bergetar. Wulan juga meneteskan air mata, seolah-olah dirinya baru disakiti.

Anggi yang keluar dari aula utama, mengambil napas dalam-dalam, lalu kembali ke paviliunnya.

Berhubung dirinya tidak mendapat kasih sayang di rumah ini, paviliun tempat dia tinggal letaknya sangat terpencil. Paviliunnya tidak luas. Ada sebuah halaman di bagian depan paviliunnya, tempat dia menanam beberapa tanaman herba.

Biasanya, Anggi suka meneliti formula obat yang bisa mengobati ayah dan saudaranya yang sering berada di medan perang. Hanya saja, racikan obat yang dia buat, selalu direbut Wulan. Oleh karena itu, Wulan yang dianggap telah meracik semua obat-obat itu.

Anggi yang dulu tidak terlalu memedulikan hal ini. Selama bisa mengobati yang lainnya, dia tidak peduli jasanya direbut oleh Wulan. Lagi pula, kalau dia yang membawakan semua obat itu, ayah dan yang lainnya mungkin tidak sudi memakainya. Mereka mungkin akan menuduhnya meniru Wulan.

Terpikir akan semua kenangan itu, Anggi merasa sedih.

Dia pun kembali ke kamarnya dan mengemas semua barang yang ada. Semua barang-barang miliknya dimasukkan ke sebuah kotak kayu, tanpa menyisakan apa pun.

Hanya saja, dia tidak mungkin mengangkat kotak ini sendirian. Dengan terpaksa, dia harus meminta bantuan Dika.

Anggi tidak bisa menemukan sosok Dika. Dia pun mencoba memanggil nama Dika, barulah pengawal rahasia itu muncul di hadapannya.

Dika langsung mengerti maksud Anggi begitu melihat kotak itu. Dia keluar, lalu kembali dengan membawa dua pengawal lain untuk menggotong kotak tersebut.

Anggi mengamati sebentar paviliun tempat dia bertumbuh selama 16 tahun ini, lalu pergi tanpa merasa tidak rela.

Dia tidak akan pernah kembali ke Kediaman Suharjo ini lagi.

"Kakak ...." Baru berjalan beberapa langkah, Anggi mendengar sebuah suara lembut yang memanggilnya.

Dia pun mengernyitkan alis saat menoleh ke arah Wulan.

Wulan berlari untuk mendekat. Ekspresinya tampak sedih saat menarik lengan baju Anggi. "Kakak marah sama aku, ya?"

Anggi menarik kembali lengan bajunya dengan sinis dan tidak menjawab.

Air mata Wulan langsung menetes. "Aku tahu Kakak marah samaku. Cuma, aku juga nggak punya pilihan."

"Kakak juga tahu tubuhku lemah. Ayah dan Ibu mengasihaniku, makanya nggak rela aku masuk ke Kediaman Pangeran Selatan."

"Selain itu, pernikahan dengan Kak Satya juga bukan keinginanku. Hanya saja, kita sudah menipu Kaisar dalam pernikahan Kakak. Supaya rahasianya nggak terbongkar, aku terpaksa menggantikan Kakak menikah dengan Putra Bangsawan Aneksasi, dan Kakak menikah dengan Pangeran Selatan."

"Kakak harus memahami jerih payah Ayah dan Ibu. Jangan sampai ucapan Kakak melukai hati mereka."

Wulan berusaha menunjukkan ketulusan hati bahwa dia melakukan semua ini karena terpaksa.

Anggi hanya bisa tertawa dalam hati. Tidak heran dirinya bisa kalah dari Wulan dalam kehidupan sebelumnya. Mau bagaimana lagi, dirinya tidak sepintar Wulan dalam berdalih.

Bab terkait

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 5

    "Memahami? Atas dasar apa?" Anggi melirik Wulan dengan sinis.Wulan sama sekali tidak menyangkan Anggi akan menjawab seperti ini. Setelah tercengang beberapa saat, Wulan menambahkan dengan sedih, "Kakak masih marah padaku, ya? Apa yang harus aku lakukan biar Kakak bisa memaafkanku?"Anggi tidak menjawab, melainkan cuma memandang Wulan dengan ekspresi datar.Wulan menyeka air matanya. "Apa Kakak harus memaksaku hingga mati? Aku tahu, Ayah dan Ibu menyayangiku sejak kecil, begitu juga para kakak laki-laki lainnya.""Walaupun semuanya agak mengabaikan Kakak, Kakak tetap anggota Keluarga Suharjo, bukan? Lagi pula, pernikahan Kakak dengan Pangeran Selatan juga bukan hal buruk. Bagaimanapun, dia adalah bagian dari kerajaan yang statusnya terhormat.""Kalau Kakak marah karena aku dijodohkan dengan Kak Satya, aku ... aku boleh membatalkan perjodohan ini. Asalkan Kakak senang." Sambil berkata, tubuh lemah Wulan terhuyung.Anggi mengernyit. Dia merasa ada yang tidak beres.Tidak mungkin Wulan be

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 6

    Setelah merapikan kotak yang dia bawa dari rumah, Anggi mengeluarkan sebuah buku medis.Plak, plak ....Jendela dalam ruangan bergetar karena ditiup angin dingin.Anggi menggerak-gerakkan bahunya secara refleks dan berdiri untuk menutup jendela itu."Putri, apa yang terjadi?"Seorang pelayan bertanya dari luar kamar."Bukan apa-apa," jawab Anggi. Saat meletakkan buku medisnya, dia baru menyadari bahwa hari sudah gelap.Luis di mana? Kenapa belum pulang?Anggi lalu berjalan ke luar kamar.Pelayan yang menjaga di luar kamar lekas memberi hormat. "Putri." Pelayan itu berusia sekitar 15 atau 16 tahun. Rambutnya dikuncir dua dan dia mengenakan baju berwarna merah muda."Apa Pangeran ... keluar rumah?" Anggi terus menunggu kepulangannya.Pelayan itu menjawab dengan sopan, "Izin menjawab, Putri. Pangeran seharusnya berada di ruang baca."Artinya, Luis tidak keluar.Benar juga. Kakinya tidak terlalu lincah. Kalau tidak terpaksa, seharusnya Luis tidak akan keluar rumah.Setelah menguap, Anggi m

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 7

    Mendengar ucapan Luis, Anggi mendongak dan menatap lekat pria di atas ranjang. Dia lalu membalas, "Saya paham."Baru selesai berkata, wajah Anggi lantas memerah.Setelah berpikir sebentar, Luis menambahkan, "Bajunya juga harus dilepas."Usai berkata, Luis langsung berbaring. Kedua tangannya diletakkan di depan dada, gayanya sangat tenang.Namun, seberapa banyak yang harus Anggi lepas? Luis tidak memberi arahan lainnya.Dia menunduk dan menggigit bibir, lalu menanggalkan pakaian luarnya hingga tersisa baju dalam.Setelah memadamkan lilin, ruangan itu menjadi gelap gulita.Anggi terpaksa merangkak mendekati kaki Luis untuk menaiki tempat tidur itu.Dalam cerita asli di novel, semua wanita yang menikah dengan Luis adalah mata-mata sehingga semuanya berakhir dibunuh.Namun, Luis bukanlah orang kejam seperti yang dirumorkan di luar sana. Dia pasti punya alasan tersendiri saat menyuruh Anggi berteriak.Walaupun Anggi belum tahu alasannya.Setelah memakai selimut ... Anggi berdeham sebentar,

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 8

    Usai makan sarapan, Anggi mulai membaca buku medis.Mina yang sedang merapikan perlengkapan minum teh sembari berkata, "Sebelum Permaisuri Dariani pergi tadi pagi, beliau berpesan agar Pangeran dan Putri bisa masuk ke istana untuk menghadap Kaisar."Menghadap Kaisar?Anggi ingat, Mina sudah memberi tahu hal ini pada Luis tadi pagi. Kenapa dia masih mengungkitnya sekarang?Anggi menatap Mina yang hanya tersenyum lalu melanjutkan pekerjaannya.Dalam sekejap, Anggi yang tadinya ingin membaca buku medis dengan santai jadi gugup.Berdasarkan sifat protektif Dariani terhadap putranya, alasan Dariani meminta Luis membawanya ke istana pasti tidak sederhana.Sebaliknya, jika Luis enggan membawanya ke istana, artinya Luis tidak puas terhadap pengantin pengganti ini.Kalau Luis tidak puas, Dariani juga akan membenci Anggi.Sekalipun dalam novel aslinya tidak menyebutkan apakah Dariani mengetahui kebenaran soal pengantin yang digantikan ini, belum tentu rahasia ini tidak akan terbongkar selamanya!

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 9

    "Perhatian?"Luis yang duduk di kursi roda memanggil Anggi dengan melambaikan tangan.Tanpa ragu-ragu, Anggi berjalan maju.Pria itu memiringkan tubuh, lalu memegang dagu Anggi. Anggi membungkuk dan bertatapan mata dengan Luis."Kamu berencana perhatian bagaimana ke aku? Hm?" Nada suara Luis sangat sinis. Matanya juga sedikit menyipit.Wajahnya yang sudah penuh luka terlihat makin mengerikan saat ini. Wajahnya tidak memiliki ekspresi, benar-benar seperti makhluk dari neraka!"Aku ... aku punya semacam salep. Seharusnya bisa memudarkan luka, Pangeran boleh mencobanya. Selain itu ... untuk kaki Pangeran, mungkin bisa juga. Coba saja."Bertatapan langsung dengan Luis membuat Anggi sangat gugup. Namun, dia akhirnya bisa menjawab Luis setelah berusaha menenangkan diri.Rumor mengatakan bahwa putri kedua dari Keluarga Suharjo mahir mengobati orang. Jadi, Luis menebak, obat yang dibawa Anggi ini mungkin diambil dari Wulan?Namun, tabib istana saja tidak bisa menangani luka di wajah dan kakiny

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 10

    "Dika."Luis mengambil sepotong kue talas dan memanggil pengawal rahasianya.Seketika, angin serasa menerpa dan Dika sudah muncul di hadapan Luis sambil mengepal memberi hormat. "Ya, Pangeran?""Sewaktu Putri pulang ke Kediaman Suharjo, Putra Bangsawan Aneksasi sedang dijodohkan dengan Wulan."Dika mengangguk. "Benar. Ada apa, Pangeran?"Dika merasa heran, bukankah dia sudah melaporkan semuanya kepada Pangeran sekembalinya dari sana?"Dia nggak menangis?""Pangeran, Putri nggak menangis." Dika merasa bingung. Rasanya pertanyaan hari ini berbeda dari Pangeran yang biasanya."Periksa lagi. Jangan sampai ada yang terlewat. Aku ingin tahu seberapa dalam perasaan Putri terhadap Satya."Sambil berkata, Luis mengembalikan kue talas yang dia makan ke dalam piring, lalu menatap piring tersebut dengan kesal.Dika tidak pernah mempertanyakan perintah dari Luis, jadi dia langsung keluar dari ruang baca untuk melaksanakannya.Malam pun tiba.Mina datang ke ruang baca untuk menyampaikan pertanyaan d

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 11

    Wanita ini .... Sepasang matanya begitu jernih, seakan-akan mampu mengacaukan hati siapa pun. Wajahnya begitu memesona dan alami.Jika bukan karena dia telah menyelidikinya dan memastikan bahwa wanita ini adalah Nona Anggi dari Keluarga Suharjo, mungkin Luis sudah curiga bahwa dia hanyalah mata-mata yang dipersiapkan dengan sangat hati-hati.Atau lebih buruk lagi ....Mungkinkah dia adalah orang yang dikirim oleh Keluarga Suharjo atau Satya untuk memata-matainya? Luis memang lumpuh, tetapi pada akhirnya, dia tetap seorang pria normal.Jika dia terus membiarkan dirinya digoda oleh Anggi, siapa yang bisa menjamin bahwa dia masih bisa menahan diri kelak?Anggi berdiri diam, memperhatikan Luis yang mendorong roda kursinya menuju kamar mandi. Sesaat, dia merasa ragu. Tampaknya, Luis masih belum percaya padanya.Empat puluh lima menit kemudian.Luis keluar dari ruang mandi dengan pakaian yang rapi."Pangeran ...." Di dekat meja bundar, Anggi berdiri dengan sikap hati-hati. Sepasang matanya y

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 12

    Tunjukkan dengan baik, jangan mengacaukannya?Anggi meletakkan cangkir teh kembali ke meja bundar di luar sekat tipis. Dalam hati, dia berpikir bahwa Luis masih belum benar-benar percaya padanya. Luis pasti mengira dia hanya berakting.Karena itulah, dia menyuruhnya untuk menunjukkannya dengan baik, seolah-olah memperingatkan Anggi agar tidak mengacaukan rencananya sendiri. Memikirkan hal itu, Anggi tersenyum tipis.Setelah memadamkan lampu, dia melepas lapisan pakaiannya dan naik ke tempat tidur. Dalam keheningan, dia bertanya dengan suara lembut, "Pangeran, malam ini ... apakah kita masih mau ... mengerang?"Volume suaranya sangat kecil saat mengucapkan kalimat terakhir. Wajahnya memerah karena malu. Luis menjawab dengan nada dingin, "Putri sepertinya ketagihan ya?"Anggi tertegun. Siapa yang ketagihan sama suara itu? Bukannya Luis sendiri yang ketagihan? Anggi langsung terdiam dan tidak mau membahasnya lebih lanjut.Kepercayaan bukan sesuatu yang bisa didapatkan dalam satu malam. Di

Bab terbaru

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 70

    "Putri, katakanlah." Luis memainkan cincin giok hijau di jarinya dengan santai, seolah-olah tidak peduli. Namun kenyataannya, tatapan peringatan dari Keluarga Suharjo terhadap Anggi tadi tidak luput dari pengamatannya.Sebelumnya, Luis hanya mendengar dari Dika bahwa pada hari Anggi kembali ke kediaman orang tuanya, keluarganya memperlakukannya dengan dingin.Saat itu, Luis tidak terlalu merasakan apa-apa. Namun hari ini, setelah melihat dengan matanya sendiri, amarah di dalam hatinya seakan membara dan membesar tak terkendali.Di dalam aula utama, api perapian berderak-derak membakar arang perak dan memantulkan suara kecil yang terdengar jelas dalam ruangan yang sunyi. Bahkan, suara orang bernapas pun terasa besar.Anggi tersenyum ketika berujar, "Pangeran, saya ...." Dia berpikir sejenak, lalu menatap Luis dengan ekspresi main-main. Dia malah bertanya, "Bagi Pangeran, apakah sangat penting siapa saya sebenarnya?"Senyum muncul di wajah Luis yang dingin. Dia menimpali, "Putri benar-be

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 69

    Luis khawatir kalau-kalau Anggi akan diperlakukan tidak adil di Keluarga Jenderal Musafir, jadi seorang Sura saja tidak cukup. Dia bahkan menyuruh Dika ikut menemaninya.Anggi menaiki kereta kuda, lalu baru menyadari sesuatu. Kereta yang disiapkan hari ini bukanlah kereta biasa, melainkan kereta pribadi milik Luis. Ukurannya hampir dua kali lebih besar daripada kereta biasa.Begitu pintu kereta dibuka, di dalamnya sudah duduk seseorang. Itu adalah seorang pria berpakaian hitam pekat dengan topeng perak yang menutupi wajahnya. Kereta ini sangat luas, bahkan kursi roda Luis pun dapat diletakkan di dalamnya tanpa kesulitan."Pangeran?" Anggi sedikit terkejut. Dia tak menyangka bahwa Luis akan berada di dalam kereta. Saat terakhir kali kembali ke kediaman orang tuanya setelah menikah, pria ini bahkan tidak menemaninya. Namun, kini dia malah ingin menghadiri pertunangan Wulan.Anggi masih diliputi kebingungan ketika Luis mengulurkan tangan kepadanya. Dia tidak punya pilihan selain meletakka

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 68

    Suasana seakan membeku, seolah-olah udara di sekitar mereka mengental dan menahan segala suara. Waktu terus berlalu hingga akhirnya Luis mengangkat wajahnya dan menatap Anggi dalam-dalam."Anggi, apa kamu tahu ...." Suara Luis terdengar serak, seakan ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya. Namun di tengah kalimat, dia terhenti.Anggi mengernyit karena sedikit bingung. Tatapan matanya lembut dan penuh kehangatan. Dia bertanya, "Tahu apa?"Anggi meraih wajah Luis dengan kedua tangannya dan menyentuhnya dengan hati-hati, seolah ingin menyampaikan ketulusan melalui ujung jarinya.Suaranya begitu lembut dan penuh perhatian hingga bisa membuat siapa pun tenggelam dalam pesonanya. "Kalau ada sesuatu yang membuat Pangeran ragu, katakan saja pada saya."Tatapan Anggi begitu teguh, penuh keyakinan, seakan memberikan keberanian kepadanya. Beberapa kali Luis hendak berbicara, tetapi kata-kata itu tersangkut di tenggorokannya.Akhirnya, pria itu berani bertanya, "Semua orang yang melihatku s

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 67

    "Ka ... kalau luka di wajahku nggak bisa sembuh dan kakiku juga nggak bisa pulih, apakah Putri tetap nggak akan membenciku?" tanya Luis. Dia tahu bahwa dia sedang berkhayal. Namun, dia tidak bisa menahan keserakahan dalam hatinya.Dengan penuh harap, Luis menatap wanita di hadapannya. Dia takut kehilangan sedikit saja perubahan di wajahnya. Luis takut melihat penyesalan atau kebohongan sekecil apa pun di mata Anggi.Tak lama kemudian, Anggi tersenyum lembut. Tanpa ragu, dia mengulurkan tangan dan menggenggam jemari Luis yang tergeletak di pegangan kursi rodanya.Anggi bertanya, "Pangeran takut saya akan pergi?"Anggi adalah seseorang yang telah mengalami kelahiran kembali. Dulu, dia pernah dibuang oleh keluarganya sendiri. Perasaan takut dan kekecewaan itu masih menyisakan bayang-bayang yang tak bisa dia hilangkan hingga saat ini.Itu sebabnya, Anggi sangat memahami perasaan Luis yang takut dikhianati, takut ditinggalkan, juga takut harapan yang diberikan kepadanya hanyalah semu.Meski

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 66

    Anggi diam-diam mempercepat langkahnya. Saat hampir sampai di halaman depan ruang baca, dia tiba-tiba menoleh ke belakang dan memandang ke arah lorong.Di kejauhan, Anggi melihat dua sosok berpakaian berbeda. Satunya mengenakan pakaian hijau, sementara satunya lagi berpakaian putih. Mereka sedang melangkah melewati koridor.Apakah itu Gilang dan Aska? Tadi, sepertinya mereka sengaja berhenti sebentar dan memperhatikannya. Namun sebelum Anggi bisa memastikan, keduanya sudah berjalan makin jauh.Anggi mengalihkan pandangannya kembali, lalu memberi tahu Luis, "Pangeran, menurut saya bunga plum ini sangat indah. Saya ingin meletakkan satu vas di meja Pangeran supaya Anda bisa menikmatinya."Luis mengangguk. Dia teringat ucapan Aska yang pernah berkata bahwa Anggi adalah keberuntungannya. Senyum tipis pun muncul di sudut bibirnya karena sulit untuk ditahan. Tatapannya jatuh pada bunga plum yang berada dalam pelukan Anggi.Luis berkomentar, "Bunga plum mekar begitu indah."Anggi bertanya, "P

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 65

    Mina membalas sambil mengangguk, "Benar."Sejak Luis mengalami luka di wajahnya, suasana di kediaman ini menjadi jauh lebih suram. Setidaknya, tak ada lagi suara tawa riang yang terdengar di sini. Hanya saja selama para pelayan tidak melakukan kesalahan, Luis juga tidak akan sembarangan menghukum mereka dengan kejam.Sementara Anggi terus memotong bunga plum, Mina bertugas mengumpulkannya. Tak butuh waktu lama, bunga-bunga yang terkumpul sudah begitu banyak hingga Mina kesulitan membawanya."Putri, gimana kalau kita ke rumah utama untuk merapikan bunga-bunga ini?" tanya Mina. Bagaimanapun juga, rumah utama selalu dibersihkan setiap hari oleh para pelayan. Sekalian, mereka bisa mengganti bunga plum lama yang sudah layu dengan yang baru.Anggi berujar seraya mengangguk, "Aku juga berpikir begitu."Keduanya pun berjalan menuju rumah utama. Dalam perjalanan, Anggi beberapa kali menoleh ke arah ruang baca. Tanpa sengaja, tatapannya bertemu dengan Torus yang berdiri di kejauhan. Dia memberi

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 64

    Begitu mendengar suara tawa itu, Torus langsung tahu siapa pemiliknya. Namun dia tidak bisa langsung memberi tahu Anggi, jadi dia hanya berucap sambil menggeleng, "Hamba nggak bisa mengenalinya dalam sekejap."Torus berpikir dalam hati, Gilang memang biasanya berkepribadian ceria dan riang. Namun sejak Luis mengalami luka di wajahnya, dia tidak pernah bersikap begitu bebas dan sembrono di hadapannya.Anggi bertanya, "Kalau begitu, apa aku harus kembali lagi nanti?" Sambil berbicara, dia sudah berjalan menuju gazebo di rumah utama. Angin dingin bertiup kencang dan membuat pipi Anggi terasa membeku.Torus dengan penuh hormat mengantar beberapa langkah, lalu berucap, "Gimana kalau Putri kembali ke rumah utama dulu dan beristirahat sejenak?"Mina yang berdiri di samping juga ikut menimpali, "Benar, Putri."Namun, Anggi justru menunjuk beberapa pohon plum yang sedang berbunga di halaman, lalu berujar dengan santai, "Bunga plum di sini sedang mekar dengan indah. Aku akan memetik beberapa tan

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 63

    Lantas, bagaimana mungkin Anggi bisa menyembuhkannya?"Lihat baik-baik luka di wajahku. Apa ada sedikit perubahan?" Meskipun nada suaranya terdengar tenang, dalam hati Luis kembali menyimpan harapan bahwa wajahnya bisa pulih seperti dulu.Kali ini bukan karena ingin tampil gagah di hadapan orang lain, tetapi hanya karena satu alasan. Luis ingin memulihkan wajahnya agar bisa mendapatkan ketulusan hati Anggi.Mendengar itu, Torus segera memperhatikan dengan saksama. Dia mengamati wajah Luis dengan penuh kehati-hatian, lalu berucap dengan ragu, "Wajah Pangeran sudah nggak sepucat dulu. Setelah beberapa hari terpapar sinar matahari, Anda terlihat lebih sehat."Luis mengulangi, "Yang kutanyakan adalah apakah bekas lukaku memudar?"Torus menimpali, "Hamba ... hamba merasa ....""Jangan bohong padaku!" seru Luis.Torus buru-buru menjawab, "Pangeran, hamba nggak berani bohong. Selama ini, hamba bahkan nggak berani menatap langsung wajah Pangeran, jadi ... hamba nggak bisa melihat perbedaannya

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 62

    "Saya hanya nggak ingin membuang-buangnya," balas Anggi. Wajahnya sudah memerah sepenuhnya. Dia terlihat begitu indah dan memikat.Luis menolak dengan tegas, "Aku nggak butuh.""Baik." Anggi menundukkan pandangannya dan tidak berani menatapnya lagi. Lebih baik dia fokus menyembuhkan wajah dan kaki Luis terlebih dahulu. Setelah itu, dia akan tahu sendiri apakah pria ini benar-benar menyukai wanita atau tidak.Dengan pikiran seperti itu, Anggi berusaha bangun dari ranjang. Namun, tiba-tiba tangan pria itu menggenggam pergelangan tangannya dengan erat. Dia bertanya, "Putri nggak percaya padaku?""Saya nggak pernah bilang nggak percaya," balas Anggi.Melihat wajahnya yang sudah memerah, Luis mendadak ingin menggodanya. Dia tiba-tiba langsung menarik tangan Anggi ke dalam selimut.Begitu tangannya menyentuh sesuatu, Anggi seperti tersengat listrik. Dengan refleks, dia langsung menarik tangannya kembali dan buru-buru menyembunyikan wajahnya ke dalam selimut.Luis bertumpu dengan satu tangan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status