Share

Bab 6

Penulis: Lilia
Setelah merapikan kotak yang dia bawa dari rumah, Anggi mengeluarkan sebuah buku medis.

Plak, plak ....

Jendela dalam ruangan bergetar karena ditiup angin dingin.

Anggi menggerak-gerakkan bahunya secara refleks dan berdiri untuk menutup jendela itu.

"Putri, apa yang terjadi?"

Seorang pelayan bertanya dari luar kamar.

"Bukan apa-apa," jawab Anggi. Saat meletakkan buku medisnya, dia baru menyadari bahwa hari sudah gelap.

Luis di mana? Kenapa belum pulang?

Anggi lalu berjalan ke luar kamar.

Pelayan yang menjaga di luar kamar lekas memberi hormat. "Putri." Pelayan itu berusia sekitar 15 atau 16 tahun. Rambutnya dikuncir dua dan dia mengenakan baju berwarna merah muda.

"Apa Pangeran ... keluar rumah?" Anggi terus menunggu kepulangannya.

Pelayan itu menjawab dengan sopan, "Izin menjawab, Putri. Pangeran seharusnya berada di ruang baca."

Artinya, Luis tidak keluar.

Benar juga. Kakinya tidak terlalu lincah. Kalau tidak terpaksa, seharusnya Luis tidak akan keluar rumah.

Setelah menguap, Anggi mengambil mantel hitam yang tergantung di tiang.

"Namamu siapa?" tanya Anggi.

"Hamba bernama Naira."

"Tolong pandu jalannya. Aku mau mengantarkan mantel ini untuk Pangeran." Ini sudah terlalu malam, tapi Luis tidak menitipkan pesan untuk Anggi. Oleh karena itu, Anggi tidak tahu harus menunggunya atau tidak.

Naira tertegun sejenak. "Putri, perlukah hamba meminta izin sebentar?"

"Meminta izin? Izin dari siapa?" Apa Anggi cuma dianggap sebagai pajangan di kediaman sebesar ini? Kenapa keluar saja harus meminta izin?

Anggi menghela napas, lalu mengangguk. "Pergilah."

"Baik." Naira membungkuk, lalu berjalan menuju ruang samping.

Tepat pada saat itu, pintu ruangan tersebut terbuka. Seorang wanita dengan pakaian berwarna hijau keluar.

Naira pun melapor dengan suara pelan, "Kak Mina, Putri bilang ingin mengantarkan mantel untuk Pangeran."

Mina mendengar sambil melirik ke depan pintu ruang utama. Kemudian, dia mendekati Anggi, lalu membungkuk. "Hamba bernama Mina, salam untuk Putri."

Anggi bertanya, "Cuacanya sangat dingin, apa aku boleh mengantarkan mantel ini untuk Pangeran?"

Mina tampak canggung.

Selama ini, wanita yang menikah dengan Pangeran selalu memiliki niat terselubung. Oleh karena itu, mereka tidak pernah dibiarkan hidup sampai hari kedua.

Sementara itu, Anggi ... sepertinya berbeda dengan mereka semua.

Anggi melewati malam pertama, meninggalkan noda darah, bahkan bisa kembali ke rumah orang tua sendiri.

Saat Mina terbenam dalam pikiran sendiri, terdengar suara derit kursi roda.

Semuanya lantas menoleh ke sumber suara dan mendapati Dika sedang mendorong kursi roda kemari.

"Hormat pada Pangeran." Semuanya segera memberi hormat.

Luis tidak menghiraukan mereka. Hingga Dika mendorongnya ke ruang utama, dia baru berkata pelan, "Masuk."

"Baik." Anggi menyahut dan masuk. Pada saat bersamaan, dia mendengar Mina sedang memerintahkan bawahannya untuk mengambil air cuci muka untuk Luis.

Setelah masuk, Anggi dan Luis tidak berbicara. Entah cuma perasaannya atau bukan, Anggi merasa dirinya mencium aroma yang tidak asing saat Luis tiba.

Dia berpikir keras, lalu menyadari bahwa obat-obatan itu baru dibawa pulang hari ini. Sedikit atau banyak, aroma dupa penenang mungkin akan menyebar keluar.

Anggi merasa dirinya jadi terlalu banyak curiga sejak pernah mati sekali.

Tidak lama kemudian, Mina memandu orang-orang yang membawakan air cuci muka dan baju ganti masuk.

"Pangeran, biarkan saya yang melayani Anda berbenah." Anggi berkata lembut kepada teman antagonis malang yang senasib dengannya.

Anggi sudah memutuskan, di kehidupan yang baru ini, dia mau mendampingi Luis. Siapa tahu kalau mereka menjalani hidup dengan baik, nasib mereka akan sedikit berubah.

Luis mendaratkan tatapan tajam pada Anggi. Tidak ada yang bisa menebak isi pikirannya.

Setelah sekian lama, dia baru menjawab, "Boleh." Kemudian, Luis melambaikan tangan.

Meski terkejut, Mina memberi hormat dan keluar dengan pelayan lainnya sembari menutup pintu kamar.

Deg, deg, deg ....

Jantung Anggi berdegup kencang.

Dia teringat dengan pakaiannya yang ditanggalkan Luis hingga tersisa sehelai baju dalam saat malam pertama mereka. Setelah itu, bahkan baju dalamnya terlepas di pagi hari berikutnya.

Sementara kali ini, dirinya yang harus menanggalkan pakaian Luis. Tangannya sontak menjadi kaku.

Saat ini, Anggi hanya bisa berdiri di tempat sambil mengepalkan tangan. Dia benar-benar gugup!

"Hm?" Luis bersuara karena Anggi belum juga mulai membantunya berbenah. "Kalau nggak mau, kenapa menawarkan diri?"

Seketika, wajah indah Anggi memerah. Apakah malu? Atau marah?

"Bu ... bukan." Wajahnya semakin memerah. "Maafkan saya, Pangeran. Saya terlalu malu."

Setelah hidup selama dua kehidupan, ini pertama kalinya Anggi akan melihat pria yang telanjang.

Luis tidak menjawab, melainkan langsung menggerakkan kursi rodanya ke kamar mandi. Para pelayan tadi telah menyiapkan air untuk mandi di sini.

Di balik penyekat ruang, samar-samar terlihat bayangan pria yang sedang melepaskan pakaiannya sendiri. Tidak lama kemudian, pria itu sudah masuk ke dalam tong mandi. Air di dalam bak sudah memercik keluar sebelum Anggi bisa melihatnya dengan jelas.

Anggi merasa, dia tidak boleh menjilat ludah sendiri.

Kalau dirinya mau hidup dengan nyaman, dia harus merawat suaminya dengan penuh hormat.

Kalau sampai Dariani tahu putranya tidak dijaga dengan sepenuh hati, Anggi pasti akan celaka lagi.

Anggi meneguhkan hati, lalu berkata, "Pangeran, saya bantu." Sambil berucap, Anggi sudah berjalan ke balik sekat.

Melihat lengan kuat yang tidak berbalut kain itu, Anggi bahkan tidak berani menggerakkan matanya. Dia buru-buru mengambil sabun dan kain untuk membasuh tubuh Luis.

Byur, byur ....

Dengan tangannya yang lembut, Anggi menyendok air dan menyirami lengan, bahu, dan tubuh pria itu.

Seiring Anggi membantu Luis mandi, napas Luis menjadi semakin tidak beraturan.

Setelah sekitar 15 menit kemudian, Luis akhirnya bertanya dengan suara serak, "Kenapa? Apa tubuh bagian atasku begitu kotor, jadi Putri terus mencucinya? Memangnya bagian bawahnya nggak perlu dicuci?"

Anggi tidak sanggup menjawab.

Sudahlah, sudahlah. Bagaimanapun, mereka memang suami istri. Memangnya dirinya bakal mati karena malu kalau membantunya mandi?

Sambil berkata, Anggi pun mengarahkan kain basuh ke dalam air.

Plak ....

Pria itu langsung menggenggam lengan lembut Anggi dan berkata dengan suara rendah, "Kalau nggak bisa, pergi saja!"

"Pangeran salah paham, saya nggak bermaksud ...."

"Nggak bermaksud?" Pria itu bertanya dengan sedikit merayu, lalu langsung menjatuhkan Anggi ke dalam tong mandi.

Gerakan yang tiba-tiba membuat Anggi terhuyung dan jatuh ke dalam tong mandi. Tanpa dia sadari, dirinya sudah duduk di sesuatu yang keras. Saat mengulurkan tangan untuk memegangnya ....

Ternyata itu adalah suatu batang yang keras!

Terbuat dari daging!

"Kurang ajar!" Sepertinya Luis juga tidak menyangka ini akan terjadi. Dia pun berseru marah.

Pria yang menjadi sandaran Anggi telah keluar. Tubuh Anggi yang kehilangan keseimbangan jadi terjatuh dan kepalanya tenggelam di dalam tong.

"Uhuk, uhuk, uhuk ...."

Anggi tersedak air sehingga terbatuk hingga wajahnya memerah.

Setelah Anggi membersihkan air dari mata dan wajahnya, Luis telah selesai memakai jubah mandi dan duduk di kursi roda. Kemudian, dia sudah keluar dari balik sekat.

Saat ini, Anggi berteriak dalam hati.

Kenapa dirinya mau menyentuh batang keras tadi!

Luis pasti mengira dia sengaja, makanya jadi marah!

Hidup ini memang banyak cobaan!

Walaupun Luis tidak sekejam yang dirumorkan, hidup berdampingan dengannya juga tidak mudah!

Anggi yang sudah jatuh ke dalam tong mandi memutuskan untuk mandi. Untung saja, Mina juga menyiapkan baju ganti untuknya. Kalau tidak, dia harus berjalan ke lemari dengan keadaan basah kuyup, atau telanjang.

Setelah Anggi memakai baju lengkap, Luis bersandar di tepi ranjang dan bertanya dengan ekspresi datar, "Putri paham selanjutnya harus melakukan apa, 'kan?"
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 7

    Mendengar ucapan Luis, Anggi mendongak dan menatap lekat pria di atas ranjang. Dia lalu membalas, "Saya paham."Baru selesai berkata, wajah Anggi lantas memerah.Setelah berpikir sebentar, Luis menambahkan, "Bajunya juga harus dilepas."Usai berkata, Luis langsung berbaring. Kedua tangannya diletakkan di depan dada, gayanya sangat tenang.Namun, seberapa banyak yang harus Anggi lepas? Luis tidak memberi arahan lainnya.Dia menunduk dan menggigit bibir, lalu menanggalkan pakaian luarnya hingga tersisa baju dalam.Setelah memadamkan lilin, ruangan itu menjadi gelap gulita.Anggi terpaksa merangkak mendekati kaki Luis untuk menaiki tempat tidur itu.Dalam cerita asli di novel, semua wanita yang menikah dengan Luis adalah mata-mata sehingga semuanya berakhir dibunuh.Namun, Luis bukanlah orang kejam seperti yang dirumorkan di luar sana. Dia pasti punya alasan tersendiri saat menyuruh Anggi berteriak.Walaupun Anggi belum tahu alasannya.Setelah memakai selimut ... Anggi berdeham sebentar,

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 8

    Usai makan sarapan, Anggi mulai membaca buku medis.Mina yang sedang merapikan perlengkapan minum teh sembari berkata, "Sebelum Permaisuri Dariani pergi tadi pagi, beliau berpesan agar Pangeran dan Putri bisa masuk ke istana untuk menghadap Kaisar."Menghadap Kaisar?Anggi ingat, Mina sudah memberi tahu hal ini pada Luis tadi pagi. Kenapa dia masih mengungkitnya sekarang?Anggi menatap Mina yang hanya tersenyum lalu melanjutkan pekerjaannya.Dalam sekejap, Anggi yang tadinya ingin membaca buku medis dengan santai jadi gugup.Berdasarkan sifat protektif Dariani terhadap putranya, alasan Dariani meminta Luis membawanya ke istana pasti tidak sederhana.Sebaliknya, jika Luis enggan membawanya ke istana, artinya Luis tidak puas terhadap pengantin pengganti ini.Kalau Luis tidak puas, Dariani juga akan membenci Anggi.Sekalipun dalam novel aslinya tidak menyebutkan apakah Dariani mengetahui kebenaran soal pengantin yang digantikan ini, belum tentu rahasia ini tidak akan terbongkar selamanya!

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 9

    "Perhatian?"Luis yang duduk di kursi roda memanggil Anggi dengan melambaikan tangan.Tanpa ragu-ragu, Anggi berjalan maju.Pria itu memiringkan tubuh, lalu memegang dagu Anggi. Anggi membungkuk dan bertatapan mata dengan Luis."Kamu berencana perhatian bagaimana ke aku? Hm?" Nada suara Luis sangat sinis. Matanya juga sedikit menyipit.Wajahnya yang sudah penuh luka terlihat makin mengerikan saat ini. Wajahnya tidak memiliki ekspresi, benar-benar seperti makhluk dari neraka!"Aku ... aku punya semacam salep. Seharusnya bisa memudarkan luka, Pangeran boleh mencobanya. Selain itu ... untuk kaki Pangeran, mungkin bisa juga. Coba saja."Bertatapan langsung dengan Luis membuat Anggi sangat gugup. Namun, dia akhirnya bisa menjawab Luis setelah berusaha menenangkan diri.Rumor mengatakan bahwa putri kedua dari Keluarga Suharjo mahir mengobati orang. Jadi, Luis menebak, obat yang dibawa Anggi ini mungkin diambil dari Wulan?Namun, tabib istana saja tidak bisa menangani luka di wajah dan kakiny

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 10

    "Dika."Luis mengambil sepotong kue talas dan memanggil pengawal rahasianya.Seketika, angin serasa menerpa dan Dika sudah muncul di hadapan Luis sambil mengepal memberi hormat. "Ya, Pangeran?""Sewaktu Putri pulang ke Kediaman Suharjo, Putra Bangsawan Aneksasi sedang dijodohkan dengan Wulan."Dika mengangguk. "Benar. Ada apa, Pangeran?"Dika merasa heran, bukankah dia sudah melaporkan semuanya kepada Pangeran sekembalinya dari sana?"Dia nggak menangis?""Pangeran, Putri nggak menangis." Dika merasa bingung. Rasanya pertanyaan hari ini berbeda dari Pangeran yang biasanya."Periksa lagi. Jangan sampai ada yang terlewat. Aku ingin tahu seberapa dalam perasaan Putri terhadap Satya."Sambil berkata, Luis mengembalikan kue talas yang dia makan ke dalam piring, lalu menatap piring tersebut dengan kesal.Dika tidak pernah mempertanyakan perintah dari Luis, jadi dia langsung keluar dari ruang baca untuk melaksanakannya.Malam pun tiba.Mina datang ke ruang baca untuk menyampaikan pertanyaan d

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 11

    Wanita ini .... Sepasang matanya begitu jernih, seakan-akan mampu mengacaukan hati siapa pun. Wajahnya begitu memesona dan alami.Jika bukan karena dia telah menyelidikinya dan memastikan bahwa wanita ini adalah Nona Anggi dari Keluarga Suharjo, mungkin Luis sudah curiga bahwa dia hanyalah mata-mata yang dipersiapkan dengan sangat hati-hati.Atau lebih buruk lagi ....Mungkinkah dia adalah orang yang dikirim oleh Keluarga Suharjo atau Satya untuk memata-matainya? Luis memang lumpuh, tetapi pada akhirnya, dia tetap seorang pria normal.Jika dia terus membiarkan dirinya digoda oleh Anggi, siapa yang bisa menjamin bahwa dia masih bisa menahan diri kelak?Anggi berdiri diam, memperhatikan Luis yang mendorong roda kursinya menuju kamar mandi. Sesaat, dia merasa ragu. Tampaknya, Luis masih belum percaya padanya.Empat puluh lima menit kemudian.Luis keluar dari ruang mandi dengan pakaian yang rapi."Pangeran ...." Di dekat meja bundar, Anggi berdiri dengan sikap hati-hati. Sepasang matanya y

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 12

    Tunjukkan dengan baik, jangan mengacaukannya?Anggi meletakkan cangkir teh kembali ke meja bundar di luar sekat tipis. Dalam hati, dia berpikir bahwa Luis masih belum benar-benar percaya padanya. Luis pasti mengira dia hanya berakting.Karena itulah, dia menyuruhnya untuk menunjukkannya dengan baik, seolah-olah memperingatkan Anggi agar tidak mengacaukan rencananya sendiri. Memikirkan hal itu, Anggi tersenyum tipis.Setelah memadamkan lampu, dia melepas lapisan pakaiannya dan naik ke tempat tidur. Dalam keheningan, dia bertanya dengan suara lembut, "Pangeran, malam ini ... apakah kita masih mau ... mengerang?"Volume suaranya sangat kecil saat mengucapkan kalimat terakhir. Wajahnya memerah karena malu. Luis menjawab dengan nada dingin, "Putri sepertinya ketagihan ya?"Anggi tertegun. Siapa yang ketagihan sama suara itu? Bukannya Luis sendiri yang ketagihan? Anggi langsung terdiam dan tidak mau membahasnya lebih lanjut.Kepercayaan bukan sesuatu yang bisa didapatkan dalam satu malam. Di

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 13

    Bahkan Luis mulai meragukannya. Anggi begitu lembut dan tenang, seolah semua penderitaan dan ketidakrelaannya sebelum pernikahan hanyalah sebuah sandiwara. Sejak menikah, dia sangat patuh dan selalu menurut pada setiap ucapan Luis.Sampai ketika suatu hari, ibu kota dihujani salju pertama di musim dingin.Anggi duduk di tepi tempat tidur dan bersandar pada meja kecil di sampingnya sambil memperhatikan butiran salju yang turun dari langit.Saat itu, Mina masuk ke ruangan sambil membawa sekeranjang arang untuk menghangatkan ruangan. "Putri, Nona Wulan datang untuk menemui Anda."Wulan.Anggi menoleh dan menatap Mina dengan ekspresi yang langsung berubah. Wajahnya tampak pucat pasi. Jadi, bukan hanya Luis yang tahu bahwa dia adalah pengantin pengganti, bahkan Mina juga tahu?Mina melihat keterkejutan di wajahnya dan segera berkata, "Pangeran sudah memberi perintah. Mulai sekarang, Putri adalah satu-satunya nyonya di kediaman ini. Hamba tidak akan mengatakan apa pun di luar."Mina berhenti

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 14

    "Apa? Bukannya tadi dia lagi duduk sambil baca buku?" Wulan tampak tidak percaya.Apa-apaan sebenarnya Anggi ini?Sejak menikah ke kediaman Pangeran Selatan, tutur bicara dan kelakuannya jadi seperti orang yang berbeda. Kenapa rasanya … Anggi jadi bermusuhan dengannya?Benar juga! Anggi pasti menyimpan dendam karena dia menikahi pangeran yang cacat. Karena itulah, Anggi jadi sengaja bermusuhan dengannya!Mina tersenyum tipis. "Oh, Putri baru tidur, jadi hamba tidak berani mengganggunya.""Nggak berani mengganggunya?" Wajah Wulan langsung memerah. "Jangan-jangan, kamu yang bohong supaya Adik nggak menemuiku?" tanya Wulan dengan curiga dan nada menyalahkan.Di luar, Wulan terpaksa memanggil Anggi sebagai adik. Bagaimanapun juga, semua orang di luar percaya bahwa dirinyalah yang menikah dengan Pangeran Selatan!Namun, Mina hanya tersenyum tipis dengan ekspresi tak acuh. "Ini adalah Kediaman Pangeran Selatan, bukan tempat di mana sembarang orang bisa bertingkah sesuka hati. Nona, sebaiknya

Bab terbaru

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 100

    Mereka berjalan cukup jauh.Anggi menghela napas. "Bunga-bunga plum ini indah sekali, sungguh pemandangan yang memukau. Kalau ada tempat lebih tinggi untuk menikmatinya, pasti akan lebih menakjubkan."Salah satu pelayan istana berkata, "Di Taman Asri ada sebuah gazebo." Dia menunjuk ke suatu arah. "Di sana cukup tinggi. Kalau sudah puas duduk di sana dan berjalan lebih jauh lagi, kita bahkan bisa melihat Pulau Tengah Danau."Pulau Tengah Danau? Istana ini ternyata sangat luas, sampai memiliki sebuah pulau di tengah danau.Anggi mempercepat langkahnya menuju gazebo yang terlihat dari kejauhan. Tiba-tiba, pelayan istana itu terjatuh dan meringis kesakitan. "Aduh ...."Anggi menoleh. "Kamu nggak apa-apa?""Hamba terkilir, Putri."Anggi mengerutkan kening. Karena Gazebo itu sudah tak jauh lagi, dia berkata kepada Mina, "Kamu antar dia kembali. Aku akan menunggumu di gazebo."Mina tampak ragu. "Putri, apa taman ini benar-benar aman?""Ini istana, bukan jalan umum. Apa yang perlu dikhawatirk

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 99

    Satya berbicara, "Kalau Kaisar mulai curiga, sekalipun Ayah adalah kandidat yang paling cocok, tetap saja masih ada penerus lain yang bisa dipilih.""Ternyata kamu belum bodoh!""Baik, aku mengerti." Saat ini, sosok Wulan yang menangis dan berusaha menyenangkan dirinya melintas di benak Satya.Satya mengepalkan tangannya erat-erat dan hanya bisa membatin, 'Wulan, maafkan aku.'Waktu berlalu, kini tiba malam tahun baru.Menjelang siang, Torus memimpin para pelayan untuk memasang dekorasi serta menghias Kediaman Pangeran.Sura mendorong kursi roda Luis mendekat. Luis berkata, "Kita harus masuk ke istana untuk menemani Ayahanda dan Ibunda merayakan malam tahun baru."Selain mereka, para pejabat dan bangsawan juga wajib pergi ke istana untuk perayaan. Anggi mengangguk, lalu Mina segera membantunya berganti pakaian serta merapikan riasan.Luis duduk di tempat tidur sambil membaca buku, tetapi tatapannya sesekali tertuju ke arah Anggi. Wanita itu duduk dengan tenang. Senyuman lembut di wajah

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 98

    Rasyid tidak berbicara, hanya menunggu dengan tenang.Burhan melanjutkan, "Kamu sudah bawa obat yang bisa membuat orang mandul?""Sudah." Rasyid mengambil sebuah botol dari kotak obat di sampingnya, lalu menyerahkannya dengan kedua tangan.Burhan bertanya, "Bisa digunakan untuk laki-laki dan perempuan, 'kan?"Rasyid mengangguk. "Ya. Awalnya hanya sebagai pencegah kehamilan, tapi kalau dikonsumsi dalam jangka panjang hingga lebih dari setengah tahun, akan menyebabkan kemandulan permanen."Kemandulan permanen? Bagus sekali! Burhan melambaikan tangannya. "Baik, terima kasih, Tabib Rasyid. Kamu sudah boleh kembali."Rasyid memberi hormat, lalu pergi dengan membawa kotak obatnya.Tidak lama kemudian, seorang kasim masuk dan melapor, "Pangeran, Tuan Satya kemari tadi."Burhan berkata, "Suruh dia masuk. Kebetulan aku ada urusan yang ingin dibicarakan dengannya." Dia menatap botol obat di tangannya dan mulai menyusun rencana."Baik."Sesaat kemudian, Satya datang dan memberi salam. "Hormat kep

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 97

    Luis menggigit bibirnya, lalu mengangguk. "Ada beberapa hal yang belum bisa kuberi tahu sekarang."Dari nada bicaranya, jelas ini adalah rahasia keluarga kekaisaran. Anggi tidak ingin menebak lebih jauh. Saat ini, yang bisa dia lakukan hanyalah bersabar sampai Wulan menikah dengan Parlin.Bulan telah terbit. Wulan baru saja keluar dari pintu belakang Kediaman Bangsawan Aneksasi. Dia dibantu Fani naik ke kereta kuda milik Keluarga Suharjo."Nona, kita pulang selarut ini, bagaimana kita harus menjelaskan kepada Tuan dan Nyonya?" Fani bertanya dengan agak cemas.Kereta melaju perlahan. Suara derap kuda dan roda kayu yang berputar menutupi percakapan mereka. Sang kusir pun tidak bisa mendengar apa-apa.Wulan tersenyum tipis. "Putra Bangsawan Aneksasi sudah berjanji padaku kalau dia akan meminta Pangeran Aneksasi untuk turun tangan dan membatalkan pernikahanku.""Benarkah Pangeran Aneksasi akan membantu Nona?""Aku dan Putra Bangsawan Aneksasi sudah melewati batas. Lagi pula, aku terlahir d

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 96

    "Bagaimana kalau dia nggak mau menyerah?"Anggi tampak ragu. "Ini pernikahan yang dianugerahkan langsung oleh Kaisar. Bahkan Pangeran Aneksasi juga nggak bisa membatalkannya, 'kan?"Luis menjawab, "Kecuali Paman dan Bibi sendiri yang memohon pada Ayahanda." Saat mengatakan ini, Luis teringat perkataan ibunya yang mengatakan semakin cantik seorang wanita, semakin pandai dia berbohong.Selama bertahun-tahun dirinya menjadi putra mahkota, berapa banyak air mata yang ditumpahkan ibunya karena bibinya itu?Sepertinya ayahnya memiliki perasaan terhadap bibinya. Luis tidak bisa menjelaskan secara pasti, tetapi dia tahu dalam hati ayahnya, bibinya memiliki posisi yang cukup penting.Jadi, dibandingkan pamannya, cukup dengan bibinya yang memohon, Luis yakin ayahnya pasti akan mengabulkannya."Kalau Pangeran Aneksasi sendiri yang meminta, Kaisar akan menyetujui?" tanya Anggi dengan ragu.Luis mengangguk."Nggak boleh! Satya dan Wulan nggak boleh menikah! Pangeran, mereka nggak boleh bersama!" Ji

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 95

    Semakin lama ditatap, semakin hatinya bersemangat.Bekas luka di wajah Luis mulai menunjukkan perubahan. Seiring berjalannya waktu, wajah tampannya pasti akan kembali seperti semula.Saat itu tiba, Anggi bisa melihat dengan mata kepalanya sendiri seperti apa rupa pria yang telah mengurus jenazahnya di kehidupan lampau.Napas hangat dan harum menyentuh wajahnya. Luis merasa aroma itu begitu menyenangkan, sampai mata tajamnya perlahan melembut.Saat itu juga, tatapan mereka bertemu. Anggi tersenyum tipis. "Pangeran."Luis bergumam pelan dan ikut tersenyum. "Aku melihat diriku di matamu."Yang ada di mata Anggi hanyalah wajah penuh bekas luka. Namun, Luis menyembunyikan rasa minder itu dengan baik. Dengan senyuman tipis, dia diam-diam mengamati perubahan ekspresi wanita di depannya.Anggi tersenyum, lalu mengangkat kedua tangannya dan memegang wajah Luis. "Aku juga melihat diriku di mata Pangeran."Dia berpikir sejenak, lalu bertanya, "Apakah ini yang disebut para pasangan di luar sana? A

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 94

    "Pangeran?" Melihatnya hanya diam, Anggi memberanikan diri untuk memanggil. Bagaimanapun, pada malam pertama mereka, Luis yang melukai jarinya sendiri agar kain kesucian itu ternoda.Selain itu, Faisal pernah memeriksa, tetapi jawabannya tidak jelas. Anggi pun tidak tahu apakah Luis benar-benar mampu atau tidak.Luis menarik napas dalam, sudut bibirnya menampilkan senyuman canggung. Dia lalu menggenggam tangan Anggi. "Kita tunggu sebentar ya."Tunggu?"Kamu pernah bilang, tiga bulan lagi kakiku nggak akan mati rasa lagi dan enam bulan lagi aku bisa berdiri. Benar begitu?”Anggi mengangguk. "Ya." Selama arah pengobatannya benar dan tidak ada kejadian tak terduga, dia cukup yakin dengan prediksinya.Luis berujar, "Kalau begitu, kita tunggu sampai kakiku benar-benar pulih." Sampai saat itu tiba, mereka bisa benar-benar menjadi suami istri.Anggi mengerti maksudnya, alisnya sedikit berkerut. Kaisar dan Permaisuri begitu ingin memiliki cucu, apakah mereka bisa menunggu selama itu?Walaupun

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 93

    Bahkan Kaisar pun ditipu!Dariani hanya bisa menghela napas. Dia tidak peduli lagi pada apa pun yang mungkin diinginkan Anggi. Yang dia inginkan hanyalah Anggi segera memberikan keturunan bagi Luis."Bangkitlah, aku percaya padamu." Nada suara Dariani tidak begitu baik.Sampai hari ini, meskipun dia adalah wanita yang paling dikasihi Kaisar, gelarnya sebagai permaisuri masih belum disahkan. Semua ini gara-gara kakaknya yang cantik itu.Anggi berdiri dan duduk di kursi bawah. Tidak lama kemudian, Gina berseru dari luar, "Permaisuri, Tabib Damar datang."Dariani berkata, "Persilakan masuk."Kemudian, dia menoleh ke Anggi. "Tabib Damar akan memeriksa denyut nadimu untuk memastikan kesehatanmu."Anggi sedikit terkejut. Untuk apa pemeriksaan mendadak ini?Beberapa saat kemudian, Gina membawa Damar masuk. Damar tampak masih muda, sekitar 22 atau 23 tahun.Setelah memeriksa denyut nadi Anggi, dia melapor kepada Dariani, "Permaisuri, kesehatan Putri sangat baik. Nggak perlu pengobatan khusus a

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 92

    Luis menggenggam tangan gadis itu, senyuman terukir di wajahnya. Hatinya terasa sangat bahagia.Sejak dilengserkan, dia selalu dipenuhi kecurigaan. Kini, meskipun masih curiga Anggi masih memiliki perasaan untuk Satya, dia terus meyakinkan diri sendiri untuk memercayainya.Pemandangan ini dilihat oleh Kaisar. Melihat Luis dalam suasana hati yang baik, dia tidak lagi merasa keberatan terhadap pertukaran pernikahan yang dilakukan oleh Keluarga Suharjo.Namun, yang tidak disangkanya adalah Anggi sama sekali tidak memohon belas kasihan demi Wulan. Sebenarnya ada apa dengan Jenderal Musafir? Putri sulungnya ini anggun dan berwibawa. Kenapa tidak disukai di Keluarga Suharjo? Hanya karena seorang pendeta bodoh pernah meramalkan bahwa Wulan memiliki takdir menjadi permaisuri?Jika mereka begitu memercayai ramalan, lalu kenapa Wulan menolak menikah dengan satu-satunya putranya? Malah diam-diam menjalin hubungan dengan Putra Bangsawan Aneksasi. Niat mereka sangat jelas di mata semua orang!Makan

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status