Dering telepon jam 2 dini hari membangunkanku dari tidur. Dilayar ponsel tertulis my husband.
"Ada apa mas Benny menelpon malam-malam." gumamku dalam hati. Segera kuraih ponsel itu, dan mengangkat teleponnya."Selamat malam, apakah anda keluarga dari Benny Pratama?" suara dari seberang sana terdengar asing. Ini bukan suara mas Benny, lalu siapa ini."Iya benar, saya istri dari Benny Pratama, ada apa ya pak?" sahutku dengan sedikit khawatir jika terjadi sesuatu dengan mas Benny."Suami ibu mengalami kecelakaan, saat ini sedang dirawat di rumah sakit Rancal." berita ini membuat genggaman tanganku lunglai hingga menjatuhkan ponselku. Namun segera kuambil dan kembali bertanya pada penelpon diseberang sana."Bagaimana keadaannya pak? Apakah ada luka yang serius?" aku bertanya dengan sedikit gemetar."Masih diobservasi bu, untuk lebih jelas silahkan datang ke rumah sakit." sambungan telepon terputus. Aku memesan taksi online menuju rumah sakit Rancal. Setibanya di rumah sakit aku langsung menuju ke IGD."Permisi suster, saya mau tanya, apakah ada pasien kecelakaan bernama Benny Pratama?" tanyaku dengan sangat khawatir."Pasien kecelakaan mobil, pria dan wanita itu ya?" suster itu berkata sambil mengecek nama pasien tersebut."Wanita? Bukankah mas Benny ijin untuk keluar kota karena ada tugas kantor. Bagaimana bisa dia kecelakaan di kota ini, dengan seorang wanita?" gumamku dalam hati."Iya ada bu, bapak Benny Pratama, silahkan di ranjang paling ujung." Suster itu menunjukkan ranjang tempat suamiku dirawat.Aku segera berlari menghampiri suamiku. Tapi justru aku yang terkejut, disana dia sedang duduk memegang tangan seorang wanita yang terbaring diranjang sebelahnya."Mas Benny!" lelaki itu tersentak melihat kedatanganku. Kemudian melepas genggaman tangannya dari wanita yang terbaring itu."Mas Benny baik-baik saja?" tanyaku berusaha mengabaikan apa yang baru saja kulihat."Ah iya, mas baik-baik saja. Kata dokter tadi hanya gegar otak ringan." sahutnya sembari kembali ke ranjangnya dan merebahkan diri.Aku melirik wanita yang tadi digenggam oleh mas Benny. Dan seketika aku terbelalak tak percaya, bukankah itu Sinta, tetangga dekat rumahku. Aku menghampiri ranjang itu untuk memastikan penglihatanku. Ternyata memang benar Sinta. Suamiku hanya melirik dan pura-pura tidur. Segera kuhampiri Mas Benny dan membangunkannya."Apa maksudnya ini mas? Kenapa bisa ada Sinta disini? Kenapa dia bisa kecelakaan bareng kamu? Bukannya kamu ada tugas kantor diluar kota?" Aku mencecarnya dengan banyak pertanyaan."Nanti aku jelaskan dirumah, kamu jangan banyak tanya. Ini rumah sakit!" Mas Benny membentakku.Aku hanya terdiam dengan seribu pertanyaan dikepala. Sedangkan mas Benny berbalik memunggungiku. Aku pun keluar mencari tempat duduk untuk beristirahat. Kepalaku sakit karena terkejut mendengar kabar mas Benny kecelakaan. Ditambah dengan mengetahui bahwa dia kecelakaan dengan tetanggaku sendiri, membuatku makin lemas tidak berdaya. Aku pun tertidur diruang tunggu rumah sakit itu.* * *Pagi hari, seseorang membangunkanku dari tidur."Permisi bu, maaf lantainya hendak dibersihkan." seorang cleaning service tersenyum ramah padaku."Maaf saya ketiduran", segera aku beranjak kembali ke ruang IGD tempat mas Benny dirawat.Saat masuk keruang IGD aku melihat, mas Benny tampak menyuapi Sinta. Rupanya Sinta sudah siuman. Darahku mendidih melihat mereka saling berpandangan dan tersenyum. Kemudian mas Benny membelai lembut rambut Sinta. Mereka tidak menyadari kehadiranku. Diam-diam kuambil ponsel dan merekam setiap momen perbuatan mereka. Hingga aku selesai merekam mereka masih asyik bercengkrama seakan dunia milik mereka berdua."Mas Benny", aku ingin tertawa sekaligus menjambak rambuk mereka berdua saat mereka kalang kabut melihat kedatanganku."Ran, kapan datang?" Mas Benny berdiri kaku disamping ranjang Sinta.Dari 15 menit yang lalu aku sudah berdiri disini tapi kalian tidak ada yang sadar karena terlalu asyik bercengkrama."Ran, jangan buat keributan disini!" Mas Benny melototiku."Tenang mas, aku bukan wanita murahan yang suka membuat keributan. Berbeda dengan seseorang, yang jelas-jelas diberi teguran biar tobat, tapi masih bisa bermanja-manja dengan suami orang." sahutku dengan menahan amarah yang sudah membuncah. Kulihat mas Benny tidak dapat berkata-kata."Aku pulang mas, sepertinya kamu tidak membutuhkan aku disini." Aku berbalik meninggalkan dua orang pengkhianat itu."Rania!" mas Benny memanggilku namun aku tidak menghiraukannya.Air mata sudah tidak dapat ku bendung lagi, seketika aku terduduk ditengah lorong rumah sakit. Menangis sejadi-jadinya. Kenapa mas Benny mengkhianatiku. Padahal baru 3 bulan kami menikah tapi dia sudah selingkuh dengan wanita lain.Aku berjalan keluar dari rumah sakit dengan terburu-buru. Karena terlalu kalut tanpa sengaja aku menabrak seorang dokter."Maaf dok saya buru-buru", aku menganggukkan kepala tanpa melihat wajah dokter itu. Dan kembali berjalan menuju pintu keluar."Bukannya tadi itu Rania? Sedang apa dia disini? Dokter muda dan tampan itu terpaku melihat Rania yang kini sudah menghilang dari pandangannya.Sesampainya dirumah, Rania langsung mendatangi rumah Sinta yang letaknya tidak jauh dari rumahnya. Sinta tinggal berdua dengan ibunya. Kedua kakaknya sudah menikah dan tinggal diluar kota. Rania ingin memberitahu ibunya kalau anaknya kecelakaan bersama suaminya."Assalamualaikum," Rania mengetuk pintu rumah Sinta."Walaikumsalam," jawab ibu Sinta dari dalam rumah dan membukakan pintu untuk Rania."Eh mbak Rania, ada apa mbak? Ibu Sinta menatap Rania dengan sedikit heran, karena Rania jarang sekali bersosialisasi dengan tetangga."Sinta ada bu?" Rania pura-pura bertanya soal keberadaan Sinta."Sinta lagi dinas keluar kota mbak. Maklum lah, Sinta itu sudah punya jabatan di perusahaan nya. Mbak tau Rancal Grup Cemerlang? Dia manajer marketing perusahaan itu. Jadi dia sering dinas keluar kota." sahut ibu Sinta dengan bangga."Ibu yakin anak ibu sedang dinas keluar kota?" Rania mengambil ponsel dalam tasnya, kemudian menunjukkan video Sinta dan Benny di rumah sakit tadi."Lihat ini yang anak ibu lakukan.""Sinta! Sinta kenapa mbak? Kenapa dia dirumah sakit?" ibunya terlihat sangat khawatir."Anak ibu semalam kecelakaan, tapi tidak usah khawatir, nampaknya dia baik-baik saja. Tapi lihat lagi video itu bu. Siapa yang menyuapi Sinta."Ibu Sinta memutar kembali video itu, "Loh ini kan mas Benny suami mbak Rania." Ibunya tampak pura-pura terkejut."Iya, itu suami saya. Apa ibu tau apa hubungan mereka!" tanyaku mulai kembali emosi."Mereka kan rekan kerja, wajar kalau mas Benny bersikap baik dengan anak saya. Setahu saya, mereka pergi dinas bersama karena 1 divisi, mbak Rania masa tidak tau hal itu?" Ibu Sinta tidak peduli dengan video yang baru saja ku perlihatkan."Saya tau bu mereka 1 divisi, tapi apa perlu mereka saling menyuapi makanan seperti video itu?" aku sedikit membentak ibu Sinta."Lalu maksud mbak Rania apa? Anak saya selingkuh dengan suami mbak Rania? Jangan sembarangan ya mbak, anak saya itu wanita terpelajar. Tidak mungkin dia macam-macam sama suami orang apalagi tetangga sendiri!" ibunya Sinta mulai tersulut emosi. "Terus kenapa mereka bisa kecelakaan bersama dan juga suap-suapan seperti itu! Tolong ajari anak ibu sopan santun! Jangan jadi pelakor!" Plakk, sebuah tamparan melayang di pipi Rania. Rania terkejut mendapat tamparan dari ibunya Sinta. "Jangan kurang ajar ya kamu! Berani sekali kamu menjelekkan anak saya! Kalaupun benar, wajar suamimu selingkuh. Lihat saja badanmu yang seperti tandon air. Mana pantas kamu jadi istri Benny yang tampan dan mapan itu. Benny pantasnya menjadi suami Sinta!" ibunya Sinta berteriak cukup keras hingga tetangga samping kiri kanannya ikut keluar. Rania tidak bisa berkata-kata lagi. Rania berbalik menuju rumahnya, tidak mau melanjutkan pertengkaran lagi. "Sadar diri gendut! Rawat badanmu biar suamimu nggak selingkuh!"
"Maaf Ran, aku khilaf. Kamu ingat, bulan kemarin saat aku naik jabatan menjadi kepala divisi marketing? Aku mengadakan pesta kenaikan jabatan disebuah tempat karaoke bersama semua staff marketing termasuk Sinta. Harusnya jabatan itu milik Sinta, karena dia sudah 4 tahun bekerja dan merupakan kandidat terkuat untuk jabatan itu. Tapi ternyata justru aku yang diangkat menjadi kepala Divisi." jelas Benny kepada Rania. "Terus apa hubungannya dengan perselingkuhan kamu mas?" "Saat itu aku mabuk dan yang mengantarku pulang adalah Sinta. Saat terbangun dari mabukku, aku sudah ada disebuah hotel bersama Sinta." Benny menatapku dengan nanar. "Tapi kamu memang suka kan sama dia? Sampai ibunya bisa bilang kalau Sinta adalah wanita sempurna yang pernah kamu temui!" lanjutku penuh emosi. "Iya itu benar Ran, aku memang memujanya. Maaf karena sepertinya perasaanku padamu selama ini hanyalah perasaan bersalah bukan karena cinta atau sayang. Merasa bersalah karena membuatmu gagal bekerja di Rancal G
Rania berdiri menatap gedung setinggi 400 meter dengan total 77 lantai. Gedung ini merupakan gedung tertinggi dikota Jakarta. Rania melangkah masuk ke dalam gedung. Saat berada didalamnya, Rania takjub dengan perubahan interior gedung yang berubah 180 derajat dibanding setahun yang lalu saat dia interview. Rania segera menuju ke receptionis untuk menemui seseorang. "Permisi mbak, saya mau bertemu dengan Bapak Isman Ferdinand. Apakah beliau ada ditempat?" tanya Rania. "Apakah ibu sudah membuat janji dengan Pak Isman? Karena saat ini beliau sedang meeting dengan departement marketing." jawab receptionis itu dengan ramah. "Sudah mbak, bilang saja Rania Carmita Lestari sudah datang." sahut Rania dengan mantap "Baik, akan saya hubungi Bapak Isman, harap tunggu sebentar ya bu." Rania mengedarkan pandangannya ke sekeliling gedung. Tempat dimana dia dan Benny bertemu untuk pertama kalinya. Dia merindukan saat-saat kebersamaan dengan Benny kala itu. Sekarang semua sudah berubah sejak keh
"Ibu Sinta, suami anda memanggil. Mungkin ingin minta dipeluk karena cuaca saat ini sedang dingin." Rania memanggil Sinta dengan suara yang cukup nyaring membuat staff lain menoleh kearah mereka. "Apa maksudmu gendut! Jangan bicara sembarangan!" Sinta terlihat canggung karena dilihat oleh staff lain. Kemudian berdiri masuk keruangan Benny. Rania menyunggingkan senyum dan kembali ke mejanya. "Hai, salam kenal aku Manda." Seseorang menghampiri Rania. "Jadi sekarang kamu adalah asisten pak Benny, syukurlah bukan Sinta yang menduduki posisi ini. Karena jika dia yang ada diposisi ini, maka kami akan mengalami kesulitan." lanjut Manda lagi. "Salam kenal Manda, tenang tidak akan kubiarkan Sinta menguasai departemen ini." sahut Rania. "Ini dokumen yang harus ditandatangani pak Benny", Manda menyerahkan dokumen itu kepada Rania. Tepat saat Sinta keluar dari ruangan Benny. "Apa itu Manda? Dokumen untuk pak Benny?" Sinta melotot ke arah Manda. "Iya bu", sahut Manda sambil menunduk.
Pagi hari di Rancal Grup Cemerlang. Rania terlambat datang ke kantor. Dia terburu-buru menaiki lift menuju ruangannya dilantai 50. Saat tiba diruangannya, jam sudah menunjukkan pukul 09.00 pagi, namun tidak ada satu orang pun diruangannya. "Pada kemana orang-orang ini?" Rania menuju meja kerjanya. Di atas laptopnya ada note bertuliskan "Meeting." Rania langsung berlari menuju ruang meeting. Rania mengetuk pintu ruang meeting dan membukanya. Jeglek,, suara pintu itu terbuka. Semua mata memandang ke arah Rania. Membuat Rania menjadi kikuk karena malu. "Nyonya Rania, bisa-bisanya anda baru datang jam segini! Anda karyawan baru, tapi sudah berani datang terlambat. Anda pikir ini perusahaan milik anda!" Sinta berteriak memarahi Rania di depan semua orang. "Maaf bu Sinta, saya terjebak macet dijalan." jawab Rania. "Semua orang disini terjebak macet tapi hanya anda yang terlambat! Itu menunjukkan anda tidak memiliki etos kerja yang baik." sahut Sinta lagi. "Sudah cukup, mari kita lanj
Seorang wanita anggun namun terlihat angkuh memasuki ruangan departemen marketing. Dia mengedarkan pandangannya ke semua arah. Dan pandangannya berhenti saat melihat Rania yang duduk didepan ruangan Benny. Dia berjalan menghampiri Rania. "Kamu karyawan baru itu? Sungguh tidak kusangka, ternyata orangnya seperti gajah bengkak. Aku dengar, kamu direkrut langsung oleh Isman. Apa hubungan kamu dengan Isman sampai dia turun tangan langsung untuk merekrut kamu!" "Maaf sebelumnya anda siapa ya?" tanya Rania pada wanita itu. "Tidak usah banyak tanya! Tugasmu adalah menjawab pertanyaanku gendut!" sahut wanita itu. "Anggap saja Isman adalah kenalan lama yang ingin membantu wanita yang akan bercerai dengan suaminya", jawab Rania tenang. "Cerai? Kamu sudah menikah? Ini pelanggaran, karena semua karyawan baru harusnya berstatus lajang." wanita itu menatap tajam Rania. "Tenang, sebentar lagi aku juga akan jadi lajang." jawab Rania sambil tersenyum. "Awas saja kalau kamu macam-macam deng
Rania kesal, jika dia sedikit lebih kurus maka akan sangat mudah baginya mengejar dan melumpuhkan pria bertopeng itu. Walaupun Rania terlihat sebagai wanita gendut yang lemah, aslinya dia adalah seorang taekwondoin yang sudah memegang sabuk hitam tingkat Pal Dan. Setingkat lagi dia akan mencapai Gu Dan, level tertinggi dalam taekwondo. Tapi karena sudah lama tidak berlatih semenjak berkenalan dengan Benny, ditambah badannya yang semakin besar maka dia kesulitan mengejar pria bertopeng itu. "Aku tidak boleh tinggal diam. Sepertinya musuh-musuhku sudah mulai bermunculan sejak adanya berita rapat pemegang saham." Rania mengambil telepon didalam tasnya. "Pah, aku hampir dalam bahaya." Rania mengadukan kejadian tadi pada ayahnya. "Papa tau, anak buah papa yang selalu menjagamu 24 jam sudah melaporkannya pada papa", sahut ayah Rania. "Anak buah? Siapa anak buah papa yang menjaga Rania 24 jam? Papa tidak pernah bilang soal ini." Rania terkejut mendengar pernyataan ayahnya. "Kamu tid
Namun saat Rania berhenti ada seseorang yang menjatuhkan tanaman hias tepat diatas kepala Rania. "Awas Rania!" Dengan sigap Benny menarik tangan Rania sehingga Rania jatuh dalam pelukan Benny."Tangkap orang itu!" Teriak Benny kepada penjaga keamanan.Sementara Rania masih berada dalam pelukan Benny. Perasaannya campur aduk saat ini. "Kamu nggak kenapa-kenapa kan Ran," Benny melepaskan pelukannya, memegang bahu Rania dan menatapnya dengan lekat."Ah iya, aku nggak apa-apa." Rania masih sedikit shock dengan kejadian barusan."Aku antar pulang ya, aku nggak mau kamu kenapa-kenapa dijalan." ucap Benny sambil menarik tangan Rania."Sudah nggak usah repot-repot, aku bisa pulang sendiri." Rania mencoba melepaskan genggaman tangan Benny."Ran, jangan salah paham. Aku hanya mau menjaga anak buahku, besok kita ada rapat penting. Aku harus memastikan kamu sehat dan selamat sampai rapat itu selesai." Rania tidak bisa membantah kata-kata Benny. Benny masih memegang tangan Rania hingga parkiran.