Benny melangkah maju dan berdiri dengan mantap didepan para pemegang saham, siap untuk mempresentasikan kinerja mereka. Dan Rania dengan sigap membuka slide demi slide presentasi yang dibawakan oleh Benny. Semua terlihat baik dan lancar. Tak lama, Sinta mengendap-endap masuk ruang meeting berniat untuk melihat kegagalan Rania dan Benny, namun tidak berhasil. "Hah, bagaimana bisa mereka tetap melakukan presentasi. Sedangkan data-datanya tadi sudah kuhapus. Dan Flash Disknya juga sudah kuambil." Gumam Sinta dalam hati. Karena sudah terdesak dengan keadaan, dia berpikir keras bagaimana mengahcurkan Rania dan Benny didepan para pemegang saham. Maka dia mengambil resiko paling besar yaitu dipecat dari perusahaan ini. "Baiklah, kalau itu mau kalian. Nggak masalah aku hancur, asalkan kalian juga hancur." Gumam Sinta lagi. Sinta beranjak mendatangi Benny di podium. Benny menatap tajam Sinta yang berjalan ke arahnya. Sinta kemudian mengambil mic dan berkata dengan lantang. "Saya ingin ber
Pagi ini Rania melangkah dengan mantap menuju departemen marketing. Semua staff terkejut dan berdiri menyambut kedatangan Rania. "Selamat pagi Ran, apa kabar?" Ucap Manda tak sadar kalau Rania sekarang adalah CEO mereka. "Hush beraninya kamu menyapa dengan nama saja" , staff lain memperingatkan Manda. "Ah iya, saya mohon maaf bu Rania." ucap Manda sambil menundukkan kepalanya. "Baik Manda, dan yang lain ku harap kalian akan bersikap biasa saja, tidak usah terlalu berlebihan. Biar kita bisa menjadi tim yang hebat." Sinta tak bisa menutupi ketakutannya. Dia bersembunyi dibalik komputernya. Dia tidak berani bertemu dengan Rania. Namun Rania justru menghampiri meja Sinta. "Sepertinya kejadian kemaren sudah cukup membuat saya mengambil keputusan untuk tidak mempekerjakan anda lagi di perusahaan ini. Saya minta saat ini juga anda segera meninggalkan ruangan ini." Rania berkata sambil menyilangkan kedua tangannya di dada. "Saya minta maaf bu sudah berlaku tidak sopan kepada ibu
Dering telepon jam 2 dini hari membangunkanku dari tidur. Dilayar ponsel tertulis my husband. "Ada apa mas Benny menelpon malam-malam." gumamku dalam hati. Segera kuraih ponsel itu, dan mengangkat teleponnya. "Selamat malam, apakah anda keluarga dari Benny Pratama?" suara dari seberang sana terdengar asing. Ini bukan suara mas Benny, lalu siapa ini."Iya benar, saya istri dari Benny Pratama, ada apa ya pak?" sahutku dengan sedikit khawatir jika terjadi sesuatu dengan mas Benny. "Suami ibu mengalami kecelakaan, saat ini sedang dirawat di rumah sakit Rancal." berita ini membuat genggaman tanganku lunglai hingga menjatuhkan ponselku. Namun segera kuambil dan kembali bertanya pada penelpon diseberang sana. "Bagaimana keadaannya pak? Apakah ada luka yang serius?" aku bertanya dengan sedikit gemetar. "Masih diobservasi bu, untuk lebih jelas silahkan datang ke rumah sakit." sambungan telepon terputus. Aku memesan taksi online menuju rumah sakit Rancal. Setibanya di rumah sakit aku langsu
"Lalu maksud mbak Rania apa? Anak saya selingkuh dengan suami mbak Rania? Jangan sembarangan ya mbak, anak saya itu wanita terpelajar. Tidak mungkin dia macam-macam sama suami orang apalagi tetangga sendiri!" ibunya Sinta mulai tersulut emosi. "Terus kenapa mereka bisa kecelakaan bersama dan juga suap-suapan seperti itu! Tolong ajari anak ibu sopan santun! Jangan jadi pelakor!" Plakk, sebuah tamparan melayang di pipi Rania. Rania terkejut mendapat tamparan dari ibunya Sinta. "Jangan kurang ajar ya kamu! Berani sekali kamu menjelekkan anak saya! Kalaupun benar, wajar suamimu selingkuh. Lihat saja badanmu yang seperti tandon air. Mana pantas kamu jadi istri Benny yang tampan dan mapan itu. Benny pantasnya menjadi suami Sinta!" ibunya Sinta berteriak cukup keras hingga tetangga samping kiri kanannya ikut keluar. Rania tidak bisa berkata-kata lagi. Rania berbalik menuju rumahnya, tidak mau melanjutkan pertengkaran lagi. "Sadar diri gendut! Rawat badanmu biar suamimu nggak selingkuh!"
"Maaf Ran, aku khilaf. Kamu ingat, bulan kemarin saat aku naik jabatan menjadi kepala divisi marketing? Aku mengadakan pesta kenaikan jabatan disebuah tempat karaoke bersama semua staff marketing termasuk Sinta. Harusnya jabatan itu milik Sinta, karena dia sudah 4 tahun bekerja dan merupakan kandidat terkuat untuk jabatan itu. Tapi ternyata justru aku yang diangkat menjadi kepala Divisi." jelas Benny kepada Rania. "Terus apa hubungannya dengan perselingkuhan kamu mas?" "Saat itu aku mabuk dan yang mengantarku pulang adalah Sinta. Saat terbangun dari mabukku, aku sudah ada disebuah hotel bersama Sinta." Benny menatapku dengan nanar. "Tapi kamu memang suka kan sama dia? Sampai ibunya bisa bilang kalau Sinta adalah wanita sempurna yang pernah kamu temui!" lanjutku penuh emosi. "Iya itu benar Ran, aku memang memujanya. Maaf karena sepertinya perasaanku padamu selama ini hanyalah perasaan bersalah bukan karena cinta atau sayang. Merasa bersalah karena membuatmu gagal bekerja di Rancal G
Rania berdiri menatap gedung setinggi 400 meter dengan total 77 lantai. Gedung ini merupakan gedung tertinggi dikota Jakarta. Rania melangkah masuk ke dalam gedung. Saat berada didalamnya, Rania takjub dengan perubahan interior gedung yang berubah 180 derajat dibanding setahun yang lalu saat dia interview. Rania segera menuju ke receptionis untuk menemui seseorang. "Permisi mbak, saya mau bertemu dengan Bapak Isman Ferdinand. Apakah beliau ada ditempat?" tanya Rania. "Apakah ibu sudah membuat janji dengan Pak Isman? Karena saat ini beliau sedang meeting dengan departement marketing." jawab receptionis itu dengan ramah. "Sudah mbak, bilang saja Rania Carmita Lestari sudah datang." sahut Rania dengan mantap "Baik, akan saya hubungi Bapak Isman, harap tunggu sebentar ya bu." Rania mengedarkan pandangannya ke sekeliling gedung. Tempat dimana dia dan Benny bertemu untuk pertama kalinya. Dia merindukan saat-saat kebersamaan dengan Benny kala itu. Sekarang semua sudah berubah sejak keh
"Ibu Sinta, suami anda memanggil. Mungkin ingin minta dipeluk karena cuaca saat ini sedang dingin." Rania memanggil Sinta dengan suara yang cukup nyaring membuat staff lain menoleh kearah mereka. "Apa maksudmu gendut! Jangan bicara sembarangan!" Sinta terlihat canggung karena dilihat oleh staff lain. Kemudian berdiri masuk keruangan Benny. Rania menyunggingkan senyum dan kembali ke mejanya. "Hai, salam kenal aku Manda." Seseorang menghampiri Rania. "Jadi sekarang kamu adalah asisten pak Benny, syukurlah bukan Sinta yang menduduki posisi ini. Karena jika dia yang ada diposisi ini, maka kami akan mengalami kesulitan." lanjut Manda lagi. "Salam kenal Manda, tenang tidak akan kubiarkan Sinta menguasai departemen ini." sahut Rania. "Ini dokumen yang harus ditandatangani pak Benny", Manda menyerahkan dokumen itu kepada Rania. Tepat saat Sinta keluar dari ruangan Benny. "Apa itu Manda? Dokumen untuk pak Benny?" Sinta melotot ke arah Manda. "Iya bu", sahut Manda sambil menunduk.
Pagi hari di Rancal Grup Cemerlang. Rania terlambat datang ke kantor. Dia terburu-buru menaiki lift menuju ruangannya dilantai 50. Saat tiba diruangannya, jam sudah menunjukkan pukul 09.00 pagi, namun tidak ada satu orang pun diruangannya. "Pada kemana orang-orang ini?" Rania menuju meja kerjanya. Di atas laptopnya ada note bertuliskan "Meeting." Rania langsung berlari menuju ruang meeting. Rania mengetuk pintu ruang meeting dan membukanya. Jeglek,, suara pintu itu terbuka. Semua mata memandang ke arah Rania. Membuat Rania menjadi kikuk karena malu. "Nyonya Rania, bisa-bisanya anda baru datang jam segini! Anda karyawan baru, tapi sudah berani datang terlambat. Anda pikir ini perusahaan milik anda!" Sinta berteriak memarahi Rania di depan semua orang. "Maaf bu Sinta, saya terjebak macet dijalan." jawab Rania. "Semua orang disini terjebak macet tapi hanya anda yang terlambat! Itu menunjukkan anda tidak memiliki etos kerja yang baik." sahut Sinta lagi. "Sudah cukup, mari kita lanj