"Maaf Ran, aku khilaf. Kamu ingat, bulan kemarin saat aku naik jabatan menjadi kepala divisi marketing? Aku mengadakan pesta kenaikan jabatan disebuah tempat karaoke bersama semua staff marketing termasuk Sinta. Harusnya jabatan itu milik Sinta, karena dia sudah 4 tahun bekerja dan merupakan kandidat terkuat untuk jabatan itu. Tapi ternyata justru aku yang diangkat menjadi kepala Divisi." jelas Benny kepada Rania.
"Terus apa hubungannya dengan perselingkuhan kamu mas?""Saat itu aku mabuk dan yang mengantarku pulang adalah Sinta. Saat terbangun dari mabukku, aku sudah ada disebuah hotel bersama Sinta." Benny menatapku dengan nanar."Tapi kamu memang suka kan sama dia? Sampai ibunya bisa bilang kalau Sinta adalah wanita sempurna yang pernah kamu temui!" lanjutku penuh emosi."Iya itu benar Ran, aku memang memujanya. Maaf karena sepertinya perasaanku padamu selama ini hanyalah perasaan bersalah bukan karena cinta atau sayang. Merasa bersalah karena membuatmu gagal bekerja di Rancal Grup padahal nilaimu jauh diatasku." Benny menjelaskan dengan seksama.Rania lemas mendengar apa yang Benny katakan. Ternyata selama ini Benny tidak pernah bersungguh-sungguh mencintainya. Padahal bagi Rania, Benny adalah cinta pertamanya.Wajar, apabila Benny merasa bersalah dengan Rania, karena bekerja di Rancal Grup Cemerlang adalah impian semua orang di negeri ini, sama seperti halnya menjadi pegawai pemerintah. Rancal Grup Cemerlang adalah perusahaan swasta paling bonafit di negeri ini."Lalu bagaimana bisa kamu menikahi seseorang hanya karena perasaan bersalah?" tanya Rania lagi."Aku juga nggak tau Ran, semuanya berlangsung begitu cepat bagiku. Tanpa sadar akhirnya kita menikah. Maafkan aku, tapi jujur aku nggak pernah memiliki perasaan apapun padamu selain perasaan bersalah." Jawab Benny lagi."Baiklah, ceraikan saja aku mas. Untuk apa aku bersama dengan orang yang tidak mencintaiku."Rania sudah tak sanggup berkata apa-apa lagi."Mas Benny, jangan lama-lama! Buruan keluar!" Sinta berteriak dari luar."Tapi kita nggak bisa bercerai begitu saja Ran, bagaimana dengan orang tua kita. Ibuku sedang sakit saat ini. Jika dia tau kita bercerai aku khawatir kondisinya akan drop."Seketika aku teringat dengan ibu mertuaku. Dia sangat sayang padaku, dia lah yang menyuruh kami untuk segera menikah. Tak sanggup juga rasanya jika harus melihat beliau bersedih."Aku nggak bisa mas, harus melihat kalian bermesraan dirumah ini." sahut Rania."Aku akan membawa Sinta pulang kerumahnya. Nanti kita bahas lagi masalah ini." Benny keluar dari kamar dan menghampiri Sinta."Ayo kita pulang kerumahmu dulu." Benny menarik tangan Sinta."Kenapa mas? Sigendut itu ngusir aku dari rumah ini? Rumah ini kan punyamu mas, bukan punya dia!" Sinta menarik tangannya dan kembali duduk di sofa."Ayolah biar bagaimana Rania masih istriku. Aku harus menghargai dia." mohon Benny kepada Sinta."Segera urus perceraianmu mas, aku nggak mau jadi yang kedua!" Sinta berkata sambil cemberut.Rania yang mendengar pembicaraan mereka dari kamar sedikit geli, "Tidak mau jadi yang kedua? Bener sih, dia kan orang ketiga." gumam Rania dalam hati.Tak lama rumah terasa hening. Sepertinya mereka sudah pergi dari rumah ini.Rania melangkahkan kaki keluar. Mengambil ponsel dan memesan makanan dari aplikasi online. Sudah seharian Rania tidak makan apa-apa."Aku mau pesan pizza, bakso, sama lalapan deh biar punya tenaga menghadapi kenyataan." gumam Rania.Tak lama semua pesanan Rania sudah datang. "Sepertinya malam ini mas Benny tidak akan pulang. Biarlah aku juga sudah tidak peduli." Rania melahap semua makanannya dan pergi tidur karena hari ini sangat menguras tenaga dan emosi.Pagi itu Rania terbangun karena alarm ponselnya berdering. Segera Rania bangun dan mandi lalu menunaikan kewajiban sholat subuh. Rania berdoa dan menumpahkan segala keluh kesahnya kepada sang Khalik. Saat sedang tadarusan, Benny memasuki kamar membuat Rania terkejut."Aku mau berangkat kerja, jadi ambil baju dulu." Benny mengambil beberapa helai pakaian dan keluar dari kamar itu."Kamu sudah sehat mas? Bukannya habis kecelakaan kemarin?" Walaupun Benny sudah mengkhianatinya tapi Rania tidak bisa mengabaikannya begitu saja."Aku sudah baikan, hari ini ada meeting penting, jadi aku harus masuk. Sinta juga ikut meeting, tapi mungkin selesai meeting dia akan pulang karena masih nggak enak badan, mungkin bawaan karena sedang hamil." sahut Benny."Memangnya kalian masih bisa kerja dikantor yang sama? Bukannya Rancal paling anti sesama karyawan menikah? Salah satu dari kalian harus mengalah untuk resign."Itu sepertinya akan kami rahasiakan dulu. Karena sayang sekali apabila harus resign dari Rancal Grup." jawab Benny."Kamu yakin mas, tidak akan ada yang memberitahu orang kantormu?" tanya Rania pada Benny."Siapa yang akan memberi tahu? Kamu? Kamu tidak punya bukti kalau kami menikah. Lagian Rancal hanya tidak membolehkan pernikahan antar karyawan, bukan perselingkuhan antar karyawan." Benny merasa menang."Bisa saja aturannya sudah berubah mas. Aku takut bukan hanya Sinta yang kehilangan pekerjaan, tapi kamu juga mas." Rania membalas perkataaan Benny."Rania, tidak mungkin perusahaan peduli dengan perselingkuhan antar karyawannya. Selama mereka tidak menikah maka mereka tetap bisa bekerja. Sudah, aku siap-siap dulu nanti terlambat." Benny bergegas keluar menuju rumah Sinta sambil membawa baju."Tidak mungkin katamu mas? Kita lihat saja nanti." Rania tersenyum licik saat mengatakannya.Rania kemudian mengambil ponselnya dan menelpon seseorang. Dia tersenyum setelah menutup ponselnya.Rania berdiri menatap gedung setinggi 400 meter dengan total 77 lantai. Gedung ini merupakan gedung tertinggi dikota Jakarta. Rania melangkah masuk ke dalam gedung. Saat berada didalamnya, Rania takjub dengan perubahan interior gedung yang berubah 180 derajat dibanding setahun yang lalu saat dia interview. Rania segera menuju ke receptionis untuk menemui seseorang. "Permisi mbak, saya mau bertemu dengan Bapak Isman Ferdinand. Apakah beliau ada ditempat?" tanya Rania. "Apakah ibu sudah membuat janji dengan Pak Isman? Karena saat ini beliau sedang meeting dengan departement marketing." jawab receptionis itu dengan ramah. "Sudah mbak, bilang saja Rania Carmita Lestari sudah datang." sahut Rania dengan mantap "Baik, akan saya hubungi Bapak Isman, harap tunggu sebentar ya bu." Rania mengedarkan pandangannya ke sekeliling gedung. Tempat dimana dia dan Benny bertemu untuk pertama kalinya. Dia merindukan saat-saat kebersamaan dengan Benny kala itu. Sekarang semua sudah berubah sejak keh
"Ibu Sinta, suami anda memanggil. Mungkin ingin minta dipeluk karena cuaca saat ini sedang dingin." Rania memanggil Sinta dengan suara yang cukup nyaring membuat staff lain menoleh kearah mereka. "Apa maksudmu gendut! Jangan bicara sembarangan!" Sinta terlihat canggung karena dilihat oleh staff lain. Kemudian berdiri masuk keruangan Benny. Rania menyunggingkan senyum dan kembali ke mejanya. "Hai, salam kenal aku Manda." Seseorang menghampiri Rania. "Jadi sekarang kamu adalah asisten pak Benny, syukurlah bukan Sinta yang menduduki posisi ini. Karena jika dia yang ada diposisi ini, maka kami akan mengalami kesulitan." lanjut Manda lagi. "Salam kenal Manda, tenang tidak akan kubiarkan Sinta menguasai departemen ini." sahut Rania. "Ini dokumen yang harus ditandatangani pak Benny", Manda menyerahkan dokumen itu kepada Rania. Tepat saat Sinta keluar dari ruangan Benny. "Apa itu Manda? Dokumen untuk pak Benny?" Sinta melotot ke arah Manda. "Iya bu", sahut Manda sambil menunduk.
Pagi hari di Rancal Grup Cemerlang. Rania terlambat datang ke kantor. Dia terburu-buru menaiki lift menuju ruangannya dilantai 50. Saat tiba diruangannya, jam sudah menunjukkan pukul 09.00 pagi, namun tidak ada satu orang pun diruangannya. "Pada kemana orang-orang ini?" Rania menuju meja kerjanya. Di atas laptopnya ada note bertuliskan "Meeting." Rania langsung berlari menuju ruang meeting. Rania mengetuk pintu ruang meeting dan membukanya. Jeglek,, suara pintu itu terbuka. Semua mata memandang ke arah Rania. Membuat Rania menjadi kikuk karena malu. "Nyonya Rania, bisa-bisanya anda baru datang jam segini! Anda karyawan baru, tapi sudah berani datang terlambat. Anda pikir ini perusahaan milik anda!" Sinta berteriak memarahi Rania di depan semua orang. "Maaf bu Sinta, saya terjebak macet dijalan." jawab Rania. "Semua orang disini terjebak macet tapi hanya anda yang terlambat! Itu menunjukkan anda tidak memiliki etos kerja yang baik." sahut Sinta lagi. "Sudah cukup, mari kita lanj
Seorang wanita anggun namun terlihat angkuh memasuki ruangan departemen marketing. Dia mengedarkan pandangannya ke semua arah. Dan pandangannya berhenti saat melihat Rania yang duduk didepan ruangan Benny. Dia berjalan menghampiri Rania. "Kamu karyawan baru itu? Sungguh tidak kusangka, ternyata orangnya seperti gajah bengkak. Aku dengar, kamu direkrut langsung oleh Isman. Apa hubungan kamu dengan Isman sampai dia turun tangan langsung untuk merekrut kamu!" "Maaf sebelumnya anda siapa ya?" tanya Rania pada wanita itu. "Tidak usah banyak tanya! Tugasmu adalah menjawab pertanyaanku gendut!" sahut wanita itu. "Anggap saja Isman adalah kenalan lama yang ingin membantu wanita yang akan bercerai dengan suaminya", jawab Rania tenang. "Cerai? Kamu sudah menikah? Ini pelanggaran, karena semua karyawan baru harusnya berstatus lajang." wanita itu menatap tajam Rania. "Tenang, sebentar lagi aku juga akan jadi lajang." jawab Rania sambil tersenyum. "Awas saja kalau kamu macam-macam deng
Rania kesal, jika dia sedikit lebih kurus maka akan sangat mudah baginya mengejar dan melumpuhkan pria bertopeng itu. Walaupun Rania terlihat sebagai wanita gendut yang lemah, aslinya dia adalah seorang taekwondoin yang sudah memegang sabuk hitam tingkat Pal Dan. Setingkat lagi dia akan mencapai Gu Dan, level tertinggi dalam taekwondo. Tapi karena sudah lama tidak berlatih semenjak berkenalan dengan Benny, ditambah badannya yang semakin besar maka dia kesulitan mengejar pria bertopeng itu. "Aku tidak boleh tinggal diam. Sepertinya musuh-musuhku sudah mulai bermunculan sejak adanya berita rapat pemegang saham." Rania mengambil telepon didalam tasnya. "Pah, aku hampir dalam bahaya." Rania mengadukan kejadian tadi pada ayahnya. "Papa tau, anak buah papa yang selalu menjagamu 24 jam sudah melaporkannya pada papa", sahut ayah Rania. "Anak buah? Siapa anak buah papa yang menjaga Rania 24 jam? Papa tidak pernah bilang soal ini." Rania terkejut mendengar pernyataan ayahnya. "Kamu tid
Namun saat Rania berhenti ada seseorang yang menjatuhkan tanaman hias tepat diatas kepala Rania. "Awas Rania!" Dengan sigap Benny menarik tangan Rania sehingga Rania jatuh dalam pelukan Benny."Tangkap orang itu!" Teriak Benny kepada penjaga keamanan.Sementara Rania masih berada dalam pelukan Benny. Perasaannya campur aduk saat ini. "Kamu nggak kenapa-kenapa kan Ran," Benny melepaskan pelukannya, memegang bahu Rania dan menatapnya dengan lekat."Ah iya, aku nggak apa-apa." Rania masih sedikit shock dengan kejadian barusan."Aku antar pulang ya, aku nggak mau kamu kenapa-kenapa dijalan." ucap Benny sambil menarik tangan Rania."Sudah nggak usah repot-repot, aku bisa pulang sendiri." Rania mencoba melepaskan genggaman tangan Benny."Ran, jangan salah paham. Aku hanya mau menjaga anak buahku, besok kita ada rapat penting. Aku harus memastikan kamu sehat dan selamat sampai rapat itu selesai." Rania tidak bisa membantah kata-kata Benny. Benny masih memegang tangan Rania hingga parkiran.
Rania tersipu malu saat melihat Benny nampak terkejut dengan penampilannya. "Kamu cantik sekali hari ini, secantik saat hari pernikahan kita." ucap Benny masih menatap Rania dengan lekat. Rania memang bertubuh besar, tapi dia memiliki paras wajah yang cantik, kulit putih bersih wajah campuran sunda dan arab, dengan tinggi 179 cm. Untuk ukuran wanita, Rania cukup tinggi. "Ayo kita berangkat Ben, nanti keburu macet." sahut Rania membuyarkan lamunan Benny. "Ah, iya ayo." Benny tersentak kemudian menuju mobilnya lalu membukakan pintu untuk Rania. "Nanti jangan gugup ya, aku akan menemanimu apapun yang terjadi. Kamu akan aman disampingku." ucap Benny memandang lurus ke jalan tanpa menatap Rania. Rania hanya diam mendengar ucapan Benny. * * * Di lobby kantor sudah ramai para staff bersiap untuk menyambut para pemegang saham. Rania dan Benny langsung menuju ruangan mereka untuk menyiapkan dokumen yang akan dipresentasikan. Saat Rania dan Benny masuk ke dalam ruangan, nampa
Benny melangkah maju dan berdiri dengan mantap didepan para pemegang saham, siap untuk mempresentasikan kinerja mereka. Dan Rania dengan sigap membuka slide demi slide presentasi yang dibawakan oleh Benny. Semua terlihat baik dan lancar. Tak lama, Sinta mengendap-endap masuk ruang meeting berniat untuk melihat kegagalan Rania dan Benny, namun tidak berhasil. "Hah, bagaimana bisa mereka tetap melakukan presentasi. Sedangkan data-datanya tadi sudah kuhapus. Dan Flash Disknya juga sudah kuambil." Gumam Sinta dalam hati. Karena sudah terdesak dengan keadaan, dia berpikir keras bagaimana mengahcurkan Rania dan Benny didepan para pemegang saham. Maka dia mengambil resiko paling besar yaitu dipecat dari perusahaan ini. "Baiklah, kalau itu mau kalian. Nggak masalah aku hancur, asalkan kalian juga hancur." Gumam Sinta lagi. Sinta beranjak mendatangi Benny di podium. Benny menatap tajam Sinta yang berjalan ke arahnya. Sinta kemudian mengambil mic dan berkata dengan lantang. "Saya ingin ber