Share

BAB 5 Rahasia Benny

"Ibu Sinta, suami anda memanggil. Mungkin ingin minta dipeluk karena cuaca saat ini sedang dingin." Rania memanggil Sinta dengan suara yang cukup nyaring membuat staff lain menoleh kearah mereka.

"Apa maksudmu gendut! Jangan bicara sembarangan!" Sinta terlihat canggung karena dilihat oleh staff lain. Kemudian berdiri masuk keruangan Benny.

Rania menyunggingkan senyum dan kembali ke mejanya.

"Hai, salam kenal aku Manda." Seseorang menghampiri Rania.

"Jadi sekarang kamu adalah asisten pak Benny, syukurlah bukan Sinta yang menduduki posisi ini. Karena jika dia yang ada diposisi ini, maka kami akan mengalami kesulitan." lanjut Manda lagi.

"Salam kenal Manda, tenang tidak akan kubiarkan Sinta menguasai departemen ini." sahut Rania.

"Ini dokumen yang harus ditandatangani pak Benny", Manda menyerahkan dokumen itu kepada Rania. Tepat saat Sinta keluar dari ruangan Benny.

"Apa itu Manda? Dokumen untuk pak Benny?" Sinta melotot ke arah Manda.

"Iya bu", sahut Manda sambil menunduk.

"Saya sudah bilang dokumen apapun untuk pak Benny harus melewati saya, jangan berikan ke orang lain!" Sinta hendak mengambil dokumen yang tergeletak di meja Rania. Namun Rania menahannya.

"Maaf anda siapa ya? Anda itu hanya staff biasa, tidak boleh sembarangan masuk ke ruangan Pak Benny. Apa anda tidak mengerti etika?" Rania menarik kasar dokumen itu dan masuk keruangan Benny untuk menyerahkan dokumen itu.

Sinta mengehentakkan kakinya dengan kesal dan kembali ke tempat duduknya.

"Akan kubuat dia keluar dari perusahaan ini." Sinta bergumam dalam hati.

* * *

Sudah pukul 5 sore, cukup melelahkan hari ini harus menghadapi 2 pengkhianat didepan orang banyak.

Saat hendak pulang, Rania pergi ketoilet untuk merapikan diri.

Saat masuk ada Sinta disana. "Heh gendut, kamu nggak tau aturan perusahaan ini? Disini tidak boleh ada suami istri, jika ketahuan salah satu atau keduanya bisa dipecat." Sinta berusaha menakuti Rania.

"Lalu apa hubungannya denganku? Sebentar lagi aku akan jadi wanita single, tidak punya suami. Justru kamu yang harus hati-hati karena selingkuh dengan atasanmu sendiri." Rania tersenyum sinis dan melanjutkan bicaranya.

"Kenapa orang secantik kamu memilih menjadi pelakor? Apa karena tidak ada perjaka yang mau denganmu? Ah ya, ibarat kue kalau sudah mendekati expired lebih baik dibagikan gratis daripada dibuang sayang." Rania makin tidak bisa mengontrol emosi.

"Kurang ajar kamu tandon air!" Sinta melayangkan tamparan ke wajah Rania, namun tangannya ditahan oleh Rania.

"Memang yang namanya maling selalu berteriak paling nyaring." Rania mencengkram tangan Sinta dengan erat hingga Sinta meringis kesakitan.

"Kamu sudah mengambil milikku, maka kupastikan, aku juga akan mengambil semua yang harusnya jadi milikmu. Sekarang sudah ku mulai, aku sudah mengambil posisimu menjadi asisten Benny." Rania melepaskan cengkramannya.

"Beraninya kamu gendut! Jangan main-main denganku. Lihat saja nanti siapa yang menang!" Teriak Sinta seperti orang kesurupan.

Rania meninggalkan Sinta yang masih berteriak-teriak dan langsung pulang kerumah.

Sesampainya dirumah, Rania merebahkan tubuhnya di sofa ruang tamu. Tempat dimana dia dan Benny menghabiskan waktu untuk nonton drama korea bersama.

Tiba-tiba Rania menyadari suatu hal penting, jadi, selama 3 bulan mereka menikah, mereka belum pernah sama sekali berhubungan suami istri. Hal ini karena Benny sering sekali keluar kota. Dan entah mengapa kepulangan Benny selalu tepat pada saat Rania menstruasi.

"Itu artinya aku masih perawan kan? Hmm.. baiklah, aku nggak punya alasan untuk bertahan." Rania mengemasi barang-barangnya.

"Kamu mau kemana Ran?" suara Benny mengejutkan Rania yang sedang sibuk mengemasi barang.

"Sudah jelaskan? Sejak awal kita memang bukan suami istri. Kamu bahkan tidak pernah menyentuhku sebagai seorang suami. Lalu apa yang harus dipertahankan dari semua ini?" bulir air mata sudah menumpuk namun segera Rania hapus.

"Itu karena", ucapan Benny tertahan.

"Karena kamu punya selingkuhan dikantor!" Rania melanjutkan ucapan Benny.

Benny hanya terdiam melihat Rania melanjutkan mengemasi barang-barangnya. Tiba-tiba Benny memeluk Rania dari belakang.

"Apaan sih Ben, lepaskan!" Rania mencoba melepaskan pelukan Benny, namun pelukan itu terlalu kuat dan entah mengapa jantung Rania berdegup kencang.

"Aku memang bilang kalau perasaan yang aku miliki hanyalah perasaan bersalah, tapi aku juga nggak bisa kehilangan kamu. Please jangan pergi." Benny melepaskan pelukannya dan memutar badan Rania hingga mereka saling bertatapan.

"Aku tau aku salah, tapi kumohon jangan pergi." lanjut Benny.

"Apa sih maumu Ben? Kamu selingkuh, kamu nggak punya perasaan padaku, tapi nggak mau ceraikan aku. Kamu anggap aku apa?" Rania menatap Benny penuh tanya.

"Kumohon bertahan sebentar saja, setidaknya sampai ibuku sehat kembali. Ibuku sangat menyayangimu Ran. Kamu menantu pilihannya, bukan Sinta." Benny memohon dengan tulus kepada Rania.

Rania duduk lemas di tepi ranjang. Jujur, Rania baru merasakaan hangatnya cinta kasih seorang ibu, dari ibu mertuanya. Rania kehilangan ibunya saat berumur 3 tahun karena sakit. Dia dibesarkan oleh ayahnya seorang diri.

Setelah lulus kuliah Rania keluar dari rumahnya untuk belajar mandiri. Dan akhirnya dia bertemu dengan Benny saat interview kerja.

"Baiklah, sampai ibumu sehat kembali. Aku akan tetap disini." Rania meletakkan kopernya.

"Tapi ku mohon jangan bawa Sinta ke rumah ini, aku lelah Ben." Rania menatap nanar ke arah Benny.

"Iya, aku janji nggak akan biarkan dia masuk ke rumah ini." janji Benny pada Rania

"Aku ke rumah Sinta dulu ya Ran", Benny meninggalkan Rania yang masih melamun.

* * *

"Tenang, untuk sementara dia tidak akan pergi kemana-mana. Alasan itu cukup membuat dia tetap bertahan untuk sementara waktu." sambungan telepon itu terputus.

"Raniaku sayang, tetaplah disini sampai waktunya tiba." Benny menyeringai menatap Rania dari balik jendela rumahnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status