"Ibu Sinta, suami anda memanggil. Mungkin ingin minta dipeluk karena cuaca saat ini sedang dingin." Rania memanggil Sinta dengan suara yang cukup nyaring membuat staff lain menoleh kearah mereka.
"Apa maksudmu gendut! Jangan bicara sembarangan!" Sinta terlihat canggung karena dilihat oleh staff lain. Kemudian berdiri masuk keruangan Benny. Rania menyunggingkan senyum dan kembali ke mejanya. "Hai, salam kenal aku Manda." Seseorang menghampiri Rania. "Jadi sekarang kamu adalah asisten pak Benny, syukurlah bukan Sinta yang menduduki posisi ini. Karena jika dia yang ada diposisi ini, maka kami akan mengalami kesulitan." lanjut Manda lagi. "Salam kenal Manda, tenang tidak akan kubiarkan Sinta menguasai departemen ini." sahut Rania. "Ini dokumen yang harus ditandatangani pak Benny", Manda menyerahkan dokumen itu kepada Rania. Tepat saat Sinta keluar dari ruangan Benny. "Apa itu Manda? Dokumen untuk pak Benny?" Sinta melotot ke arah Manda. "Iya bu", sahut Manda sambil menunduk. "Saya sudah bilang dokumen apapun untuk pak Benny harus melewati saya, jangan berikan ke orang lain!" Sinta hendak mengambil dokumen yang tergeletak di meja Rania. Namun Rania menahannya. "Maaf anda siapa ya? Anda itu hanya staff biasa, tidak boleh sembarangan masuk ke ruangan Pak Benny. Apa anda tidak mengerti etika?" Rania menarik kasar dokumen itu dan masuk keruangan Benny untuk menyerahkan dokumen itu. Sinta mengehentakkan kakinya dengan kesal dan kembali ke tempat duduknya. "Akan kubuat dia keluar dari perusahaan ini." Sinta bergumam dalam hati. * * * Sudah pukul 5 sore, cukup melelahkan hari ini harus menghadapi 2 pengkhianat didepan orang banyak. Saat hendak pulang, Rania pergi ketoilet untuk merapikan diri. Saat masuk ada Sinta disana. "Heh gendut, kamu nggak tau aturan perusahaan ini? Disini tidak boleh ada suami istri, jika ketahuan salah satu atau keduanya bisa dipecat." Sinta berusaha menakuti Rania. "Lalu apa hubungannya denganku? Sebentar lagi aku akan jadi wanita single, tidak punya suami. Justru kamu yang harus hati-hati karena selingkuh dengan atasanmu sendiri." Rania tersenyum sinis dan melanjutkan bicaranya. "Kenapa orang secantik kamu memilih menjadi pelakor? Apa karena tidak ada perjaka yang mau denganmu? Ah ya, ibarat kue kalau sudah mendekati expired lebih baik dibagikan gratis daripada dibuang sayang." Rania makin tidak bisa mengontrol emosi. "Kurang ajar kamu tandon air!" Sinta melayangkan tamparan ke wajah Rania, namun tangannya ditahan oleh Rania. "Memang yang namanya maling selalu berteriak paling nyaring." Rania mencengkram tangan Sinta dengan erat hingga Sinta meringis kesakitan. "Kamu sudah mengambil milikku, maka kupastikan, aku juga akan mengambil semua yang harusnya jadi milikmu. Sekarang sudah ku mulai, aku sudah mengambil posisimu menjadi asisten Benny." Rania melepaskan cengkramannya. "Beraninya kamu gendut! Jangan main-main denganku. Lihat saja nanti siapa yang menang!" Teriak Sinta seperti orang kesurupan. Rania meninggalkan Sinta yang masih berteriak-teriak dan langsung pulang kerumah. Sesampainya dirumah, Rania merebahkan tubuhnya di sofa ruang tamu. Tempat dimana dia dan Benny menghabiskan waktu untuk nonton drama korea bersama. Tiba-tiba Rania menyadari suatu hal penting, jadi, selama 3 bulan mereka menikah, mereka belum pernah sama sekali berhubungan suami istri. Hal ini karena Benny sering sekali keluar kota. Dan entah mengapa kepulangan Benny selalu tepat pada saat Rania menstruasi. "Itu artinya aku masih perawan kan? Hmm.. baiklah, aku nggak punya alasan untuk bertahan." Rania mengemasi barang-barangnya. "Kamu mau kemana Ran?" suara Benny mengejutkan Rania yang sedang sibuk mengemasi barang. "Sudah jelaskan? Sejak awal kita memang bukan suami istri. Kamu bahkan tidak pernah menyentuhku sebagai seorang suami. Lalu apa yang harus dipertahankan dari semua ini?" bulir air mata sudah menumpuk namun segera Rania hapus. "Itu karena", ucapan Benny tertahan. "Karena kamu punya selingkuhan dikantor!" Rania melanjutkan ucapan Benny. Benny hanya terdiam melihat Rania melanjutkan mengemasi barang-barangnya. Tiba-tiba Benny memeluk Rania dari belakang. "Apaan sih Ben, lepaskan!" Rania mencoba melepaskan pelukan Benny, namun pelukan itu terlalu kuat dan entah mengapa jantung Rania berdegup kencang. "Aku memang bilang kalau perasaan yang aku miliki hanyalah perasaan bersalah, tapi aku juga nggak bisa kehilangan kamu. Please jangan pergi." Benny melepaskan pelukannya dan memutar badan Rania hingga mereka saling bertatapan. "Aku tau aku salah, tapi kumohon jangan pergi." lanjut Benny. "Apa sih maumu Ben? Kamu selingkuh, kamu nggak punya perasaan padaku, tapi nggak mau ceraikan aku. Kamu anggap aku apa?" Rania menatap Benny penuh tanya. "Kumohon bertahan sebentar saja, setidaknya sampai ibuku sehat kembali. Ibuku sangat menyayangimu Ran. Kamu menantu pilihannya, bukan Sinta." Benny memohon dengan tulus kepada Rania. Rania duduk lemas di tepi ranjang. Jujur, Rania baru merasakaan hangatnya cinta kasih seorang ibu, dari ibu mertuanya. Rania kehilangan ibunya saat berumur 3 tahun karena sakit. Dia dibesarkan oleh ayahnya seorang diri. Setelah lulus kuliah Rania keluar dari rumahnya untuk belajar mandiri. Dan akhirnya dia bertemu dengan Benny saat interview kerja. "Baiklah, sampai ibumu sehat kembali. Aku akan tetap disini." Rania meletakkan kopernya. "Tapi ku mohon jangan bawa Sinta ke rumah ini, aku lelah Ben." Rania menatap nanar ke arah Benny. "Iya, aku janji nggak akan biarkan dia masuk ke rumah ini." janji Benny pada Rania "Aku ke rumah Sinta dulu ya Ran", Benny meninggalkan Rania yang masih melamun. * * * "Tenang, untuk sementara dia tidak akan pergi kemana-mana. Alasan itu cukup membuat dia tetap bertahan untuk sementara waktu." sambungan telepon itu terputus. "Raniaku sayang, tetaplah disini sampai waktunya tiba." Benny menyeringai menatap Rania dari balik jendela rumahnya.Pagi hari di Rancal Grup Cemerlang. Rania terlambat datang ke kantor. Dia terburu-buru menaiki lift menuju ruangannya dilantai 50. Saat tiba diruangannya, jam sudah menunjukkan pukul 09.00 pagi, namun tidak ada satu orang pun diruangannya. "Pada kemana orang-orang ini?" Rania menuju meja kerjanya. Di atas laptopnya ada note bertuliskan "Meeting." Rania langsung berlari menuju ruang meeting. Rania mengetuk pintu ruang meeting dan membukanya. Jeglek,, suara pintu itu terbuka. Semua mata memandang ke arah Rania. Membuat Rania menjadi kikuk karena malu. "Nyonya Rania, bisa-bisanya anda baru datang jam segini! Anda karyawan baru, tapi sudah berani datang terlambat. Anda pikir ini perusahaan milik anda!" Sinta berteriak memarahi Rania di depan semua orang. "Maaf bu Sinta, saya terjebak macet dijalan." jawab Rania. "Semua orang disini terjebak macet tapi hanya anda yang terlambat! Itu menunjukkan anda tidak memiliki etos kerja yang baik." sahut Sinta lagi. "Sudah cukup, mari kita lanj
Seorang wanita anggun namun terlihat angkuh memasuki ruangan departemen marketing. Dia mengedarkan pandangannya ke semua arah. Dan pandangannya berhenti saat melihat Rania yang duduk didepan ruangan Benny. Dia berjalan menghampiri Rania. "Kamu karyawan baru itu? Sungguh tidak kusangka, ternyata orangnya seperti gajah bengkak. Aku dengar, kamu direkrut langsung oleh Isman. Apa hubungan kamu dengan Isman sampai dia turun tangan langsung untuk merekrut kamu!" "Maaf sebelumnya anda siapa ya?" tanya Rania pada wanita itu. "Tidak usah banyak tanya! Tugasmu adalah menjawab pertanyaanku gendut!" sahut wanita itu. "Anggap saja Isman adalah kenalan lama yang ingin membantu wanita yang akan bercerai dengan suaminya", jawab Rania tenang. "Cerai? Kamu sudah menikah? Ini pelanggaran, karena semua karyawan baru harusnya berstatus lajang." wanita itu menatap tajam Rania. "Tenang, sebentar lagi aku juga akan jadi lajang." jawab Rania sambil tersenyum. "Awas saja kalau kamu macam-macam deng
Rania kesal, jika dia sedikit lebih kurus maka akan sangat mudah baginya mengejar dan melumpuhkan pria bertopeng itu. Walaupun Rania terlihat sebagai wanita gendut yang lemah, aslinya dia adalah seorang taekwondoin yang sudah memegang sabuk hitam tingkat Pal Dan. Setingkat lagi dia akan mencapai Gu Dan, level tertinggi dalam taekwondo. Tapi karena sudah lama tidak berlatih semenjak berkenalan dengan Benny, ditambah badannya yang semakin besar maka dia kesulitan mengejar pria bertopeng itu. "Aku tidak boleh tinggal diam. Sepertinya musuh-musuhku sudah mulai bermunculan sejak adanya berita rapat pemegang saham." Rania mengambil telepon didalam tasnya. "Pah, aku hampir dalam bahaya." Rania mengadukan kejadian tadi pada ayahnya. "Papa tau, anak buah papa yang selalu menjagamu 24 jam sudah melaporkannya pada papa", sahut ayah Rania. "Anak buah? Siapa anak buah papa yang menjaga Rania 24 jam? Papa tidak pernah bilang soal ini." Rania terkejut mendengar pernyataan ayahnya. "Kamu tid
Namun saat Rania berhenti ada seseorang yang menjatuhkan tanaman hias tepat diatas kepala Rania. "Awas Rania!" Dengan sigap Benny menarik tangan Rania sehingga Rania jatuh dalam pelukan Benny."Tangkap orang itu!" Teriak Benny kepada penjaga keamanan.Sementara Rania masih berada dalam pelukan Benny. Perasaannya campur aduk saat ini. "Kamu nggak kenapa-kenapa kan Ran," Benny melepaskan pelukannya, memegang bahu Rania dan menatapnya dengan lekat."Ah iya, aku nggak apa-apa." Rania masih sedikit shock dengan kejadian barusan."Aku antar pulang ya, aku nggak mau kamu kenapa-kenapa dijalan." ucap Benny sambil menarik tangan Rania."Sudah nggak usah repot-repot, aku bisa pulang sendiri." Rania mencoba melepaskan genggaman tangan Benny."Ran, jangan salah paham. Aku hanya mau menjaga anak buahku, besok kita ada rapat penting. Aku harus memastikan kamu sehat dan selamat sampai rapat itu selesai." Rania tidak bisa membantah kata-kata Benny. Benny masih memegang tangan Rania hingga parkiran.
Rania tersipu malu saat melihat Benny nampak terkejut dengan penampilannya. "Kamu cantik sekali hari ini, secantik saat hari pernikahan kita." ucap Benny masih menatap Rania dengan lekat. Rania memang bertubuh besar, tapi dia memiliki paras wajah yang cantik, kulit putih bersih wajah campuran sunda dan arab, dengan tinggi 179 cm. Untuk ukuran wanita, Rania cukup tinggi. "Ayo kita berangkat Ben, nanti keburu macet." sahut Rania membuyarkan lamunan Benny. "Ah, iya ayo." Benny tersentak kemudian menuju mobilnya lalu membukakan pintu untuk Rania. "Nanti jangan gugup ya, aku akan menemanimu apapun yang terjadi. Kamu akan aman disampingku." ucap Benny memandang lurus ke jalan tanpa menatap Rania. Rania hanya diam mendengar ucapan Benny. * * * Di lobby kantor sudah ramai para staff bersiap untuk menyambut para pemegang saham. Rania dan Benny langsung menuju ruangan mereka untuk menyiapkan dokumen yang akan dipresentasikan. Saat Rania dan Benny masuk ke dalam ruangan, nampa
Benny melangkah maju dan berdiri dengan mantap didepan para pemegang saham, siap untuk mempresentasikan kinerja mereka. Dan Rania dengan sigap membuka slide demi slide presentasi yang dibawakan oleh Benny. Semua terlihat baik dan lancar. Tak lama, Sinta mengendap-endap masuk ruang meeting berniat untuk melihat kegagalan Rania dan Benny, namun tidak berhasil. "Hah, bagaimana bisa mereka tetap melakukan presentasi. Sedangkan data-datanya tadi sudah kuhapus. Dan Flash Disknya juga sudah kuambil." Gumam Sinta dalam hati. Karena sudah terdesak dengan keadaan, dia berpikir keras bagaimana mengahcurkan Rania dan Benny didepan para pemegang saham. Maka dia mengambil resiko paling besar yaitu dipecat dari perusahaan ini. "Baiklah, kalau itu mau kalian. Nggak masalah aku hancur, asalkan kalian juga hancur." Gumam Sinta lagi. Sinta beranjak mendatangi Benny di podium. Benny menatap tajam Sinta yang berjalan ke arahnya. Sinta kemudian mengambil mic dan berkata dengan lantang. "Saya ingin ber
Pagi ini Rania melangkah dengan mantap menuju departemen marketing. Semua staff terkejut dan berdiri menyambut kedatangan Rania. "Selamat pagi Ran, apa kabar?" Ucap Manda tak sadar kalau Rania sekarang adalah CEO mereka. "Hush beraninya kamu menyapa dengan nama saja" , staff lain memperingatkan Manda. "Ah iya, saya mohon maaf bu Rania." ucap Manda sambil menundukkan kepalanya. "Baik Manda, dan yang lain ku harap kalian akan bersikap biasa saja, tidak usah terlalu berlebihan. Biar kita bisa menjadi tim yang hebat." Sinta tak bisa menutupi ketakutannya. Dia bersembunyi dibalik komputernya. Dia tidak berani bertemu dengan Rania. Namun Rania justru menghampiri meja Sinta. "Sepertinya kejadian kemaren sudah cukup membuat saya mengambil keputusan untuk tidak mempekerjakan anda lagi di perusahaan ini. Saya minta saat ini juga anda segera meninggalkan ruangan ini." Rania berkata sambil menyilangkan kedua tangannya di dada. "Saya minta maaf bu sudah berlaku tidak sopan kepada ibu
Dering telepon jam 2 dini hari membangunkanku dari tidur. Dilayar ponsel tertulis my husband. "Ada apa mas Benny menelpon malam-malam." gumamku dalam hati. Segera kuraih ponsel itu, dan mengangkat teleponnya. "Selamat malam, apakah anda keluarga dari Benny Pratama?" suara dari seberang sana terdengar asing. Ini bukan suara mas Benny, lalu siapa ini."Iya benar, saya istri dari Benny Pratama, ada apa ya pak?" sahutku dengan sedikit khawatir jika terjadi sesuatu dengan mas Benny. "Suami ibu mengalami kecelakaan, saat ini sedang dirawat di rumah sakit Rancal." berita ini membuat genggaman tanganku lunglai hingga menjatuhkan ponselku. Namun segera kuambil dan kembali bertanya pada penelpon diseberang sana. "Bagaimana keadaannya pak? Apakah ada luka yang serius?" aku bertanya dengan sedikit gemetar. "Masih diobservasi bu, untuk lebih jelas silahkan datang ke rumah sakit." sambungan telepon terputus. Aku memesan taksi online menuju rumah sakit Rancal. Setibanya di rumah sakit aku langsu