Rania kesal, jika dia sedikit lebih kurus maka akan sangat mudah baginya mengejar dan melumpuhkan pria bertopeng itu. Walaupun Rania terlihat sebagai wanita gendut yang lemah, aslinya dia adalah seorang taekwondoin yang sudah memegang sabuk hitam tingkat Pal Dan. Setingkat lagi dia akan mencapai Gu Dan, level tertinggi dalam taekwondo. Tapi karena sudah lama tidak berlatih semenjak berkenalan dengan Benny, ditambah badannya yang semakin besar maka dia kesulitan mengejar pria bertopeng itu. "Aku tidak boleh tinggal diam. Sepertinya musuh-musuhku sudah mulai bermunculan sejak adanya berita rapat pemegang saham." Rania mengambil telepon didalam tasnya. "Pah, aku hampir dalam bahaya." Rania mengadukan kejadian tadi pada ayahnya. "Papa tau, anak buah papa yang selalu menjagamu 24 jam sudah melaporkannya pada papa", sahut ayah Rania. "Anak buah? Siapa anak buah papa yang menjaga Rania 24 jam? Papa tidak pernah bilang soal ini." Rania terkejut mendengar pernyataan ayahnya. "Kamu tid
Namun saat Rania berhenti ada seseorang yang menjatuhkan tanaman hias tepat diatas kepala Rania. "Awas Rania!" Dengan sigap Benny menarik tangan Rania sehingga Rania jatuh dalam pelukan Benny."Tangkap orang itu!" Teriak Benny kepada penjaga keamanan.Sementara Rania masih berada dalam pelukan Benny. Perasaannya campur aduk saat ini. "Kamu nggak kenapa-kenapa kan Ran," Benny melepaskan pelukannya, memegang bahu Rania dan menatapnya dengan lekat."Ah iya, aku nggak apa-apa." Rania masih sedikit shock dengan kejadian barusan."Aku antar pulang ya, aku nggak mau kamu kenapa-kenapa dijalan." ucap Benny sambil menarik tangan Rania."Sudah nggak usah repot-repot, aku bisa pulang sendiri." Rania mencoba melepaskan genggaman tangan Benny."Ran, jangan salah paham. Aku hanya mau menjaga anak buahku, besok kita ada rapat penting. Aku harus memastikan kamu sehat dan selamat sampai rapat itu selesai." Rania tidak bisa membantah kata-kata Benny. Benny masih memegang tangan Rania hingga parkiran.
Rania tersipu malu saat melihat Benny nampak terkejut dengan penampilannya. "Kamu cantik sekali hari ini, secantik saat hari pernikahan kita." ucap Benny masih menatap Rania dengan lekat. Rania memang bertubuh besar, tapi dia memiliki paras wajah yang cantik, kulit putih bersih wajah campuran sunda dan arab, dengan tinggi 179 cm. Untuk ukuran wanita, Rania cukup tinggi. "Ayo kita berangkat Ben, nanti keburu macet." sahut Rania membuyarkan lamunan Benny. "Ah, iya ayo." Benny tersentak kemudian menuju mobilnya lalu membukakan pintu untuk Rania. "Nanti jangan gugup ya, aku akan menemanimu apapun yang terjadi. Kamu akan aman disampingku." ucap Benny memandang lurus ke jalan tanpa menatap Rania. Rania hanya diam mendengar ucapan Benny. * * * Di lobby kantor sudah ramai para staff bersiap untuk menyambut para pemegang saham. Rania dan Benny langsung menuju ruangan mereka untuk menyiapkan dokumen yang akan dipresentasikan. Saat Rania dan Benny masuk ke dalam ruangan, nampa
Benny melangkah maju dan berdiri dengan mantap didepan para pemegang saham, siap untuk mempresentasikan kinerja mereka. Dan Rania dengan sigap membuka slide demi slide presentasi yang dibawakan oleh Benny. Semua terlihat baik dan lancar. Tak lama, Sinta mengendap-endap masuk ruang meeting berniat untuk melihat kegagalan Rania dan Benny, namun tidak berhasil. "Hah, bagaimana bisa mereka tetap melakukan presentasi. Sedangkan data-datanya tadi sudah kuhapus. Dan Flash Disknya juga sudah kuambil." Gumam Sinta dalam hati. Karena sudah terdesak dengan keadaan, dia berpikir keras bagaimana mengahcurkan Rania dan Benny didepan para pemegang saham. Maka dia mengambil resiko paling besar yaitu dipecat dari perusahaan ini. "Baiklah, kalau itu mau kalian. Nggak masalah aku hancur, asalkan kalian juga hancur." Gumam Sinta lagi. Sinta beranjak mendatangi Benny di podium. Benny menatap tajam Sinta yang berjalan ke arahnya. Sinta kemudian mengambil mic dan berkata dengan lantang. "Saya ingin ber
Pagi ini Rania melangkah dengan mantap menuju departemen marketing. Semua staff terkejut dan berdiri menyambut kedatangan Rania. "Selamat pagi Ran, apa kabar?" Ucap Manda tak sadar kalau Rania sekarang adalah CEO mereka. "Hush beraninya kamu menyapa dengan nama saja" , staff lain memperingatkan Manda. "Ah iya, saya mohon maaf bu Rania." ucap Manda sambil menundukkan kepalanya. "Baik Manda, dan yang lain ku harap kalian akan bersikap biasa saja, tidak usah terlalu berlebihan. Biar kita bisa menjadi tim yang hebat." Sinta tak bisa menutupi ketakutannya. Dia bersembunyi dibalik komputernya. Dia tidak berani bertemu dengan Rania. Namun Rania justru menghampiri meja Sinta. "Sepertinya kejadian kemaren sudah cukup membuat saya mengambil keputusan untuk tidak mempekerjakan anda lagi di perusahaan ini. Saya minta saat ini juga anda segera meninggalkan ruangan ini." Rania berkata sambil menyilangkan kedua tangannya di dada. "Saya minta maaf bu sudah berlaku tidak sopan kepada ibu
Dering telepon jam 2 dini hari membangunkanku dari tidur. Dilayar ponsel tertulis my husband. "Ada apa mas Benny menelpon malam-malam." gumamku dalam hati. Segera kuraih ponsel itu, dan mengangkat teleponnya. "Selamat malam, apakah anda keluarga dari Benny Pratama?" suara dari seberang sana terdengar asing. Ini bukan suara mas Benny, lalu siapa ini."Iya benar, saya istri dari Benny Pratama, ada apa ya pak?" sahutku dengan sedikit khawatir jika terjadi sesuatu dengan mas Benny. "Suami ibu mengalami kecelakaan, saat ini sedang dirawat di rumah sakit Rancal." berita ini membuat genggaman tanganku lunglai hingga menjatuhkan ponselku. Namun segera kuambil dan kembali bertanya pada penelpon diseberang sana. "Bagaimana keadaannya pak? Apakah ada luka yang serius?" aku bertanya dengan sedikit gemetar. "Masih diobservasi bu, untuk lebih jelas silahkan datang ke rumah sakit." sambungan telepon terputus. Aku memesan taksi online menuju rumah sakit Rancal. Setibanya di rumah sakit aku langsu
"Lalu maksud mbak Rania apa? Anak saya selingkuh dengan suami mbak Rania? Jangan sembarangan ya mbak, anak saya itu wanita terpelajar. Tidak mungkin dia macam-macam sama suami orang apalagi tetangga sendiri!" ibunya Sinta mulai tersulut emosi. "Terus kenapa mereka bisa kecelakaan bersama dan juga suap-suapan seperti itu! Tolong ajari anak ibu sopan santun! Jangan jadi pelakor!" Plakk, sebuah tamparan melayang di pipi Rania. Rania terkejut mendapat tamparan dari ibunya Sinta. "Jangan kurang ajar ya kamu! Berani sekali kamu menjelekkan anak saya! Kalaupun benar, wajar suamimu selingkuh. Lihat saja badanmu yang seperti tandon air. Mana pantas kamu jadi istri Benny yang tampan dan mapan itu. Benny pantasnya menjadi suami Sinta!" ibunya Sinta berteriak cukup keras hingga tetangga samping kiri kanannya ikut keluar. Rania tidak bisa berkata-kata lagi. Rania berbalik menuju rumahnya, tidak mau melanjutkan pertengkaran lagi. "Sadar diri gendut! Rawat badanmu biar suamimu nggak selingkuh!"
"Maaf Ran, aku khilaf. Kamu ingat, bulan kemarin saat aku naik jabatan menjadi kepala divisi marketing? Aku mengadakan pesta kenaikan jabatan disebuah tempat karaoke bersama semua staff marketing termasuk Sinta. Harusnya jabatan itu milik Sinta, karena dia sudah 4 tahun bekerja dan merupakan kandidat terkuat untuk jabatan itu. Tapi ternyata justru aku yang diangkat menjadi kepala Divisi." jelas Benny kepada Rania. "Terus apa hubungannya dengan perselingkuhan kamu mas?" "Saat itu aku mabuk dan yang mengantarku pulang adalah Sinta. Saat terbangun dari mabukku, aku sudah ada disebuah hotel bersama Sinta." Benny menatapku dengan nanar. "Tapi kamu memang suka kan sama dia? Sampai ibunya bisa bilang kalau Sinta adalah wanita sempurna yang pernah kamu temui!" lanjutku penuh emosi. "Iya itu benar Ran, aku memang memujanya. Maaf karena sepertinya perasaanku padamu selama ini hanyalah perasaan bersalah bukan karena cinta atau sayang. Merasa bersalah karena membuatmu gagal bekerja di Rancal G