Rania berdiri menatap gedung setinggi 400 meter dengan total 77 lantai. Gedung ini merupakan gedung tertinggi dikota Jakarta. Rania melangkah masuk ke dalam gedung. Saat berada didalamnya, Rania takjub dengan perubahan interior gedung yang berubah 180 derajat dibanding setahun yang lalu saat dia interview. Rania segera menuju ke receptionis untuk menemui seseorang.
"Permisi mbak, saya mau bertemu dengan Bapak Isman Ferdinand. Apakah beliau ada ditempat?" tanya Rania. "Apakah ibu sudah membuat janji dengan Pak Isman? Karena saat ini beliau sedang meeting dengan departement marketing." jawab receptionis itu dengan ramah. "Sudah mbak, bilang saja Rania Carmita Lestari sudah datang." sahut Rania dengan mantap "Baik, akan saya hubungi Bapak Isman, harap tunggu sebentar ya bu." Rania mengedarkan pandangannya ke sekeliling gedung. Tempat dimana dia dan Benny bertemu untuk pertama kalinya. Dia merindukan saat-saat kebersamaan dengan Benny kala itu. Sekarang semua sudah berubah sejak kehadiran Sinta dalam hidup mereka. "Bu, Pak Isman sudah selesai meetingnya, anda disuruh menemui beliau di ruang meeting lantai 70." Recepcionist itu membuyarkan lamunan Rania. "Baik mba, terima kasih." Rania lalu menuju lift untuk naik ke lantai 70, tempat dimana dulu dia interview bersama Benny. Saat pintu lift terbuka ada Benny dan Sinta hendak masuk ke dalam lift. Mereka berdua terkejut melihat Rania ada disitu. "Ran, mau apa kamu disini?" tanya Benny dengan panik. "Kamu jangan cari masalah ya gendut!" hardik Sinta. "Maaf, aku juga punya urusan. Minggir!" Rania mendorong Sinta, hampir saja Sinta terjatuh apabila tidak ditahan Benny. "Ran, please kita selesaikan dirumah saja, jangan disini." Benny menarik tangan Rania untuk menghentikan langkahnya. "Ada apa ini?" Seorang pria tampan menghentikan keributan itu. "Maaf Pak Isman, sepertinya ibu ini tersesat, maklum pak, gedung kita terlalu besar." sahut Sinta sambil tersenyum mengejek. "Tersesat? Loh bukannya anda Rania Carmita Lestari?" sahut Isman dengan sedikit terkejut. "Benar pak saya Rania." jawab Rania tersenyum puas. "Mari silahkan masuk, kita bicara di dalam." sahut Isman sembari membuka kan pintu untuk Rania. "Apa bapak mengenal wanita itu?" tanya Benny penasaran. "Kamu akan tau nanti. Tunggu saja disini jangan kemana-mana." jawab Isman lalu menutup pintu ruang meeting itu. "Mau apa si gendut itu! Jangan-jangan dia mau bongkar hubungan kita!" Sinta mulai panik dan penasaran apa yang Rania lakukan didalam. Sedangkan Benny hanya terdiam sambil menatap ruangan itu. Sementara di dalam ruangan... "Kamu serius mau kerja disini?" Isman bertanya dengan penuh rasa penasaran. "Iya, saya sudah terlalu lama menganggur. Saya butuh pekerjaan." jawab Rania mantap "Oke, kalau begitu kamu mau ditempatkan dimana dan posisi apa?" tanya Isman lagi. "Departement marketing, asisten pribadi Benny Pratama." jawab Rania lagi. "Oke, mulai hari ini kamu bisa langsung bekerja." Isman berdiri dan menjabat tangan Rania. Rania tersenyum, "Kita mulai permainan ini Benny!" gumam Rania dalam hati. Saat Rania dan Isman keluar dari ruang meeting, masih ada Benny dan Sinta menunggu diluar. Mereka berdua menghampiri Rania dan Isman. "Pak Benny, anda kan sudah berkali-kali meminta asisten pribadi untuk membantu anda mengurus tugas-tugas saat sedang tidak dikantor. Nah, saya mau memperkenalkan karyawan baru, yang akan menjadi asisten pribadi pak Benny. Ini mbak Rania Carmita Lestari." dengan santainya Isman memperkenalkan Rania kepada Benny. "Asisten pak? Bukankah saya sudah memilih Sinta menjadi asisten saya? Kenapa Bapak mendadak merekrut orang baru tanpa memberitahu saya?" Benny terbelalak tidak percaya mendengar kabar itu. "Kenapa tidak? Saya Direktur disini, saya bebas merekrut dan juga memecat karyawan saya. Kalau anda keberatan, silahkan ajukan surat pengunduran diri." bentak Isman sambil berlalu. Rania tersenyum dan mendekati Benny, "Jadi, apa yang bisa saya bantu pak?" "Dasar gendut! Bisa-bisanya kamu merebut posisi yang harusnya jadi milikku!" Sinta mendorong Rania dengan kasar, tapi dorongan itu tidak berpengaruh bagi Rania karena bobot Sinta hanya setengah dari bobot Rania. "Apa bedanya denganmu jalang? Kamu bahkan merebut suamiku. Akan kubuat kalian berdua menyesal karena sudah mengkhianatiku!" Rania berlalu masuk ke dalam lift. "Ini tidak bisa dibiarkan, ada hubungan apa antara Rania dan Pak Isman? Bagaimana bisa Rania direkrut langsung oleh Pak Isman dan menjadi karyawan disini, sedangkan dulu saat tes, dia gagal?" Sinta, mulai berpikir keras. Benny menyetujui apa yang Sinta katakan. Tidak masuk akal, tiba-tiba Rania diterima bekerja, setelah hubungannya dengan Sinta terbongkar. "Sudah kita kembali keruangan kita dulu, baru kita bicarakan lagi." sahut Benny masih sedikit terkejut dengan kejadian tadi. Saat mereka berdua memasuki ruangan, sudah ada Rania berdiri memperkenalkan diri ditengah ruangan. "Maaf pak Benny saya memperkenalkan diri sebelum bapak datang." Rania menyunggingkan senyum. "Oke sudah cukup perkenalannya, silahkan kembali bekerja." Benny tidak menggubris Rania. Sinta menghampiri Rania dan menyilangkan tangan ke dadanya dengan angkuh. "Karena kamu masuk sini tanpa pemberitahuan, maka tidak ada meja kosong untuk kamu bekerja. Lebih baik duduk saja di pantri, tempat itu lebih cocok untukmu! Orang gendut sepertimu hanya merusak pemandangan departemen ini." Rania hanya tersenyum mendengar ucapan Sinta, "Benarkah tidak ada meja kosong?" Sahut Rania. Tak lama kemudian datang beberapa orang membawa meja, kursi dan laptop untuk Rania. Kemudian meletakkannya tepat didepan ruangan Benny. Sinta terbelalak melihat itu. Rania tersenyum menang. "Lihat, sekarang sudah ada mejanya. Tapi sepertinya disini terlalu banyak karyawan yang tidak berguna. Mungkin nanti akan ada 2 meja kosong ditinggal pemiliknya." ucapan Rania membuat Sinta tak bisa berkata-kata. Dengan tenang Rania berjalan menuju mejanya dan menyalakan laptopnya. Sedangkan Sinta masih terpaku mendengar ucapan Rania tadi. Rania berdiri dan masuk keruangan Benny, "Apa yang bisa saya bantu pak?" "Tidak ada, silahkan keluar! Tolong panggilkan Sinta kemari!" bentak Benny. "Baik pak akan saya panggilkan," Rania melangkah menuju pintu, namun kemudian berbalik untuk mengatakan sesuatu. "Ah pak, saya cuma mau mengingatkan, sekarang saya asisten bapak. Semua yang berhubungan dengan Bapak, sudah jadi tanggung jawab saya. Jika Bapak menyuruh staff biasa untuk menanganinya, maka sama saja seperti bapak membocorkan rahasia yang mana staff biasa tidak boleh mengetahuinya. Bukankah itu pelanggaran di Rancal." Rania tersenyum lalu membungkukkan badan dan keluar dari ruangan itu. "Kamu!" Benny menggeram, dia tidak menyangka Rania akan seberani itu."Ibu Sinta, suami anda memanggil. Mungkin ingin minta dipeluk karena cuaca saat ini sedang dingin." Rania memanggil Sinta dengan suara yang cukup nyaring membuat staff lain menoleh kearah mereka. "Apa maksudmu gendut! Jangan bicara sembarangan!" Sinta terlihat canggung karena dilihat oleh staff lain. Kemudian berdiri masuk keruangan Benny. Rania menyunggingkan senyum dan kembali ke mejanya. "Hai, salam kenal aku Manda." Seseorang menghampiri Rania. "Jadi sekarang kamu adalah asisten pak Benny, syukurlah bukan Sinta yang menduduki posisi ini. Karena jika dia yang ada diposisi ini, maka kami akan mengalami kesulitan." lanjut Manda lagi. "Salam kenal Manda, tenang tidak akan kubiarkan Sinta menguasai departemen ini." sahut Rania. "Ini dokumen yang harus ditandatangani pak Benny", Manda menyerahkan dokumen itu kepada Rania. Tepat saat Sinta keluar dari ruangan Benny. "Apa itu Manda? Dokumen untuk pak Benny?" Sinta melotot ke arah Manda. "Iya bu", sahut Manda sambil menunduk.
Pagi hari di Rancal Grup Cemerlang. Rania terlambat datang ke kantor. Dia terburu-buru menaiki lift menuju ruangannya dilantai 50. Saat tiba diruangannya, jam sudah menunjukkan pukul 09.00 pagi, namun tidak ada satu orang pun diruangannya. "Pada kemana orang-orang ini?" Rania menuju meja kerjanya. Di atas laptopnya ada note bertuliskan "Meeting." Rania langsung berlari menuju ruang meeting. Rania mengetuk pintu ruang meeting dan membukanya. Jeglek,, suara pintu itu terbuka. Semua mata memandang ke arah Rania. Membuat Rania menjadi kikuk karena malu. "Nyonya Rania, bisa-bisanya anda baru datang jam segini! Anda karyawan baru, tapi sudah berani datang terlambat. Anda pikir ini perusahaan milik anda!" Sinta berteriak memarahi Rania di depan semua orang. "Maaf bu Sinta, saya terjebak macet dijalan." jawab Rania. "Semua orang disini terjebak macet tapi hanya anda yang terlambat! Itu menunjukkan anda tidak memiliki etos kerja yang baik." sahut Sinta lagi. "Sudah cukup, mari kita lanj
Seorang wanita anggun namun terlihat angkuh memasuki ruangan departemen marketing. Dia mengedarkan pandangannya ke semua arah. Dan pandangannya berhenti saat melihat Rania yang duduk didepan ruangan Benny. Dia berjalan menghampiri Rania. "Kamu karyawan baru itu? Sungguh tidak kusangka, ternyata orangnya seperti gajah bengkak. Aku dengar, kamu direkrut langsung oleh Isman. Apa hubungan kamu dengan Isman sampai dia turun tangan langsung untuk merekrut kamu!" "Maaf sebelumnya anda siapa ya?" tanya Rania pada wanita itu. "Tidak usah banyak tanya! Tugasmu adalah menjawab pertanyaanku gendut!" sahut wanita itu. "Anggap saja Isman adalah kenalan lama yang ingin membantu wanita yang akan bercerai dengan suaminya", jawab Rania tenang. "Cerai? Kamu sudah menikah? Ini pelanggaran, karena semua karyawan baru harusnya berstatus lajang." wanita itu menatap tajam Rania. "Tenang, sebentar lagi aku juga akan jadi lajang." jawab Rania sambil tersenyum. "Awas saja kalau kamu macam-macam deng
Rania kesal, jika dia sedikit lebih kurus maka akan sangat mudah baginya mengejar dan melumpuhkan pria bertopeng itu. Walaupun Rania terlihat sebagai wanita gendut yang lemah, aslinya dia adalah seorang taekwondoin yang sudah memegang sabuk hitam tingkat Pal Dan. Setingkat lagi dia akan mencapai Gu Dan, level tertinggi dalam taekwondo. Tapi karena sudah lama tidak berlatih semenjak berkenalan dengan Benny, ditambah badannya yang semakin besar maka dia kesulitan mengejar pria bertopeng itu. "Aku tidak boleh tinggal diam. Sepertinya musuh-musuhku sudah mulai bermunculan sejak adanya berita rapat pemegang saham." Rania mengambil telepon didalam tasnya. "Pah, aku hampir dalam bahaya." Rania mengadukan kejadian tadi pada ayahnya. "Papa tau, anak buah papa yang selalu menjagamu 24 jam sudah melaporkannya pada papa", sahut ayah Rania. "Anak buah? Siapa anak buah papa yang menjaga Rania 24 jam? Papa tidak pernah bilang soal ini." Rania terkejut mendengar pernyataan ayahnya. "Kamu tid
Namun saat Rania berhenti ada seseorang yang menjatuhkan tanaman hias tepat diatas kepala Rania. "Awas Rania!" Dengan sigap Benny menarik tangan Rania sehingga Rania jatuh dalam pelukan Benny."Tangkap orang itu!" Teriak Benny kepada penjaga keamanan.Sementara Rania masih berada dalam pelukan Benny. Perasaannya campur aduk saat ini. "Kamu nggak kenapa-kenapa kan Ran," Benny melepaskan pelukannya, memegang bahu Rania dan menatapnya dengan lekat."Ah iya, aku nggak apa-apa." Rania masih sedikit shock dengan kejadian barusan."Aku antar pulang ya, aku nggak mau kamu kenapa-kenapa dijalan." ucap Benny sambil menarik tangan Rania."Sudah nggak usah repot-repot, aku bisa pulang sendiri." Rania mencoba melepaskan genggaman tangan Benny."Ran, jangan salah paham. Aku hanya mau menjaga anak buahku, besok kita ada rapat penting. Aku harus memastikan kamu sehat dan selamat sampai rapat itu selesai." Rania tidak bisa membantah kata-kata Benny. Benny masih memegang tangan Rania hingga parkiran.
Rania tersipu malu saat melihat Benny nampak terkejut dengan penampilannya. "Kamu cantik sekali hari ini, secantik saat hari pernikahan kita." ucap Benny masih menatap Rania dengan lekat. Rania memang bertubuh besar, tapi dia memiliki paras wajah yang cantik, kulit putih bersih wajah campuran sunda dan arab, dengan tinggi 179 cm. Untuk ukuran wanita, Rania cukup tinggi. "Ayo kita berangkat Ben, nanti keburu macet." sahut Rania membuyarkan lamunan Benny. "Ah, iya ayo." Benny tersentak kemudian menuju mobilnya lalu membukakan pintu untuk Rania. "Nanti jangan gugup ya, aku akan menemanimu apapun yang terjadi. Kamu akan aman disampingku." ucap Benny memandang lurus ke jalan tanpa menatap Rania. Rania hanya diam mendengar ucapan Benny. * * * Di lobby kantor sudah ramai para staff bersiap untuk menyambut para pemegang saham. Rania dan Benny langsung menuju ruangan mereka untuk menyiapkan dokumen yang akan dipresentasikan. Saat Rania dan Benny masuk ke dalam ruangan, nampa
Benny melangkah maju dan berdiri dengan mantap didepan para pemegang saham, siap untuk mempresentasikan kinerja mereka. Dan Rania dengan sigap membuka slide demi slide presentasi yang dibawakan oleh Benny. Semua terlihat baik dan lancar. Tak lama, Sinta mengendap-endap masuk ruang meeting berniat untuk melihat kegagalan Rania dan Benny, namun tidak berhasil. "Hah, bagaimana bisa mereka tetap melakukan presentasi. Sedangkan data-datanya tadi sudah kuhapus. Dan Flash Disknya juga sudah kuambil." Gumam Sinta dalam hati. Karena sudah terdesak dengan keadaan, dia berpikir keras bagaimana mengahcurkan Rania dan Benny didepan para pemegang saham. Maka dia mengambil resiko paling besar yaitu dipecat dari perusahaan ini. "Baiklah, kalau itu mau kalian. Nggak masalah aku hancur, asalkan kalian juga hancur." Gumam Sinta lagi. Sinta beranjak mendatangi Benny di podium. Benny menatap tajam Sinta yang berjalan ke arahnya. Sinta kemudian mengambil mic dan berkata dengan lantang. "Saya ingin ber
Pagi ini Rania melangkah dengan mantap menuju departemen marketing. Semua staff terkejut dan berdiri menyambut kedatangan Rania. "Selamat pagi Ran, apa kabar?" Ucap Manda tak sadar kalau Rania sekarang adalah CEO mereka. "Hush beraninya kamu menyapa dengan nama saja" , staff lain memperingatkan Manda. "Ah iya, saya mohon maaf bu Rania." ucap Manda sambil menundukkan kepalanya. "Baik Manda, dan yang lain ku harap kalian akan bersikap biasa saja, tidak usah terlalu berlebihan. Biar kita bisa menjadi tim yang hebat." Sinta tak bisa menutupi ketakutannya. Dia bersembunyi dibalik komputernya. Dia tidak berani bertemu dengan Rania. Namun Rania justru menghampiri meja Sinta. "Sepertinya kejadian kemaren sudah cukup membuat saya mengambil keputusan untuk tidak mempekerjakan anda lagi di perusahaan ini. Saya minta saat ini juga anda segera meninggalkan ruangan ini." Rania berkata sambil menyilangkan kedua tangannya di dada. "Saya minta maaf bu sudah berlaku tidak sopan kepada ibu