Mendengar teriakan Ping Guang yang sangat keras. Fa Duyi dan Tao Shunyuan langsung mendekati Ping Jianguo. Mereka memegang tangan paman gurunya dengan erat.“Paman guru, kau baik-baik saja?” tanya Tao Shunyuan.“Kenapa tubuhku seperti baik-baik saja,” dia keheranan. “Aku ingat betul lukaku sangat parah. Aku merasa seperti akan mati, tapi kenapa aku merasa baik-baik saja?” Ping Jianguo bangun dari duduknya dan bahkan mulai berdiri.Tao Shunyuan, Fa Duyi dan kedua anak Ping Jianguo terkejut. Dalam tempo yang sangat cepat, Ping Jianguo telah kembali seperti sediakala. Sementara Lao Sying masih tersudut diam. Tatapanya masih kosong, bedanya kali ini air mata menetes deras di matanya.“Adik kesepuluh, lihat! Obatmu benar-benar ajaib. Paman guru telah siuman,” ucap Tai Shunyuan sembari tersenyum. Lanjutnya: “Jangan salahkan dirimu sendiri. Meskipun aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi jangan salahkan dirimu sendiri.”Lao Sying mengeluarkan senyum terpaksa mendengar nasihat kakak s
Sekte Gunung Es yang merasa gagal menaklukan para pesilat Negeri Song memilih pulang ke tempat mereka.Sementara itu, karena menganggap tugas mereka di Xingyuan telah selesai, Fa Duyi, Tao Shunyuan, Lao Sying dan Qi Peizhi meninggalkan Xingyuan sebelas hari yang lalu. Saat ini mereka telah sampai di Perguruan Wuling.Berdiri di tepi jurang, Kong Kuanyin memainkan serulingnya. Suara merdunya menyebar dengan indah. Sayang dalam kemerduan itu terdapat rasa sakit dan kepedihan. Dia tidak dapat melupakan anak laki-laki semata wayangnya yang telah tiada. Sejak saat itu, kapanpun dia meniup serilungnya, nada pilu akan terasa.Kepedihan itu semakin bertambah setelah mendengar cerita tentang Chui Kang dari murid-muridnya. Nada seruling itu bertambah menyayat, mencabik siapapun yang mendengarnya.Kong Kuanyin terkenal sebagai pribadi yang tabah. Tak seorang pun, bahkan mendiang istrinya pernah melihatnya menitikkan air mata. Tapi bagi yang mengenalnya dengan baik, Kong Kuanyin selalu menangis.
Qi Peizhi pun tak kalah cemas. “Benar, Guru. Kita harus menyelamatkannya.”Kong Kuanyin terdiam untuk sesaat. “Aku rasa tidak perlu.”“Kenapa?!” semua orang terkejut mendengar ucapan Kong Kuanyin.“Kenapa Kakek tidak mau menyelamatkannya?” tanya Lei Liwei masih menangis.“Kenapa, Guru?” Qi Peizhi dan Lao Sying tak menyangka.“Aku ingin,” ujarnya dengan mendesah. “Tapi Kang-er tidak menghendakinya. Kalian tahu sendiri dia sedang menunggu seseorang di sana. Jika aku menolongnya, bukankah aku tidak menghormati keinginannya?”“Tapi, Guru...” ucap Lao Sying.“Sudahlah,” potong Kong Kuanyin. “Serahkan semuanya pada takdir. Lebih baik kalian berdoa memohon keselamatan untuknya.”Mereka bertiga tertunduk lesu. Meski tidak sepenuhnya sepakat dengan gurunya, mereka tidak bisa berbuat apa-apa.“Kakek, mana Kakak Kang?!” tanya Kong Xiang yang menghampiri kakeknya dengan Kong Lanyin.Kong Kuanyin langsung membopong Xiang-er dan membawanya naik ke atas lagi.“Kakek! Di mana Kakak Kang? Di mana?” ta
“Bagaimana keadaan anak itu, Tabib?” tanya Chao Aiguo.“Dia sudah tak sadarkan diri lebih dari lima hari. Tubuhnya pun sangat panas. Aku tak bisa menjanjikan apa-apa, Tuan Besar.”“Tabib, kau harus menyelamatkannya,” Nyonya Chao memohon.Beberapa tahun yang lalu, dia telah kehilangan anak semata wayangnya. Karena itu, ketika matanya bertemu Chiu Kang, dia ingin mengambil anak itu menjadi anaknya sendiri.“Maaf, Nyonya. Penyakit anak ini di luar kemampuanku.”“Bagaimana bisa?!” Chao Aiguo heran. “Kau boleh pergi.”Nyonya Chao menangis di samping tubuh lemah Chiu Kang. Wanita berumur lima puluh satu tahun itu telah lama tidak menemukan kebahagiaan. Tuan Besar Chao duduk menemani istrinya. Dia mengelus-elus punggung istrinya untuk menenangkannya.“Suamiku, kenapa kau tak mencari tabib hebat? Kau bisa membayar mereka berapapun.”“Istriku, Tabib Jun adalah tabib terbaik di Ningbo. Jika dia saja mengatakan demikian, bagaimana dengan tabib lain? Kita harus pasrahkan nasib anak ini kepada tak
Hong Hui, anak pertama Chao Luli dan Hong Guiren murka saat mendengar Chiu Kang memanggil Tuan Besar Chao dengan sebutan ayah.“Ayah Chao? Kau pikir pamanku itu ayahmu? Kau jangan pernah bermimpi.”“Apa salahnya aku menganggapnya Ayah, toh dia juga menganggapku sebagai anaknya,” ucap Chiu Kang. Sorot matanya tak mengenal takut sedikit pun.“Sepertinya kau memang tak takut mati,” ujar Chao Luli. “Baik, maka akan kubunuh orang yang kau panggil ayah dan ibu itu. Aku tak main-main.”Chiu Kang diam karena terkejut. Dia heran dengan keluarga ini, kenapa mereka tega mengatakan hal-hal seperti itu.“Bukankah Ayah Chao adalah kakaknya sendiri yang tanpa pamrih memberi mereka tempat tinggal? Apakah ini yang disebut keserakahan? Seperti tindakan pamannya, Pangeran Zhao You yang tega membunuh adiknya sendiri demi takhta. Akhirnya aku menemukan contoh lain di dunia,” pikirnya dalam hati.“Baik, besok aku akan meninggalkan rumah ini. Tapi kalian harus berjanji tidak akan mencelakai mereka.”“Pasti,
“Aku dengar, Tetua Heng dan Tetua Quan adalah teman baik guruku. Beliau pernah berkata kepadaku, jika suatu saat bertemu para tetua, aku harus memanggilnya paman,” ujar Li Guzhou masih berlutut.Sekali injak, Quan Shirong meloncat ringan ke arah Li Guzhou, tiada kesan berat dalam loncatannya. Itu merupakan bukti kesempurnaan ilmu meringankan tubuhnya.“Berdirilah, Jenderal Besar,” katanya setelah berada di depannya.“Aku akan berdiri, asalkan Paman berdua rela berkunjung ke rumahku,” ucapnya.Heng Tingfeng berdiri dari duduknya. Dia berjalan keluar gazebo sembari membawa kecapinya. “Kau memang murid Li Buchou. Selalu memaksakan kehendak. Bagaimana kabarnya sekarang? Di mana si tua gila itu?”“Aku tak tahu, Paman. Terakhir kami bertemu, guru mengatakan ingin berkeliling dunia.”“Hahaha, dia masih seperti itu. Baiklah, untuk menghormati gurumu dan jasa-jasamu pada rakyat, aku akan berkunjung ke rumahmu,” kata Heng Tingfeng.“Terima kasih, Paman,” senyum Li Guzhou mengembang dengan baik.
Kakek itu tersenyum lepas. Sehelai alisnya yang panjang jatuh ke tanah. “Seperti sehelai alisku yang jatuh di sini, tubuhku pun tak sengaja duduk di sampingmu.”“Kakek, siapa kau?”“Anak muda, aku lihat kau punya takdir yang besar dan jiwa yang bersih. Kenapa kau harus menghindari takdirmu?” kakek itu tidak menjawab pertanyaan Chiu Kang, malah balik bertanya.Chiu Kang beranjak maju dan duduk menghadap kakek itu. “Maksud, Kakek?”“Kau pasrah tanpa berjuang, anak muda,” ujar kakek itu tersenyum. Dia mengenakan baju putih panjang dengan beberapa lubang di sekitarnya.“Aku sudah berusaha.”“Kau sendiri atau orang lain yang mengusahakannya untukmu?”Pertanyaan itu membuat Chiu Kang terdiam. Dia tersadar bahwa selama ini yang memikirkan dan berjuang untuk masalahnya adalah orang-orang terdekatnya, bukan dirinya sendiri.“Tapi, Kakek. Aku tak tahu caranya, dan orang-orang hebat yang pernah kutemui pun berkata bahwa aku harus menunggu sampai usiaku tujuh belas tahun. Tapi, bagaimana mungkin
Chiu Kang tersenyum, meski belum memahami penjelasan gurunya, dia berpura-pura menganggukkan kepalanya.“Kau pasti belum sepenuhnya paham?” tebak gurunya.Chiu Kang tertawa kecil. “Iya, Guru, tapi biarlah. Suatu saat nanti aku akan paham maksud Guru.”Feng Huizhong tersenyum dan mengelus kepala Chiu Kang. Anak ini sering membuatnya tertawa. Selama ini, Feng Huizhong hidup mengasingkan diri. Dia berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya.Mengasingkan diri bagi Feng Huizhong bukan tidak berhubungan dengan manusia sama sekali, melainkan berkelana tanpa ikatan dan nama. Lagipula, saat ini, mungkin hanya tinggal sedikit orang yang mengetahui wajahnya. Murid-muridnya pun sudah meninggalkannya lebih dulu, apalagi teman-temannya.“Tenaga dalammu semakin meningkat, Kang-er. Agar tidak bertabrakan dengan tenaga dalam peninggalan ayahmu, kau harus menguasai ilmu Serapan Hawa Semesta,” Feng Huizhong berpindah topik pembicaraan. “Tapi sebelum kau mempelajari ilmu tersebut, kau harus berteman de