Hong Hui, anak pertama Chao Luli dan Hong Guiren murka saat mendengar Chiu Kang memanggil Tuan Besar Chao dengan sebutan ayah.“Ayah Chao? Kau pikir pamanku itu ayahmu? Kau jangan pernah bermimpi.”“Apa salahnya aku menganggapnya Ayah, toh dia juga menganggapku sebagai anaknya,” ucap Chiu Kang. Sorot matanya tak mengenal takut sedikit pun.“Sepertinya kau memang tak takut mati,” ujar Chao Luli. “Baik, maka akan kubunuh orang yang kau panggil ayah dan ibu itu. Aku tak main-main.”Chiu Kang diam karena terkejut. Dia heran dengan keluarga ini, kenapa mereka tega mengatakan hal-hal seperti itu.“Bukankah Ayah Chao adalah kakaknya sendiri yang tanpa pamrih memberi mereka tempat tinggal? Apakah ini yang disebut keserakahan? Seperti tindakan pamannya, Pangeran Zhao You yang tega membunuh adiknya sendiri demi takhta. Akhirnya aku menemukan contoh lain di dunia,” pikirnya dalam hati.“Baik, besok aku akan meninggalkan rumah ini. Tapi kalian harus berjanji tidak akan mencelakai mereka.”“Pasti,
“Aku dengar, Tetua Heng dan Tetua Quan adalah teman baik guruku. Beliau pernah berkata kepadaku, jika suatu saat bertemu para tetua, aku harus memanggilnya paman,” ujar Li Guzhou masih berlutut.Sekali injak, Quan Shirong meloncat ringan ke arah Li Guzhou, tiada kesan berat dalam loncatannya. Itu merupakan bukti kesempurnaan ilmu meringankan tubuhnya.“Berdirilah, Jenderal Besar,” katanya setelah berada di depannya.“Aku akan berdiri, asalkan Paman berdua rela berkunjung ke rumahku,” ucapnya.Heng Tingfeng berdiri dari duduknya. Dia berjalan keluar gazebo sembari membawa kecapinya. “Kau memang murid Li Buchou. Selalu memaksakan kehendak. Bagaimana kabarnya sekarang? Di mana si tua gila itu?”“Aku tak tahu, Paman. Terakhir kami bertemu, guru mengatakan ingin berkeliling dunia.”“Hahaha, dia masih seperti itu. Baiklah, untuk menghormati gurumu dan jasa-jasamu pada rakyat, aku akan berkunjung ke rumahmu,” kata Heng Tingfeng.“Terima kasih, Paman,” senyum Li Guzhou mengembang dengan baik.
Kakek itu tersenyum lepas. Sehelai alisnya yang panjang jatuh ke tanah. “Seperti sehelai alisku yang jatuh di sini, tubuhku pun tak sengaja duduk di sampingmu.”“Kakek, siapa kau?”“Anak muda, aku lihat kau punya takdir yang besar dan jiwa yang bersih. Kenapa kau harus menghindari takdirmu?” kakek itu tidak menjawab pertanyaan Chiu Kang, malah balik bertanya.Chiu Kang beranjak maju dan duduk menghadap kakek itu. “Maksud, Kakek?”“Kau pasrah tanpa berjuang, anak muda,” ujar kakek itu tersenyum. Dia mengenakan baju putih panjang dengan beberapa lubang di sekitarnya.“Aku sudah berusaha.”“Kau sendiri atau orang lain yang mengusahakannya untukmu?”Pertanyaan itu membuat Chiu Kang terdiam. Dia tersadar bahwa selama ini yang memikirkan dan berjuang untuk masalahnya adalah orang-orang terdekatnya, bukan dirinya sendiri.“Tapi, Kakek. Aku tak tahu caranya, dan orang-orang hebat yang pernah kutemui pun berkata bahwa aku harus menunggu sampai usiaku tujuh belas tahun. Tapi, bagaimana mungkin
Chiu Kang tersenyum, meski belum memahami penjelasan gurunya, dia berpura-pura menganggukkan kepalanya.“Kau pasti belum sepenuhnya paham?” tebak gurunya.Chiu Kang tertawa kecil. “Iya, Guru, tapi biarlah. Suatu saat nanti aku akan paham maksud Guru.”Feng Huizhong tersenyum dan mengelus kepala Chiu Kang. Anak ini sering membuatnya tertawa. Selama ini, Feng Huizhong hidup mengasingkan diri. Dia berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya.Mengasingkan diri bagi Feng Huizhong bukan tidak berhubungan dengan manusia sama sekali, melainkan berkelana tanpa ikatan dan nama. Lagipula, saat ini, mungkin hanya tinggal sedikit orang yang mengetahui wajahnya. Murid-muridnya pun sudah meninggalkannya lebih dulu, apalagi teman-temannya.“Tenaga dalammu semakin meningkat, Kang-er. Agar tidak bertabrakan dengan tenaga dalam peninggalan ayahmu, kau harus menguasai ilmu Serapan Hawa Semesta,” Feng Huizhong berpindah topik pembicaraan. “Tapi sebelum kau mempelajari ilmu tersebut, kau harus berteman de
Dua belas tahun telah berlalu dengan cepat. Kota Gui pun telah berkembang lebih ramai. Selama dua belas tahun terakhir ini, keadaan Negeri Song aman terkendali.Hanya saja beberapa waktu terakhir ini terjadi pemberontakan di Chengdu. Pemberontakan itu dipimpin oleh seorang jenderal yang kabarnya membelot pada Kerajaan Xi Xia. Tapi kabar hanyalah kabar, masih tidak ada kejelasan tentang itu.Kota Gui yang biasanya tenang, seketika ramai setelah mendengar Jenderal Yang Un ditugaskan untuk membawa sepuluh ribu tentara untuk menumpas pemberontakan Chengdu. Dia bersama dua adik dan putra satu-satunya akan berangkat besok pagi.Putra Jenderal Yang Un bernama Yang Mingyu. Dia adalah murid kedelapan He Jinhai, Ketua Perguruan Mufu. Usianya saat ini adalah tiga puluh delapan tahun. Dia baru pulang ke Gui dua tahun yang lalu. Selama ini dia tinggal di Gunung Mufu sejak kecil.Mendengar seluruh laki-laki dari Keluarga Yang akan pergi berperang, masyarakat setempat banyak yang mengunjungi mereka.
“Sepertinya kita harus mencari ikan lagi Guru,” ucap Chiu Kang setelah melihat dua ikan panggangnya tergeletak di tanah.Setelah bertahun-tahun di bawah bimbingan Feng Huizhong, Chiu Kang menjadi pemuda yang tampan.Dia mempunyai wajah setengah lonjong dan agak bundar. Kulitnya putih bersih. Rambutnya panjang menghitam. Hidungnya mengurai seperti air terjun. Tubuhnya tegap berisi, dan bibirnya merah tak pekat. Bahkan jika dibandingkan dengan ayahnya, Pangeran Zhao Kong, Chiu Kang masih jauh lebih tampan.“Tidak perlu,” Feng Huizhong mengambil ikan itu dan membersihkannya dengan pakaiannya. “Masih enak,” katanya setelah menggigit ikan tersebut.Chiu Kang tersenyum dan mengikuti tindakan gurunya. “Benar, Guru. Masih enak,” ucapnya ceria.Mereka kembali duduk di tempat semula, tapi tanpa unggunan api, hanya kepulan arang dengan asapnya.“Kemarin kau telah selesai mempelajari semua ilmuku, Kang-er,”ucap Feng Huizhong. “Mungkin malam ini adalah malam terakhir kita di sini. Aku akan pergi b
Hari ini, langit tampak lebih cerah tak seperti biasanya. Tiup angin seperti tahu keringat yang keluar dari tubuh Chiu Kang. Dia terus bertiup memberi kesejukan pada lelahnya.Chiu Kang terus berjalan ke arah berlawanan dengan perjalanannya dulu. Dia berencana mengunjungi ayah dan ibu angkatnya di Ningbo sebelum pergi berpetualang lebih jauh.Perjalanan dari Bukit Bambu ke Ningbo terbilang cukup jauh, lebih dari empat setengah hari jalan kaki.Karena langit telah gelap, Chiu Kang memutuskan untuk menginap di rumah penduduk di desa kecil Yining, sebuah desa di perbatasan Ningbo. Dia merasa ada sesuatu yang aneh di Yining. Dia melihat banyak rumah kosong ditinggal penghuninya.“Kakek, kenapa desa ini begitu sepi?” tanya Chiu Kang.“Anak muda, beberapa bulan terakhir ini para bandit sering mengganggu desa kami. Kebanyakan warga desa yang punya saudara di luar desa memilih mengungsi, sementara kami yang tidak punya siapa-siapa terpaksa harus menetap di sini,” ujar kakek berumur tujuh pulu
Chiu Kang memandang orang yang memerintahkan penangkapannya dengan binar. Seakan ada sesuatu yang akrab terjalin dalam hatinya.Orang tua itu pun sebenarnya terkejut. Dia seperti pernah melihat tatapan lugu itu, tapi kapan dan di mana? Untuk sesaat dia memikirkannya, tapi demi keamanan bersama, dia harus menangkap Chiu Kang.Para pengawal bergegas menangkap kedua tangan Chiu Kang dan berusaha mengikatnya. Lalu dengan bibir bergetar Chiu Kang berkata: “Ayah? Apa kau telah melupakanku?”Mendengar kata-kata itu, dia merasa tergerak. Dia seperti mengenal orang ini, tapi siapa dia? Gadis itu pun tidak kalah terkejut dengan ayahnya. Dia pandang Chiu Kang dari rambut sampai kakinya.“Tunggu!” perintahnya. “Kenapa kau memanggilku ayah? Aku tak pernah punya anak sepertimu?” tanyanya.“Aku Kang-er, Ayah. Apa kau masih mengingatku?”Sorot mata orang tua itu menajam, mulutnya terbuka cukup lama karena terkejut. Dia diam tertegun sementara waktu saat mendengar nama “Kang-er”.Dengan tubuh sedikit b
Di bawah pohon rindang, Chiu Kang duduk bermain-main dengan seruling pemberian Liu Changpu, putri Ketua Perguruan Zhongshan, Liu Kang Wei.Dia meniupnya penuh semangat tanpa irama. Bisa dibilang, ini pertama kalinya dia membunyikan seruling. Walau demikian, dia tidak kehilangan gairahnya dan terus memainkannya dengan buruk.Tak terasa, malam terus bergerak, suara derik jangkrik dan belalang mendampingi suara seruling Chiu Kang.Siapa pun yang mendengarnya, akan merasa sangat terganggu. Tidak ada irama dan nada yang sesuai dari tiupan seruling itu. Hanya kesumbangan yang mengganggu telinga.Lalu tiba-tiba terdengar suara derap langkah kaki menghampirinya dengan terburu-buru. Jika didengar dari suara langkah kakinya, ada lebih dari dua orang yang menuju ke arahnya.“Hormat kepada Ketua Kang.”Rupanya Kam Nam Su dan dua saudaranya yang datang menghadap Chiu Kang, mereka membawa Hu Hongyin pula.Awalnya, Hu Hongyin hampir saja berlutut memberi hormat, tapi dia urungkan niatnya karena ada
Untuk sesaat Duan Fang You menghela nafas panjang. Tulang-tulang di tangannya terasa panas dan nyeri. Dari pertarungan ini dia tahu, kemampuannya masih jauh di bawah Da Bolin.Karena itu dalam hatinya dia memilih berhenti melanjutkan pertarungan. Beruntung Mu Long Bui maju sebagai penengah.Duan Fang You langsung membalikkan badannya menjauhi mereka semua.“Aku pergi,” katanya dingin sembari melangkah pergi meninggalkan kediaman Keluarga Jin.“Ingat, pertarungan kita belum berakhir!” Da Bolin masih memendam kemarahan besar di hatinya.“Adik seperguruan, kau harus ingat tugas kita terlebih dahulu. Kau tahu apa yang akan Pangeran Zhao You lakukan jika mengetahui hal ini?”Mu Long Bui berusaha menenangkan adik seperguruannya.“Tuan Mu benar. Ketua Da seharusnya lebih tenang. Jangan terusik dengan kata-kata Duan Fang You. Dia memang bukan dari kalangan kita,” kata Chiu Sek.Da Bolin m
Memang, sepanjang karier kemiliterannya Jenderal Hu Qiqiang tidak pernah dicela dan dipandang remeh, karena ada titah Kaisar Song Renzong yang memerintahkan hal tersebut.Dia adalah satu-satunya keturunan Perdana Menteri Hu Lian Tang. Selama ini, dia sering merasa kecil hati jika menghadiri pertemuan bersama kaisar, pejabat dan jenderal-jenderal lainnya.Perdana Menteri Li Xiaobo mendekati Jenderal Hu Qiqiang.“Kau bukan anak seorang pengkhianat, kau putra seorang pahlawan sejati,” kata Perdana Menteri Liu Xiaobo sambil menepuk-nepuk pundak Jenderal Hu Qiqiang yang tanpa sadar telah menitikkan air mata.“Perdana Menteri Liu benar, pahlawan sejati tidak butuh tanda jasa, tapi sebuah hati yang besar. Kau beruntung telah mewarisinya dari ayahmu,” sambung Jenderal Besar Li Guzhou.Tangis di mata Jenderal Hu Qiqiang semakin deras.“Terima kasih telah menceritakannya, jika tidak aku akan terus menganggap Ayahku pengkhianat busuk.”“Anak orang besar tak boleh secengeng itu,” goda Jenderal We
Pagar sedang berdiri kokoh. Warnanya yang putih membuatnya tidak tampak seperti benteng. Bendera naga berkibar kencang di atasnya.Di depan pintu gerbang masuk rumah itu dijaga beberapa prajurit kerajaan. Mereka mengenakan pakaian besi ringan, tidak seperti pakaian besi untuk berperang.Seperti halnya rumah-rumah menteri lainnya, selalu ada keamanan ketat yang menjaganya, demikian pula dengan Menteri Keadilan Li Weiyuan.Walaupun jika dibandingkan dengan kediaman menteri lainnya, keamanan di rumah Li Weiyuan masih terbilang longgar.Beberapa saat yang lalu, seorang kurir tiba dari Taiyuan. Mereka membawa sebuah surat penting yang dikirimkan oleh Tai bersaudara dari Dali.Setelah menerima surat itu, muka Jenderal Besar Li Guzhou mendadak berubah cemas. Seketika dia mondar-mandir seperti seseorang yang telah kehilangan arah.Sepupunya, Menteri Keadilan Li Weiyuan tampak bingung melihat tingkah aneh Li Guzhou. Demikian pula dengan anaknya, Jend
Park Wan dan dua bawahannya tertegun, terutama Park Wan. Dia tidak percaya ilmu tertinggi Sekte Gunung Es tidak berarti apa-apa bagi Chiu Kang. Bahkan gabungan tenaga dalam mereka bertiga hilang begitu saja.Setelah berhasil mengendalikan tenaga dalamnya, Chiu Kang berjalan menghampiri Park Wan.“Kau baik-baik saja?” tanya Chiu Kang.“Ilmu silat Ketua Kang memang luar biasa. Aku mengaku kalah,” ujar Park Wan.Sementara Son Kam Jeu dan Son Hyeun In masih terlihat tidak terima, tapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa.“Aku masih harus banyak belajar,” ucap Chiu Kang sembari mengulurkan tangan membantu Park Wan berdiri.“Terima kasih,” kata Park Wan setelah berdiri.Chiu Kang tersenyum.“Aku akan menyelamatkan Son Ca Gang,” kata Chiu Kang tiba-tiba.Park Wan, Son Kam Jeu dan Son Hyeun In terkejut mendengar ucapan Chiu Kang. Tidak terkecuali dengan para bawahannya di Perkumpulan Pendekar Song.“Ketua Kang! Kau tidak bisa melakukannya,” ujar Xiao Bojing.“Benar, Ketua Kang,” ujar para ketua
Setelah cukup lama Chiu Kang berada dalam posisi ini, lalu dia mengubah telapak tangannya yang terbuka menjadi mengepal.Dia tarik sedikit mundur kedua telapak tangannya, lalu memukulkannya sekuat tenaga. Jurus yang dikeluarkannya saat ini adalah jurus Pukulan Tanah Hampa milik ayahnya.Wusshh...Park Wan terdorong ke atas sehingga dia harus bersalto beberapa kali untuk mengendalikan tenaga dalamnya. Sedangkan Son Hyeun In terdorong jatuh di atas tanah karena tidak mampu menahan serangan Chiu Kang.Lalu Chiu Kang mendaratkan kakinya di atas tanah dengan kedua tangan bergerak mengendalikan tenaga dalamnya.“Kau memang hebat, Ketua Kang,” ucap Park Wan yang sudah berdiri di atas tanah.Dia membantu Son Kam Jeu dan Son Hyeun In bangun.“Apa tuan-tuan masih ingin memaksamu?” tanya Chiu Kang.“Tidak ada cara lain untuk menyembuhkan Kakak Gang selain membawamu ke sana,” kata Park Wan.
Setelah mengeluarkan jurus Pedang Es Putih, Park Wan menangkis semua serangan pedang He Jinhai dengan tangan telanjang, tapi karena tangan tersebut dibalut tenaga dalam es yang luar biasa, membuatnya lebih keras dari baja.Lalu kemudian Park Wan mulai menyerang He Jinhai dengan lebih serius.He Jinhai seketika terkejut. Dia tidak siap menghadapi serangan yang sangat cepat dari segala arah bagian tubuhnya. Kali ini He Jinhai benar-benar terdesak. Ilmu Pedang Es Putih milik Park Wan berhasil mengungguli jurus Pedang Hujan Badai.Traang...Pedang He Jinhai jatuh terkena sabetan tangan Park Wan. He Jinhai terdesak beberapa langkah ke belakang untuk menghindari serangan Park Wan.Melihat gurunya berada dalam bahaya, Hong Chuntao masuk ke dalam pertempuran, tapi dia juga tak banyak membantu. Bahkan hanya beberapa jurus, dia sudah terkena pukulan hebat dan terpental jauh.Lalu secara bergantian masuk Yang Mingyu, Chan Juan dan terakhir Ho Fengge. Dengan keterlibatan mereka, pertempuran menja
“Pergi ke Song rasanya tidak mungkin. Di sana terlalu banyak orang-orang Pangeran Zhao You,” kata Tai Niu Xin.“Kita harus membawanya ke sebuah tempat di mana Pangeran Zhao You tidak punya banyak pengaruh,” Bu Liak mengajukan saran.“Adik Keempat benar, kita harus melakukannya,” sambung Bu Sengku, saudara kedua dari Empat Pendekar Wangi.Miao Yin Feng dan lainnya manggut-manggut.Lalu tiba-tiba Tai Kun Lun angkat bicara: “Ke Liao. Di sana Pangeran Zhao You tidak mempunyai kekuasaan.”“Masalahnya, di mana kita akan tinggal di sana?” tanya Jin Su Yu.“Ya, itu masalahnya,” Bu Peng membenarkan.“Kalian tak usah khawatir. Di Liao kita bisa minta bantuan Hu Chen Wu, saudara kandung Jenderal Hu Hongyin,” ucap Tai Kun Lun.“Apa dia bisa dipercaya?” tanya Bu Huang.Tai Kun Lun tersenyum.“Dia adalah seorang Jenderal Song,
Setelah cukup lama beradu tenaga dalam, tiba-tiba Park Wan menarik tenaga dalamnya dan mengarahkannya ke langit.Wushh...Bunyi nyaring tenaga dalam besar yang menguai menjadi air di udara.Karena terkejut dengan tindakan Park Wan, Guru Majin tidak sempat menarik serangannya secara penuh, sehingga ada tenaga dalam yang tersisa mengenai Park Wan.Bluugh...Park Wan terdorong beberapa langkah ke belakang. Di sudut bibirnya keluar sedikit darah.“Ketua!” seru Son Kam Jeu dan Son Hyeun In.Guru Majin bergegas mendekati Park Wan setelah mengendalikan tenaga dalamnya.“Bagaimana keadaanmu? Kenapa kau melakukannya?” tanya Guru Majin keheranan.Park Wan masih terdiam. Dia sedang mengatur tenaga dalamnya, dan berusaha menyembuhkan lukanya. Setelah beberapa saat memejamkan mata, Park Wan mulai membuka matanya.“Aku baik-baik saja,” ucapnya dengan tersenyum.Guru Majin menggelengkan kepalanya.“Jika kau mengeluarkan seluruh tenaga dalammu, aku pasti kalah,” kata Guru Majin.“Tetua berlebihan. Ak