Share

4. Pertengkaran

Penulis: Indy Shinta
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-21 16:41:19

Vena cepat-cepat mengambil alih Alyra yang kaget dan ketakutan mendengar teriakan Nathan yang menggelegar. Bocah itu menangis. Vena buru-buru menenangkannya sambil berjalan menuju sebuah Toyota Vellfire hitam yang telah menunggu mereka di lobi.

Sementara itu Nathan, dengan sorot matanya yang menyala-nyala, segera menuju ke arah Mia yang sedang saling berpegangan  tangan dengan Max. 

“Rupanya kamu masih di sini?” katanya sambil menarik tangan Mia. Dengan sekali sentak, Mia terlepas dari Max. 

“Kalian bersama semalam?” cecar Nathan pada Mia, lalu pria itu menoleh kepada Max. Bila tatapan Nathan bisa membunuh, mungkin Max sudah menggelepar di lantai sekarang.

Max mengenali sosok pria di depannya. Nathan adalah sepupu Mia, sudah seperti kakak kandung bagi Mia. Pria itu memang dikenalnya over protektif terhadap Mia sejak dulu. 

“Nathan? Apa kabar?” Max mengulurkan tangan, ingin bersalaman. Namun tangannya hanya menggantung di udara, tak menerima sambutan dari Nathan.

Max menarik kembali tangannya, tak terlihat tersinggung. Dia justru tersenyum dan berkata, “Itu tadi… istri dan anakmu, Nath?” tanyanya sambil menunjuk ke arah mobil yang dituju oleh Vena dan Alyra. Max lalu mengangguk-angguk ringan. “Anak yang lucu dan istri yang cantik, kau pasti berbahagia memiliki mereka.”

Jantung Mia tersentak keras. Dia belum memberitahu Max bahwa Nathan adalah suaminya. Ucapan Max tadi hanya didasarkan pada penglihatannya semata.

Namun, Nathan mengira Mia telah berbicara banyak kepada Max, ia pikir Max sedang sengaja menyindirnya.

“Jangan ikut campur, bung!” ketus Nathan sambil menarik Mia pergi dari tempat itu.

“Sakit, Mas!” Mia mengibaskan tangannya dari cekalan Nathan yang justru semakin erat. 

Melihat Mia kesakitan, Max cepat-cepat menegur Nathan. “Pelan-pelan, Nath. Kau tak lihat Mia betul-betul kesakitan? Mia bukan adik kecilmu lagi, tolong perlakukan dia dengan benar.”

Nathan memandang Max dengan tatapan kesal, kecemburuan menggelegak dalam dadanya. Bagaimana dia tidak merasa cemburu? Dia tahu sekali seperti apa hubungan antara Mia dan Max di masa lalu. 

“Kau benar. Mia memang bukan adik kecilku lagi… karena dia adalah istriku.”

Suara Nathan tidak terlalu keras, namun terdengar seperti geledek yang menyambar-nyambar telinga Max dengan kekagetan. Pria itu menoleh kepada Mia, bertanya "apakah itu benar" lewat tatapannya.

Anggukan pelan Mia pun terasa menusuk-nusuk jantungnya. 

“Bagaimana bisa kamu menikah dengan sepupumu sendiri, Mia?” Max menggeleng tak percaya. “Jadi kamu menghilang dari hidupku selama tujuh tahun ini karena menikah dengan… Nathan?” Wajahnya terlihat syok.

“Antara kau dan Mia sudah selesai, Tuan Max Julian.” Bersama dengan ucapannya, Nathan membawa Mia pergi dari hadapan Max yang terdiam dengan tangan terkepal erat.

“Ternyata diam-diam kamu sudah ada main sama Nathan sejak masih bersamaku. Hubungan kalian rupanya bukan sekadar saudara sepupu semata. Selama itulah kamu membodohiku, Mia!”

Perasaan Max menggelegak oleh sakitnya pengkhianatan Mia selama ini.

***

Nathan membawa Mia pulang ke rumah dan mereka ribut besar malam itu. Bagi Nathan, bekas ciuman Max di leher Mia adalah bukti yang nyata bahwa Mia memang masih menjalin hubungan asmara dengan mantan kekasihnya itu. 

“Apa kamu sengaja melakukannya untuk menyakitiku, Mia?” Nathan menggebrak meja rias hingga perlengkapan kosmetik Mia berjatuhan. "Apa saja yang sudah kalian lakukan selama ini?" Teriakannya yang keras menggelegar ke seluruh penjuru kamar mereka.

“Mas!" Mia balas berteriak. "Kamu menuduhku selingkuh?" Suaranya seraknya tercekat di tenggorokan. "Padahal jelas-jelas kamu yang selingkuh, bahkan kamu punya anak dengan perempuan itu!”

“Apa penjelasanmu tentang kissmark di leher kamu itu? Semua orang tahu sekali bekas apa merah-merah di lehermu itu, Mia!”

Mia merasa terpojok. Tapi dia tetap tak ingin mengatakan bahwa Max ingin memperkosanya. Bisa-bisa Nathan murka dan menjebloskan Max ke penjara. Padahal masalahnya dengan Max sudah selesai. Mia sudah memaafkannya.

Mia akhirnya mengangguk pelan. “Baiklah. Aku memang bersama Max semalam. Anggap saja kita impas: kamu selingkuh, aku juga selingkuh.” Mia terpaksa mengakui hal yang tidak dia lakukan. “Lalu, mari kita urus saja perceraian kita,” pungkasnya.

“Mia!” Nathan menghunuskan tatapan sedingin es kepadanya. Ada sorot sakit di matanya mendengar pengakuan Mia secara langsung, bahwa istrinya itu telah bermalam bersama mantan kekasihnya, ditambah… permintaan cerainya.

“Jangan…!” Tiba-tiba Rival menerobos masuk ke dalam kamar. “Kalian nggak boleh cerai. Punya orang tua yang bercerai itu nggak enak, teman-temanku banyak yang mengalaminya. Kalian nggak boleh bercerai…,” bocah lelaki enam tahun itu menangis sambil memeluk Mia.

Mia tercekat. Pertengkaran mereka ternyata didengar oleh buah hatinya. 

“Rival, anak kesayangan Papa….” Nathan berjongkok dan memeluk Rival, menenangkan tangisannya.

“Mama dan Papa nggak akan bercerai, Mama tadi cuma marah kok. Maafkan kami ya? Karena marahnya berlebihan dan mengagetkan Rival,” katanya dengan nada kebapakan.

Nathan memang sangat mencintai Rival, bahkan sejak masih berupa janin dalam kandungan. Anak itu juga sangat lengket dengan papanya. Dan mendengar penuturan lembut papanya, tangis Rival pun lekas mereda.

“Ayo, Mam… kita berbaikan di depan Rival.” Nathan memeluk Mia dan mengecup lembut keningnya, bahkan mencuri ciuman di bibirnya.

Melihat kedua orangtuanya kembali berbaikan dan mesra, senyum Rival pun mengembang lebar.

Melihat ketulusan Nathan terhadap Rival, Mia pun merasa luluh. Dia mencoba bersabar dan tetap tenang agar masalahnya jangan sampai mengguncang psikologis sang putra.

Hingga beberapa malam selanjutnya, Rival tak mau tidur di kamarnya sendiri. Dia ingin tidur di kamar orangtuanya, di tengah-tengah antara Mia dan Nathan.

Sambil memeluk Rival, tangan Nathan juga membelai-belai sayang tubuh Mia seperti yang biasa dilakukannya setiap malam. Suaminya itu seolah ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk menjalin kembali ikatan manis mereka. Sikap Nathan juga semakin hangat padanya sejak pertengkaran besar mereka, seolah dia ingin menebus kesalahannya. 

“Aku bisa memindahkan Rival ke kamarnya… kalau kamu mau, Mia.”

Mia tahu apa arti di balik kalimat suaminya itu. Ditambah dengan kilatan di mata Nathan yang terlihat sedang menginginkan dirinya.

“Biarin aja Rival di sini, dia ingin tidur sama kita. Jangan diganggu,” ketus Mia masih kesal.

'Tak semudah itu, Ferguso!' Hati Mia masih sakit atas pengkhianatan Nathan. 

Mia baru saja menutup matanya ketika tiba-tiba saja pembantu mereka mengetuk pintu kamar. Saat Nathan membuka pintu kamar mereka, si pembantu segera mengatakan bahwa ada tamu dari Malang yang datang dengan membawa seorang anak kecil.

Mia mengikuti langkah Nathan yang tergesa-gesa menuju ruang tamu.

“Ngapain kamu ke sini?” Suaminya itu terkejut melihat kedatangan Vena yang menggendong Alyra. 

“Maaf, Pak. Saya terpaksa membawa Alyra ke sini. Sebab… dokter menyarankan agar Alyra melakukan pemeriksaan lebih lanjut di Jakarta. Dan menurut pertimbangan saya, tak ada tempat yang lebih baik dari rumah ini sebagai tempat tinggal Alyra selama di Jakarta.”

Jantung Mia bagai disayat melihat Nathan dengan mudahnya mengangguk-angguk. Suaminya itu bahkan mengulurkan tangannya, mengambil alih Alyra dari gendongan Vena. 

Ketika Nathan berbalik badan, dia seperti baru menyadari keberadaan Mia yang memandangnya dengan sorot marah dan terluka. Namun, Nathan tak bicara apa-apa. Seolah mengabaikan Mia, pria itu segera melangkah menuju kamar tamu, diikuti Vena di belakangnya.

Dan demi Tuhan, meskipun sekilas, tapi Mia sempat melihat Vena tersenyum sinis saat melewatinya. 



***

Bab terkait

  • Pak Presdir, Istrimu sedang Bersama Tuan Mantan!   5. Tak Bisa Mengusirnya

    “Mas, kita perlu bicara.” Mia buka suara begitu Nathan memasuki kamar pada esok paginya. Semalam, Nathan tak kembali ke kamar mereka. Mia mendengar balita itu terus saja menangis dan dia tahu Nathan pasti ada di kamar itu untuk menenangkan putrinya.Oh, Tuhan. Fakta bahwa Nathan memiliki seorang putri bersama wanita lain telah membuat hati Mia remuk. Ditambah sekarang, mereka juga ada di sini, di rumahnya! Perasaan marah dan kecewa bercampur aduk dalam dadanya.“Bicaralah.” Nathan duduk di tepi kasur, dengan nada lelah dan sorot mata redup seperti masih mengantuk. Namun, seberat apapun kondisinya, dia ingin memberi kesempatan istrinya berbicara.“Vena…," suara Mia sedikit bergetar, "dia tidak seharusnya ada di sini." Nathan menghela napas panjang, mengusap wajahnya dengan tangan. “Aku tahu, Mia. Aku tahu." Pria itu mengangguk-angguk pelan. "Tapi kita tak boleh mengusirnya. Dia harus tetap di sini.” Nathan memandang Mia lurus-lurus.Pernyataan Nathan barusan seperti belati yang menusuk

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-21
  • Pak Presdir, Istrimu sedang Bersama Tuan Mantan!   6. Hal yang Tak Bisa Kuberikan

    Mia meringis kesakitan sebab Nathan mencengkeram pergelangan tangannya dengan kekuatan yang terlalu berlebihan. Matanya berkaca-kaca. Ada rasa sakit yang tersorot di dalamnya. Suaminya justru melindungi perempuan yang menghina dirinya. Sementara itu senyum tipis menghiasi wajah Vena, memancarkan aura kemenangan yang membuat darah Mia mendidih."Lepaskan tanganku, Mas!” Tangisan Alyra pun pecah, wajah bocah itu bingung dan ketakutan melihat Mia yang tampak bernafsu ingin menyakiti ibu yang disayanginya. "Sudah, Mia! Kamu bikin Alyra ketakutan." Nathan membentak, nada suaranya yang tegas dan penuh perintah memotong udara seperti pisau tajam. Mata kelamnya menyala, penuh peringatan saat melihat Mia masih berusaha melampiaskan amarahnya. Pria itu berdiri tegak, tubuh gagahnya menjadi benteng yang melindungi Vena dari amukan Mia. Sementara itu, Vena meringkuk di balik punggung Nathan, menggunakan pria itu sebagai tameng, senyum tipis lagi-lagi bermain di bibirnya.Mia, dengan mata yang

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-29
  • Pak Presdir, Istrimu sedang Bersama Tuan Mantan!   7. Tersisih di Rumah Sendiri

    Mia terbangun dan memandang sisi ranjang yang kosong di sebelahnya. Kekosongan dalam hatinya kian menjadi, setiap Nathan tidak tidur di kamar mereka terasa seperti pengkhianatan. Pria itu lebih banyak menghabiskan waktunya dengan Alyra, anak kecil yang rapuh itu. Mia merasa jahat, karena cemburu pada bocah tiga tahun yang tak berdosa. Alyra berhak mendapatkan cinta dari ayahnya, Mia tahu itu. Tapi, rasa cemburu itu tetap menggerogoti hatinya, membuatnya merasa tersingkirkan dan tak berdaya.Nathan adalah suaminya, dan Mia merasa seharusnya masih memiliki hak atas dirinya. Mia menghela napas panjang, merasakan cemburu yang semakin sulit untuk diabaikan. Nathan mulai berat sebelah, dan itu tak bisa disangkal lagi. Sementara itu, Vena semakin sering mencuri ruangnya, seolah ingin mengukuhkan posisinya yang lebih istimewa daripada Mia. Setiap kali Vena ada di dekat Nathan dan Alyra, Mia merasa perannya sebagai istri Nathan semakin dipertanyakan.Mia menolak larut dalam kesedihan. Dia seg

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-03
  • Pak Presdir, Istrimu sedang Bersama Tuan Mantan!   8. Gadis Tribun

    Posisinya di tribun VIP memberikan Mia pandangan yang sempurna ke lapangan. Di sana, Max bermain dengan ketangkasan yang memikat. Max menguasai bola dengan keahlian yang membuat suporter terpana. Gelandang bernomor punggung 23 itu memimpin serangan tim dengan visi yang tajam, mengirimkan umpan-umpan yang akurat."Omaygat. Karin, pacarmu keren," ujar Michella dengan nada menggoda.“Baru tahu? Kasihan.” Karin memutar bola mata sambil tertawa riang.“Hmm ya, pacarmu terlihat hebat di lapangan, kurasa staminanya di ranjang sudah tidak perlu diragukan lagi, bukan?” balas Michella.“Ciumannya saja luar biasa, asal kau tahu,” sahut Karin, tersenyum bangga.Mia mengabaikan obrolan nakal antara Michella dan Karin di sebelahnya. Dia tak bisa mengalihkan pandangannya dari Max. Dia selalu tahu bahwa Max berbakat. Setiap kali Max menguasai bola, Mia seakan menahan napas, menantikan apa yang akan terjadi selanjutnya. Sementara di sebelahnya, Karin dan Michella terus saja bergosip.Max menggirin

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-04
  • Pak Presdir, Istrimu sedang Bersama Tuan Mantan!   9. Titisan Sang Bintang

    “Kamu memang harus lebih menerimaku, Mia," ucap Vena. Ia menyerobot Mia di dapur dan mengambil alih persiapan bekal makan Rival. "Bukankah asyik kalau kita bisa akur dan saling membantu begini? Bersama-sama mengurus anak-anak dan suami kita.”Mia mendengus pelan. "Suami kita?" balasnya, seakan-akan jijik dengan pilihan kata yang dipakai Vena. "Jangan membual."Ia mengambil alih kotak makan siang dari tangan Vena. "Iyuh..., menjijikkan." Dia mencuci kotak bekal itu sambil meringis.Mia menyabun dan membilasnya hingga tiga kali, bahkan mensterilkannya dengan air panas.Vena mengepalkan tangan. “Kau–” Dia menahan geram melihat cara Mia memperlakukan benda itu, seolah-olah baru saja bersentuhan dengan sesuatu yang najis. Mia sengaja membawa Rival berangkat lebih awal, menghindari momen sarapan bersama Nathan, Alyra, dan juga Vena. Melihat kebersamaan mereka membuat Mia mual.Mia beralasan, “Jam latihan sepakbola Rival dimajukan lebih pagi. Kami berangkat sekarang, Mas.” Setibanya di la

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-05
  • Pak Presdir, Istrimu sedang Bersama Tuan Mantan!   10. Jadikan Aku Pintu Kemana Saja

    Dalam temaramnya bioskop, Mia merasakan tatapan panas Max yang tak henti-hentinya mendarat pada dirinya. Membuat Mia tak bisa memusatkan perhatiannya pada film Doraemon yang sedang tayang.Dia tahu, Max tak tertarik pada film animasi itu, Max lebih menyukai gemerlap dunia film live action yang penuh aksi dan adrenalin. Mia menghela napas, dia memutuskan untuk membuka nomor kontak Max yang selama tujuh tahun ini diblokirnya. Setelah memeriksa bahwa nomor itu rupanya masih tetap digunakan oleh Max, iapun segera mengirim pesan.Mia: [Max, kita di ruang publik. Kamu atlet populer, orang-orang memperhatikanmu. Berhentilah memandangku. Jangan memicu spekulasi orang-orang.]Namun, pesan itu bagaikan batu yang dilemparkan ke kolam sunyi. Max bergeming, tampak asyik dengan dunianya sendiri: menonton film, berbisik-bisik dengan Rival, dan kembali memandangnya, tak sadar tatapannya yang intens itu telah menusuk Mia dengan ketidaknyamanan.Tak tahan lagi, Mia memberi isyarat agar Max memeriksa

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-06
  • Pak Presdir, Istrimu sedang Bersama Tuan Mantan!   11. Terjebak Penggemar

    Mia menghela napas, memandang Rival yang tertidur. “Nah, kan. Dia selalu saja begini, ketiduran di akhir-akhir film.”“Biar saja.” Max menahan tangan Mia yang sedang menepuk-nepuk pelan pipi Rival, bermaksud membangunkannya. “Dia kelelahan,” ujar Max sambil tersenyum, memandang Rival. “Tadi dia bersemangat sekali di lapangan.” Max teringat bagaimana Rival berupaya keras menunjukkan aksi-aksinya yang memukau saat sesi latihan bersamanya tadi. Membuat Max diam-diam mengagumi bakatnya. Mia memandang sekeliling bioskop yang kini kosong. “Max,” panggilnya pelan. “Orang-orang sudah keluar semua, tinggal kita.”“Tidak apa-apa," Max mengerling penuh keisengan padanya, "paling kita cuma diusir…”“Max!” Mia sewot, tapi Max malah tertawa ringan.Mia berdiri, Max juga ikut berdiri dan segera menggendong Rival dengan begitu mudah. Bobot tubuh Rival yang bagi Mia berat, terlihat ringan dalam gendongan Max.Max menuruni undakan demi undakan lantai bioskop dengan gerakan atletis yang mengagumkan,

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-07
  • Pak Presdir, Istrimu sedang Bersama Tuan Mantan!   12. Masa Lalu yang Membuntuti

    Max tertawa. “Doakan ya, semoga saya bisa punya anak setampan ini juga di masa depan.” Dia terlihat santai menanggapinya, tapi ada sesuatu yang lebih dalam di matanya.“Memangnya anak siapa ini, Max?” tanya salah seorang dari penggemarnya, rasa penasaran terlihat jelas.Max menunjuk Mia dengan lirikan matanya. “Anaknya teman saya.”Para penggemarnya segera menoleh kepada Mia. Max memperhatikan, Mia mengangguk kecil pada orang-orang yang memandangnya dengan sorot penasaran yang menari-nari di mata mereka. Meskipun terlihat gugup, namun mantan kekasihnya itu berhasil tersenyum dengan baik, senyum yang menawan.“Teman yang cantik, Max,” celetuk salah seorang dari mereka, yang direspons anggukan setuju oleh yang lainnya.“Betul,” Max ikut mengangguk. “Suaminya beruntung sekali mendapatkan teman saya yang cantik ini, bukan?” imbuhnya, berusaha menjaga agar tidak ada gosip yang berkembang tentang kebersamaannya dengan Mia saat ini.“Ooh, sudah menikah?” Ekspresi kelegaan terlihat di wajah

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-08

Bab terbaru

  • Pak Presdir, Istrimu sedang Bersama Tuan Mantan!   EPILOG

    Di lobi gedung rumah sakit elit di jantung kota Jakarta, sebuah sedan Rolls Royce hitam berhenti dengan anggun, memancarkan aura kemewahan yang nyata di antara deretan mobil mewah lainnya yang sedang memasuki halaman rumah sakit tersebut.Pintu mobil sedan mewah itu terbuka, menampilkan seorang pria tampan berwajah oriental yang melangkah keluar dengan aura kecerdasan dan percaya diri. Berbalut sepatu kulit hitam mengkilap, kaki pria itu menapak lantai lobi dengan ketegasan seorang pemimpin sejati. Setelan jas hitam yang dikenakannya begitu pas membingkai tubuhnya yang tinggi dan atletis, menambah kesan elegan dan berwibawa yang kini melekat erat pada diri pria berusia 40 tahun itu.“Silakan, Tuan Valen,” sapa asistennya sambil membukakan pintu mobil, memberikan anggukan hormat pada CEO “Bintang Hospital Group” yang baru saja tiba.Aura Dokter Joshua Valen kini begitu berbeda, mencerminkan transformasi yang telah ia lalui dalam beberapa tahun ini. Sejak ditinggalkan oleh Mia, Valen me

  • Pak Presdir, Istrimu sedang Bersama Tuan Mantan!   153. Damai Bersamamu (Tamat)

    Max dan Mia memulai babak baru dalam kehidupan mereka di Lake District, Inggris, sebuah tempat yang menawarkan ketenangan dan keindahan alam yang kontras dengan kehidupan kota yang sibuk. Keputusan mereka untuk menetap di kawasan ini adalah bagian dari keinginan mereka untuk menemukan kedamaian dan kebahagiaan dalam kehidupan baru mereka bersama.Rumah mereka, sebuah cottage yang terletak di tepi danau, dikelilingi oleh hutan hijau dan pegunungan yang menjulang, memberikan latar belakang yang sempurna untuk melanjutkan kehidupan mereka. Setiap pagi, mereka disambut oleh pemandangan matahari terbit yang memukau dan suara lembut angin yang berdesir di antara pepohonan. Ini adalah tempat di mana Mia dan Max dapat menghindar dari hiruk-pikuk kehidupan sehari-hari dan benar-benar fokus pada kebersamaan mereka.Max, sebagai pemain sepak bola profesional, berhasil menjalani karier yang cemerlang di Inggris bersama Lakeside City, klub sepak bola yang kini terdaftar dalam EPL (English Premi

  • Pak Presdir, Istrimu sedang Bersama Tuan Mantan!   152. Bukan Akhir Kisah Cintaku

    Di sebuah rumah sakit, Valen duduk di ruang tunggu keluarga pasien, menantikan Mia yang sedang menjalani operasi darurat dan harus dikuret karena mengalami keguguran. Valen masih mengenakan kemejanya yang bersimbah darah—darah Mia. Asistennya mencoba membujuknya untuk mengganti pakaian. Namun, Valen menggelengkan kepala, menolak tawaran itu. Gelengan itu membuat asistennya mundur, memberikan ruang bagi Valen yang masih terlihat kalut dan terpukul oleh peristiwa tragis yang menimpa Mia.Di depannya, Max yang juga sedang tegang menantikan Mia, ia mengamati semua gerak-gerik Dokter Joshua yang semakin jelas di matanya. “Kamu jatuh cinta pada Mia kan, Dok?”Tanpa ragu, Valen mengangguk. “Aku jatuh cinta padanya sejak pertama kali kami bertemu, di ruang IGD itu. Kupikir saat itu aku hanya merasa iba kepadanya, tapi ternyata tidak… itu bukan hanya rasa iba ataupun sekadar simpati. Aku selalu ingin bersamanya sejak saat itu. Ingin melindunginya, ingin memastikan bahwa dia selalu baik-baik

  • Pak Presdir, Istrimu sedang Bersama Tuan Mantan!   151. Di Ujung Kehidupan

    Gavin menginjak gas mobilnya lebih dalam, melesat keluar dari basement dengan kecepatan yang mencerminkan kepanikan dalam dirinya. Jantungnya berpacu, diliputi oleh ketakutan dan penyesalan yang menghantui setiap pikiran.“Maafkan aku, Valen. Maafkan aku…!” suaranya nyaris tak terdengar, tercekik oleh emosi yang bergolak. Bibirnya gemetar, dan air mata mulai membanjiri pandangannya.Tangis Gavin pecah, mengalir deras seperti sungai yang tak terbendung. Hatinya terasa remuk, diremas oleh kepedihan yang tak tertahankan saat bayangan Valen melintas di benaknya. Bagaimana kondisi pria yang dicintainya itu sekarang?Pikiran itu mencabik-cabik ketenangannya. Ketakutan menyeruak, menggerogoti setiap sudut batinnya. Bagaimana jika Valen… mati? Atau lebih buruk, bagaimana jika Valen cacat permanen akibat keputusan impulsif yang baru saja ia buat?“Tidak…! Tidak!” Gavin memukul-mukul setir mobil dengan frustrasi.Penyesalannya datang terlambat, menghempaskan Gavin ke dalam jurang keputusasaan.

  • Pak Presdir, Istrimu sedang Bersama Tuan Mantan!   150. Jangan Ambil Dia

    Di dalam basement, area parkir sebuah apartemen, tatapan Gavin tak lepas dari mobil yang terletak beberapa meter di depannya. Mobil itu seolah menjadi simbol dari seseorang yang diam-diam telah menjadi pusat dunianya—Dokter Joshua Valen. Hati Gavin bergejolak dengan perasaan yang tak pernah ia ungkapkan kepada siapa pun, kecuali kepada pemilik mobil itu sendiri.Joshua Valen, sang dokter yang tampan dan baik hati, adalah sosok yang telah membuat Gavin merasakan ketenangan yang tak pernah ia dapati dari orang lain. Setiap kali berada di dekat Valen, Gavin merasa damai, seolah semua beban hidupnya menghilang dalam sekejap. Kekaguman Gavin terhadap Valen melampaui batas-batas yang wajar, melebihi rasa kagum seorang pasien biasa kepada dokternya. Gavin telah jatuh cinta—perasaan yang ia tahu salah, namun tak bisa ia kendalikan.Gavin masih mengingat dengan jelas hari ketika ia akhirnya memberanikan diri mengungkapkan perasaannya kepada Valen. Detik-detik itu penuh ketegangan baginya, n

  • Pak Presdir, Istrimu sedang Bersama Tuan Mantan!   149. Memperbaiki Keadaan

    “Michella, kamu sekarang bisa mencairkan nilai pokok investasi milik Mia, lakukan segera.” Nathan menyampaikan instruksi itu lewat telepon. Michella terkejut mendengar permintaan Nathan. Padahal sebelumnya, Nathan kerap memberinya ancaman yang mengerikan bila ia sampai memberikan bantuan keuangan pada Mia, apalagi sampai mengembalikan nilai pokok investasi yang sudah sering diminta oleh Mia.Namun, tanpa banyak tanya lagi—khawatir Nathan berubah pikiran, Michella segera mentransfer uang itu pada Mia. Membuat Mia menangis lega saat ia menyampaikan kabar baik itu.“Maaf, aku baru bisa mengembalikan uang investasimu sekarang, Mia.” Michella berkata dengan hati yang diliputi rasa bersalah.“Tidak apa-apa, Michella…, yang penting sekarang bisnismu sudah stabil, kan?” ucap Mia begitu tulus.Michella diam-diam merasa bersalah dalam hatinya karena sebenarnya bisnisnya baik-baik saja selama ini. Tetapi ia tak berkutik dan tunduk pada perintah Nathan karena ancaman-ancamannya terhadap bisnis M

  • Pak Presdir, Istrimu sedang Bersama Tuan Mantan!   148. Mari Bekerja Sama Secara Profesional

    “Bisa-bisanya kamu menciptakan kiamat untuk kariermu sendiri, Max!” Brama mengomel dengan nada yang semakin meninggi saat menemuinya di hotel usai pertandingan malam itu, nadanya penuh dengan kekhawatiran. Dia membayangkan dampak dari tindakan Max yang sembrono ini—reputasi yang hancur, skandal yang meledak, efek domino yang bisa berakibat fatal bagi kariernya. Brama sangat memahami bagaimana dunia olahraga bisa kejam; satu langkah salah bisa menghancurkan segalanya dalam sekejap.Brama menatap Max sambil geleng-geleng kepala, menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan gelisah. Kepalanya yang botak berkilau di bawah cahaya lampu. Sementara itu, Max duduk dengan tenang di hadapannya, menyandarkan punggung ke kursi dengan senyum tipis yang tampak santai. Matanya memancarkan keteguhan yang sulit digoyahkan, seolah semua kata-kata Brama hanya angin lalu.Senyuman Max mencerminkan keyakinan dan ketidakpeduliannya terhadap apa kata dunia atas tindakannya. “Mia sudah bercerai dari Nathan, itu

  • Pak Presdir, Istrimu sedang Bersama Tuan Mantan!   147. The Answer is Always "Yes"

    Jeritan cinta yang begitu menggema dari Max seolah merobek kebisingan di stadion, menimbulkan kekagetan di pikiran begitu banyak orang, khususnya Mia. Dia tak pernah membayangkan bahwa Max akan melakukan sesuatu yang begitu nekat, begitu terbuka, di depan puluhan ribu pasang mata.Mia membeku, tubuhnya kaku seperti patung di tengah lautan manusia yang seakan tidak berhenti bergejolak dengan sorak sorai dan tepukan tangan. Dalam diri Mia, perasaan malu, terkejut, dan kebingungan bergulat satu sama lain, membuat tubuhnya gemetar. Jantungnya berdetak cepat, seolah tak bisa mengimbangi kekacauan yang terjadi di dalam pikirannya. Dia tidak terbiasa menjadi pusat perhatian seperti ini.Tatapan Mia yang biasanya lembut kini terpaku lurus ke depan, mencoba menghindari pandangan orang-orang yang kini tertuju padanya. Setiap mata di stadion ini seolah sedang memperhatikannya, menilai, dan mungkin bahkan menghakiminya. Tangannya yang dingin berusaha mencari pegangan, dan tanpa sadar, ia mengge

  • Pak Presdir, Istrimu sedang Bersama Tuan Mantan!   146. I Love You So Much

    Max bersama para pemain lainnya berjalan menuju tepi lapangan, wajahnya berseri-seri dengan senyum hangat menghiasi bibirnya. Tangannya terangkat, melambai ke arah suporter yang memenuhi tribun, seolah ia ingin menyapa setiap orang yang telah memberikan dukungan penuh selama pertandingan. Setiap langkah yang ia ambil terasa penuh dengan kebanggaan, mencerminkan kemenangan yang baru saja mereka raih.Sesampainya di tepi lapangan, Max sedikit membungkukkan badannya sebagai penghormatan tulus kepada para suporter. “Terima kasih!” teriaknya kemudian, sambil kembali melambaikan tangannya.Aksinya diikuti oleh rekan-rekan timnas yang lain. Seketika sikap rendah hati para pemain itu memicu gelombang tepuk tangan yang riuh dari tribun. Sorak-sorai membahana, mengapresiasi sikap hormat yang ditunjukkan oleh Max dan para pemain timnas.Langkah Max dan timnya terhenti tepat di depan tribun Selatan. Di sana, lautan suporter dengan kostum hitam—warna khas Ultras Garuda, mendominasi pemandangan. N

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status