Wina pun menggendong Gisel menangis ketakutan dan menyerahkannya kembali kepada George dengan hati-hati sebelum berjalan kembali ke arah Alvin dan Jihan.Dia melirik ke arah Jihan yang terus menodongkan pistol dan berkata dengan lembut, "Jihan, bisakah kamu memberiku kesempatan untuk bicara dengannya dulu?"Sudut mata Jihan tampak berkedut. Dia sebenarnya tidak ingin Wina bicara dengan Alvin, tetapi Jihan tetap menurut dan perlahan menurunkan pistolnya.Wina pun hendak berjalan menghampiri Alvin, tetapi Jihan mencengkeram pergelangan tangannya dan menarik Wina kembali ke posisi semula. "Bicara saja dari sini."Wina pun menatap Jihan, lalu ke arah Alvin yang sedang duduk di bar sambil meneguk anggurnya.“Kakak Ipar, tadi kamu bilang yang kamu lihat itu adalah kenyataannya, 'kan? Tapi, apa kamu pernah berpikir bagaimana mungkin kakakku yang sudah 10 tahun mengejarmu bisa mengkhianatimu dengan begitu mudahnya? Aku yakin ada kesalahpahaman di sini, jadi kuharap kamu akan mencari tahu soal
"Ya ampun, sebenarnya seberapa dalam sih cintamu padanya? Sampai-sampai kamu lebih memilih mengampuni musuhmu karena mempertimbangkan perasaannya?" ujar Alvin dengan nada mengejek, dia bahkan tidak merasa tersentuh dengan kebaikan hati Jihan.Ekspresi Jihan terlihat datar, dia menatap Alvin dengan dingin. "Apa hubungannya juga denganmu aku mencintainya atau nggak?"Seolah bisa membaca jalan pikir Jihan, Alvin pun berkata dengan acuh tak acuh, "Tentu saja aku nggak ada hubungannya dengan itu. Tapi, menurutku kalau kamu gampang dibuat luluh oleh wanita, cepat atau lambat kamu juga pasti akan mati di tangannya."Jihan sudah rela berulang kali mengalah, tetapi begitu mendengar Alvin menuduh Wina yang tidak-tidak, hasrat membunuh Jihan kembali terpicu. Dia menatap Alvin dengan dingin dan tajam menusuk."Kalau kamu memang mau mati, biar kukabulkan ...."Jihan mengangkat kembali pistolnya dan mengarahkannya lagi ke paha Alvin, lalu hendak menarik pelatuknya.Gisel yang berada di kejauhan pun
Setelah menatap selama beberapa saat, Alvin pun memalingkan pandangannya yang terlihat kesepian. Dia menunduk menatap si anak perempuan yang sudah turun dari gendongan George dan sekarang sedang memeluk pahanya.Anak perempuan itu masih menangis sambil berulang kali menyedot hidungnya, tetapi ingusnya tidak mau berhenti keluar dan malah makin banyak ....Alvin pun mengernyit dan hendak membersihkan hidung Gisel dengan tisu ketika anak perempuan itu mendadak menyeka hidungnya sendiri dengan celana Alvin ....Kernyitan Alvin menjadi makin kentara dan dia menggoyang-goyangkan kakinya berusaha mengenyahkan Gisel ....Namun, Gisel duduk di atas sepatu Alvin sambil memeluk paha pria itu dengan erat. Tidak peduli seberapa kuat Alvin menggoyangkan kakinya, Gisel menolak untuk turun ...."Paman Aneh, ayo jadi ayunanku!"Alvin pun memutar bola matanya dengan kesal, lalu menatap George yang sedang memandangi Gisel dengan penuh kasih sayang. "Hei, bawa dia pergi!"George merentangkan telapak tanga
Wina mengepalkan tangannya sambil berpikir sebentar, lalu akhirnya bertanya, "Apa ... kakakku benar-benar mengkhianatinya?""Waktu itu aku lagi nggak ada di Britton, jadi aku nggak tahu bagaimana ceritanya sampai-sampai hubungan Alvin dan Vera berubah. Hanya Alvin yang tahu persis, tapi dia juga nggak mau memberi tahu siapa-siapa," jawab George dengan jujur.Apa yang terjadi dengan Vera itu adalah masa lalu yang paling menyakitkan bagi Alvin. Tidak peduli seberapa angkuhnya dia, dia tidak akan pernah bisa membiarkan orang lain melihat luka lamanya."Ya oke, baiklah ..." kata Wina sambil mengangguk mengerti.Setelah memberi tahu Wina semua yang dia pendam selama ini, hati George pun terasa lebih ringan. Dia berkata lagi, "Nona Wina, kalau sampai fakta yang Alvin temukan sama seperti sebelumnya dan kondisi jiwanya terganggu lagi, kuharap Nona akan bersedia membantunya demi Vera ...."Wina pun mengernyit kebingungan dengan maksud George. "Memangnya apa yang bisa kulakukan untuk membantu?"
Sebenarnya, Wina belum tidur. Dia samar-samar bisa mendengar ucapan Jihan dari dalam kamar mandi. Wina pun tersenyum senang.Ternyata Jihan sudah begitu tidak sabar ingin menikahi Wina.Rasanya senang sekali.Dia mengira Jihan akan keluar setelah selesai menelepon, tetapi Jihan ternyata menelepon orang lain.Wina tidak bisa mendengar dengan jelas, yang bisa dia dengar hanyalah Jihan memerintahkan Zeno untuk menyelidiki tentang Vera dan Alvin.Walaupun Wina tidak meminta bantuan Jihan, ternyata pria itu diam-diam membantunya.Memang Jihan akan selalu ada untuk Wina ....Jihan pun berjalan keluar dari kamar mandi dan tersenyum kecil melihat Wina yang sudah tidur dengan pulas.Jihan mengeringkan rambutnya dan meletakkan handuk, lalu berjalan mendekat dan menyibakkan selimut. Jihan pun memeluk pinggang ramping Wina dari belakang.Setelah itu, Jihan mencium kepala Wina dan memejamkan matanya. Jihan tertidur pulas sambil memeluk Wina.Begitu mencium aroma tubuh Jihan yang khas sehabis mandi,
Begitu berjalan masuk, Sara langsung menyapa dengan gembira, "Wina!"Wina refleks mendongak saat mendengar suara yang sudah lama tidak dia dengar itu dan melihat Sara sedang berjalan masuk.Wina langsung meletakkan bukunya dan berlari menghampiri Sara dengan gembira."Sara!"Wina pun memeluk Sara dengan bahagia karena sudah lama mereka tidak bertemu. "Gimana kabarmu selama enam bulan ini?"Saudara tidak perlu saling berkata-kata, satu pelukan saja sudah membuat Sara tersenyum gembira. "Aku baik-baik saja, hidupku masih sama kayak biasanya yang sibuk mencari uang dengan menjalankan klub."Sara pun melepaskan pelukannya dengan Wina, lalu memegang bahu Wina dan memperhatikan wanita itu dengan saksama. Sara menyadari tubuh Wina yang jauh lebih kurus dari sebelumnya dan tersenyum dengan pedih. "Kamu kurusan banget. Kamu pasti hidup sengsara selama enam bulan ini, ya?"Wina takut Sara akan khawatir, jadi dia sengaja berkelit, "Ya, tapi aku bisa melewatinya kok."Tentu saja Sara bisa menebak
Tenggorokan Jefri sontak terasa tercekat. Hatinya terasa getir dan pedih, tetapi dia tetap bertanya balik dengan ekspresi tenang, "Kamu mau kencan buta? Dengan siapa?"Sara tidak menjawab pertanyaan itu dan menatap Jihan dengan sopan. "Tuan Jihan, aku nggak akan mengajak Wina pulang. Dia lebih aman tinggal di sini bersamamu ...."Jihan pun mengangguk, yang penting tujuannya tercapai. Jihan mengalihkan pandangannya kepada Wina sambil berkata, "Kalian ngobrol saja dulu."Dia merapikan laptopnya, lalu bangkit berdiri dan berjalan melewati para pelayannya sambil memerintahkan dengan dingin, "Jamu teman Nyonya dengan baik."Istilah "Nyonya" yang Jihan gunakan sontak membuat Wina merasa aman sekaligus memenangkan hati Sara.Walaupun mereka belum menikah, Jihan sudah menganggap Wina sebagai istrinya. Itu berarti para pelayan juga akan memperlakukan Wina sebagaimana semestinya.Sara benar-benar tidak bisa menemukan cela dalam tindakan Jihan.Apalagi karena Sara sudah melihat sendiri bagaimana
Sara pun menghela napas dan memberi tahu Wina dengan nada yang terdengar sangat serius, "Demi bisa kabur dari penjara yang dibangun Yuno untuknya, Lilia pun melompat turun sehingga kakinya patah. Kalau bukan karena Jihan yang mengutus Daris untuk balas dendam, mereka pasti nggak akan menemukan Lilia yang tergeletak di atas rumput. Lilia juga menghabiskan berbulan-bulan di rumah sakit untuk bisa pulih."Wina langsung bertanya dengan cemas apakah cedera Lilia serius atau tidak. "Untungnya, dia sudah sembuh," jawab Sara. "Mungkin ke depannya dia akan sedikit kesulitan untuk berjalan, tapi dia nggak akan pincang. Cuma ... sejak saat itu, dia nggak bisa lagi pakai sepatu hak tinggi ...."Selama ini, Wina selalu melihat Lilia mengenakan sepatu hak tinggi. Wanita itu terlihat menawan, percaya diri dan memesona. Tidak bisa menggunakan sepatu hak tinggi lagi sama saja dengan merusak kepercayaan diri Lilia. Wina jadi merasa agak tidak terima. "Terus, gimana dengan nasib Yuno si bajingan itu?""K