"Lagian, Wina apanya sih? Nama saya bukan Wina! Jangan kira Bapak bisa berpura-pura nggak bersalah dengan berdalih salah orang setelah melakukan kejahatan begini, ya!"Wina menepiskan tangan Jihan, lalu mundur selangkah dan menggenggam ponselnya dengan erat. Dia menyilangkan tangannya di depan dada sambil mengangkat dagu menatap Jihan.Ekspresinya terlihat sangat elegan, nada suaranya juga terdengar begitu tegas. Sikapnya benar-benar berbeda dari Wina yang dulu selalu penurut.Meskipun begitu, rupanya tetap sama. Hanya riasannya saja yang tampak lebih dewasa dan penuh warna.Jihan terlihat sangat tidak percaya. Jelas-jelas wanita ini adalah Wina-nya.Jihan pun mengangkat tangannya hendak menyentuh wajah Wina.Akan tetapi, wanita itu refleks memiringkan kepalanya ke belakang untuk menghindari sentuhan Jihan."Kalau Bapak berani-beraninya berbuat macam-macam lagi, aku akan teriak minta tolong!"Jihan sedikit menundukkan kepalanya, dia menatap wanita itu dengan matanya yang tampak memerah
Belum pernah Jihan berujar dengan nada memohon seperti ini. Sedari dulu, nada bicara Jihan selalu terkesan merendahkan.Wina pun menatap pria itu ....Setelah tiga tahun tidak bertemu, Jihan terlihat jauh lebih kurus. Ada lingkaran hitam juga di bawah mata pria itu, sepertinya dia kurang tidur.Walaupun penampilan Jihan tetap sama, wajahnya terlihat pucat dan ekspresinya tampak begitu lelah, seolah-olah tiga tahun ini adalah periode waktu yang sangat berat untuk Jihan.Namun, kenapa juga Wina harus memusingkan hal itu?Sekarang, Wina sudah tidak berharap apa-apa lagi pada Jihan. Wina hanya ingin menjauh sejauh mungkin dari pria itu ....Wina memalingkan pandangannya dan berkata dengan tenang, "Pak, KTP saya ada di mobil saya. Saya bisa menunjukkannya kepada Bapak."Melihat sikap Wina yang acuh tak acuh dan tenang ini justru membuat sorot tatapan Jihan menjadi sangat gelisah. "Wina ....""Bapak benar-benar salah orang," sela Wina dengan dingin.Jihan menggelengkan kepalanya sedikit dan
Jihan hanya berhenti sejenak, lalu mengangkat tangannya untuk menutupi mata Wina dan kembali mencium Wina dengan paksa.Setelah melihat reaksi Jihan, Alvin pun memutar bola matanya dengan tidak sabar. Dia membuka pintu mobilnya dengan kesal, lalu berjalan menghampiri mobil Jihan.Alvin membungkukkan tubuhnya dan mengetuk jendela mobil. "Vera, sini turun."Begitu mendengar suara Alvin, Wina sontak tertegun dan langsung mendorong Jihan yang menciumnya.Napas Wina terdengar agak terengah-engah, tetapi dia berkata dengan dingin kepada Jihan, "Buka pintunya! Itu suami saya!"Tubuh Jihan pun menegang. Dia memalingkan pandangannya dari wajah Wina, lalu menatap pria yang berdiri di luar mobil.Pria itu terlihat sangat tampan, setelan jas abu-abu yang dia kenakan membuatnya tampak berwibawa, berkarisma dan bermartabat.Akan tetapi, Jihan tidak peduli dengan bagaimana penampilan pria itu. Yang membuatnya agak kesal adalah karena pria itu memanggil Wina dengan nama Vera!Jihan pun memasangkan sab
Karena ayunan tongkat bola kasti itu nyaris mengenai Wina, dia pun refleks mundur selangkah dengan takut. Akan tetapi, Wina tidak sengaja menginjak batu.Tubuhnya pun terhuyung hendak jatuh, tetapi pinggangnya langsung dirangkul dengan kuat.Wina refleks menoleh ke belakang untuk melihat siapa yang menangkap tubuhnya. Begitu melihat Jihan sedang menatap Alvin dengan dingin, jantung Wina sontak berhenti berdetak selama sepersekian detik.Jihan bukanlah orang yang bisa Alvin singgung seenaknya, jadi Wina segera melepaskan diri dari Jihan dan menggenggam tangan Alvin dengan berani."Sa ... Sayang, sudahlah, berhenti menghancurkan mobilnya. Kita pulang saja, yuk ...."Sayang?Alvin meletakkan tongkatnya dan menatap Wina dengan kesal seolah-olah mempertanyakan apa yang sedang Wina bicarakan.Wina tidak mau repot-repot menjelaskan, jadi dia memeluk lengan Alvin, lalu berjinjit dan berbisik di telinga pria itu, "Ayo, bekerjasamalah denganku.""Kamu sendiri yang menyebabkan masalah ini, jadi s
Jihan berdiri diam di pinggir jalan, tepatnya di bawah lampu jalan yang redup.Dia hanya diam memperhatikan mobil mewah Alvin yang berwarna hitam itu melaju pergi.Wanita yang selama tiga tahun ini dia rindukan setengah mati kini benar-benar sudah lenyap dari pandangannya.Jihan mengepalkan tangannya. Berulang kali dia harus meyakinkan dirinya untuk tidak mengejar mobil Alvin. Pada akhirnya, Jihan mengeluarkan ponselnya untuk menelepon.Saat ponselnya bergetar, Lilia sedang bersandar di pelukan Yuno. Ponselnya ada di meja samping tempat tidur, tepatnya di sebelah Yuno.Lilia pun hendak bangun untuk mengambil ponselnya, tetapi Yuno mengernyit dengan kesal. Dia meraih ponsel Lilia, lalu melemparkan benda itu kepada Lilia.Setelah itu, Yuno membalikkan tubuhnya seolah kesal karena getaran ponsel itu membangunkannya, tetapi dia tidak bangkit berdiri dan berjalan pergi seperti sebelumnya.Lilia menatap punggung Yuno. Dia menahan perasaan puasnya setelah tidur bersama Yuno dan memasang ekspr
Di dalam mobil Alvin yang sangat sunyi.Wina melirik Alvin dalam diam.Alvin menyetir hanya dengan satu tangan, jemarinya yang ramping itu sesekali menggerakkan kemudi.Wajahnya yang tampan terlihat datar tanpa ekspresi, dia juga tidak bertanya siapa pria yang barusan.Sepertinya, Alvin tidak ambil pusing dengan urusan Wina. Yang terpenting bagi Alvin hanyalah jantung Vera tetap ada di sisinya.Tepat saat Wina sedang berusaha membaca jalan pikiran Alvin, pria itu tiba-tiba bertanya, "Apa pria yang tadi itu Jihan?"Wina hanya mengiakan dengan singkat tanpa menjelaskan lebih lanjut.Alvin pun melirik Wina sambil bertanya, "Kenapa ada banyak banget cowok di hidupmu?"Wina sontak terdiam.Kenapa ada begitu banyak pria di hidupnya?"Kamu sebegitu ingin tahunya soal masa laluku?" sahut Wina dengan kesal.Alvin berpikir sebentar, lalu menjawab dengan dingin, "Nggak sih ...."Lalu, buat apa juga Alvin bertanya?Wina hanya menggertakkan giginya dengan kesal, lalu menoleh menatap pemandangan di
Cahaya klub yang terlalu remang dan berkelap-kelip membuat Sara membutuhkan beberapa saat sebelum bisa melihat Wina dengan lebih jelas.Walaupun sekarang rambut Wina pendek dan dia mengenakan gaun merah, Sara tidak akan pernah melupakan wajah Wina.Orang yang selama ini selalu Sara kenang dalam hati sedang berdiri di sana.Sara sontak mematung, rokoknya terjatuh ke atas lantai."Sara!"Wina akhirnya berseru memanggil dengan air mata yang bergulir turun.Sara refleks berjalan menghampiri Wina dengan tidak percaya. "Wina, apa ini benar-benar kamu ...."Wina tidak kuasa lagi menahan tangisnya. "Kak Sara ...."Begitu mendengar suara Wina, Sara yakin dia tidak salah orang.Tubuh Sara tampak gemetar. Dia berulang kali mengangkat tangannya hendak menyentuh wajah Wina, tetapi tidak jadi karena terlalu gemetar menahan rasa senang.Wina pun meraih tangan Sara dan meletakkannya di pipinya, lalu berkata sambil menangis, "Aku pulang, Kak Sara."Begitu merasakan langsung hangat tubuh Wina, Sara pun
Sara langsung memeluk Wina. Tubuh Wina yang terasa makin dingin membuat hati Sara terasa sakit."Wina, aku juga nggak percaya, tapi ...."Sara berhenti bicara, dia membiarkan air matanya mengalir turun.Tiga tahun lalu, Sara menyusul Ivan ke kuburan karena takut pria itu akan melakukan hal bodoh.Sesampainya di sana, Sara tidak melihat Ivan di mana-mana. Yang ada hanyalah noda darah di batu nisan.Firasat Sara langsung berubah menjadi buruk. Dia mencari Ivan ke mana-mana, tetapi tidak dapat menemukannya.Keesokan harinya, berita melaporkan bahwa Rian Gerad, direktur Grup Gerad, bunuh diri di kuburan.Barulah pada saat itu Sara menyadari bahwa Ivan benar-benar telah melakukan sesuatu yang bodoh ....Sambil memeluk Wina dengan erat, Sara berkata dengan mata yang berkaca-kaca, "Maaf, Wina, ini semua karena aku nggak perhatian pada Ivan ....""Nggak, nggak mungkin ...."Wina hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya menolak mengakui kenyataan. Rasanya ada yang mencabik-cabik jantungnya sam