Wina terus menangis hingga air matanya kering dan tubuhnya terasa lemas ....Sara hendak memapah Wina ke ruang privat untuk beristirahat, tetapi Wina menolak.Wina bersandar ke dinding, lalu perlahan berjongkok dan melipat tangannya untuk memeluk kepalanya.Sosok Wina yang meringkuk itu terlihat begitu kesepian seolah-olah dunia sudah mencampakannya.Sara tidak berani mengganggu Wina. Dia mengusir orang-orang di sekitar mereka, lalu ikut berjongkok dalam diam menemani Wina.Saat Sara ditinggal mati oleh kedua orang yang dia sayangi tiga tahun lalu, dia juga membutuhkan waktu yang lama untuk bisa bangkit lagi.Ditambah lagi waktu itu suaminya berkhianat. Sara merasa seluruh dunianya runtuh, tetapi dia menggertakkan gigi dan memutuskan untuk bertahan.Dia tidak boleh mati! Dia harus balas dendam pada Denis, Mira, Winata dan Jihan!Sara pun bertahan hidup dengan mengandalkan tekad ini. Tidak disangka dia akan bertemu dengan Wina lagi.Sekarang setelah bertemu lagi dengan Wina, Sara bertek
Saat Wina membuka matanya lagi, sinar matahari yang menyilaukan memancar masuk dari luar jendela.Wina langsung memperhatikan sekitarnya. Rasanya begitu familier, tetapi asing sekali.Di saat Wina sedang bertanya-tanya ini di mana, pintu dibuka dan Sara berjalan masuk sambil membawa air hangat."Sudah bangun, Wina?"Begitu melihat sosok Sara, Wina langsung menduga dia ada di rumah baru Sara.Wina pun memaksa tubuhnya yang lemas untuk bangun dari tempat tidur."Sudah, jangan gerak-gerak, kamu baring saja ...."Sara meletakkan air hangat itu di samping, lalu membantu Wina bersandar di atas ranjang. Akan tetapi, Sara melarang Sara untuk bangun dari tempat tidur."Aku sudah memanggil dokter untuk memeriksa kondisimu, katanya kamu pingsan karena terlalu sedih ...."Wina pun memaksakan seulas senyuman lembut. "Terima kasih, Sara."Sara menyelipkan rambut Wina yang menempel di dahinya dengan acak-acakan ke belakang telinga Wina sambil berkata dengan lembut, "Dasar bodoh, ngapain kamu sungkan
Saat Wina masih berusia 18 tahun, Wina memegang lengan Ivan dan bertanya kepadanya, "Ivan, Ivan, kapan kamu akan menikahiku?"Ivan yang sedang membaca buku pun tersenyum dan menepuk hidung Wina dengan pena sambil menjawab, "Nanti setelah aku sanggup menikahimu.""Kapan itu?" tanya Wina sambil cemberut dengan kesal.Ivan pun menyodorkan buku yang dia pegang sambil menjawab, "Setelah aku selesai belajar dan jadi orang hebat, barulah aku sanggup menikahimu."Wina menopang dagunya dengan kedua tangannya, lalu berkata sambil cemberut, "Nanti kalau kamu sudah jadi orang hebat, jangan sampai kamu lupa padaku dan batal menikahiku, ya!"Tidak disangka ucapan itu malah menjadi kenyataan. Ivan akhirnya menjadi orang yang hebat, tetapi malah melupakan Wina.Begitu ingat akan Wina lagi, Ivan malah pergi dari dunia ini ....Si bodoh satu itu. Sekalipun Wina sudah tiada, ternyata Ivan tetap mau menikahinya.Wina memeluk buku nikah itu, lalu menangis sejadi-jadinya.Ivan menikahinya dengan putus asa s
Ekspresi Sara sontak terlihat kaku, lalu berubah menjadi kesan menghina."Kamu tahu nggak kenapa waktu itu Denis melarangku pergi ke rumah keluarganya?""Karena Eva?"Sara pun mengangguk, lalu menceritakan apa yang terjadi."Denis dan Eva bukan saudara kandung. Mereka sudah lama menjalin hubungan dan orang tua mereka sudah sama-sama setuju. Tapi, gara-gara mau sombong, Eva meminta Denis membeli rumah mewah di Kota Aster. Mereka mana sanggup beli? Itu sebabnya Denis memutuskan untuk mengincarku.""Denis tahu aku ini yatim piatu, bukan orang yang berpendidikan dan kerjanya di klub. Dia menganggap orang-orang sepertiku haus akan kasih sayang dan mudah ditipu, jadi dia berpura-pura memperlakukanku dengan lembut dan baik hati untuk membuatku luluh. Aku memang pada akhirnya jatuh cinta pada Denis dan memberikan segalanya padanya, tapi ternyata dia dan Eva sama sekali nggak punya ikatan saudara.""Pada malam aku tahu kamu nyawamu sudah berada di ujung tanduk karena gagal jantung, aku memergok
Walaupun Wina merasa sangat kebingungan, Sara hanya berkata kepadanya dengan nada meminta maaf, "Aku angkat telepon dulu, ya."Wina mengangguk singkat, lalu memperhatikan Sara yang buru-buru keluar dari kamar tidur dan menutup pintu.Wina tahu ada banyak hal yang pasti terjadi selama tiga tahun ini, tetapi tidak disangka Sara dan Jefri ....Di luar pintu, Sara berbisik ke mikrofon ponselnya, "Aku kayaknya nggak bisa ke sana, malam ini aku harus menemani temanku."Jefri berhenti menggoyang-goyangkan gelas anggurnya, lalu bertanya, "Teman siapa?""Teman cewek," jawab Sara.Jefri pun meletakkan gelasnya, lalu berkata dengan bosan, "Ah, nggak seru."Setelah itu, telepon pun ditutup. Sara menghela napas dengan lega, lalu berbalik dan berjalan kembali ke kamar tidur.Begitu melihat Wina yang sedang duduk tenang menunggunya di kasur, Sara kembali merasa bersalah.Sara berjalan mendekat dan duduk di samping tempat tidur. Setelah berpikir sesaat, dia akhirnya mengumpulkan keberaniannya untuk me
Sara berhenti bernostalgia, lalu menoleh menatap Wina."Tenang saja Wina, aku nggak akan jatuh cinta pada Jefri. Kayaknya cuma Ivan saja pria baik-baik di dunia ini.""Jadi, aku nggak akan lagi bersikap seperti dulu. Percuma saja aku mengabdikan diri ke orang lain mentang-mentang mereka sedikit lebih baik padaku."Sorot tatapan Wina kembali meredup saat mendengar nama Ivan disebut lagi.Satu-satunya pria yang baik kepadanya di dunia ini sudah tiada dan tidak mungkin ada lagi yang sebaik Ivan ....Wina berusaha menyembunyikan sorot kesedihannya, lalu berkata dengan nada yang sangat berterima kasih kepada Sara, "Sara, terima kasih kamu sudah begitu berkorban demi aku. Aku bahkan nggak tahu harus bagaimana balas budi kepadamu. Kalau kamu memang nggak mau bersama dengan Jefri, biar kubantu ...."Sara hanya menjawab pertanyaan "kalau" dari Wina dengan senyuman. Dia mengelus-elus rambut Wina sambil berkata, "Hadiah terbaik untukku adalah kamu yang masih hidup. Mulai sekarang, kamu nggak bole
"Aku kangen banget sama kamu.""Bisakah kamu pulang?""Pulanglah, ada rahasia yang mau kukatakan padamu.""Hari ini aku bermimpi kamu memintaku untuk nggak mengganggumu lagi.""Aku juga nggak ingin mengganggumu, tapi aku nggak kuat.""Aku kangen banget padamu sampai rasanya aku nyaris gila. Tolong beri tahu aku apa yang harus kulakukan supaya aku bisa berhenti merindukanmu.""Bisakah kamu pulang? Kumohon .... Pulang, ya?""Mereka bilang orang yang sudah meninggal nggak bisa hidup lagi, kalau gitu gimana caranya aku bisa melihatmu?""Aku akhirnya bisa melihatmu setelah minum obat tidur. Aku senang sekali.""Dalam halusinasiku, kamu mengaku bahwa kamu sebenarnya sangat mencintaiku.""Aku memelukmu erat-erat dan balas mengakui cintaku untukmu.""Sayangnya, ini cuma halusinasi. Mana mungkin kamu mencintaiku?""Aku mulai memperingatkan diriku sendiri bahwa kamu sudah mencintai yang lain. Aku menyuruh diriku sendiri untuk berhenti memikirkanmu dan melepaskanmu.""Tapi, aku nggak bisa. Kamu s
Sara pun bangkit berdiri dan melihat ke bawah jendela. Alvin benar-benar hanya bergeming di sana sampai Wina mau pulang bersamanya.Sara pun menoleh menatap Wina dan bertanya sambil mengernyit, "Bukannya dia pacar kakakmu? Kenapa dia begitu peduli kamu pulang atau nggak?"Wina hanya memberi tahu Sara bagaimana dia bisa bertahan hidup. Wina belum memberi tahu soal status hubungannya dengan Alvin.Wina menyibakkan selimutnya, lalu berjalan menghampiri Sara. Sambil menatap Alvin yang berdiri di bawah sana, dia menjawab, "Sara, aku dan dia sudah menikah di Britton.""Apa?" Sara sontak menatap Wina dengan kaget."Saking aku ingin pulang demi menemuimu dan Ivan, dia mengikatku atas nama pernikahan karena dia takut setelah aku pulang nanti, ada orang lain yang akan merebut jantung kakakku ini. Kalau aku menolak, dia melarangku pulang," jawab Wina dengan tenang.Ekspresi Sara langsung berubah. "Wina, kalau kayak gitu, bukannya itu berarti kamu harus hidup bersamanya selamanya?""Sebenarnya, ak