Sara berhenti bernostalgia, lalu menoleh menatap Wina."Tenang saja Wina, aku nggak akan jatuh cinta pada Jefri. Kayaknya cuma Ivan saja pria baik-baik di dunia ini.""Jadi, aku nggak akan lagi bersikap seperti dulu. Percuma saja aku mengabdikan diri ke orang lain mentang-mentang mereka sedikit lebih baik padaku."Sorot tatapan Wina kembali meredup saat mendengar nama Ivan disebut lagi.Satu-satunya pria yang baik kepadanya di dunia ini sudah tiada dan tidak mungkin ada lagi yang sebaik Ivan ....Wina berusaha menyembunyikan sorot kesedihannya, lalu berkata dengan nada yang sangat berterima kasih kepada Sara, "Sara, terima kasih kamu sudah begitu berkorban demi aku. Aku bahkan nggak tahu harus bagaimana balas budi kepadamu. Kalau kamu memang nggak mau bersama dengan Jefri, biar kubantu ...."Sara hanya menjawab pertanyaan "kalau" dari Wina dengan senyuman. Dia mengelus-elus rambut Wina sambil berkata, "Hadiah terbaik untukku adalah kamu yang masih hidup. Mulai sekarang, kamu nggak bole
"Aku kangen banget sama kamu.""Bisakah kamu pulang?""Pulanglah, ada rahasia yang mau kukatakan padamu.""Hari ini aku bermimpi kamu memintaku untuk nggak mengganggumu lagi.""Aku juga nggak ingin mengganggumu, tapi aku nggak kuat.""Aku kangen banget padamu sampai rasanya aku nyaris gila. Tolong beri tahu aku apa yang harus kulakukan supaya aku bisa berhenti merindukanmu.""Bisakah kamu pulang? Kumohon .... Pulang, ya?""Mereka bilang orang yang sudah meninggal nggak bisa hidup lagi, kalau gitu gimana caranya aku bisa melihatmu?""Aku akhirnya bisa melihatmu setelah minum obat tidur. Aku senang sekali.""Dalam halusinasiku, kamu mengaku bahwa kamu sebenarnya sangat mencintaiku.""Aku memelukmu erat-erat dan balas mengakui cintaku untukmu.""Sayangnya, ini cuma halusinasi. Mana mungkin kamu mencintaiku?""Aku mulai memperingatkan diriku sendiri bahwa kamu sudah mencintai yang lain. Aku menyuruh diriku sendiri untuk berhenti memikirkanmu dan melepaskanmu.""Tapi, aku nggak bisa. Kamu s
Sara pun bangkit berdiri dan melihat ke bawah jendela. Alvin benar-benar hanya bergeming di sana sampai Wina mau pulang bersamanya.Sara pun menoleh menatap Wina dan bertanya sambil mengernyit, "Bukannya dia pacar kakakmu? Kenapa dia begitu peduli kamu pulang atau nggak?"Wina hanya memberi tahu Sara bagaimana dia bisa bertahan hidup. Wina belum memberi tahu soal status hubungannya dengan Alvin.Wina menyibakkan selimutnya, lalu berjalan menghampiri Sara. Sambil menatap Alvin yang berdiri di bawah sana, dia menjawab, "Sara, aku dan dia sudah menikah di Britton.""Apa?" Sara sontak menatap Wina dengan kaget."Saking aku ingin pulang demi menemuimu dan Ivan, dia mengikatku atas nama pernikahan karena dia takut setelah aku pulang nanti, ada orang lain yang akan merebut jantung kakakku ini. Kalau aku menolak, dia melarangku pulang," jawab Wina dengan tenang.Ekspresi Sara langsung berubah. "Wina, kalau kayak gitu, bukannya itu berarti kamu harus hidup bersamanya selamanya?""Sebenarnya, ak
Jihan menjentikkan ujung rokoknya.Kerlap-kerlip api mengenai kulit Jihan, tetapi dia sama sekali tidak merasa sakit.Yang terdengar oleh Jihan hanyalah suara Daris yang melaporkan hasil penyelidikannya."Pak Jihan, berdasarkan hasil penyelidikan, wanita bernama Vera Dinsa itu bukanlah Nona Wina. Dia adalah warga negara Britton.""Menurut informasi dari pihak Britton, kemungkinan Nona Wina adalah adik Vera yang hilang secara nggak sengaja.""Selain itu, Nona Vera dan Alvin, tuan muda keempat dari Keluarga Chris, memang benar sudah menikah. Mereka menikah di gereja Britton ...."Ujung jari Jihan menyentuh bibirnya.Dia masih bisa merasakan betapa lezat dan menggodanya bibir wanita itu. Jihan yakin wanita itu adalah Wina.Akan tetapi, semua informasi yang Daris peroleh menyatakan bahwa wanita itu bukanlah Wina.Jihan mengisap rokoknya, sorot tatapannya terlihat tidak percaya.Setelah Alvin memarkir mobil, dia mengernyit menatap sosok Jihan."Dia lagi?"Wina pun mengikuti arah pandangan A
Jihan mengangkat tangannya hendak menyentuh wajah Wina, tetapi Wina refleks mundur selangkah.Wina menatap tangan kanan Jihan dengan takut seolah-olah dia memiliki trauma tertentu.Jihan sepertinya menyadarinya, dia pun segera menarik kembali tangannya dan berkata kepada Wina, "Jangan takut, aku nggak akan melakukan apa pun padamu lagi."Wina akhirnya gagal menjaga ketenangannya. "Menjauh dariku."Jihan menggelengkan kepalanya. "Aku nggak mungkin menjauh darimu, Wina."Ekspresi Wina berubah menjadi serius. "Sudah kubilang namaku Vera, bukan Wina! Berapa kali aku harus mengatakannya sebelum kamu percaya?"Ujung mata Jihan pun mulai tampak memerah. "Kamu ... benar-benar bukan Wina?""Ya, bukan!"Wina sengaja memasang ekspresi angkuh.Mata Jihan sedikit berdenyut, sorot tatapannya tetap terlihat tidak percaya.Jihan pun bergegas melangkah mendekati Wina, lalu memaksa Wina ke sudut rumah dan mengangkat tangannya untuk menyentuh pipi Wina.Wina refleks mendorong Jihan menjauh, lalu berbalik
Jihan sontak tertegun, dia menatap ekspresi Wina yang tampak tidak senang.Nona Sara pernah memberi tahu Jihan bahwa sampai Wina mati, Jihan hanya menganggap Wina sebagai wanita pengganti.Apa Wina mengira nama yang selama ini Jihan panggil bukan namanya?"Wina, aku nggak pernah memanggil nama orang lain. Selalu namamu yang kupanggil," bisik Jihan.Sayangnya, penjelasan yang terlambat datang selama tiga tahun ini tidak bisa mengubah apa-apa. Yang ada hanya memunculkan rasa tidak percaya.Sorot tatapan Wina tetap terlihat tenang dan tidak peduli.Respons Wina yang seperti ini membuat hati Jihan terasa begitu sakit.Dia makin erat memeluk Wina.Jihan merasa Wina akan menghilang begitu saja jika dia melonggarkan pelukannya.Jihan sudah pernah merasakan kehilangan karena ditinggal mati oleh Wina, jadi dia tidak mau berpisah dari Wina lagi.Jihan memeluk Wina dengan sekuat tenaga. "Wina, maafkan aku, aku yang salah. Bolehkah kamu ... memberiku kesempatan lagi?"Jihan bahkan tidak tahu bagai
Hati Jihan terasa sakit, pandangannya mulai mengabur.Ini adalah keputusan paling bodoh yang pernah dia buat, keputusan yang selalu Jihan sesali setelah berpisah dari Wina.Jihan menahan rasa sakitnya, lalu menjawab, "Waktu itu, aku berjanji pada kakakku untuk menikahi Winata.""Itu sebabnya kamu langsung melepaskanku begitu dia pulang?" tanya Wina dengan tenang.Jihan hendak membantah, tetapi tidak sanggup mengatakan apa-apa.Sebenarnya, Jihan memang berencana melepaskan Wina setelah kontrak berakhir.Karena Wina tidak mencintainya sementara Jihan ingin memenuhi keinginan terakhir kakaknya, jadi Jihan terpaksa melepaskan Wina.Namun, jika dipikir-pikir lagi, Jihan tidak bisa membantah bahwa dia memang melepaskan Wina begitu saja tanpa keraguan sedikit pun.Wina pun tersenyum dingin menatap Jihan yang hanya diam, lalu berkata, "Jihan, kamu itu bukannya cinta padaku, kamu cuma posesif."Jihan langsung menggelengkan kepalanya. "Aku tahu yang mana cinta dan yang mana posesif. Wina, kamu n
Saat melihat surat itu tetap utuh, rasanya jantung Wina berhenti sepersekian detik.Sejak kapan dia merasa kecewa pada Jihan?Jihan duluan yang melakukan semua itu kepadanya, tetapi Jihan jugalah yang mengingatkan Wina untuk tidak pernah berharap akan dia cintai.Ucapan Jihan itu membuat Wina menyadari bahwa dia tidak berarti apa-apa bagi Jihan. Wina hanya sebatas media untuk Jihan melampiaskan amarahnya.Namun, sekarang ....Wina menengadah menatap Jihan yang seolah kehilangan jati diri.Jihan yang dia kenal adalah pria yang selalu berdiri di posisi tinggi, tidak pernah Jihan bersikap seperti ini.Wina benar-benar tidak mengerti. Jelas-jelas sewaktu mereka masih bersama Jihan tidak pernah mencintainya.Kenapa sekarang Jihan bertanya apa maksud kata-kata yang Wina tulis itu?Apa maksudnya?Maksudnya adalah Wina harus berhenti.Wina menulis surat itu demi memperingatkan dirinya sendiri bahwa Jihan tidak mencintainya.Sewaktu Wina memahami maksud di balik ucapan Jihan itu, cintanya yang
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je