Jihan perlahan berbalik badan menatap Wina yang berdiri di bawah lampu jalan.Panggilan dari sosok orang yang sudah Jihan rindukan setengah mati selama tiga tahun ini sudah cukup untuk membuat Jihan meninggalkan segalanya dan bergegas mendekati Wina untuk memeluk wanita itu.Namun, setiap kali Jihan melangkah, Wina langsung mundur tiga langkah ...."Jangan ke sini."Ekspresi Wina terlihat begitu datar dan tenang."Aku sudah mengatakan semua yang perlu kukatakan. Mulai sekarang, tolong jangan mengusik hidupku lagi."Jihan mengira Wina memanggilnya untuk memperbaiki kondisi ini, tetapi tidak disangka Wina malah memintanya untuk berhenti mengusik hidupnya.Wajah Jihan yang tampan langsung terlihat pucat, rasa sakit yang melanda sekujur tubuhnya membuatnya sulit bernapas.Namun, Wina sama sekali tidak ambil pusing dengan semua ini. Setelah berkata seperti itu, dia langsung berjalan memasuki vila.Menatap Wina yang pergi tanpa ragu itu membuat tubuh Jihan sontak terasa lemas.Daris yang sed
Ekspresi Jihan pun mendadak menjadi serius."Cari tahu soal Alvin dan Vera," perintah Jihan dengan dingin.Daris langsung menjawab dengan hormat, "Baik."Saat Daris berbalik untuk kembali ke mobilnya, Jihan menghentikannya lagi."Lalu ....""Ya, Pak Jihan?""Selidiki apakah Alvin yang menyelamatkan Wina. Mulailah dari krematorium," perintah Jihan.Sesuai kata George, jika otak si pasien masih aktif, ada peluang pasien itu bisa selamat setelah transplantasi jantung dilakukan.Karena tubuh Wina tanpa cacat sedikit pun, itu berarti jenazahnya diam-diam ditukar sebelum dikremasi.Orang yang menukar jenazah Wina kemungkinan besar adalah orang yang sama dengan yang memberikan Wina jantung baru.Jihan menduga orang itu adalah Alvin, tetapi Jihan tidak tahu apa alasan pria itu ....Jihan memainkan rokok yang dia pegang sambil berkata kepada Daris, "Selidiki sendiri, jangan mengandalkan informasi dari Britton."Keluarga Chris adalah keluarga terpandang di Britton, jadi tentu saja Alvin memiliki
Apa yang Jihan lakukan pada Wina hanya sepersepuluh dari apa yang Alvin lakukan pada Vera?Apa itu alasan di balik Vera yang ingin sekali secepatnya mati demi menjauh dari Alvin?Sebenarnya ... Alvin itu orang yang seperti apa?Setelah sosok Alvin yang kesepian itu menghilang ke arah ruang tamu, Wina pun menyentuh dadanya.Jangan-jangan hidup kakaknya lebih miris daripada hidupnya?Wina menghela napas dalam-dalam. Sayangnya, Wina tidak bisa bertanya pada Vera karena kakaknya itu sudah tiada.Setelah duduk lama di sofa, Wina akhirnya bangkit berdiri dan berjalan menuju kamar tidurnya. Saat membuka jendela, dia melihat mobil Jihan masih berada di bawah sana.Sudut mata Wina pun berkedut. Dia menutup luka batinnya dengan rapat, lalu menutup jendela dan menarik tirai sehingga dia tidak bisa melihat mobil Jihan lagi.Entah karena habis bertemu Jihan atau bukan, yang jelas malam itu Wina mimpi buruk.Semua perasaan kecewa itu, rasa putus asa saat Wina terjatuh, rasa menyesal sebelum ajal men
Wina tidak mau meladeni pria mesum satu ini. Setelah menghapus semua pesan itu, Wina kembali ke vila sambil membawa ponselnya.Alvin sudah pergi dari ruang makan. Setelah mengembalikan kunci mobil ke tempatnya, Wina berbalik badan dan berjalan ke kamar tidurnya.Ketika naik ke lantai dua, Wina melihat Alvin berjalan keluar dari kamarnya sambil memegang semua dokumen yang sebelumnya dia berikan kepada Wina."Kemasi barang-barangmu, kita pulang ke Britton."Alvin berujar memberi tahu Wina sambil berjalan melewati wanita itu.Wina sontak tertegun, lalu bergegas menyusul Alvin."Aku 'kan baru pulang! Apa nggak terlalu cepat kembali lagi ke sana sekarang?"Wina bahkan rela menikah dengan Alvin demi bisa pulang, jadi kembali secepat ini ke Britton sama saja rugi bandar, 'kan?Alvin pun berhenti berjalan, lalu berkata dengan dingin kepada Wina, "Kamu pulang untuk memastikan pria bernama Ivan itu sudah mati atau belum, 'kan? Sekarang kamu sudah tahu, jadi buat apa lagi tetap di sini?"Begitu n
Setelah kembali ke kamarnya, Wina mulai merasa panik saat menyadari Alvin belum menyusulnya.Alvin pasti berniat kembali ke Britton karena tadi pagi Wina menolak menjadi kakaknya lagi.Alvin tahu betapa Wina ingin tinggal di sini, jadi dia sengaja membuat kehebohan seperti ini untuk memaksa Wina menyerah kepada syaratnya.Akan tetapi, mana mungkin Wina rela menjadi sosok pengganti lagi? Tadi dia memang sengaja berpura-pura tidak peduli agar Alvin tidak lagi berkeinginan seperti itu.Sayangnya, yang memegang kendali adalah Alvin. Pria itu tidak akan memedulikan pendapat Wina.Wina merasa agak lelah, jadi dia duduk di atas kasur, lalu meringkuk dan memeluk kepalanya.Alvin pun berjalan masuk dan begitu melihat Wina yang seperti ini, pria itu langsung mengangkat dagunya dengan kesan menantang. "Bukannya kamu bilang mau beres-beres? Kenapa kamu masih bergeming begini?"Wina menengadah dengan malas, lalu memelototi Alvin sambil menggertakkan giginya. "Ya, ya, tunggu bentar."Alvin senang se
Sara duduk di sofa ruang tamu sambil memperhatikan sekeliling interior vila. Hari ini, dia mengenakan gaun hitam dengan model punggung yang terbuka sambil membawa sebuah tas bermerek.Begitu melihat Wina berjalan menuruni tangga berbentuk spiral itu, Sara pun segera bangkit berdiri hendak menghampiri Wina. Akan tetapi, Wina langsung berlari ke arahnya."Hei, pelan-pelan, jangan sampai jatuh."Sara menopang tubuh Wina, lalu mengelus rambut Wina yang sekarang dipotong pendek. "Dulu rambutmu panjang, tapi dipotong pendek begini membuatmu terlihat lebih energik."Wina merasa agak getir, tetapi dia sengaja menyembunyikannya di hadapan Sara. "Ya, dulu 'kan aku sakit parah, sekarang aku sudah merasa jauh lebih baik.""Yang penting kamu merasa begitu," hibur Sara sambil tersenyum."Kamu sudah sarapan, Sara?" tanya Wina sambil ikut tersenyum."Sudah," jawab Sara sambil mengangguk.Kemudian, dia melihat ke sekeliling sambil bertanya pada Wina, "Mana Pak Alvin?"Wina pun menengadah menatap kamar
Wina langsung merasa tersentuh. Sara memang tidak pernah berubah, dia selalu bersedia memberikan segalanya demi Wina.Sara bukan hanya seorang kakak yang baik, tetapi juga cahaya harapan bagi Wina.Mana mungkin Wina rela membiarkan Sara yang sebaik ini berada dalam bahaya karena mengikutinya ke Britton?"Hubunganku dengan Alvin terlalu rumit, aku nggak tahu ke depannya akan seperti apa. Aku nggak mau membahayakanmu.""Aku tahu apa yang kamu khawatirkan, tapi Wina ...."Sara menatap Wina dan berkata dengan penuh tekad, "Kamu satu-satunya keluargaku yang tersisa. Rumahku adalah di mana pun kamu berada."Kalimat terakhir Sara itu membuat air mata yang sedari tadi Wina tahan langsung mengalir turun.Sara pun menepuk-nepuk punggung Wina dengan lembut. "Sudah, sudah, jangan nangis, Wina. Aku 'kan belum pernah ke Britton, jadi anggap saja aku lagi keliling melihat dunia."Wina hendak membujuk Sara lagi, tetapi Sara tiba-tiba memekik dengan panik, "Ya ampun, aku hampir saja lupa! Aku 'kan ngga
Dulu, Jefri paling khawatir kakak keduanya ini akan jatuh cinta pada Wina.Setelah beberapa kali mencari tahu, Jefri menyimpulkan bahwa Jihan tidak mencintai Wina. Barulah setelah itu Jefri berhenti memedulikan urusan Jihan.Siapa sangka setelah Wina meninggal, Jihan malah mencoba membunuh diri dengan menyayat pergelangan tangannya. Jihan bahkan sampai kecanduan obat-obatan.Sekarang setelah Jihan berhasil diselamatkan dari ambang kematian, dia langsung mencabut jarum infus begitu siuman dan pulang demi minum-minum secara gila-gilaan. Jihan benar-benar terlihat seperti mau mati saja.Jihan tidak mengacuhkan nasihat Jefri, dia menggoyangkan jarinya untuk mengisyaratkan Jefri agar mengembalikan botol anggurnya. "Berikan padaku."Akan tetapi, Jefri tetap memegang botol itu sambil berkata, "Kalau Kakak terus minum begini, bisa-bisa Kakak mati. Kakak nggak boleh minum lagi!""Sedari awal aku juga nggak mau hidup," cibir Jihan.Ekspresi Jefri langsung terlihat kaku. Dia jadi teringat bagaima
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je