Apa yang Jihan lakukan pada Wina hanya sepersepuluh dari apa yang Alvin lakukan pada Vera?Apa itu alasan di balik Vera yang ingin sekali secepatnya mati demi menjauh dari Alvin?Sebenarnya ... Alvin itu orang yang seperti apa?Setelah sosok Alvin yang kesepian itu menghilang ke arah ruang tamu, Wina pun menyentuh dadanya.Jangan-jangan hidup kakaknya lebih miris daripada hidupnya?Wina menghela napas dalam-dalam. Sayangnya, Wina tidak bisa bertanya pada Vera karena kakaknya itu sudah tiada.Setelah duduk lama di sofa, Wina akhirnya bangkit berdiri dan berjalan menuju kamar tidurnya. Saat membuka jendela, dia melihat mobil Jihan masih berada di bawah sana.Sudut mata Wina pun berkedut. Dia menutup luka batinnya dengan rapat, lalu menutup jendela dan menarik tirai sehingga dia tidak bisa melihat mobil Jihan lagi.Entah karena habis bertemu Jihan atau bukan, yang jelas malam itu Wina mimpi buruk.Semua perasaan kecewa itu, rasa putus asa saat Wina terjatuh, rasa menyesal sebelum ajal men
Wina tidak mau meladeni pria mesum satu ini. Setelah menghapus semua pesan itu, Wina kembali ke vila sambil membawa ponselnya.Alvin sudah pergi dari ruang makan. Setelah mengembalikan kunci mobil ke tempatnya, Wina berbalik badan dan berjalan ke kamar tidurnya.Ketika naik ke lantai dua, Wina melihat Alvin berjalan keluar dari kamarnya sambil memegang semua dokumen yang sebelumnya dia berikan kepada Wina."Kemasi barang-barangmu, kita pulang ke Britton."Alvin berujar memberi tahu Wina sambil berjalan melewati wanita itu.Wina sontak tertegun, lalu bergegas menyusul Alvin."Aku 'kan baru pulang! Apa nggak terlalu cepat kembali lagi ke sana sekarang?"Wina bahkan rela menikah dengan Alvin demi bisa pulang, jadi kembali secepat ini ke Britton sama saja rugi bandar, 'kan?Alvin pun berhenti berjalan, lalu berkata dengan dingin kepada Wina, "Kamu pulang untuk memastikan pria bernama Ivan itu sudah mati atau belum, 'kan? Sekarang kamu sudah tahu, jadi buat apa lagi tetap di sini?"Begitu n
Setelah kembali ke kamarnya, Wina mulai merasa panik saat menyadari Alvin belum menyusulnya.Alvin pasti berniat kembali ke Britton karena tadi pagi Wina menolak menjadi kakaknya lagi.Alvin tahu betapa Wina ingin tinggal di sini, jadi dia sengaja membuat kehebohan seperti ini untuk memaksa Wina menyerah kepada syaratnya.Akan tetapi, mana mungkin Wina rela menjadi sosok pengganti lagi? Tadi dia memang sengaja berpura-pura tidak peduli agar Alvin tidak lagi berkeinginan seperti itu.Sayangnya, yang memegang kendali adalah Alvin. Pria itu tidak akan memedulikan pendapat Wina.Wina merasa agak lelah, jadi dia duduk di atas kasur, lalu meringkuk dan memeluk kepalanya.Alvin pun berjalan masuk dan begitu melihat Wina yang seperti ini, pria itu langsung mengangkat dagunya dengan kesan menantang. "Bukannya kamu bilang mau beres-beres? Kenapa kamu masih bergeming begini?"Wina menengadah dengan malas, lalu memelototi Alvin sambil menggertakkan giginya. "Ya, ya, tunggu bentar."Alvin senang se
Sara duduk di sofa ruang tamu sambil memperhatikan sekeliling interior vila. Hari ini, dia mengenakan gaun hitam dengan model punggung yang terbuka sambil membawa sebuah tas bermerek.Begitu melihat Wina berjalan menuruni tangga berbentuk spiral itu, Sara pun segera bangkit berdiri hendak menghampiri Wina. Akan tetapi, Wina langsung berlari ke arahnya."Hei, pelan-pelan, jangan sampai jatuh."Sara menopang tubuh Wina, lalu mengelus rambut Wina yang sekarang dipotong pendek. "Dulu rambutmu panjang, tapi dipotong pendek begini membuatmu terlihat lebih energik."Wina merasa agak getir, tetapi dia sengaja menyembunyikannya di hadapan Sara. "Ya, dulu 'kan aku sakit parah, sekarang aku sudah merasa jauh lebih baik.""Yang penting kamu merasa begitu," hibur Sara sambil tersenyum."Kamu sudah sarapan, Sara?" tanya Wina sambil ikut tersenyum."Sudah," jawab Sara sambil mengangguk.Kemudian, dia melihat ke sekeliling sambil bertanya pada Wina, "Mana Pak Alvin?"Wina pun menengadah menatap kamar
Wina langsung merasa tersentuh. Sara memang tidak pernah berubah, dia selalu bersedia memberikan segalanya demi Wina.Sara bukan hanya seorang kakak yang baik, tetapi juga cahaya harapan bagi Wina.Mana mungkin Wina rela membiarkan Sara yang sebaik ini berada dalam bahaya karena mengikutinya ke Britton?"Hubunganku dengan Alvin terlalu rumit, aku nggak tahu ke depannya akan seperti apa. Aku nggak mau membahayakanmu.""Aku tahu apa yang kamu khawatirkan, tapi Wina ...."Sara menatap Wina dan berkata dengan penuh tekad, "Kamu satu-satunya keluargaku yang tersisa. Rumahku adalah di mana pun kamu berada."Kalimat terakhir Sara itu membuat air mata yang sedari tadi Wina tahan langsung mengalir turun.Sara pun menepuk-nepuk punggung Wina dengan lembut. "Sudah, sudah, jangan nangis, Wina. Aku 'kan belum pernah ke Britton, jadi anggap saja aku lagi keliling melihat dunia."Wina hendak membujuk Sara lagi, tetapi Sara tiba-tiba memekik dengan panik, "Ya ampun, aku hampir saja lupa! Aku 'kan ngga
Dulu, Jefri paling khawatir kakak keduanya ini akan jatuh cinta pada Wina.Setelah beberapa kali mencari tahu, Jefri menyimpulkan bahwa Jihan tidak mencintai Wina. Barulah setelah itu Jefri berhenti memedulikan urusan Jihan.Siapa sangka setelah Wina meninggal, Jihan malah mencoba membunuh diri dengan menyayat pergelangan tangannya. Jihan bahkan sampai kecanduan obat-obatan.Sekarang setelah Jihan berhasil diselamatkan dari ambang kematian, dia langsung mencabut jarum infus begitu siuman dan pulang demi minum-minum secara gila-gilaan. Jihan benar-benar terlihat seperti mau mati saja.Jihan tidak mengacuhkan nasihat Jefri, dia menggoyangkan jarinya untuk mengisyaratkan Jefri agar mengembalikan botol anggurnya. "Berikan padaku."Akan tetapi, Jefri tetap memegang botol itu sambil berkata, "Kalau Kakak terus minum begini, bisa-bisa Kakak mati. Kakak nggak boleh minum lagi!""Sedari awal aku juga nggak mau hidup," cibir Jihan.Ekspresi Jefri langsung terlihat kaku. Dia jadi teringat bagaima
Jihan terkekeh dengan dingin, sorot tatapannya seolah sedang menghina dirinya sendiri.Dia menelan rasa sakit yang menyesakkan ini, lalu mengambil gelas anggurnya dan menenggak isinya lagi.Jakunnya bergerak naik turun menelan semua kegetirannya bersama dengan aliran anggur.Akan tetapi, sepertinya anggur saja tidak cukup untuk menghilangkan rasa sakitnya. Jihan meletakkan gelas anggurnya, lalu bangkit berdiri dan berjalan menuju lantai dua dengan terhuyung-huyung ....Melihat sosok Jihan yang tampak kesepian dan dingin itu, Jefri tiba-tiba teringat ucapan kakeknya. Sepertinya kakeknya benar, Jihan bukannya tidak punya perasaan.Jihan memang dididik sejak kecil untuk tidak pernah menunjukkan perasaannya, tetapi sebenarnya dialah yang paling sensitif.Jefri menggoyang-goyangkan gelas anggurnya, lalu melirik Daris yang tampak khawatir juga sambil bertanya, "Kenapa Kak Jihan masih sedepresi ini kalau tahu Nona Wina masih hidup? Jangan-jangan dia meminta rujuk pada Wina, tapi ditolak?"Dar
Setelah berkata seperti itu, Jefri meletakkan gelas anggurnya dan mengambil mantelnya, lalu bangkit berdiri dan berjalan pergi.Begitu dia berjalan keluar dan membuka pintu mobil, Sara meneleponnya.Sambil duduk di dalam mobil, Jefri mengangkat telepon itu. "Kenapa?""Tuan Muda Jefri lagi di mana? Ada yang ingin kubicarakan," jawab Sara dari ujung telepon sana.Jefri pun menengadah menatap matahari yang masih bersinar, lalu menjawab sambil mengernyit, "'Kan sudah kubilang kita ketemunya pas malam saja?"Gara-gara memacari seorang janda, Jefri berulang kali diejek oleh teman-temannya yang kaya raya.Namun, Jefri sudah terlanjut terpikat oleh Sara. Itu sebabnya walaupun diejek, dia tetap memacari Sara.Meskipun begitu, jangan harap Jefri akan menemui Sara di siang bolong. Jika teman-temannya sampai lihat, bisa-bisa dia jadi bulan-bulanan.Sara melirik vila Jefri, lalu berkata, "Pulanglah, aku ada di depan rumahmu."Jefri merasa agak kesal, tetapi dia tetap menjawab dengan lembut, "Oke, t