Saat melihat surat itu tetap utuh, rasanya jantung Wina berhenti sepersekian detik.Sejak kapan dia merasa kecewa pada Jihan?Jihan duluan yang melakukan semua itu kepadanya, tetapi Jihan jugalah yang mengingatkan Wina untuk tidak pernah berharap akan dia cintai.Ucapan Jihan itu membuat Wina menyadari bahwa dia tidak berarti apa-apa bagi Jihan. Wina hanya sebatas media untuk Jihan melampiaskan amarahnya.Namun, sekarang ....Wina menengadah menatap Jihan yang seolah kehilangan jati diri.Jihan yang dia kenal adalah pria yang selalu berdiri di posisi tinggi, tidak pernah Jihan bersikap seperti ini.Wina benar-benar tidak mengerti. Jelas-jelas sewaktu mereka masih bersama Jihan tidak pernah mencintainya.Kenapa sekarang Jihan bertanya apa maksud kata-kata yang Wina tulis itu?Apa maksudnya?Maksudnya adalah Wina harus berhenti.Wina menulis surat itu demi memperingatkan dirinya sendiri bahwa Jihan tidak mencintainya.Sewaktu Wina memahami maksud di balik ucapan Jihan itu, cintanya yang
Jihan perlahan berbalik badan menatap Wina yang berdiri di bawah lampu jalan.Panggilan dari sosok orang yang sudah Jihan rindukan setengah mati selama tiga tahun ini sudah cukup untuk membuat Jihan meninggalkan segalanya dan bergegas mendekati Wina untuk memeluk wanita itu.Namun, setiap kali Jihan melangkah, Wina langsung mundur tiga langkah ...."Jangan ke sini."Ekspresi Wina terlihat begitu datar dan tenang."Aku sudah mengatakan semua yang perlu kukatakan. Mulai sekarang, tolong jangan mengusik hidupku lagi."Jihan mengira Wina memanggilnya untuk memperbaiki kondisi ini, tetapi tidak disangka Wina malah memintanya untuk berhenti mengusik hidupnya.Wajah Jihan yang tampan langsung terlihat pucat, rasa sakit yang melanda sekujur tubuhnya membuatnya sulit bernapas.Namun, Wina sama sekali tidak ambil pusing dengan semua ini. Setelah berkata seperti itu, dia langsung berjalan memasuki vila.Menatap Wina yang pergi tanpa ragu itu membuat tubuh Jihan sontak terasa lemas.Daris yang sed
Ekspresi Jihan pun mendadak menjadi serius."Cari tahu soal Alvin dan Vera," perintah Jihan dengan dingin.Daris langsung menjawab dengan hormat, "Baik."Saat Daris berbalik untuk kembali ke mobilnya, Jihan menghentikannya lagi."Lalu ....""Ya, Pak Jihan?""Selidiki apakah Alvin yang menyelamatkan Wina. Mulailah dari krematorium," perintah Jihan.Sesuai kata George, jika otak si pasien masih aktif, ada peluang pasien itu bisa selamat setelah transplantasi jantung dilakukan.Karena tubuh Wina tanpa cacat sedikit pun, itu berarti jenazahnya diam-diam ditukar sebelum dikremasi.Orang yang menukar jenazah Wina kemungkinan besar adalah orang yang sama dengan yang memberikan Wina jantung baru.Jihan menduga orang itu adalah Alvin, tetapi Jihan tidak tahu apa alasan pria itu ....Jihan memainkan rokok yang dia pegang sambil berkata kepada Daris, "Selidiki sendiri, jangan mengandalkan informasi dari Britton."Keluarga Chris adalah keluarga terpandang di Britton, jadi tentu saja Alvin memiliki
Apa yang Jihan lakukan pada Wina hanya sepersepuluh dari apa yang Alvin lakukan pada Vera?Apa itu alasan di balik Vera yang ingin sekali secepatnya mati demi menjauh dari Alvin?Sebenarnya ... Alvin itu orang yang seperti apa?Setelah sosok Alvin yang kesepian itu menghilang ke arah ruang tamu, Wina pun menyentuh dadanya.Jangan-jangan hidup kakaknya lebih miris daripada hidupnya?Wina menghela napas dalam-dalam. Sayangnya, Wina tidak bisa bertanya pada Vera karena kakaknya itu sudah tiada.Setelah duduk lama di sofa, Wina akhirnya bangkit berdiri dan berjalan menuju kamar tidurnya. Saat membuka jendela, dia melihat mobil Jihan masih berada di bawah sana.Sudut mata Wina pun berkedut. Dia menutup luka batinnya dengan rapat, lalu menutup jendela dan menarik tirai sehingga dia tidak bisa melihat mobil Jihan lagi.Entah karena habis bertemu Jihan atau bukan, yang jelas malam itu Wina mimpi buruk.Semua perasaan kecewa itu, rasa putus asa saat Wina terjatuh, rasa menyesal sebelum ajal men
Wina tidak mau meladeni pria mesum satu ini. Setelah menghapus semua pesan itu, Wina kembali ke vila sambil membawa ponselnya.Alvin sudah pergi dari ruang makan. Setelah mengembalikan kunci mobil ke tempatnya, Wina berbalik badan dan berjalan ke kamar tidurnya.Ketika naik ke lantai dua, Wina melihat Alvin berjalan keluar dari kamarnya sambil memegang semua dokumen yang sebelumnya dia berikan kepada Wina."Kemasi barang-barangmu, kita pulang ke Britton."Alvin berujar memberi tahu Wina sambil berjalan melewati wanita itu.Wina sontak tertegun, lalu bergegas menyusul Alvin."Aku 'kan baru pulang! Apa nggak terlalu cepat kembali lagi ke sana sekarang?"Wina bahkan rela menikah dengan Alvin demi bisa pulang, jadi kembali secepat ini ke Britton sama saja rugi bandar, 'kan?Alvin pun berhenti berjalan, lalu berkata dengan dingin kepada Wina, "Kamu pulang untuk memastikan pria bernama Ivan itu sudah mati atau belum, 'kan? Sekarang kamu sudah tahu, jadi buat apa lagi tetap di sini?"Begitu n
Setelah kembali ke kamarnya, Wina mulai merasa panik saat menyadari Alvin belum menyusulnya.Alvin pasti berniat kembali ke Britton karena tadi pagi Wina menolak menjadi kakaknya lagi.Alvin tahu betapa Wina ingin tinggal di sini, jadi dia sengaja membuat kehebohan seperti ini untuk memaksa Wina menyerah kepada syaratnya.Akan tetapi, mana mungkin Wina rela menjadi sosok pengganti lagi? Tadi dia memang sengaja berpura-pura tidak peduli agar Alvin tidak lagi berkeinginan seperti itu.Sayangnya, yang memegang kendali adalah Alvin. Pria itu tidak akan memedulikan pendapat Wina.Wina merasa agak lelah, jadi dia duduk di atas kasur, lalu meringkuk dan memeluk kepalanya.Alvin pun berjalan masuk dan begitu melihat Wina yang seperti ini, pria itu langsung mengangkat dagunya dengan kesan menantang. "Bukannya kamu bilang mau beres-beres? Kenapa kamu masih bergeming begini?"Wina menengadah dengan malas, lalu memelototi Alvin sambil menggertakkan giginya. "Ya, ya, tunggu bentar."Alvin senang se
Sara duduk di sofa ruang tamu sambil memperhatikan sekeliling interior vila. Hari ini, dia mengenakan gaun hitam dengan model punggung yang terbuka sambil membawa sebuah tas bermerek.Begitu melihat Wina berjalan menuruni tangga berbentuk spiral itu, Sara pun segera bangkit berdiri hendak menghampiri Wina. Akan tetapi, Wina langsung berlari ke arahnya."Hei, pelan-pelan, jangan sampai jatuh."Sara menopang tubuh Wina, lalu mengelus rambut Wina yang sekarang dipotong pendek. "Dulu rambutmu panjang, tapi dipotong pendek begini membuatmu terlihat lebih energik."Wina merasa agak getir, tetapi dia sengaja menyembunyikannya di hadapan Sara. "Ya, dulu 'kan aku sakit parah, sekarang aku sudah merasa jauh lebih baik.""Yang penting kamu merasa begitu," hibur Sara sambil tersenyum."Kamu sudah sarapan, Sara?" tanya Wina sambil ikut tersenyum."Sudah," jawab Sara sambil mengangguk.Kemudian, dia melihat ke sekeliling sambil bertanya pada Wina, "Mana Pak Alvin?"Wina pun menengadah menatap kamar
Wina langsung merasa tersentuh. Sara memang tidak pernah berubah, dia selalu bersedia memberikan segalanya demi Wina.Sara bukan hanya seorang kakak yang baik, tetapi juga cahaya harapan bagi Wina.Mana mungkin Wina rela membiarkan Sara yang sebaik ini berada dalam bahaya karena mengikutinya ke Britton?"Hubunganku dengan Alvin terlalu rumit, aku nggak tahu ke depannya akan seperti apa. Aku nggak mau membahayakanmu.""Aku tahu apa yang kamu khawatirkan, tapi Wina ...."Sara menatap Wina dan berkata dengan penuh tekad, "Kamu satu-satunya keluargaku yang tersisa. Rumahku adalah di mana pun kamu berada."Kalimat terakhir Sara itu membuat air mata yang sedari tadi Wina tahan langsung mengalir turun.Sara pun menepuk-nepuk punggung Wina dengan lembut. "Sudah, sudah, jangan nangis, Wina. Aku 'kan belum pernah ke Britton, jadi anggap saja aku lagi keliling melihat dunia."Wina hendak membujuk Sara lagi, tetapi Sara tiba-tiba memekik dengan panik, "Ya ampun, aku hampir saja lupa! Aku 'kan ngga