Ekspresi Sara sontak terlihat kaku, lalu berubah menjadi kesan menghina."Kamu tahu nggak kenapa waktu itu Denis melarangku pergi ke rumah keluarganya?""Karena Eva?"Sara pun mengangguk, lalu menceritakan apa yang terjadi."Denis dan Eva bukan saudara kandung. Mereka sudah lama menjalin hubungan dan orang tua mereka sudah sama-sama setuju. Tapi, gara-gara mau sombong, Eva meminta Denis membeli rumah mewah di Kota Aster. Mereka mana sanggup beli? Itu sebabnya Denis memutuskan untuk mengincarku.""Denis tahu aku ini yatim piatu, bukan orang yang berpendidikan dan kerjanya di klub. Dia menganggap orang-orang sepertiku haus akan kasih sayang dan mudah ditipu, jadi dia berpura-pura memperlakukanku dengan lembut dan baik hati untuk membuatku luluh. Aku memang pada akhirnya jatuh cinta pada Denis dan memberikan segalanya padanya, tapi ternyata dia dan Eva sama sekali nggak punya ikatan saudara.""Pada malam aku tahu kamu nyawamu sudah berada di ujung tanduk karena gagal jantung, aku memergok
Walaupun Wina merasa sangat kebingungan, Sara hanya berkata kepadanya dengan nada meminta maaf, "Aku angkat telepon dulu, ya."Wina mengangguk singkat, lalu memperhatikan Sara yang buru-buru keluar dari kamar tidur dan menutup pintu.Wina tahu ada banyak hal yang pasti terjadi selama tiga tahun ini, tetapi tidak disangka Sara dan Jefri ....Di luar pintu, Sara berbisik ke mikrofon ponselnya, "Aku kayaknya nggak bisa ke sana, malam ini aku harus menemani temanku."Jefri berhenti menggoyang-goyangkan gelas anggurnya, lalu bertanya, "Teman siapa?""Teman cewek," jawab Sara.Jefri pun meletakkan gelasnya, lalu berkata dengan bosan, "Ah, nggak seru."Setelah itu, telepon pun ditutup. Sara menghela napas dengan lega, lalu berbalik dan berjalan kembali ke kamar tidur.Begitu melihat Wina yang sedang duduk tenang menunggunya di kasur, Sara kembali merasa bersalah.Sara berjalan mendekat dan duduk di samping tempat tidur. Setelah berpikir sesaat, dia akhirnya mengumpulkan keberaniannya untuk me
Sara berhenti bernostalgia, lalu menoleh menatap Wina."Tenang saja Wina, aku nggak akan jatuh cinta pada Jefri. Kayaknya cuma Ivan saja pria baik-baik di dunia ini.""Jadi, aku nggak akan lagi bersikap seperti dulu. Percuma saja aku mengabdikan diri ke orang lain mentang-mentang mereka sedikit lebih baik padaku."Sorot tatapan Wina kembali meredup saat mendengar nama Ivan disebut lagi.Satu-satunya pria yang baik kepadanya di dunia ini sudah tiada dan tidak mungkin ada lagi yang sebaik Ivan ....Wina berusaha menyembunyikan sorot kesedihannya, lalu berkata dengan nada yang sangat berterima kasih kepada Sara, "Sara, terima kasih kamu sudah begitu berkorban demi aku. Aku bahkan nggak tahu harus bagaimana balas budi kepadamu. Kalau kamu memang nggak mau bersama dengan Jefri, biar kubantu ...."Sara hanya menjawab pertanyaan "kalau" dari Wina dengan senyuman. Dia mengelus-elus rambut Wina sambil berkata, "Hadiah terbaik untukku adalah kamu yang masih hidup. Mulai sekarang, kamu nggak bole
"Aku kangen banget sama kamu.""Bisakah kamu pulang?""Pulanglah, ada rahasia yang mau kukatakan padamu.""Hari ini aku bermimpi kamu memintaku untuk nggak mengganggumu lagi.""Aku juga nggak ingin mengganggumu, tapi aku nggak kuat.""Aku kangen banget padamu sampai rasanya aku nyaris gila. Tolong beri tahu aku apa yang harus kulakukan supaya aku bisa berhenti merindukanmu.""Bisakah kamu pulang? Kumohon .... Pulang, ya?""Mereka bilang orang yang sudah meninggal nggak bisa hidup lagi, kalau gitu gimana caranya aku bisa melihatmu?""Aku akhirnya bisa melihatmu setelah minum obat tidur. Aku senang sekali.""Dalam halusinasiku, kamu mengaku bahwa kamu sebenarnya sangat mencintaiku.""Aku memelukmu erat-erat dan balas mengakui cintaku untukmu.""Sayangnya, ini cuma halusinasi. Mana mungkin kamu mencintaiku?""Aku mulai memperingatkan diriku sendiri bahwa kamu sudah mencintai yang lain. Aku menyuruh diriku sendiri untuk berhenti memikirkanmu dan melepaskanmu.""Tapi, aku nggak bisa. Kamu s
Sara pun bangkit berdiri dan melihat ke bawah jendela. Alvin benar-benar hanya bergeming di sana sampai Wina mau pulang bersamanya.Sara pun menoleh menatap Wina dan bertanya sambil mengernyit, "Bukannya dia pacar kakakmu? Kenapa dia begitu peduli kamu pulang atau nggak?"Wina hanya memberi tahu Sara bagaimana dia bisa bertahan hidup. Wina belum memberi tahu soal status hubungannya dengan Alvin.Wina menyibakkan selimutnya, lalu berjalan menghampiri Sara. Sambil menatap Alvin yang berdiri di bawah sana, dia menjawab, "Sara, aku dan dia sudah menikah di Britton.""Apa?" Sara sontak menatap Wina dengan kaget."Saking aku ingin pulang demi menemuimu dan Ivan, dia mengikatku atas nama pernikahan karena dia takut setelah aku pulang nanti, ada orang lain yang akan merebut jantung kakakku ini. Kalau aku menolak, dia melarangku pulang," jawab Wina dengan tenang.Ekspresi Sara langsung berubah. "Wina, kalau kayak gitu, bukannya itu berarti kamu harus hidup bersamanya selamanya?""Sebenarnya, ak
Jihan menjentikkan ujung rokoknya.Kerlap-kerlip api mengenai kulit Jihan, tetapi dia sama sekali tidak merasa sakit.Yang terdengar oleh Jihan hanyalah suara Daris yang melaporkan hasil penyelidikannya."Pak Jihan, berdasarkan hasil penyelidikan, wanita bernama Vera Dinsa itu bukanlah Nona Wina. Dia adalah warga negara Britton.""Menurut informasi dari pihak Britton, kemungkinan Nona Wina adalah adik Vera yang hilang secara nggak sengaja.""Selain itu, Nona Vera dan Alvin, tuan muda keempat dari Keluarga Chris, memang benar sudah menikah. Mereka menikah di gereja Britton ...."Ujung jari Jihan menyentuh bibirnya.Dia masih bisa merasakan betapa lezat dan menggodanya bibir wanita itu. Jihan yakin wanita itu adalah Wina.Akan tetapi, semua informasi yang Daris peroleh menyatakan bahwa wanita itu bukanlah Wina.Jihan mengisap rokoknya, sorot tatapannya terlihat tidak percaya.Setelah Alvin memarkir mobil, dia mengernyit menatap sosok Jihan."Dia lagi?"Wina pun mengikuti arah pandangan A
Jihan mengangkat tangannya hendak menyentuh wajah Wina, tetapi Wina refleks mundur selangkah.Wina menatap tangan kanan Jihan dengan takut seolah-olah dia memiliki trauma tertentu.Jihan sepertinya menyadarinya, dia pun segera menarik kembali tangannya dan berkata kepada Wina, "Jangan takut, aku nggak akan melakukan apa pun padamu lagi."Wina akhirnya gagal menjaga ketenangannya. "Menjauh dariku."Jihan menggelengkan kepalanya. "Aku nggak mungkin menjauh darimu, Wina."Ekspresi Wina berubah menjadi serius. "Sudah kubilang namaku Vera, bukan Wina! Berapa kali aku harus mengatakannya sebelum kamu percaya?"Ujung mata Jihan pun mulai tampak memerah. "Kamu ... benar-benar bukan Wina?""Ya, bukan!"Wina sengaja memasang ekspresi angkuh.Mata Jihan sedikit berdenyut, sorot tatapannya tetap terlihat tidak percaya.Jihan pun bergegas melangkah mendekati Wina, lalu memaksa Wina ke sudut rumah dan mengangkat tangannya untuk menyentuh pipi Wina.Wina refleks mendorong Jihan menjauh, lalu berbalik
Jihan sontak tertegun, dia menatap ekspresi Wina yang tampak tidak senang.Nona Sara pernah memberi tahu Jihan bahwa sampai Wina mati, Jihan hanya menganggap Wina sebagai wanita pengganti.Apa Wina mengira nama yang selama ini Jihan panggil bukan namanya?"Wina, aku nggak pernah memanggil nama orang lain. Selalu namamu yang kupanggil," bisik Jihan.Sayangnya, penjelasan yang terlambat datang selama tiga tahun ini tidak bisa mengubah apa-apa. Yang ada hanya memunculkan rasa tidak percaya.Sorot tatapan Wina tetap terlihat tenang dan tidak peduli.Respons Wina yang seperti ini membuat hati Jihan terasa begitu sakit.Dia makin erat memeluk Wina.Jihan merasa Wina akan menghilang begitu saja jika dia melonggarkan pelukannya.Jihan sudah pernah merasakan kehilangan karena ditinggal mati oleh Wina, jadi dia tidak mau berpisah dari Wina lagi.Jihan memeluk Wina dengan sekuat tenaga. "Wina, maafkan aku, aku yang salah. Bolehkah kamu ... memberiku kesempatan lagi?"Jihan bahkan tidak tahu bagai