Cahaya klub yang terlalu remang dan berkelap-kelip membuat Sara membutuhkan beberapa saat sebelum bisa melihat Wina dengan lebih jelas.Walaupun sekarang rambut Wina pendek dan dia mengenakan gaun merah, Sara tidak akan pernah melupakan wajah Wina.Orang yang selama ini selalu Sara kenang dalam hati sedang berdiri di sana.Sara sontak mematung, rokoknya terjatuh ke atas lantai."Sara!"Wina akhirnya berseru memanggil dengan air mata yang bergulir turun.Sara refleks berjalan menghampiri Wina dengan tidak percaya. "Wina, apa ini benar-benar kamu ...."Wina tidak kuasa lagi menahan tangisnya. "Kak Sara ...."Begitu mendengar suara Wina, Sara yakin dia tidak salah orang.Tubuh Sara tampak gemetar. Dia berulang kali mengangkat tangannya hendak menyentuh wajah Wina, tetapi tidak jadi karena terlalu gemetar menahan rasa senang.Wina pun meraih tangan Sara dan meletakkannya di pipinya, lalu berkata sambil menangis, "Aku pulang, Kak Sara."Begitu merasakan langsung hangat tubuh Wina, Sara pun
Sara langsung memeluk Wina. Tubuh Wina yang terasa makin dingin membuat hati Sara terasa sakit."Wina, aku juga nggak percaya, tapi ...."Sara berhenti bicara, dia membiarkan air matanya mengalir turun.Tiga tahun lalu, Sara menyusul Ivan ke kuburan karena takut pria itu akan melakukan hal bodoh.Sesampainya di sana, Sara tidak melihat Ivan di mana-mana. Yang ada hanyalah noda darah di batu nisan.Firasat Sara langsung berubah menjadi buruk. Dia mencari Ivan ke mana-mana, tetapi tidak dapat menemukannya.Keesokan harinya, berita melaporkan bahwa Rian Gerad, direktur Grup Gerad, bunuh diri di kuburan.Barulah pada saat itu Sara menyadari bahwa Ivan benar-benar telah melakukan sesuatu yang bodoh ....Sambil memeluk Wina dengan erat, Sara berkata dengan mata yang berkaca-kaca, "Maaf, Wina, ini semua karena aku nggak perhatian pada Ivan ....""Nggak, nggak mungkin ...."Wina hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya menolak mengakui kenyataan. Rasanya ada yang mencabik-cabik jantungnya sam
Wina terus menangis hingga air matanya kering dan tubuhnya terasa lemas ....Sara hendak memapah Wina ke ruang privat untuk beristirahat, tetapi Wina menolak.Wina bersandar ke dinding, lalu perlahan berjongkok dan melipat tangannya untuk memeluk kepalanya.Sosok Wina yang meringkuk itu terlihat begitu kesepian seolah-olah dunia sudah mencampakannya.Sara tidak berani mengganggu Wina. Dia mengusir orang-orang di sekitar mereka, lalu ikut berjongkok dalam diam menemani Wina.Saat Sara ditinggal mati oleh kedua orang yang dia sayangi tiga tahun lalu, dia juga membutuhkan waktu yang lama untuk bisa bangkit lagi.Ditambah lagi waktu itu suaminya berkhianat. Sara merasa seluruh dunianya runtuh, tetapi dia menggertakkan gigi dan memutuskan untuk bertahan.Dia tidak boleh mati! Dia harus balas dendam pada Denis, Mira, Winata dan Jihan!Sara pun bertahan hidup dengan mengandalkan tekad ini. Tidak disangka dia akan bertemu dengan Wina lagi.Sekarang setelah bertemu lagi dengan Wina, Sara bertek
Saat Wina membuka matanya lagi, sinar matahari yang menyilaukan memancar masuk dari luar jendela.Wina langsung memperhatikan sekitarnya. Rasanya begitu familier, tetapi asing sekali.Di saat Wina sedang bertanya-tanya ini di mana, pintu dibuka dan Sara berjalan masuk sambil membawa air hangat."Sudah bangun, Wina?"Begitu melihat sosok Sara, Wina langsung menduga dia ada di rumah baru Sara.Wina pun memaksa tubuhnya yang lemas untuk bangun dari tempat tidur."Sudah, jangan gerak-gerak, kamu baring saja ...."Sara meletakkan air hangat itu di samping, lalu membantu Wina bersandar di atas ranjang. Akan tetapi, Sara melarang Sara untuk bangun dari tempat tidur."Aku sudah memanggil dokter untuk memeriksa kondisimu, katanya kamu pingsan karena terlalu sedih ...."Wina pun memaksakan seulas senyuman lembut. "Terima kasih, Sara."Sara menyelipkan rambut Wina yang menempel di dahinya dengan acak-acakan ke belakang telinga Wina sambil berkata dengan lembut, "Dasar bodoh, ngapain kamu sungkan
Saat Wina masih berusia 18 tahun, Wina memegang lengan Ivan dan bertanya kepadanya, "Ivan, Ivan, kapan kamu akan menikahiku?"Ivan yang sedang membaca buku pun tersenyum dan menepuk hidung Wina dengan pena sambil menjawab, "Nanti setelah aku sanggup menikahimu.""Kapan itu?" tanya Wina sambil cemberut dengan kesal.Ivan pun menyodorkan buku yang dia pegang sambil menjawab, "Setelah aku selesai belajar dan jadi orang hebat, barulah aku sanggup menikahimu."Wina menopang dagunya dengan kedua tangannya, lalu berkata sambil cemberut, "Nanti kalau kamu sudah jadi orang hebat, jangan sampai kamu lupa padaku dan batal menikahiku, ya!"Tidak disangka ucapan itu malah menjadi kenyataan. Ivan akhirnya menjadi orang yang hebat, tetapi malah melupakan Wina.Begitu ingat akan Wina lagi, Ivan malah pergi dari dunia ini ....Si bodoh satu itu. Sekalipun Wina sudah tiada, ternyata Ivan tetap mau menikahinya.Wina memeluk buku nikah itu, lalu menangis sejadi-jadinya.Ivan menikahinya dengan putus asa s
Ekspresi Sara sontak terlihat kaku, lalu berubah menjadi kesan menghina."Kamu tahu nggak kenapa waktu itu Denis melarangku pergi ke rumah keluarganya?""Karena Eva?"Sara pun mengangguk, lalu menceritakan apa yang terjadi."Denis dan Eva bukan saudara kandung. Mereka sudah lama menjalin hubungan dan orang tua mereka sudah sama-sama setuju. Tapi, gara-gara mau sombong, Eva meminta Denis membeli rumah mewah di Kota Aster. Mereka mana sanggup beli? Itu sebabnya Denis memutuskan untuk mengincarku.""Denis tahu aku ini yatim piatu, bukan orang yang berpendidikan dan kerjanya di klub. Dia menganggap orang-orang sepertiku haus akan kasih sayang dan mudah ditipu, jadi dia berpura-pura memperlakukanku dengan lembut dan baik hati untuk membuatku luluh. Aku memang pada akhirnya jatuh cinta pada Denis dan memberikan segalanya padanya, tapi ternyata dia dan Eva sama sekali nggak punya ikatan saudara.""Pada malam aku tahu kamu nyawamu sudah berada di ujung tanduk karena gagal jantung, aku memergok
Walaupun Wina merasa sangat kebingungan, Sara hanya berkata kepadanya dengan nada meminta maaf, "Aku angkat telepon dulu, ya."Wina mengangguk singkat, lalu memperhatikan Sara yang buru-buru keluar dari kamar tidur dan menutup pintu.Wina tahu ada banyak hal yang pasti terjadi selama tiga tahun ini, tetapi tidak disangka Sara dan Jefri ....Di luar pintu, Sara berbisik ke mikrofon ponselnya, "Aku kayaknya nggak bisa ke sana, malam ini aku harus menemani temanku."Jefri berhenti menggoyang-goyangkan gelas anggurnya, lalu bertanya, "Teman siapa?""Teman cewek," jawab Sara.Jefri pun meletakkan gelasnya, lalu berkata dengan bosan, "Ah, nggak seru."Setelah itu, telepon pun ditutup. Sara menghela napas dengan lega, lalu berbalik dan berjalan kembali ke kamar tidur.Begitu melihat Wina yang sedang duduk tenang menunggunya di kasur, Sara kembali merasa bersalah.Sara berjalan mendekat dan duduk di samping tempat tidur. Setelah berpikir sesaat, dia akhirnya mengumpulkan keberaniannya untuk me
Sara berhenti bernostalgia, lalu menoleh menatap Wina."Tenang saja Wina, aku nggak akan jatuh cinta pada Jefri. Kayaknya cuma Ivan saja pria baik-baik di dunia ini.""Jadi, aku nggak akan lagi bersikap seperti dulu. Percuma saja aku mengabdikan diri ke orang lain mentang-mentang mereka sedikit lebih baik padaku."Sorot tatapan Wina kembali meredup saat mendengar nama Ivan disebut lagi.Satu-satunya pria yang baik kepadanya di dunia ini sudah tiada dan tidak mungkin ada lagi yang sebaik Ivan ....Wina berusaha menyembunyikan sorot kesedihannya, lalu berkata dengan nada yang sangat berterima kasih kepada Sara, "Sara, terima kasih kamu sudah begitu berkorban demi aku. Aku bahkan nggak tahu harus bagaimana balas budi kepadamu. Kalau kamu memang nggak mau bersama dengan Jefri, biar kubantu ...."Sara hanya menjawab pertanyaan "kalau" dari Wina dengan senyuman. Dia mengelus-elus rambut Wina sambil berkata, "Hadiah terbaik untukku adalah kamu yang masih hidup. Mulai sekarang, kamu nggak bole
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je