"Kakakmu juga memberitahuku namamu ...."Wina sontak memalingkan pandangannya dari foto itu dan menatap George."Ibumu memberimu nama Verina. Verina Dinsa."Wina pun tersenyum kecil.Ternyata dia juga punya nama. Verina Dinsa, ya .... Nama yang terdengar begitu cantik ....Apa ibunya mendoakan segala hal yang baik untuknya saat menamainya seperti itu?Sayangnya, selama ini Wina merasa hanya Sara dan Ivan saja yang memperlakukannya dengan baik.Wina jadi ingat masa lalunya. Bagaimana dia bersandar di dinding panti asuhan sambil menyaksikan anak-anak di luar sana dipeluk oleh orang tua masing-masing.Senyuman Wina pun perlahan-lahan lenyap. Matanya langsung berkaca-kaca, perasaan sedih dan kesepian menjalari hatinya.George mengambil beberapa helai tisu dengan sigap dan mengusap air mata Wina dengan sopan sambil berkata, "Jangan menangis, matamu sangat penting."Wina mengerjap-ngerjapkan matanya sambil mengiakan dengan singkat, lalu bertanya lagi, "Ibuku ....""Maaf, Vera bilang ibu kali
Demi bisa sembuh secepatnya, Wina mengikuti sesi pengobatan George dengan sebaik mungkin.Sekitar enam bulan kemudian, Wina sudah bisa berjalan-jalan dan melakukan beberapa gerakan sederhana.George mengatakan bahwa selama Wina terus menjalani sesi rehabilitasi dengan baik, sekitar enam bulan lagi Wina bisa bergerak dengan bebas.Penglihatan Wina juga perlahan-lahan membaik ....Walaupun belum bisa melihat sejelas sebelumnya, tetap saja Wina merasa sangat senang.Selama enam bulan terakhir, Wina juga terus berusaha menghubungi Ivan dan Sara.Wina menghubungi mereka melalui WhatsApp, Twitter, email dan metode komunikasi lainnya, tetapi tidak menerima balasan apa pun.Alvin juga mengetahui tindakan Wina ini, tetapi dia dengan berbaik hati membiarkan Wina melakukannya.Namun, begitu Wina mengutarakan keinginannya pulang ke tanah air, ekspresi Alvin langsung berubah menjadi serius. Alvin memperingatkan Wina untuk tidak pergi sambil membawa jantung Vera.Wina juga tidak mengungkit-ungkit la
"Kalau kakakku tahu kamu akan memperlakukanku seperti ini, mungkin dia juga nggak akan meninggalkan jantungnya," komentar Wina dengan ekspresi tidak berdaya.Sepertinya, komentar itu menyinggung perasaan Alvin. Sorot matanya yang semula tampak serius mendadak berubah menjadi marah.Alvin langsung bangkit berdiri dan bergegas berjalan pergi dengan langkah yang agak terhuyung, sosoknya dari belakang terlihat sangat kesepian.Wina tidak mau ambil pusing, dia memalingkan pandangannya ke luar jendela.George bilang kondisinya sudah membaik, tetapi Wina masih membutuhkan satu bulan lagi untuk benar-benar pulih.Masalahnya, Wina tidak ingin lagi berlama-lama terjebak dalam kondisi ini.Akan tetapi, bagaimana dia bisa pulang? Di negeri asalnya, Wina tidak memiliki identitas apa-apa lagi karena dianggap sudah meninggal.Wina pun berpikir sambil mengernyit. Mungkin dia bisa diam-diam menggunakan paspor Vera dan membeli tiket pesawat pulang.Tidak ada surat kematian atas nama Vera, informasi prib
Wajah Alvin yang tampan itu terlihat sama sekali tidak peduli. "Silakan saja kamu menolak, tapi kalau gitu, jangan pernah berharap bisa pulang ...."Wina sontak tertegun. Alvin saling mengetukkan kotak cincin itu dengan paspor Vera sambil berkata, "Aku hanya akan memberimu waktu berpikir lima menit."Itu berarti Alvin hanya memberikan Wina satu kesempatan. Jika Wina menolak mematuhi syarat dari Alvin, jangan harap Wina bisa terpikir lagi untuk pulang.Rasanya seperti ada batu yang mengganjal hati Wina. Setiap tarikan napasnya terasa lebih berat, dia juga tidak tahu harus memilih apa.Alvin terus mengamati perubahan ekspresi Wina. Pria itu terlihat sabar menunggu karena tahu akan menang.Lima menit kemudian, Wina menarik napas dalam-dalam dan akhirnya mengangguk. "Oke, aku setuju, tapi pernikahan kita cuma sebatas hitam di atas putih.""Memangnya kamu pikir apa lagi selain itu?" cibir Alvin.Alvin mengambil cincin itu, lalu mengedikkan dagunya sebagai kode bagi Wina untuk mengulurkan ta
Begitu melihat Wina, sorot tatapan Jihan yang redup perlahan-lahan kembali berbinar.Wajahnya yang tirus, tetapi tetap tampan itu terlihat sedikit gembira. Nostalgia bahkan perlahan-lahan memenuhi benaknya.Dunia seolah mendadak menjadi sunyi. Semua orang lenyap dan hanya sosok wanita di hadapannya itu saja yang tersisa.Jihan berdiri termangu sambil memperhatikan wanita itu dengan saksama, matanya pun perlahan-lahan tampak berkaca-kaca.Wina ... belum mati?Dia ... dia masih hidup?Jihan pun berjalan menghampiri Wina dengan langkah yang agak kaku, ekspresinya terlihat tidak percaya.Begitu melihat Jihan berjalan mendekat, Wina refleks berbalik badan hendak menghindar. Akan tetapi, Wina lalu melihat Jihan yang mendadak berhenti melangkah.Sorot tatapan Jihan yang semula tampak tertarik pun perlahan-lahan lenyap. Ekspresinya berangsur-angsur menjadi lebih dingin, alisnya juga tidak lagi bertaut.Begitu melihat kini Jihan menatapnya seolah-olah dia adalah orang asing, rasa gugup Wina pun
Sikap hormat sopir itu kepada Alvin membuat Wina agak kebingungan ....Dia duduk di dalam mobil dengan kebingungan, lalu refleks menoleh menatap Alvin yang duduk di sebelahnya."Kamu kerja apa sih?"Selama satu tahun tinggal bersama Alvin di Britton, Wina tidak pernah melihat pria itu keluar rumah untuk berangkat kerja atau semacamnya. Kenapa setelah pulang ke tanah air dia malah mendadak dipanggil Pak Alvin?Alvin balas menatap Wina, lalu mengangkat alisnya yang agak tebal itu dan menjawab dengan nada angkuh, "Aku seorang arsitek.""Pak Alvin adalah arsitek yang paling terkenal kedua di berbagai penjuru dunia," timpal si sopir."Nomor satunya siapa?" tanya Wina.Sopir itu mendadak diam, Alvin juga hanya menoleh menatap pemandangan di luar jendela.Suasana di dalam mobil langsung terasa canggung seolah-olah Wina habis mengungkit topik yang sensitif.Wina pun menundukkan kepalanya dan berpikir. Jangan-jangan nomor satunya adalah kakaknya, Vera?Tidak lama kemudian, mobil itu berhenti di
Di saat Wina masih membayangkan siapa yang menjawabnya, tiba-tiba pintu itu dibuka dari dalam.Eva muncul di hadapan Wina sambil menggendong seorang anak kecil berusia sekitar tiga tahun.Wina melirik ke arah Eva, lalu ke anak kecil dalam gendongan Eva yang sedang berbalik menatapnya dengan sepasang matanya yang besar.Wina sontak tertegun. Dia lalu mengira Eva tinggal di rumah Sara dan Denis, jadi dia tidak mencari tahu lebih lanjut dan bertanya, "Oh, saya teman kakak iparmu. Apa kakak iparmu ada di rumah?"Awalnya, Eva tidak mengenali wanita berkelas yang tiba-tiba muncul di hadapannya itu. Namun, begitu mendengar suara Wina, barulah Eva ingat siapa wanita itu."Ka ... ka ... kamu ...."Wajah Eva langsung menjadi pucat pasi karena takut. Sambil memeluk anaknya, dia segera melangkah mundur sambil menjerit, "Hantu!"Wina sontak tertegun sejenak. Dia refleks mengambil satu langkah maju untuk memberi tahu Eva bahwa dia bukanlah hantu.Namun, Eva justru menjadi makin ketakutan. Dia langsu
Sekitar pukul 21.00, resepsionis memberi tahu Wina bahwa Sara tidak akan kembali lagi ke klub. Resepsionis meminta Wina untuk pulang dulu dan datang lagi besok.Pada akhirnya, Wina pun menahan kegelisahannya. Dia bangkit berdiri dan berjalan keluar klub ....Begitu dia hendak membuka pintu mobilnya di tempat parkir, tiba-tiba ada seseorang bertubuh tinggi dan tegak berdiri di belakangnya ....Wina refleks menengadahkan kepalanya. Begitu melihat sepasang mata yang berkaca-kaca itu, jantung Wina langsung berdebar kencang. Dia sontak berbalik badan hendak berjalan pergi.Namun, sosok itu mencengkeram tangan Wina dan langsung memeluk Wina. Bahkan tangan pria itu merangkul pinggang Wina dengan erat.Tangan lain pria itu membelai punggung Wina, lalu menekan bagian belakang kepala Wina agar bisa memeluk wanita itu makin erat.Jihan mengerahkan segenap tenaganya untuk memeluk Wina dengan erat, lalu meletakkan dagunya di atas pundak Wina ....Begitu merasakan hangatnya tubuh Wina dan mencium ar
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je