Wajah Alvin yang tampan itu terlihat sama sekali tidak peduli. "Silakan saja kamu menolak, tapi kalau gitu, jangan pernah berharap bisa pulang ...."Wina sontak tertegun. Alvin saling mengetukkan kotak cincin itu dengan paspor Vera sambil berkata, "Aku hanya akan memberimu waktu berpikir lima menit."Itu berarti Alvin hanya memberikan Wina satu kesempatan. Jika Wina menolak mematuhi syarat dari Alvin, jangan harap Wina bisa terpikir lagi untuk pulang.Rasanya seperti ada batu yang mengganjal hati Wina. Setiap tarikan napasnya terasa lebih berat, dia juga tidak tahu harus memilih apa.Alvin terus mengamati perubahan ekspresi Wina. Pria itu terlihat sabar menunggu karena tahu akan menang.Lima menit kemudian, Wina menarik napas dalam-dalam dan akhirnya mengangguk. "Oke, aku setuju, tapi pernikahan kita cuma sebatas hitam di atas putih.""Memangnya kamu pikir apa lagi selain itu?" cibir Alvin.Alvin mengambil cincin itu, lalu mengedikkan dagunya sebagai kode bagi Wina untuk mengulurkan ta
Begitu melihat Wina, sorot tatapan Jihan yang redup perlahan-lahan kembali berbinar.Wajahnya yang tirus, tetapi tetap tampan itu terlihat sedikit gembira. Nostalgia bahkan perlahan-lahan memenuhi benaknya.Dunia seolah mendadak menjadi sunyi. Semua orang lenyap dan hanya sosok wanita di hadapannya itu saja yang tersisa.Jihan berdiri termangu sambil memperhatikan wanita itu dengan saksama, matanya pun perlahan-lahan tampak berkaca-kaca.Wina ... belum mati?Dia ... dia masih hidup?Jihan pun berjalan menghampiri Wina dengan langkah yang agak kaku, ekspresinya terlihat tidak percaya.Begitu melihat Jihan berjalan mendekat, Wina refleks berbalik badan hendak menghindar. Akan tetapi, Wina lalu melihat Jihan yang mendadak berhenti melangkah.Sorot tatapan Jihan yang semula tampak tertarik pun perlahan-lahan lenyap. Ekspresinya berangsur-angsur menjadi lebih dingin, alisnya juga tidak lagi bertaut.Begitu melihat kini Jihan menatapnya seolah-olah dia adalah orang asing, rasa gugup Wina pun
Sikap hormat sopir itu kepada Alvin membuat Wina agak kebingungan ....Dia duduk di dalam mobil dengan kebingungan, lalu refleks menoleh menatap Alvin yang duduk di sebelahnya."Kamu kerja apa sih?"Selama satu tahun tinggal bersama Alvin di Britton, Wina tidak pernah melihat pria itu keluar rumah untuk berangkat kerja atau semacamnya. Kenapa setelah pulang ke tanah air dia malah mendadak dipanggil Pak Alvin?Alvin balas menatap Wina, lalu mengangkat alisnya yang agak tebal itu dan menjawab dengan nada angkuh, "Aku seorang arsitek.""Pak Alvin adalah arsitek yang paling terkenal kedua di berbagai penjuru dunia," timpal si sopir."Nomor satunya siapa?" tanya Wina.Sopir itu mendadak diam, Alvin juga hanya menoleh menatap pemandangan di luar jendela.Suasana di dalam mobil langsung terasa canggung seolah-olah Wina habis mengungkit topik yang sensitif.Wina pun menundukkan kepalanya dan berpikir. Jangan-jangan nomor satunya adalah kakaknya, Vera?Tidak lama kemudian, mobil itu berhenti di
Di saat Wina masih membayangkan siapa yang menjawabnya, tiba-tiba pintu itu dibuka dari dalam.Eva muncul di hadapan Wina sambil menggendong seorang anak kecil berusia sekitar tiga tahun.Wina melirik ke arah Eva, lalu ke anak kecil dalam gendongan Eva yang sedang berbalik menatapnya dengan sepasang matanya yang besar.Wina sontak tertegun. Dia lalu mengira Eva tinggal di rumah Sara dan Denis, jadi dia tidak mencari tahu lebih lanjut dan bertanya, "Oh, saya teman kakak iparmu. Apa kakak iparmu ada di rumah?"Awalnya, Eva tidak mengenali wanita berkelas yang tiba-tiba muncul di hadapannya itu. Namun, begitu mendengar suara Wina, barulah Eva ingat siapa wanita itu."Ka ... ka ... kamu ...."Wajah Eva langsung menjadi pucat pasi karena takut. Sambil memeluk anaknya, dia segera melangkah mundur sambil menjerit, "Hantu!"Wina sontak tertegun sejenak. Dia refleks mengambil satu langkah maju untuk memberi tahu Eva bahwa dia bukanlah hantu.Namun, Eva justru menjadi makin ketakutan. Dia langsu
Sekitar pukul 21.00, resepsionis memberi tahu Wina bahwa Sara tidak akan kembali lagi ke klub. Resepsionis meminta Wina untuk pulang dulu dan datang lagi besok.Pada akhirnya, Wina pun menahan kegelisahannya. Dia bangkit berdiri dan berjalan keluar klub ....Begitu dia hendak membuka pintu mobilnya di tempat parkir, tiba-tiba ada seseorang bertubuh tinggi dan tegak berdiri di belakangnya ....Wina refleks menengadahkan kepalanya. Begitu melihat sepasang mata yang berkaca-kaca itu, jantung Wina langsung berdebar kencang. Dia sontak berbalik badan hendak berjalan pergi.Namun, sosok itu mencengkeram tangan Wina dan langsung memeluk Wina. Bahkan tangan pria itu merangkul pinggang Wina dengan erat.Tangan lain pria itu membelai punggung Wina, lalu menekan bagian belakang kepala Wina agar bisa memeluk wanita itu makin erat.Jihan mengerahkan segenap tenaganya untuk memeluk Wina dengan erat, lalu meletakkan dagunya di atas pundak Wina ....Begitu merasakan hangatnya tubuh Wina dan mencium ar
"Lagian, Wina apanya sih? Nama saya bukan Wina! Jangan kira Bapak bisa berpura-pura nggak bersalah dengan berdalih salah orang setelah melakukan kejahatan begini, ya!"Wina menepiskan tangan Jihan, lalu mundur selangkah dan menggenggam ponselnya dengan erat. Dia menyilangkan tangannya di depan dada sambil mengangkat dagu menatap Jihan.Ekspresinya terlihat sangat elegan, nada suaranya juga terdengar begitu tegas. Sikapnya benar-benar berbeda dari Wina yang dulu selalu penurut.Meskipun begitu, rupanya tetap sama. Hanya riasannya saja yang tampak lebih dewasa dan penuh warna.Jihan terlihat sangat tidak percaya. Jelas-jelas wanita ini adalah Wina-nya.Jihan pun mengangkat tangannya hendak menyentuh wajah Wina.Akan tetapi, wanita itu refleks memiringkan kepalanya ke belakang untuk menghindari sentuhan Jihan."Kalau Bapak berani-beraninya berbuat macam-macam lagi, aku akan teriak minta tolong!"Jihan sedikit menundukkan kepalanya, dia menatap wanita itu dengan matanya yang tampak memerah
Belum pernah Jihan berujar dengan nada memohon seperti ini. Sedari dulu, nada bicara Jihan selalu terkesan merendahkan.Wina pun menatap pria itu ....Setelah tiga tahun tidak bertemu, Jihan terlihat jauh lebih kurus. Ada lingkaran hitam juga di bawah mata pria itu, sepertinya dia kurang tidur.Walaupun penampilan Jihan tetap sama, wajahnya terlihat pucat dan ekspresinya tampak begitu lelah, seolah-olah tiga tahun ini adalah periode waktu yang sangat berat untuk Jihan.Namun, kenapa juga Wina harus memusingkan hal itu?Sekarang, Wina sudah tidak berharap apa-apa lagi pada Jihan. Wina hanya ingin menjauh sejauh mungkin dari pria itu ....Wina memalingkan pandangannya dan berkata dengan tenang, "Pak, KTP saya ada di mobil saya. Saya bisa menunjukkannya kepada Bapak."Melihat sikap Wina yang acuh tak acuh dan tenang ini justru membuat sorot tatapan Jihan menjadi sangat gelisah. "Wina ....""Bapak benar-benar salah orang," sela Wina dengan dingin.Jihan menggelengkan kepalanya sedikit dan
Jihan hanya berhenti sejenak, lalu mengangkat tangannya untuk menutupi mata Wina dan kembali mencium Wina dengan paksa.Setelah melihat reaksi Jihan, Alvin pun memutar bola matanya dengan tidak sabar. Dia membuka pintu mobilnya dengan kesal, lalu berjalan menghampiri mobil Jihan.Alvin membungkukkan tubuhnya dan mengetuk jendela mobil. "Vera, sini turun."Begitu mendengar suara Alvin, Wina sontak tertegun dan langsung mendorong Jihan yang menciumnya.Napas Wina terdengar agak terengah-engah, tetapi dia berkata dengan dingin kepada Jihan, "Buka pintunya! Itu suami saya!"Tubuh Jihan pun menegang. Dia memalingkan pandangannya dari wajah Wina, lalu menatap pria yang berdiri di luar mobil.Pria itu terlihat sangat tampan, setelan jas abu-abu yang dia kenakan membuatnya tampak berwibawa, berkarisma dan bermartabat.Akan tetapi, Jihan tidak peduli dengan bagaimana penampilan pria itu. Yang membuatnya agak kesal adalah karena pria itu memanggil Wina dengan nama Vera!Jihan pun memasangkan sab