Demi bisa sembuh secepatnya, Wina mengikuti sesi pengobatan George dengan sebaik mungkin.Sekitar enam bulan kemudian, Wina sudah bisa berjalan-jalan dan melakukan beberapa gerakan sederhana.George mengatakan bahwa selama Wina terus menjalani sesi rehabilitasi dengan baik, sekitar enam bulan lagi Wina bisa bergerak dengan bebas.Penglihatan Wina juga perlahan-lahan membaik ....Walaupun belum bisa melihat sejelas sebelumnya, tetap saja Wina merasa sangat senang.Selama enam bulan terakhir, Wina juga terus berusaha menghubungi Ivan dan Sara.Wina menghubungi mereka melalui WhatsApp, Twitter, email dan metode komunikasi lainnya, tetapi tidak menerima balasan apa pun.Alvin juga mengetahui tindakan Wina ini, tetapi dia dengan berbaik hati membiarkan Wina melakukannya.Namun, begitu Wina mengutarakan keinginannya pulang ke tanah air, ekspresi Alvin langsung berubah menjadi serius. Alvin memperingatkan Wina untuk tidak pergi sambil membawa jantung Vera.Wina juga tidak mengungkit-ungkit la
"Kalau kakakku tahu kamu akan memperlakukanku seperti ini, mungkin dia juga nggak akan meninggalkan jantungnya," komentar Wina dengan ekspresi tidak berdaya.Sepertinya, komentar itu menyinggung perasaan Alvin. Sorot matanya yang semula tampak serius mendadak berubah menjadi marah.Alvin langsung bangkit berdiri dan bergegas berjalan pergi dengan langkah yang agak terhuyung, sosoknya dari belakang terlihat sangat kesepian.Wina tidak mau ambil pusing, dia memalingkan pandangannya ke luar jendela.George bilang kondisinya sudah membaik, tetapi Wina masih membutuhkan satu bulan lagi untuk benar-benar pulih.Masalahnya, Wina tidak ingin lagi berlama-lama terjebak dalam kondisi ini.Akan tetapi, bagaimana dia bisa pulang? Di negeri asalnya, Wina tidak memiliki identitas apa-apa lagi karena dianggap sudah meninggal.Wina pun berpikir sambil mengernyit. Mungkin dia bisa diam-diam menggunakan paspor Vera dan membeli tiket pesawat pulang.Tidak ada surat kematian atas nama Vera, informasi prib
Wajah Alvin yang tampan itu terlihat sama sekali tidak peduli. "Silakan saja kamu menolak, tapi kalau gitu, jangan pernah berharap bisa pulang ...."Wina sontak tertegun. Alvin saling mengetukkan kotak cincin itu dengan paspor Vera sambil berkata, "Aku hanya akan memberimu waktu berpikir lima menit."Itu berarti Alvin hanya memberikan Wina satu kesempatan. Jika Wina menolak mematuhi syarat dari Alvin, jangan harap Wina bisa terpikir lagi untuk pulang.Rasanya seperti ada batu yang mengganjal hati Wina. Setiap tarikan napasnya terasa lebih berat, dia juga tidak tahu harus memilih apa.Alvin terus mengamati perubahan ekspresi Wina. Pria itu terlihat sabar menunggu karena tahu akan menang.Lima menit kemudian, Wina menarik napas dalam-dalam dan akhirnya mengangguk. "Oke, aku setuju, tapi pernikahan kita cuma sebatas hitam di atas putih.""Memangnya kamu pikir apa lagi selain itu?" cibir Alvin.Alvin mengambil cincin itu, lalu mengedikkan dagunya sebagai kode bagi Wina untuk mengulurkan ta
Begitu melihat Wina, sorot tatapan Jihan yang redup perlahan-lahan kembali berbinar.Wajahnya yang tirus, tetapi tetap tampan itu terlihat sedikit gembira. Nostalgia bahkan perlahan-lahan memenuhi benaknya.Dunia seolah mendadak menjadi sunyi. Semua orang lenyap dan hanya sosok wanita di hadapannya itu saja yang tersisa.Jihan berdiri termangu sambil memperhatikan wanita itu dengan saksama, matanya pun perlahan-lahan tampak berkaca-kaca.Wina ... belum mati?Dia ... dia masih hidup?Jihan pun berjalan menghampiri Wina dengan langkah yang agak kaku, ekspresinya terlihat tidak percaya.Begitu melihat Jihan berjalan mendekat, Wina refleks berbalik badan hendak menghindar. Akan tetapi, Wina lalu melihat Jihan yang mendadak berhenti melangkah.Sorot tatapan Jihan yang semula tampak tertarik pun perlahan-lahan lenyap. Ekspresinya berangsur-angsur menjadi lebih dingin, alisnya juga tidak lagi bertaut.Begitu melihat kini Jihan menatapnya seolah-olah dia adalah orang asing, rasa gugup Wina pun
Sikap hormat sopir itu kepada Alvin membuat Wina agak kebingungan ....Dia duduk di dalam mobil dengan kebingungan, lalu refleks menoleh menatap Alvin yang duduk di sebelahnya."Kamu kerja apa sih?"Selama satu tahun tinggal bersama Alvin di Britton, Wina tidak pernah melihat pria itu keluar rumah untuk berangkat kerja atau semacamnya. Kenapa setelah pulang ke tanah air dia malah mendadak dipanggil Pak Alvin?Alvin balas menatap Wina, lalu mengangkat alisnya yang agak tebal itu dan menjawab dengan nada angkuh, "Aku seorang arsitek.""Pak Alvin adalah arsitek yang paling terkenal kedua di berbagai penjuru dunia," timpal si sopir."Nomor satunya siapa?" tanya Wina.Sopir itu mendadak diam, Alvin juga hanya menoleh menatap pemandangan di luar jendela.Suasana di dalam mobil langsung terasa canggung seolah-olah Wina habis mengungkit topik yang sensitif.Wina pun menundukkan kepalanya dan berpikir. Jangan-jangan nomor satunya adalah kakaknya, Vera?Tidak lama kemudian, mobil itu berhenti di
Di saat Wina masih membayangkan siapa yang menjawabnya, tiba-tiba pintu itu dibuka dari dalam.Eva muncul di hadapan Wina sambil menggendong seorang anak kecil berusia sekitar tiga tahun.Wina melirik ke arah Eva, lalu ke anak kecil dalam gendongan Eva yang sedang berbalik menatapnya dengan sepasang matanya yang besar.Wina sontak tertegun. Dia lalu mengira Eva tinggal di rumah Sara dan Denis, jadi dia tidak mencari tahu lebih lanjut dan bertanya, "Oh, saya teman kakak iparmu. Apa kakak iparmu ada di rumah?"Awalnya, Eva tidak mengenali wanita berkelas yang tiba-tiba muncul di hadapannya itu. Namun, begitu mendengar suara Wina, barulah Eva ingat siapa wanita itu."Ka ... ka ... kamu ...."Wajah Eva langsung menjadi pucat pasi karena takut. Sambil memeluk anaknya, dia segera melangkah mundur sambil menjerit, "Hantu!"Wina sontak tertegun sejenak. Dia refleks mengambil satu langkah maju untuk memberi tahu Eva bahwa dia bukanlah hantu.Namun, Eva justru menjadi makin ketakutan. Dia langsu
Sekitar pukul 21.00, resepsionis memberi tahu Wina bahwa Sara tidak akan kembali lagi ke klub. Resepsionis meminta Wina untuk pulang dulu dan datang lagi besok.Pada akhirnya, Wina pun menahan kegelisahannya. Dia bangkit berdiri dan berjalan keluar klub ....Begitu dia hendak membuka pintu mobilnya di tempat parkir, tiba-tiba ada seseorang bertubuh tinggi dan tegak berdiri di belakangnya ....Wina refleks menengadahkan kepalanya. Begitu melihat sepasang mata yang berkaca-kaca itu, jantung Wina langsung berdebar kencang. Dia sontak berbalik badan hendak berjalan pergi.Namun, sosok itu mencengkeram tangan Wina dan langsung memeluk Wina. Bahkan tangan pria itu merangkul pinggang Wina dengan erat.Tangan lain pria itu membelai punggung Wina, lalu menekan bagian belakang kepala Wina agar bisa memeluk wanita itu makin erat.Jihan mengerahkan segenap tenaganya untuk memeluk Wina dengan erat, lalu meletakkan dagunya di atas pundak Wina ....Begitu merasakan hangatnya tubuh Wina dan mencium ar
"Lagian, Wina apanya sih? Nama saya bukan Wina! Jangan kira Bapak bisa berpura-pura nggak bersalah dengan berdalih salah orang setelah melakukan kejahatan begini, ya!"Wina menepiskan tangan Jihan, lalu mundur selangkah dan menggenggam ponselnya dengan erat. Dia menyilangkan tangannya di depan dada sambil mengangkat dagu menatap Jihan.Ekspresinya terlihat sangat elegan, nada suaranya juga terdengar begitu tegas. Sikapnya benar-benar berbeda dari Wina yang dulu selalu penurut.Meskipun begitu, rupanya tetap sama. Hanya riasannya saja yang tampak lebih dewasa dan penuh warna.Jihan terlihat sangat tidak percaya. Jelas-jelas wanita ini adalah Wina-nya.Jihan pun mengangkat tangannya hendak menyentuh wajah Wina.Akan tetapi, wanita itu refleks memiringkan kepalanya ke belakang untuk menghindari sentuhan Jihan."Kalau Bapak berani-beraninya berbuat macam-macam lagi, aku akan teriak minta tolong!"Jihan sedikit menundukkan kepalanya, dia menatap wanita itu dengan matanya yang tampak memerah