Mata Wina terlihat jernih seperti tidak ada perasaan apa pun pada Jihan, hanya memohon.Melihat mata itu, darah di sekujur tubuh Jihan menjadi dingin. Perasaan tenang yang didapatkan setelah menyentuh Wina seketika menghilang.Hatinya yang seperti terkoyak-koyak Rasa sakit hatinya yang seperti itu menjalar ke seluruh tubuhnya.Jihan mengepalkan tangannya, mencoba mengendalikan rasa sakit yang menyebar secara sembarangan, tetapi dia tidak bisa menghentikannya.Rasa sakit yang menjalar seperti itu belum pernah di alami Jihan sebelumnya."Pak Jihan, terima kasih banyak sudah membantuku di saat aku nggak berdaya. Kalau bukan karena bantuanmu, Ivan nggak akan selamat.""Perasaanku padamu hanya sebatas berterima kasih saja ....""Cukup!"Jihan tiba-tiba berteriak dingin, membuat Wina tiba-tiba terdiam.Wina tidak berani menatap Jihan, hanya menundukkan kepalanya, menunggu kemarahan Jihan datang.Namun, setelah menunggu lama, tidak ada respons dari Jihan.Wina pun perlahan mengangkat kepalany
Rian baru masuk ke mobil setelah membantu Wina masuk terlebih dahulu.Dia tidak memedulikan lukanya sendiri dan mengambil handuk bersih untuk menyeka rambut Wina yang basah kuyup karena kehujanan.Dia menyeka dengan lembut, seperti takut akan menyakitiku Wina. Namun saat matanya tertuju pada kulit Wina yang terbuka, ekspresinya berubah.Wina, yang dia cintai dan lindungi sepanjang hidupnya, diintimidasi dengan sangat kejam oleh bajingan Jihan itu.Tidak hanya sekali, tetapi selama lima tahun. Hal ini cukup membuat Rian menyesal seumur hidupnya.Melihat Rian menatap lehernya dengan tatapan kosong, Wina tanpa sadar menutupi lehernya dengan melilitkan mantelnya lebih erat ke tubuhnya.Rian dengan cepat menjelaskan, "Wina, aku nggak bermaksud begitu. Aku hanya merasa aku terlalu nggak berguna, jadi membuatmu terluka ...."Wina menggelengkan kepalanya dan berkata, "Aku nggak menyalahkanmu, aku yang mengajukan diri."'Aku yang bersedia menandatangani kontrak itu, bagaimana mungkin bisa menya
Rian sebelumnya sudah menyadari hal ini, dia tidak menyangka Wina akan mengakuinya.'Mungkin karena dia nggak mencintaiku lagi, jadi nggak peduli dengan perasaanku.''Benar juga, aku absen selam lima tahun dengan cara seperti itu. Wajar saja jika dia jatuh cinta dengan orang lain.'Tapi, kenapa begitu terasa sakit ....'Rian menutupi dadanya yang terasa sakit dan membungkuk.Dia mencoba bernapas dengan mulutnya, tetapi tetap terasa sangat sesak.Dia sama sekali tidak bisa menghilangkan rasa sakit hati yang seperti dicengkeram itu.Tetesan air yang jatuh ke bawah tidak bisa dibedakan dari keringat atau air mata.Pada akhirnya, dia hanya bisa berkata, "Bagaimana dengan diriku ...?"Bagaimana dengan dirinya?Dia hanya hidup untuk Wina sejak masih kecil.Wina sekarang mencintai Jihan, bagaimana dengan dirinya?Melihat ekspresi Rian, mata Wina dipenuhi rasa bersalah dan berkata, "Maafkan aku..."Rian menengadah, mata merahnya memantulkan wajah Wina yang penuh rasa bersalah. "Aku nggak ingin
"Ivan, aku bersedia menjamumu karena Winata memaksaku. Kalau bukan karena ini, aku nggak akan pernah menemuimu lagi.""Aku sudah melupakanmu, jadi aku harap kamu juga melupakan dan kembali ke Kota Ostia untuk menjalankan Grup Gerad dengan baik. Di sanalah keluargamu berada."Selesai mengatakan itu, Wina hendak keluar dari mobil tetapi dipeluk Rian dari belakang.Rian membenamkan kepalanya dengan lemah di leher Wina dan terisak, "Wina, aku nggak bisa melupakanmu seumur hidupku, aku mohon jangan meninggalkanku, ya?"Rian memiliki sifat keras kepala dan takut kehilangan, berbeda dengan sifat Jihan yang arogan dan dingin. Oleh karena itu, Jika Wina ingin Rian melepaskannya, dia harus mengatakan sesuatu yang lebih kejam.Wina menarik napas dalam-dalam, berbalik, menggertakkan gigi dan berkata, "Pak Rian, aku nggak peduli kamu bisa melupakanku atau nggak. Bagaimanapun, aku nggak mencintaimu lagi. Kalau kamu masih mengangguku, itu hanya akan membuatku muak padamu."Wina melepaskan jari-jari R
Wina tahu Rian tidak akan pergi begitu saja, tetapi Wina tidak mengusirnya karena tahu bahwa Keluarga Gerad tidak akan membiarkan Rian membuang waktu di Kota Aster. Dia pasti akan segera dibawa pergi.Setelah kembali ke rumah, Wina pergi mandi dan minum obat.Dia lupa mengambil obat khusus yang diberikan Lilia dan ponselnya.Karena ingin segera keluar, dia hanya mengenakan mantel Jihan dan membantu Rian keluar dari vila.Wina mengambil mantel yang memiliki aroma khas Jihan, menyentuhnya dengan lembut, seperti enggan untuk berpisah dengannya.Akan tetapi, teringat dengan kata-kata Jihan di telinganya, kelembutan di mata Wina seketika memudar.Surat perpisahannya masih ada tersimpan di dalam laci. Wina mengeluarkan selembar kertas yang bertuliskan "Jihan".Wina mengambil pena dan menulis di bawah nama itu: "Dia bilang 'jangan mengira aku akan mencintaimu'. Ternyata dia tidak mencintaiku."Mungkin karena kejadian beberapa hari ini yang melelahkan, Wina langsung tertidur ketika berbaring d
"Kalau George menemukan jantung yang cocok, kamu bisa langsung membawa Wina untuk operasi transplantasi. Ke depannya, kamu nggak perlu memberitahuku apa pun yang berhubungan dengannya."Kata-kata Jihan yang dingin membuyarkan spekulasi Lilia.'Kalau Jihan peduli dengan Wina, dia nggak akan bersikap seperti itu.''Tindakannya ini seperti ingin menyingkirkan Wina, jadi melakukan hal baik untuk terakhir kalinya.''Apakah Dokter George dapat menemukan jantung yang cocok atau nggak? Apakah Nona Wina akan hidup atau nggak? Dia nggak peduli sama sekali.'Kalau dia peduli, dia nggak akan menyuruhku untuk nggak perlu memberi tahu apa pun tentang Nona Wina kepadanya.''Ketidakpedulian seperti itu menunjukkan bahwa mereka sudah putus hubungan untuk selamanya.''Sayang sekali, usaha Pak Jihan sia-sia. Kondisi Nona Wina saat ini nggak mungkin bisa menunggu jantung yang cocok.'Setelah memikirkan hal tersebut, Lilia hanya mengiakan perintah Jihan tanpa mengatakan yang lain dan pergi dengan barang-ba
Lilia mengetuk pintu, tetapi tidak ada jawaban.Lilia berpikir Wina pasti sedang tidur dan memikirkan cara untuk membuka pintu. Tiba-tiba, terdengar suara seseorang berseru."Kalian siapa? Kenapa berkumpul di depan rumahku?"Beberapa hari ini, Sara mengirim pesan kepada Wina, tetapi tidak ada balasan dari Wina. Wina juga tidak mengangkat panggilan teleponnya. Karena khawatir, Sara pun datang mengecek apakah Wina sudah kembali.Begitu keluar dari lift, Sara melihat ada belasan pria berpakaian hitam. Sara tidak melihat ada Rian dan Lilia karena tertutup oleh sekelompok orang tersebut. Sara pun mengira mereka adalah perampok, jadi mengambil sapu di ujung koridor yang ditinggalkan petugas kebersihan. Sambil memegang sapu itu, Sara bergegas maju dan berteriak.Dia ingin menakuti sekelompok orang itu, tetapi orang-orang itu malah menatapnya dengan mata yang meremehkan.Sara pun tertegun di tempat.Mendengar suara Sara, Rian memberi isyarat kepada pengawalnya untuk menyingkir.Setelah itu, Sa
Lilia tidak bisa menjawab pertanyaan itu, jadi dia hanya menatap Sara sambil tersenyum kecil dan membuat Sara gemetar.Setelah membiarkan mereka duduk di sofa, Sara pergi mengetuk pintu kamar Wina."Wina, ada yang mencarimu."Wina sudah terbangun ketika mendengar ada suara orang masuk ke rumah.Dia tentu mendengar percakapan di luar, hanya saja dia tidak memiliki tenaga untuk bangun.Ketika Wina mencoba untuk bangun dari kasurnya, Sara sudah masuk ke dalam.Sara buru-buru menghampiri Wina ketika melihat Wina yang kesusahan untuk bangun itu."Wina, ada apa denganmu?"Mendengar ucapan itu, Rian dan Lilia langsung datang.Saat Rian ingin masuk ke dalam, Lilia mendahuluinya dan berkata, "Siapa yang dokter di sini? Minggirlah."Lilia mendorong Rian ke samping dan segera masuk ke kamar Wina. Dia menyentuh dahi Wina, lalu mengeluarkan termometer untuk mengukur suhunya."Kamu kehujanan?"Suhu tubuhnya tidak terlalu tinggi, tetapi bagi Wina suhu seperti itu sudah bisa membunuhnya.Wina kehujana