Medengar itu, Jihan berhenti. Dia mengangkat kepalanya dan melihat ke luar jendela.Hanya sesaat dan dia kembali menatap wanita di pelukannya."Mantan kekasihmu sama tidak tahu dirinya denganmu."Setelah mengatakan itu, dia berbalik dan memberi perintah kepada Rudi dengan suara dingin."Biarkan dia naik."'Dia hanya ingin melihat Wina, 'kan! Kubiarkan dia melihatnya selama dia bisa menanggungnya!'"Baik."Rudi segera pergi memberi penjelasan kepada polisi dan membiarkan Rian masuk.Rian basah kuyup karena kehujanan. Dia menaiki tangga selangka demi selangka dengan gemetar dan berpegangan pada pegangan tangga.Ketika melihat Wina ditekan di jendela dan dicium dengan paksa oleh Jihan, mata Rian langsung dipenuhi dengan amarah.Selama beberapa hari, Rian terus mencari tahu semua aset properti atas nama Jihan dan menggeledah setiap rumah itu satu per satu. Sekarang, dia akhirnya menemukan Wina, tetapi malah melihat pemandangan yang paling tidak bisa dia terima.Rian tertegun di tempat deng
Saat pintu kamar ditutup, teriakan putus asa Rian pun menghilang.Wina dilempar ke tempat tidur oleh Jihan. Dia hampir tidak diberi kesempatan untuk melawan. Jihan sudah menekannya dari atas.Wina pikir dia hanya ingin membuat Rian kesal, tetapi tidak menyangka bahwa Jihan bersungguh-sungguh ingin bercinta dengannya."Jihan, bukankah kamu menderita misofobia? Aku pernah tidur dengan pria lain, apa kamu nggak merasa diriku kotor?"Baru sekarang Wina ingat bahwa Jihan menderita misofobia. Seolah-olah ini kesempatan terakhirnya, Wina meneriakkan ucapan itu sambil meronta."Terus kenapa? Aku nggak peduli lagi ...."Setelah mengatakan itu, sorot mata Jihan terlihat seperti sudah membuat keputusan.Pada saat inilah Wina menyadari bahwa Jihan benar-benar marah. Saking marahnya, bahak tidak peduli dengan dirinya yang kotor. Jihan bersikeras ingin bercinta dengannya.Seperti sebuah hukuman, juga untuk melampiaskan amarah dan sedikit ... kerinduan.Seperti itulah kerinduan Jihan terhadap Wina. B
"Kamu ...."Melihat Rian yang seperti itu, Wina tiba-tiba tidak tahu harus mengatakan apa.Wina mengenakan pakaian Jihan, menutupi tubuhnya dengan erat.Namun, bibirnya bengkak, serta bekas ciuman di lehernya membuat Rian terasa tertusuk di hati.Dengan tangan gemetar, Rian ingin menyentuh seluruh area yang telah disentuh pria lain, tetapi Wina menghindarinya.Wina yang menghindarinya terasa lebih menyakitkan bagi Rian daripada saat dia berdiri di luar pintu dan mendengar suara-suara dari dalam kamar ini.Karena syok, Rian pun mundur selangkah sambil menatap Wina yang berdiri diam di depan pintu.Pada saat inilah, Rian menyadari bahwa lima tahun ini dia bukan kehilangan ingatan, melainkan kehilangan wanita yang dia cintai.Setelah kakaknya berpura-pura menjadi dirinya dan menendang Wina dengan keras, dia benar-benar kehilangan Wina.Matanya yang sangat merah itu membuat dirinya sulit melihat wajah Wina dengan jelas.Rian berjalan dengan terhuyung-huyung ke arah Wina dan memeluknya.Dia
Rian tersenyum pahit sambil menatap Wina."Kakakku nggak ingin kamu menggangguku, jadi dia sengaja berpura-pura menjadi diriku dan melakukan hal kejam padamu ....""Aku baru mengetahui perbuatannya padamu lima tahun lalu.""Maaf, Wina, aku nggak bisa melindungimu dengan baik ...."Saat mengatakan itu sorot mata Rian penuh rasa bersalah.Jantung Wina langsung berhenti berdetak dan wajahnya perlahan memucat.'Berarti, Ivan nggak pernah berniat untuk meninggalkanku atau membunuhku.'Orang yang memperlakukanku dengan kasar adalah kakaknya ....''Ivan nggak pernah berubah dan aku nggak pernah mencintai orang yang salah ....'Kebencian yang melekat di hati Wina bertahun-tahun itu akhirnya menghilang ketika dia mengetahui kebenarannya.Seketika, tidak ada lagi keterikatan, tidak ada lagi kesedihan dan tidak ada lagi dendam. Hanya ada perasaan lega pada kejadian masa lalu itu.Wina menghela napas lega. Ketika dia menatap Rian lagi, mata Rian terlihat lebih rileks dari sebelumnya."Aku nggak me
Wina kembali menatap Jihan yang memeluknya dengan erat.Ekspresi Jihan dingin dan masam, bibir tipisnya terkatup rapat.Kemarahan di wajah Jihan menunjukkan bahwa dia mendengar pembicaraan mereka berdua.Jihan mengira Wina akan pergi bersama Rian, jadi segera keluar untuk menghentikannya.'Dia sudah melakukan hal keterlaluan padaku di depan Rian, kenapa masih nggak membiarkanku pergi?'Kelopak mata Wina menurun dan menutupi emosi rumit di matanya.Melihat Wina tidak melawannya, ekspresi Jihan sedikit melembut. Namun, tatapan dinginnya masih terpaku pada Rian."Pak Rian masih saja menginginkan barang yang pernah kumainkan, sungguh memiliki perasaan cinta yang mendalam ...."Perkataan yang penuh penghinaan itu membuat Rian seketika marah.Rian mengepalkan tangannya dan ingin memukul Jihan dengan keras.Namun Rian yang memiliki kondisi luka parah di bagian belakang kepalanya dan kehujanan, bukanlah tandingan Jihan.Sebelum tinjunya dapat menyentuh sudut pakaian Jihan, dia sudah ditendang
Mata Wina terlihat jernih seperti tidak ada perasaan apa pun pada Jihan, hanya memohon.Melihat mata itu, darah di sekujur tubuh Jihan menjadi dingin. Perasaan tenang yang didapatkan setelah menyentuh Wina seketika menghilang.Hatinya yang seperti terkoyak-koyak Rasa sakit hatinya yang seperti itu menjalar ke seluruh tubuhnya.Jihan mengepalkan tangannya, mencoba mengendalikan rasa sakit yang menyebar secara sembarangan, tetapi dia tidak bisa menghentikannya.Rasa sakit yang menjalar seperti itu belum pernah di alami Jihan sebelumnya."Pak Jihan, terima kasih banyak sudah membantuku di saat aku nggak berdaya. Kalau bukan karena bantuanmu, Ivan nggak akan selamat.""Perasaanku padamu hanya sebatas berterima kasih saja ....""Cukup!"Jihan tiba-tiba berteriak dingin, membuat Wina tiba-tiba terdiam.Wina tidak berani menatap Jihan, hanya menundukkan kepalanya, menunggu kemarahan Jihan datang.Namun, setelah menunggu lama, tidak ada respons dari Jihan.Wina pun perlahan mengangkat kepalany
Rian baru masuk ke mobil setelah membantu Wina masuk terlebih dahulu.Dia tidak memedulikan lukanya sendiri dan mengambil handuk bersih untuk menyeka rambut Wina yang basah kuyup karena kehujanan.Dia menyeka dengan lembut, seperti takut akan menyakitiku Wina. Namun saat matanya tertuju pada kulit Wina yang terbuka, ekspresinya berubah.Wina, yang dia cintai dan lindungi sepanjang hidupnya, diintimidasi dengan sangat kejam oleh bajingan Jihan itu.Tidak hanya sekali, tetapi selama lima tahun. Hal ini cukup membuat Rian menyesal seumur hidupnya.Melihat Rian menatap lehernya dengan tatapan kosong, Wina tanpa sadar menutupi lehernya dengan melilitkan mantelnya lebih erat ke tubuhnya.Rian dengan cepat menjelaskan, "Wina, aku nggak bermaksud begitu. Aku hanya merasa aku terlalu nggak berguna, jadi membuatmu terluka ...."Wina menggelengkan kepalanya dan berkata, "Aku nggak menyalahkanmu, aku yang mengajukan diri."'Aku yang bersedia menandatangani kontrak itu, bagaimana mungkin bisa menya
Rian sebelumnya sudah menyadari hal ini, dia tidak menyangka Wina akan mengakuinya.'Mungkin karena dia nggak mencintaiku lagi, jadi nggak peduli dengan perasaanku.''Benar juga, aku absen selam lima tahun dengan cara seperti itu. Wajar saja jika dia jatuh cinta dengan orang lain.'Tapi, kenapa begitu terasa sakit ....'Rian menutupi dadanya yang terasa sakit dan membungkuk.Dia mencoba bernapas dengan mulutnya, tetapi tetap terasa sangat sesak.Dia sama sekali tidak bisa menghilangkan rasa sakit hati yang seperti dicengkeram itu.Tetesan air yang jatuh ke bawah tidak bisa dibedakan dari keringat atau air mata.Pada akhirnya, dia hanya bisa berkata, "Bagaimana dengan diriku ...?"Bagaimana dengan dirinya?Dia hanya hidup untuk Wina sejak masih kecil.Wina sekarang mencintai Jihan, bagaimana dengan dirinya?Melihat ekspresi Rian, mata Wina dipenuhi rasa bersalah dan berkata, "Maafkan aku..."Rian menengadah, mata merahnya memantulkan wajah Wina yang penuh rasa bersalah. "Aku nggak ingin
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je