"Ternyata kamu memang sudah membuat janji dengannya!"Suara Jihan, yang begitu dingin datang dari atas kepalanya, membuat Wina tertegun."Aku nggak membuat janji dengannya!""Kalau begitu kenapa dia tahu kamu ada di sini?""Aku nggak tahu, mungkin ....""Jangan membuat alasan lagi. Bukankah kamu memintaku untuk menemukan tasmu agar bisa menghubunginya?"Wina ingin menjelaskan, tetapi sudah disela oleh Jihan.Melihat sikap Jihan yang begitu keras kepala, Wina tidak melanjutkan penjelasannya.Karena Jihan sudah menganggap dirinya sudah menghubungi Rian untuk menjemputnya, Jihan tidak akan percaya dengan penjelasannya, jadi Wina pun memilih diam saja."Begitu kamu sembuh, dia datang menjemputmu. Jelas-jelas kamu sudah membuat janji dengannya, 'kan?"Rasa tidak percaya Jihan pada dirinya sudah membuat Wina merasa sangat lelah.Setelah menarik napas, Wina pun berkata dengan datar, "Ya, aku memang sudah buat janji dengannya. Setelah aku bisa jalan, aku memintanya menjemputku."Mendengar peng
Medengar itu, Jihan berhenti. Dia mengangkat kepalanya dan melihat ke luar jendela.Hanya sesaat dan dia kembali menatap wanita di pelukannya."Mantan kekasihmu sama tidak tahu dirinya denganmu."Setelah mengatakan itu, dia berbalik dan memberi perintah kepada Rudi dengan suara dingin."Biarkan dia naik."'Dia hanya ingin melihat Wina, 'kan! Kubiarkan dia melihatnya selama dia bisa menanggungnya!'"Baik."Rudi segera pergi memberi penjelasan kepada polisi dan membiarkan Rian masuk.Rian basah kuyup karena kehujanan. Dia menaiki tangga selangka demi selangka dengan gemetar dan berpegangan pada pegangan tangga.Ketika melihat Wina ditekan di jendela dan dicium dengan paksa oleh Jihan, mata Rian langsung dipenuhi dengan amarah.Selama beberapa hari, Rian terus mencari tahu semua aset properti atas nama Jihan dan menggeledah setiap rumah itu satu per satu. Sekarang, dia akhirnya menemukan Wina, tetapi malah melihat pemandangan yang paling tidak bisa dia terima.Rian tertegun di tempat deng
Saat pintu kamar ditutup, teriakan putus asa Rian pun menghilang.Wina dilempar ke tempat tidur oleh Jihan. Dia hampir tidak diberi kesempatan untuk melawan. Jihan sudah menekannya dari atas.Wina pikir dia hanya ingin membuat Rian kesal, tetapi tidak menyangka bahwa Jihan bersungguh-sungguh ingin bercinta dengannya."Jihan, bukankah kamu menderita misofobia? Aku pernah tidur dengan pria lain, apa kamu nggak merasa diriku kotor?"Baru sekarang Wina ingat bahwa Jihan menderita misofobia. Seolah-olah ini kesempatan terakhirnya, Wina meneriakkan ucapan itu sambil meronta."Terus kenapa? Aku nggak peduli lagi ...."Setelah mengatakan itu, sorot mata Jihan terlihat seperti sudah membuat keputusan.Pada saat inilah Wina menyadari bahwa Jihan benar-benar marah. Saking marahnya, bahak tidak peduli dengan dirinya yang kotor. Jihan bersikeras ingin bercinta dengannya.Seperti sebuah hukuman, juga untuk melampiaskan amarah dan sedikit ... kerinduan.Seperti itulah kerinduan Jihan terhadap Wina. B
"Kamu ...."Melihat Rian yang seperti itu, Wina tiba-tiba tidak tahu harus mengatakan apa.Wina mengenakan pakaian Jihan, menutupi tubuhnya dengan erat.Namun, bibirnya bengkak, serta bekas ciuman di lehernya membuat Rian terasa tertusuk di hati.Dengan tangan gemetar, Rian ingin menyentuh seluruh area yang telah disentuh pria lain, tetapi Wina menghindarinya.Wina yang menghindarinya terasa lebih menyakitkan bagi Rian daripada saat dia berdiri di luar pintu dan mendengar suara-suara dari dalam kamar ini.Karena syok, Rian pun mundur selangkah sambil menatap Wina yang berdiri diam di depan pintu.Pada saat inilah, Rian menyadari bahwa lima tahun ini dia bukan kehilangan ingatan, melainkan kehilangan wanita yang dia cintai.Setelah kakaknya berpura-pura menjadi dirinya dan menendang Wina dengan keras, dia benar-benar kehilangan Wina.Matanya yang sangat merah itu membuat dirinya sulit melihat wajah Wina dengan jelas.Rian berjalan dengan terhuyung-huyung ke arah Wina dan memeluknya.Dia
Rian tersenyum pahit sambil menatap Wina."Kakakku nggak ingin kamu menggangguku, jadi dia sengaja berpura-pura menjadi diriku dan melakukan hal kejam padamu ....""Aku baru mengetahui perbuatannya padamu lima tahun lalu.""Maaf, Wina, aku nggak bisa melindungimu dengan baik ...."Saat mengatakan itu sorot mata Rian penuh rasa bersalah.Jantung Wina langsung berhenti berdetak dan wajahnya perlahan memucat.'Berarti, Ivan nggak pernah berniat untuk meninggalkanku atau membunuhku.'Orang yang memperlakukanku dengan kasar adalah kakaknya ....''Ivan nggak pernah berubah dan aku nggak pernah mencintai orang yang salah ....'Kebencian yang melekat di hati Wina bertahun-tahun itu akhirnya menghilang ketika dia mengetahui kebenarannya.Seketika, tidak ada lagi keterikatan, tidak ada lagi kesedihan dan tidak ada lagi dendam. Hanya ada perasaan lega pada kejadian masa lalu itu.Wina menghela napas lega. Ketika dia menatap Rian lagi, mata Rian terlihat lebih rileks dari sebelumnya."Aku nggak me
Wina kembali menatap Jihan yang memeluknya dengan erat.Ekspresi Jihan dingin dan masam, bibir tipisnya terkatup rapat.Kemarahan di wajah Jihan menunjukkan bahwa dia mendengar pembicaraan mereka berdua.Jihan mengira Wina akan pergi bersama Rian, jadi segera keluar untuk menghentikannya.'Dia sudah melakukan hal keterlaluan padaku di depan Rian, kenapa masih nggak membiarkanku pergi?'Kelopak mata Wina menurun dan menutupi emosi rumit di matanya.Melihat Wina tidak melawannya, ekspresi Jihan sedikit melembut. Namun, tatapan dinginnya masih terpaku pada Rian."Pak Rian masih saja menginginkan barang yang pernah kumainkan, sungguh memiliki perasaan cinta yang mendalam ...."Perkataan yang penuh penghinaan itu membuat Rian seketika marah.Rian mengepalkan tangannya dan ingin memukul Jihan dengan keras.Namun Rian yang memiliki kondisi luka parah di bagian belakang kepalanya dan kehujanan, bukanlah tandingan Jihan.Sebelum tinjunya dapat menyentuh sudut pakaian Jihan, dia sudah ditendang
Mata Wina terlihat jernih seperti tidak ada perasaan apa pun pada Jihan, hanya memohon.Melihat mata itu, darah di sekujur tubuh Jihan menjadi dingin. Perasaan tenang yang didapatkan setelah menyentuh Wina seketika menghilang.Hatinya yang seperti terkoyak-koyak Rasa sakit hatinya yang seperti itu menjalar ke seluruh tubuhnya.Jihan mengepalkan tangannya, mencoba mengendalikan rasa sakit yang menyebar secara sembarangan, tetapi dia tidak bisa menghentikannya.Rasa sakit yang menjalar seperti itu belum pernah di alami Jihan sebelumnya."Pak Jihan, terima kasih banyak sudah membantuku di saat aku nggak berdaya. Kalau bukan karena bantuanmu, Ivan nggak akan selamat.""Perasaanku padamu hanya sebatas berterima kasih saja ....""Cukup!"Jihan tiba-tiba berteriak dingin, membuat Wina tiba-tiba terdiam.Wina tidak berani menatap Jihan, hanya menundukkan kepalanya, menunggu kemarahan Jihan datang.Namun, setelah menunggu lama, tidak ada respons dari Jihan.Wina pun perlahan mengangkat kepalany
Rian baru masuk ke mobil setelah membantu Wina masuk terlebih dahulu.Dia tidak memedulikan lukanya sendiri dan mengambil handuk bersih untuk menyeka rambut Wina yang basah kuyup karena kehujanan.Dia menyeka dengan lembut, seperti takut akan menyakitiku Wina. Namun saat matanya tertuju pada kulit Wina yang terbuka, ekspresinya berubah.Wina, yang dia cintai dan lindungi sepanjang hidupnya, diintimidasi dengan sangat kejam oleh bajingan Jihan itu.Tidak hanya sekali, tetapi selama lima tahun. Hal ini cukup membuat Rian menyesal seumur hidupnya.Melihat Rian menatap lehernya dengan tatapan kosong, Wina tanpa sadar menutupi lehernya dengan melilitkan mantelnya lebih erat ke tubuhnya.Rian dengan cepat menjelaskan, "Wina, aku nggak bermaksud begitu. Aku hanya merasa aku terlalu nggak berguna, jadi membuatmu terluka ...."Wina menggelengkan kepalanya dan berkata, "Aku nggak menyalahkanmu, aku yang mengajukan diri."'Aku yang bersedia menandatangani kontrak itu, bagaimana mungkin bisa menya