Pada akhirnya, Sisilia yang ditekan oleh Jihan itu pun terpaksa terbang ke Negara Marota dengan pesawat pribadi yang sudah Jihan siapkan. Sisilia ditemani oleh putra kesayangannya ....Sepanjang perjalanan menuju Negara Marota, Jefri terus mengingatkan Sisilia agar jangan sembarangan bicara pada Sara. Jika tidak, Jefri berjanji akan menghancurkan Keluarga Lionel dan Keluarga Nomana.Cara Jefri mengancam ini memang agak mirip dengan Jihan, tetapi tetap saja nyalinya sebenarnya tidak sebesar Jihan ....Sisilia jadi berpikir betapa bagusnya seandainya putranya adalah Jihan.Lihat saja betapa cakapnya Jihan dalam hal mengintimidasi orang lain. Jihan bahkan hanya perlu berkata-kata untuk memaksa Sisilia naik pesawat.Bandingkan dengan intimidasi yang Jefri lakukan. Seenaknya saja Jefri bilang akan menghancurkan Keluarga Nomana setelah Keluarga Lionel. Jefri jadi terkesan seperti orang idiot yang bisanya hanya menghancurkan keluarga orang!Sisilia menatap Jefri yang terus mengoceh mengancamn
Sementara itu, Sara sama sekali tidak menyadari siapa yang ada di luar kamar. Dia menundukkan kepalanya dan bertanya kepada pria yang terbaring di atas ranjang rumah sakit, "Kamu mau makan apa, Ivan? Biar nanti aku pulang dan memasakkannya untukmu."Ivan terlihat pucat dan kurus, dia juga terlihat masih lemah sekali untuk sekadar bicara. Wajar saja, dia baru menjalani operasi besar. Akan tetapi, dia tetap merespons pertanyaan Sara dengan lembut."Biar Fariz saja yang beli, kamu nggak perlu repot-repot."Selama beberapa hari terakhir, Sara sudah cukup kerepotan harus bolak-balik rumah sakit dan rumah.Sara memeras handuk itu dan langsung menyanggah Ivan, "Biar aku saja. Kamu nggak terbiasa dengan makanan sini."Ivan hendak mencoba membujuk lagi, tetapi Sara menyelanya dengan lembut, "Cuma sekadar masak kok, nggak bikin capek. Lagian, menu makanmu gampang banget, orang cuma bubur."Apa memasak itu bukanlah pekerjaan yang melelahkan?Sisilia yang merasa itu adalah pekerjaan yang sangat me
Jefri dan Sisilia sontak terdiam dengan bingung.Sisilia sudah bersedia menghampiri Sara ke sini untuk meminta maaf secara langsung, jadi Sara tidak seharusnya terus-terusan bermain tarik ulur seperti ini, bukan?Akan tetapi, Sara bukan bermain tarik ulur. Dia memang benar-benar sudah tidak menginginkan Jefri lagi.Sara meraih tangan Sisilia dan meletakkan kartu hitam itu ke atas tangan Sisilia, lalu berbalik badan dan bergegas berjalan pergi.Akal sehat Jefri langsung berhenti bekerja. Dia segera mengejar Sara, lalu meraih dan memeluk wanita itu."Sara, kalau kamu merasa permintaan maaf ibuku kurang tulus, katakan saja padaku. Aku akan meminta ibuku untuk mengulangi permintaan maafnya. Tolong jangan katakan kamu nggak mau menikah denganku atau semacamnya."Sara kesulitan melepaskan diri dari dekapan Jefri yang erat. Akan tetapi, sekujur tubuh Sara juga jadi terasa sakit.Jefri sudah pernah memeluk Yolanda, Yeni, dan banyak wanita lainnya di luar sana. Dulu Sara memang tidak mempermasa
Sara mengangkat dagunya menatap Jefri yang terlihat kebingungan, lalu menyunggingkan seulas senyuman dingin."Anggap saja ini semua karena aku nggak begitu mencintaimu."Tidak begitu mencintainya ....Itu sebabnya Sara tidak ingin menikah dengannya.Jefri merasa sangat sakit hati karena ibunya tidak merestui hubungannya dengan Sara, tetapi ...."Aku tahu kamu sudah nggak terlalu mencintaiku. Tapi, selama aku bisa menempati sedikit bagian di hatimu, itu sudah cukup buatku."Sisilia sontak merasa kasihan dengan Jefri setelah menyaksikan sendiri bagaimana putranya memelas kepada Sara.Sisilia pikir Sara-lah yang terus mengusik Jefri, tetapi seperti kata Jihan, justru Jefri-lah yang tidak bisa membiarkan Sara sendiri.Sementara itu , Sara sama sekali tidak luluh dengan permintaan Jefri. Dia pun menatap Jefri yang berlutut memohon dengan wajah tanpa ekspresi."Tuan Muda Jefri, kamu sudah nggak punya tempat sedikit pun di hatiku."Jefri sama sekali tidak percaya."Kalau memang nggak ada, ken
Sementara itu, Sisilia dan Jefri kembali ke hotel. Sisilia terkejut sekali melihat kaki putranya yang berlumuran darah, dia segera memanggil dokter.Jefri sama sekali tidak merespons pengobatan yang dokter berikan. Dia hanya meringkuk sendirian dengan kesal di atas sofa sambil memejamkan matanya.Tentu saja Sisilia ikut merasa tertekan melihat betapa keputusasaan putranya. Dia duduk di samping Jefri dan berusaha menghibur putranya dengan lembut."Sudahlah, Jefri, kamu nggak usah berlarut-larut dalam kemarahanmu karena wanita seperti Nona Sara. Lepaskan saja dia kalau memang dia nggak mau menikah denganmu."Jefri tidak mau mendengarkan, jadi dia membalikkan tubuhnya ke samping dan menghadap ke sandaran sofa.Sisilia menatap punggung Jefri dan menghela napas dengan putus asa."Dia sudah bilang nggak mencintaimu, jadi kenapa kamu harus galau seperti ini?""Dia mencintaiku."Sisilia terkejut mendengar bantahan putranya dan memutar bola matanya dengan bosan."Kalau memang dia mencintaimu, d
Sara balas menatap Sisilia dengan wajah tanpa ekspresi."Aku juga nggak berniat membunuh putramu, jadi nggak usah apa-apa salahkan aku."Setelah menyahut seperti itu, Sara pun berbalik badan dan berjalan pergi. Akan tetapi, suara Sisilia yang tenang terdengar dari belakang."Nona Sara, apa putraku pernah menyakiti hatimu?"Sisilia jadi teringat ucapan Sara waktu itu kepada Jefri. "Kamu pasti sudah tahu jawabannya dalam lubuk hatimu, jadi buat apa juga kujawab? Bukankah menjaga harga diri itu sesuatu yang bagus?"Kalimat itu dengan jelas menyiratkan bahwa Jefri memang pernah melakukan sesuatu yang menyakiti hati Sara.Sisilia sebenarnya tidak yakin, itu sebabnya dia memutuskan untuk bertanya. Sara pun berhenti berjalan sejenak."Nyonya Sisilia, harusnya Nyonya pulang dan tanyakan hal itu langsung kepada putra Nyonya."Setelah menjawab seperti itu, Sara langsung berjalan pergi.Ivan sudah bisa turun dari kasur besok, jadi sekarang dia harus segera memilih kursi roda dengan fungsi terbaik
Apa jangan-jangan Sara menolak Jefri karena melihat Yolanda mengantar Jefri pulang?Begitu terpikirkan akan hal itu, Jefri segera memakai sepatunya dan langsung pergi ke rumah sakit. Dia bahkan tidak memikirkan kuku kakinya yang sakit.Sementara itu, Sara sedang mendorong kursi roda yang baru saja dia beli ke dalam lift. Jefri langsung mencengkeram pegangan kursi roda tersebut."Sara, malam itu aku terjatuh di depan hotel karena mabuk. Yolanda kebetulan melihatku dan mengantarku pulang."Napas Jefri sampai tersengal-sengal karena habis berlari. Dia menyelesaikan kalimatnya dalam satu tarikan napas, lalu mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan rekaman kamera pengawas kepada Sara."Sumpah, aku nggak ngapa-ngapain. Tolong jangan menolakku karena masalah itu."Sara refleks mengernyit menatap penampilan Jefri yang terlihat acak-acakkan. Pria itu bahkan tidak bercukur."Nggak ngapa-ngapain?"Jefri mengangguk dengan sungguh-sungguh."Ya, aku nggak ngapa-ngapain!"Sara pun menurunkan pandangann
Sementara itu, Yolanda sedang sibuk bermesraan dengan salah satu temannya. Begitu melihat Jefri meneleponnya, dia langsung mendorong orang yang menindihnya itu menjauh.Dia mengisyaratkan pria yang sedang telanjang itu untuk diam, lalu menekan tombol jawab."Jefri, kenapa kamu meneleponku selarut ini? Kamu kangen aku, ya?"Jefri berusaha menahan kekesalannya yang tersulut begitu mendengar suara manja Yolanda, dia balik bertanya sambil mengernyit."Apa kamu melakukan sesuatu padaku malam itu setelah mengantarku pulang?"Yolanda langsung tahu apa yang Jefri maksud, seulas senyuman dingin pun tersungging di bibirnya."Jefri, pertanyaanmu salah. Kamu harusnya bertanya apa kamu melakukan sesuatu padaku atau nggak."Ucapan Yolanda itu sontak membuat Jefri merasa takut, tetapi dia tetap tenang dan bertanya lagi dengan dingin."Kalau memang aku melakukan sesuatu padamu, kamu pasti akan menggunakan itu untuk memerasku dan bukannya pergi begitu saja."Karena tidak ada siapa pun di atas tempat ti