Jefri memegang ponselnya dengan agak gemetar. Meskipun begitu, dia tetap menolak percaya dia bisa-bisanya melakukan hal seperti itu.Jefri pun berpikir sejenak sambil mengernyit, lalu memutar ulang rekaman kamera pengawas. Setelah berulang kali memperhatikan rekaman, dia menyadari bahwa tingkat mabuk yang membuatnya kehilangan kesadaran berbeda dengan Sara waktu itu.Jefri terjatuh di depan pintu hotel dan itu dengan jelas membuktikan bahwa dia kehilangan kesadarannya dan tidak bisa mengendalikan tubuhnya. Apa mungkin Jefri yang dalam kondisi seperti itu masih punya tenaga untuk melakukannya dengan Yolanda?Selain itu, waktu kedatangan Yolanda dan Sara nyaris bersamaan. Sebuah kebetulan sekali seseorang yang benar-benar tidak sadar bisa merespons dalam perbedaan waktu sesingkat itu.Biasanya seorang pria mabuk yang melakukan hal seperti itu tidak akan memiliki sisa reaksi yang kentara. Berdasarkan sensasi yang dia rasakan saat terbangun keesokan paginya, Jefri juga tidak bisa menilai a
Begitu Jefri pergi, Sisilia bersandar di sofa di belakangnya sambil melipat tangannya di depan dada. Dia melipat kakinya yang jenjang dan putih mulus dengan malas, lalu menatap Yolanda dengan dingin dan tajam."Tampar dia tiga kali dulu!"Setelah menerima perintah tersebut, si pengawal pun segera mengangkat tangannya yang besar dan menampar wajah cantik Yolanda tiga kali berturut-turut.Yolanda pun mengibaskan rambutnya yang berantakan dan menutupi matanya setelah mendadak ditampar tiga kali, lalu menggertakkan gigi menatap Sisilia."Berani-beraninya kamu menamparku! Punya hak apa kamu, hah!""Kenapa juga aku nggak berhak menamparmu? Kamu sudah menjebak putraku!"Sisilia sudah melihat rekaman kamera pengawas itu dan tahu apa yang terjadi. Mana mungkin dia tidak menyadari bahwa Yolanda si perempuan jalang ini sengaja membuat drama seperti itu demi menyulut amarah Sara?"Aku nggak menjebaknya, dialah yang menyentuhku saat dia mabuk!""Patahkan tulang rusuk dan jari jemarinya!"Sisilia me
Kemampuan Yolanda dalam bersilat lidah memang luar biasa."Kamu melakukan ini hanya untuk membuat Sara marah."Yolanda tetap tenang menghadapi tuduhan Sisilia itu. Dia malah mengernyit dan berpura-pura bingung."Membuat Sara marah? Apa hubungannya semua ini dengan membuat Sara marah?"Sisilia meletakkan cangkirnya dan menatap Yolanda dengan dingin."Begitu kamu memasuki apartemen Jefri, Nona Sara datang. Kamu pasti sudah tahu dia akan datang, jadi kamu sengaja berakting di depannya."Yolanda yang berpura-pura mengerti maksud Sisilia pun menunduk dan berpikir sejenak, lalu menengadah dan menatap langsung ke mata Sisilia."Bibi, aku bertemu Jefri di jalan dan mengantarnya pulang! Aku sama sekali nggak tahu Nona Sara akan datang. Jangan-jangan Jefri memang sudah janjian mau ketemu dengan Nona Sara?"Jefri tidak mengatakan apa pun soal itu, mungkin itu karena dia memang tidak membuat janji temu dengan Sara.Sisilia ingat Sara memang pergi ke apartemen Jefri setelah bicara dengannya malam i
Yolanda memang terus memancing Sisilia agar Sisilia mengancamnya seperti ini. Karena tujuannya sekarang sudah tercapai, dia pun tersenyum dengan dingin."Bibi, Bibi nggak takut Nona Sara nggak berani jadi menantu Bibi kalau tahu Bibi mengancamku seperti ini?""Dia bisa jadi menantuku atau nggak itu bukan urusanku. Aku melakukan semua ini semata-mata demi membantu anakku."Jawaban Sisilia itu membuat senyuman Yolanda menjadi makin dingin."Kamu tahu kalau aku dan orang tuaku nggak mungkin bisa menang melawan keluarga besar seperti kalian, itu sebabnya kamu berani mengancamku!""Kalau kamu sudah tahu soal itu, lebih baik turuti saja kata-kataku ...."Yolanda menarik napas dalam-dalam, lalu meregangkan lehernya seolah dia akan mati."Oke, karena kamu ingin mendengarku berkata kami nggak pernah melakukannya, maka kami belum pernah melakukannya."Setelah mendapatkan apa yang dia inginkan, Sisilia pun melepaskan dagu Yolanda dan menepuk-nepuk wajah wanita itu."Katakan itu pada Nona Sara."S
Lamaran yang begitu tiba-tiba itu membuat Sara tidak tahu harus berbuat apa. Dia masih merasa agak kebingungan."Aku benar-benar lagi nggak bisa berpikir jernih saat ini. Tolong kasih aku waktu berpikir."Jefri berpikir dia harus memanfaatkan momen ini untuk segera melamar Sara, tetapi sebenarnya dia memang terlalu bersemangat.Dia melirik cincin berlian di tangan Sara. Sara tidak melepaskan cincin itu dan mengembalikannya kepada Jefri. Itu berarti hati Sara lebih condong ke arah Jefri. Jefri pun memutuskan untuk tidak mendesak Sara."Kalau gitu ... berapa lama kamu butuh waktu berpikir?""Ivan akan keluar dari rumah sakit besok. Setelah kembali ke Alvinna dan menenangkannya, aku akan memberimu jawabanku."Jefri tahu Sara masih kebingungan, dia bisa menebak apa yang ada di dalam pikiran wanita itu."Oke, kalau gitu aku pulang dulu ke Alvinna dan menunggu jawabanmu."Sara mengangguk. Jefri menatapnya selama beberapa saat, lalu tiba-tiba memeluk Sara.Sara awalnya ingin mendorong Jefri m
"Aku ...."Sara ingin mengatakan bahwa dia tidak mencintai Jefri, tetapi memang benar Sara menyukai Jefri. Namun, saat membuka mulutnya, lidah Sara mendadak terasa kelu. Jika memang Sara tidak mencintai Jefri, kenapa Sara merasa begitu sakit hati melihat Jefri bersama wanita lain? Jelas-jelas sebelumnya Sara tidak pernah mempermasalahkan hal ini.Sorot tatapan Ivan pun terkesan seperti sedang tersenyum dengan hangat. Dia tahu Sara sendiri belum menyadari dia sebenarnya mencintai Jefri atau tidak."Kak Sara, kadang urusan hati itu jangan dibawa ketakutan. Kalau memang ada orang lain yang menempati hatimu, beranikanlah dirimu lagi."Sara yang dulu selalu berani mencintai dan membenci seseorang. Namun, Sara kini menjadi ragu secara emosional. Mungkin itu karena dia dikhianati mantan suaminya dan sebagai gantinya malah bertemu dengan Jefri yang tidak dapat diandalkan.Akan tetapi, Ivan selalu berpikiran bahwa dua orang yang saling menyukai layak memberanikan diri untuk mencintai satu sama
Sara keluar dari lift, lalu berbelok dan berjalan melewati aula. Tiba-tiba, dia malah bertubrukan dengan Yolanda.Yolanda melepas kacamata hitamnya, lalu berjalan selangkah demi selangkah menghampiri Sara."Nona Sara, ada fakta yang harus kuberi tahu padamu. Ayo cari tempat, biar kutunjukkan."Padahal tadi Yolanda sudah menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya. Sara jadi berpikir bahwa ucapan Yolanda sama sekali tidak kredibel."Aku nggak punya waktu, aku nggak mau mendengar fakta atau apalah itu dari mulutmu."Sara pun berjalan melewati hendak pergi, tetapi Yolanda menghentikannya."Sara, kalau kamu memang mau menikahi Jefri dalam kondisi penuh hal terselubung seperti ini, silakan saja."Yolanda pun mengeluarkan sebuah alat perekam berbentuk pena."Tapi, aku nggak mau kamu terus-terusan dibohongi."Yolanda meletakkan pena itu ke atas tangan Sara."Ini adalah bukti Sisilia memaksaku untuk mengatakan hal seperti itu setelah dia menyuruh Jefri pergi."Alat perekam berbentuk pena itu ter
Sara jadi tidak tahu harus bagaimana menanggapi Yolanda yang seperti ini.Dia hanya menunduk menatap alat perekam itu dengan termangu.Mereka semua mengatakan bahwa Jefri mencintainya, bahkan Yolanda juga berkata begitu. Jadi, rasa cinta Jefri pasti benar adanya ....Sara sendiri percaya bahwa Jefri mencintainya, tetapi ...."Apa malam itu kamu benar-benar tidur dengan Jefri?"Sara tidak mau ambil pusing dengan seberapa kerasnya Sisilia berusaha membantu Jefri yang merupakan putranya. Itu semua tidak ada hubungannya dengan Sara.Yang Sara pedulikan hanyalah Jefri.Yolanda refleks menertawakan pertanyaan Sara."Nona Sara, kamu masih berharap pada Jefri, ya?""Ya."Sara balas tersenyum, sinar matahari yang hangat menyinari wajahnya."Kuharap ini semua palsu, jadi ...."Sara berhenti sejenak dan menarik napas dalam-dalam."Bisakah kamu memberiku penjelasan yang masuk akal seperti tadi?"Yolanda menyadari mata Sara yang berkaca-kaca. Dia tahu betapa sakitnya hati Sara saat ini.Jika Yoland
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je