Share

Bab 3 : Perburuan Pertama

Di dalam hutan purba yang megah dan lebat, pepohonan besar yang menjulang tinggi menjadi penjaga alami dalam keheningan alam. Matahari berusaha menembus celah-celah dedaunan, menciptakan kerlap-kerlip cahaya di atas lantai hutan yang penuh dengan semak belukar yang rimbun.

Karena hewan-hewan di sekitar suku telah diburu habis, Sahya terpaksa masuk lebih dalam ke hutan untuk berburu. Namun, semakin jauh ia dari suku, semakin besar pula risikonya.

Di tengah hutan yang lebat, Sahya bergerak dengan hati-hati di antara pepohonan raksasa yang menjulang tinggi. Cahaya matahari yang mencoba menembus kanopi hanya menghasilkan sinar tipis yang menciptakan pola bayangan aneh di tanah.

Suara burung-burung dan serangga yang bersahutan memberikan latar belakang ritmis pada suasana yang sepi.

Saat melangkah lebih dalam, Sahya merasakan ada sesuatu yang berbeda. Udara tiba-tiba terasa lebih dingin, dan desiran angin membawa aroma tanah basah yang segar.

Langkahnya tiba-tiba terhenti ketika mendengar suara gemuruh yang aneh.

"Apa itu?" pikir Sahya, menyipitkan mata dan mencoba menajamkan pendengarannya. Suara itu semakin lama semakin jelas, seperti sesuatu yang besar sedang mendekat. Dengan cepat, ia berjongkok di balik semak-semak, menyembunyikan dirinya sambil menggenggam tombak erat-erat.

Dari balik pepohonan, muncul seekor babi hutan raksasa. "Astaga, besar sekali!" Sahya berbicara dalam hati.

Ukurannya tiga kali lebih besar dari babi hutan biasa, dengan taring yang panjang dan tajam. Babi itu mengendus-endus tanah, mencari makan, tanpa menyadari keberadaan Sahya.

"Jangan panik, Manusia Penakut. Fokus," ia menenangkan dirinya sendiri, menahan napas, matanya tak lepas dari makhluk itu.

Perlahan, ia memindahkan tangannya ke kantong kecil di pinggangnya, meraih beberapa biji buah yang bisa digunakan untuk mengalihkan perhatian babi hutan.

"Semoga ini berhasil," bisiknya, lalu dengan hati-hati, ia melemparkan biji-biji itu ke arah yang berlawanan.

"Bagus, teruslah di sana," Sahya berbicara dalam hati, mulai bergerak perlahan, berusaha menjauh dari babi hutan tanpa menarik perhatiannya.

Sahya berdiri sejenak, ragu, sebelum perlahan-lahan melangkah mundur. Namun, tanpa sengaja, kakinya menginjak sebuah dahan pohon.

"Sialan!" gumamnya dengan nada getir, mendengar suara patahan dahan yang memecah keheningan hutan. Dalam sekejap, tubuhnya menegang, dan ia menggenggam tombak buatannya dengan erat.

Babi hutan raksasa itu menyerbu dengan kecepatan luar biasa.

Sahya melompat ke samping, menghindari serudukan pertama, namun babi itu segera berbalik dan melancarkan serangan kedua.

"Tahan, tahan!" Sahya menggunakan tombaknya untuk menghalau serangan itu, namun kekuatan babi hutan membuatnya terdorong mundur beberapa langkah.

Darah mengalir deras dari luka di lengan Sahya akibat gesekan dengan taring babi hutan. "Ugh! Sialan"

Dengan cepat, ia memutar tubuhnya, menyelinap di antara pepohonan untuk mengurangi ruang gerak babi hutan dan mencari celah untuk kabur.

Ketika babi hutan itu kembali menyerbu, Sahya memanfaatkan kekuatannya untuk melompat ke atas akar pohon yang menonjol, memberi dirinya posisi yang lebih tinggi sejenak.

"Ini kesempatanmu, lari!" pikir Sahya. Ia melompat dari akar pohon dan mulai berlari secepat mungkin, menghindari rintangan-rintangan di tanah yang tidak rata. Babi hutan itu mengerang marah dan mengejarnya dengan liar.

Beberapa saat kemudian, Sahya bersandar di sebatang pohon. Jantungnya berdetak kencang seolah-olah dia baru saja lari maraton.

Suara geraman dari babi hutan memenuhi pikirannya. Hanya masalah waktu sebelum dia merasakan ketajaman gigi kelinci itu mencabik daging dan tulangnya.

Sahya menggerakkan kakinya melewati semak belukar dan akar pohon yang menjuntai dengan tenaga terakhir yang tersisa. Langkah-langkahnya cepat, meskipun dirinya kelelahan.

Tepat saat matanya mulai kabur, Sahya melihat tebing berbatu di kejauhan. Sebuah ide tiba-tiba muncul di benaknya menatap puncak tebing tersebut. Tanpa ragu, dia memaksakan diri untuk terus berlari secepat yang dia bisa menuju tebing itu, walaupun rasa sakit menusuk di bahunya semakin terasa.

Sahya mulai menaiki tebing itu dengan sekuat tenaga. Tangan yang gemetar dan kaki yang lelah tetap berusaha mencengkeram bebatuan tebing untuk mendaki. Saat dia mencapai ujung dari tebing tersebut, dia menoleh dan melihat ke bawah, babi hutan itu sudah menatapnya dari kaki tebing dengan mata tajam.

Tepat saat babi hutan itu hendak menyerangnya lagi, sebuah kesempatan muncul. Dengan satu gerakan cepat, Sahya mengayunkan tangannya sekuat tenaga dan menusukkan belati itu ke bagian lehernya.

Darah memercik di wajahnya saat kelinci itu menggeliat kesakitan, perlahan darah itu menetes ke tanah.

Namun, tidak berhenti di situ, belati Sahya menusuk kepala kelinci itu beberapa kali.

Babi hutan itu itu meronta-ronta kesakitan dengan pisau batu yang tertancap di kepalanya. Dan tanpa menunda, anak itu menghentakkan kakinya kearah kepalanya, dan benar saja belati itu semakin masuk ke dalam.

Akhirnya setelah beberapa detik setelahnya, babi hutan itu akhirnya mati.

Sahya berlutut di depan binatang buruannya, terengah-engah, berlumuran keringat dan darah dari lengannya yang terluka. Pikiran-pikiran bergejolak dalam benaknya,

"Tadi itu hampir saja," gumamnya dalam hati, merasa lega karena usahanya dalam berburu akhirnya membuahkan hasil. Sayangnya, ketika ia melihat kembali hasil buruannya, wajahnya berubah datar.

"Jadi, bagaimana caranya membawa pulang daging ini? Huh…" Sahya menarik napas panjang, merasa sedikit lega.

Namun, kelegaan itu tidak berlangsung lama. Tiba-tiba, dari balik semak-semak, muncul seekor makhluk yang sangat besar dengan taring yang panjang dan tajam.

"Apa itu?" Sahya bergumam dengan cemas. Di hadapannya berdiri empat Smilodon, kucing bertaring tajam yang dianggap punah.

Binatang itu mungkin mencium bau darah dari babi buruannya

Saat mereka semakin dekat, Sahya memegang belatinya dengan kedua tangan dengan panik. Jantungnya berdebar kencang dan tubuhnya gemetar, dia tahu bahwa melarikan diri bukanlah pilihan karena mereka dapat berlari lebih cepat dan mengejarnya dengan mudah. ​​

Seekor smilodon berjalan mendekatinya dengan perlahan seolah-olah mereka sedang bermain, mereka mengepungnya dan menutup celah baginya untuk melarikan diri.

Pada saat Sahya pikir ia tidak akan pernah kembali hidup-hidup, tiba-tiba sesuatu terbang dari atas pohon dan mengenai salah satu smilodon yang mengepungnya. Itu adalah sebuah tombak batu.

Hewan yang terluka itu meraung sejenak kemudian jatuh ke tanah, hantaman tombak itu menyebabkan organ vitalnya rusak dan ia mati seketika. Melihat rekannya mati, smilodon yang tersisa langsung kabur.

Seorang penjaga muda memegang tombak itu dengan wajah bosan tiba-tiba muncul dari belakangnya. Dia adalah salah seorang penjaga yang belasan kali menyeret Sahya kembali. Yah, itu bagus, itu membuat mereka berdua saling mengenal.

“Nawa?”.

"Apakah kau masih ingin berlari menyelinap keluar, Teman Kecil?," Nawa mencibir. Sebelum Sahya sempat berbicara, pria itu telah mengangkat menempat anak itu ke bahu dan menyeret babi hutab raksasa seolah-olah ia tidak memiliki beban apa pun.

"Eh, Astaga! Lepaskan aku! Turunkan aku!" teriak Sahya, memukul-mukulkan tangan mungilnya ke punggung penjaga itu. Nawa tidak peduli, ia terus saja berjalan menuju area suku.

"Ngomong-ngomong, lemparan tombakmu masih sangat menyedihkan" Tiba-tiba Nawa berkata sambil terkekeh.

"Tunggu, kau lihat itu!? Kenapa kau tidak menyelamatkanku saat kau melihatnya!" tanya Sahya. Penjaga itu tidak menjawab kali ini dan terus berjalan hingga daerah desa itu tidak jauh lagi.

Namun, tak lama, tiba-tiba suasana berubah. Hutan yang tadinya riuh dengan suara berangsur-angsur menjadi sunyi dan suasana yang mencekam kembali terbentuk.

“Aku terkutuk!” Sahya bergumam.

Beberapa saat kemudian, sekawanan burung gagak besar mulai berkokok dan berkumpul di atas kepala mereka.

Penjaga itu membeku dan matanya terbelalak merasakan sesuatu yang akan datang. Tiba-tiba garis-garis pola tato muncul di tubuhnya, termasuk wajahnya, bersinar, memancarkan cahaya yang menyilaukan.

"Tu... Tunggu sebentar-" Sebelum Sahya sempat menyelesaikan kalimatnya, penjaga itu meletakkannya dengan lembut di tanah dan berbisik, "Sembunyilah."

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status