Share

Bab 4 : Makhluk Apa Itu?

Hening yang terasa begitu mencekam. Meskipun sinar matahari terang di langit, waktu seperti telah membeku, dan sunyi yang teramat dalam seolah menyatakan bahwa seluruh jagat ini telah mati, tak bergerak.

Sahya dengan cepat melakukan apa yang disuruh dan bersembunyi di balik pohon di sebelahnya, dia menunduk untuk mengintip keluar dan menunggu dengan hati berdebar saat dia menyaksikan kejadian yang akan terjadi.

Tiba-tiba, sinar putih kilat memotong dari arah kanan mereka. Sebuah entitas muncul berjalan secara perlahan. Sosok itu berbentuk manusia namun kulitnya putih bersih tanpa sehelai pakaian pun menutupi tubuhnya. Dengan rambut hitam mengalir, tangan dan kaki berujung kuku tajam. Wajahnya menyerupai topeng dan matanya menyala merah bak bara api itu memberikan tatapan menakutkan.

Makhluk itu menyerupai seorang wanita, namun gerakannya seperti bayangan yang memudar ke dalam kegelapan hutan, meninggalkan jejak kehadiran yang dingin dan sunyi.

Mata Nawa menyipit tajam, kedua tangannya mengepal erat, dan pola tato rohnya semakin tampak jelas di kulitnya.

Sesaat, makhluk itu menoleh ke arah pohon tempat Sahya bersembunyi, lalu beralih kepada Penjaga, menampilkan wajah yang hancur dan mengerikan. Namun, tampaknya ia tak peduli. Ia terus berjalan melewati mereka dengan tenang.

Saat makhluk itu semakin menjauh, burung gagak dan burung-burung lain kembali ke perilaku mereka yang biasa.

Penjaga kemudian menarik napas dalam-dalam, dan pola tato di tubuhnya perlahan menghilang.

Sahya memandang ke arah hutan, di mana makhluk itu telah lenyap dalam kegelapan."Apa itu tadi, Nawa? Makhluk itu... aku belum pernah melihat yang seperti itu sebelumnya."" Sahya bertanya, keheranan jelas terpancar dari matanya.

Ia masih ingat cerita-cerita tentang hantu dari kehidupan sebelumnya. Namun, di saat itu, tidak ada satu pun bayangan dari cerita-cerita itu yang setara dengan makhluk menyeramkan yang baru saja muncul.

Penjaga itu terdiam sejenak, matanya memperhatikan anak di depannya dengan tatapan bingung. “Aku juga tidak tahu pasti,”

“Sedikit nasehat untukmu, bocah kecil, jangan pergi ke daerah terlarang atau kamu akan dimakan bagi sesuatu yang lebih ganas daripada para Gigi Pedang itu!" Dia nampak kembali santai meski kemudian wajah penjaga itu menjadi serius saat melihat arah kepergian makhluk itu.

Sahya merenung, “Gigi pedang? Apakah dia merujuk pada Smilodon itu?” Dalam pikirannya, dia mengangguk tanda pemahaman.

Sebuah hembusan nafas lembut keluar dari bibirnya. "Ngomong-ngomong, terima kasih sudah menolongku… " kata Sahya secara tiba-tiba.

Penjaga itu hanya mengangguk.

“Eh, tunggu sebentar! Apa yang kau lakukan?” teriak Sahya, terkejut ketika tiba-tiba diangkat kembali oleh penjaga. “Aku mampu berjalan sendiri, hei!” katanya sambil berusaha membebaskan diri dari cengkraman si penjaga.

Suara ranting patah dan dedaunan kering berderak di bawah kaki mereka, menambah ketegangan suasana. Angin berbisik pelan, membawa serta aroma hutan yang lembab dan sedikit anyir.

Pola tato di tubuh Nawa berdenyut samar sementara tangannya siap siaga di gagang senjata. Sahya mengikuti di belakangnya, sesekali menoleh ke belakang dengan cemas.

Nawa berjalan dalam diam, hanya suara langkah kaki yang terdengar di bawah dedaunan yang basah. Setiap ranting yang patah atau daun yang terinjak membuat mereka tersentak, hati mereka berdegup kencang dengan ketakutan yang tidak dapat dijelaskan.

Tiba-tiba, suara gemerisik di semak-semak membuat mereka berhenti serentak. Nawa mengangkat tangan, memberi isyarat untuk diam. Mata mereka menyapu sekitar, mencari sumber suara. Rasa dingin yang sama seperti saat makhluk itu muncul, kembali menyelimuti mereka.

Di tengah perjalanan, suara gemuruh dari kejauhan menarik perhatian mereka. Seperti suara sesuatu yang besar dan berat sedang bergerak melalui hutan. "Apa itu?" bisik Sahya, suaranya nyaris tak terdengar.

Nawa menggeleng, tatapan matanya tetap waspada. “Tidak ada waktu untuk mencari tahu.”

Nawa mempercepat langkah, napas mereka semakin berat dan terburu-buru. Setiap langkah terasa semakin berat dengan beban ketakutan yang mereka rasakan.

Saat mereka hampir mencapai tepi hutan, suara mengerikan terdengar lagi, kali ini lebih dekat. Sahya hampir terjatuh saat Nawa tersandung dahan pohon. Untung saja, penjaga dengan itu sigap menangkapnya kembali.

Tiba-tiba dari arah depan terdengar siulan dari penjaga desa lain. Perasaan mengerikan yang mereka rasakan hilang seketika. Akhirnya Nawa itu menghela nafas lega.

Saat perjalanan mereka berakhir, mereka sampai di wilayah suku. Di sana, terlihat kehidupan sehari-hari para manusia masa prasejarah berlangsung. Anak-anak riang bermain di jalanan, sementara orang dewasa sibuk dengan urusan sehari-hari mereka.

Mereka sama sekali tak memperhatikan seorang yang menggendong anak kecil dan menyeret seekor babi hutan raksasa.

Setengah dari hasil buruan yang ditangkap Sahya diberikan kepada Nawa, tetapi, alih menerimanya, si penjaga memasukkannya ke dalam keranjang untuk diolah dan dijadikan menjadi santapan rekan-rekannya yang lain.

Sahya merasakan ramuan herbal dengan aroma yang sangat aneh dioleskan ke luka-lukanya, meninggalkan sensasi yang hampir membuatnya muntah. Meskipun begitu, anehnya ramuan itu ternyata lumayan manjur. Rasa sakit pada tubuhnya sedikit mereda.

Ketika perut sudah penuh, Sahya memilih untuk menyimpan sisa daging buruan setelah mengolahnya menjadi dendeng. Dengan tulus, dia mengucapkan terima kasih dan selamat tinggal kepada para penjaga lainnya.

Saat Sahya menghilang dari pandangan penolongnya, wajah sang penjaga mulai terlihat gelap. Rekannya terkejut dengan perubahan ekspresi Nawa dan tak bisa menahan diri untuk bertanya, "Ada apa, Nawa?"

Nawa hanya menatap ke arah tempat Sahya pergi dalam keheningan. "Dihyang muncul," ucap Nawa dengan tenang, matanya masih tertuju ke arah yang sama.

Ketika nama makhluk tersebut diucapkan, kerumunan di sekitar mulai menengok ke arah Nawa dengan tatapan penuh kecurigaan, seakan mereka baru saja melihat sesuatu yang menakutkan.

"Tolong rahasiakan berita ini dari yang lain, Aku akan segera melapor kepada kepala suku..." kata Nawa tiba-tiba dengan nada serius.

Di dalam lebatnya hutan, jauh dari wilayah suku, sesosok makhluk mengerikan melangkah di antara pohon-pohon besar dan tinggi. Makhluk itu berdiri tegak dengan dua kaki seperti manusia. Matanya bercahaya merah menyala seperti bara, dengan pupil hitam yang membingungkan, menyebabkan segala yang ada di sekitarnya terlihat kabur. Kulitnya putih bersih namun kemudian berubah menjadi biru tua seperti langit malam, dengan bintik-bintik hitam di bahu dan punggungnya.

Makhluk itu adalah sosok yang sebelumnya ditemui Sahya dan Nawa saat perjalanan pulang kembali ke suku.

Makhluk itu tersenyum dingin, memperlihatkan taringnya, yang membuat siapa pun merinding dari ujung kepala sampai ujung kaki. Telinganya yang runcing terlihat semakin tajam saat ia tersenyum, menambah kesan seram. Namun, tiba-tiba terdengar suara aneh bergetar dari arah yang berbeda di dalam rimbunnya pepohonan.

"Itu kau?" Rambut hitamnya mulai berkibar tertiup angin, seketika hutan gelap di belakangnya kembali sunyi, tatapannya beralih ke sesuatu yang berada di depannya.

Setelah beberapa detik berlalu, sesosok makhluk muncul di sisi yang berlawanan dengannya. Memiliki tubuh tinggi besar dengan badan penuh bulu hitam, sorot matanya merah dan bersinar seperti api dalam kegelapan. Makhluk itu menatap Ratrau dengan penuh niat jahat, seolah ingin merobek tubuhnya kemudian memakan habis dagingnya.

Dalam genggaman tangannya terlihat seorang manusia yang penuh dengan darah dan tak bernyawa. Adapun yang lebih mengejutkan adalah pola tato pada tubuh manusia tersebut; pola yang sama dengan tato-tato yang hanya dimiliki oleh suku Palon Dihyang.

"Gandaru...," ucap Ratrau, mengisyaratkan kehadiran makhluk misterius itu. Setelah jeda singkat, Ratrau melanjutkan, "...apa niat tuanmu kali ini?" Suaranya tajam, menggema seperti raungan ratusan anjing saat berbicara di tengah kesunyian hutan.

"Aku hanya membawa kabar," jawab Gandaru, ia mengeluarkan seringai dingin.

Ratrau tetap terdiam, matanya menyimpan kebencian yang tak terucapkan saat ia menatap lawan bicaranya dengan tajam, jelas tidak senang dengan kedatangan sosok ini.

Tanpa diduga, kabut hitam mulai membentuk lingkaran di sekeliling Gandaru, menyelimutinya perlahan.

Tidak selang berapa lama, kabut itu pun mulai menyapu kepergiannya, membawa bersama sosok mengerikan itu, lenyap perlahan ke dalam kabut, meninggalkan hanya suara-suaranya yang bergema di antara pepohonan, "Semuanya berjalan sesuai rencananya."

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status