"Saya terima nikah dan kawinnya Lintang Nazeala binti Rahmat dengan mas kawin tersebut dibayar tunai," ujar Cakra dengan lantang seraya berjabat tangan ayahnya Lintang. Akad nikah diadakan di salah satu masjid yang tidak terlalu besar. Awalnya orang tua Lintang menolak kalau pernikah``````````````annya diadakan di Jakarta dan hanya akad nikah saja, tetapi Lintang menjelaskan kalau ia tidak bisa pulang ke Lombok karena tidak mendapat izin cuti dari atasannya, dan Lintang beralasan tidak perlu menggelar acara yang meriah, lebih baik uangnya ditabung untuk masa depan, yang penting mereka sah. Orang tuanya tahu kalau pernikahan mereka didaftarkan secara hukum juga, padahal ini adalah pernikahan hanya sah secara agama, agar kelak ketika mereka berpisah, tidak perlu repot menjalani persidangan dan segala macamnnya.Setelah selesai ijab qabul, Lintang langsung mencium tangan Cakra, dan Cakra mencium keningnya Lintang. Kemudian mereka beralih mencium tangan orang tuanya Lintang.Rahmat berpes
Ballroom hotel saat ini tengah dipadati para tamu undangan, kurang lebih 2500 tamu undangan mengisi ruangan. Laras dan Aksa memang berasal dari keluarga terpandang yang memiliki kerabat dan relasi dari dalam maupun luar kota, jadi tak heran kalau acara resepsi ini digelar dengan meriah.Di antara ribuan undangan itu ada Cakra yang datang bersama Lintang untuk memenuhi undangan. Sebenarnya Cakra malas bertemu orang-orang yang telah menghancurkan hatinya, Laras dan Aksa. Hampir tujuh tahun Cakra menjalin hubungan dengan Laras, tapi seenaknya Aksa menikung kekasihnya itu.Lintang cukup kagum dengan kemeriahan acara tersebut, karena baru kali ini dia menghadiri acara semeriah itu, master ceremony, band, dan pengisi acara lainnya dibayar mahal untuk mengisi acara ini. Gaun pengantin menjuntai ke belakangan dengan indah, membuat Laras tampak lebih anggun.Saat Lintang sedang mengagumi acara itu, tangan Cakra langsung menariknya ke atas pelaminan untuk basa-basi memberi selamat."Hm, hai. Sel
Lintang bekerja di salah satu perusahaan yang bergerak di bidang periklanan pada posisi accounting, seperti biasa puluh 17.30 dia keluar kantor, tapi kali ini tujuannya bukan indekos, melainkan sebuah restoran yang menjadi tempat makan malamnya nanti.Mobil Cakra baru saja sampai di lobi, dan Lintang langsung menghampiri yang ditunggunya sejak tadi."Nanti acaranya jam 8, kita masih ada waktu buat siap-siap," ujar Cakra setelah Lintang berada di sebelahnya.Lamborghini memecah jalanan ibu kota, tujuan mereka sekarang adalah sebuah mall, Cakra ingin mengubah menampilan Lintang agar menjadi lebih menarik.Setelah mobilnya terparkir di basemant, mereka pun keluar dan langsung mencari dress, sepatu, serta tas untuk Lintang. Kemudian, Cakra membawa Lintang ke salon untuk didandani secantik mungkin, karena ini adalah pertemuan mereka dengan keluarga besar.Baru beberapa hari kenal dengan Cakra, membuat Lintang tidak menjadi dirinya sendiri. Lintang tidak suka memakai barang-barang mewah, ber
Cakra adalah satu-satunya cucu Aryo yang memilih profesi di luar medis, dia mengambil jurusan komunikasi saat kuliah, dan sekarang dia sudah bekerja pada salah satu perusahaan bonafit di Jakarta selatan. Ilham adalah teman kantor yang telah menjadi sahabat Cakra sejak mereka sekantor setahun yang lalu. Sedikit banyak Ilham tahu tentang Cakra.Setelah mematikan komputernya, Ilham menghampiri Cakra di kubikelnya."Cak, kita makan siang dulu."Cakra pun beranjak dari kursinya dan ke warung makan di depan kantor yang telah menjadi langganan mereka."Ham, Lintang udah susah dihubungi." Cakra membuka obrolan sembari menunggu pesanan mereka datang.Ilham mengernyit. "Lo beneran jatuh cinta sama dia?""Bukan, tapi gue masih butuh bantuan dia. Mana malam minggu ini keluarga besar gue mau pesta BBQ, terus si pengantin baru juga ikutan, tengsin banget gue kalau nggak bawa pasangan.""Cari pasangan lain.""Nggak, itu malah menimbulkan pertanyaan baru, nanti mereka bisa curiga kalau itu cuma pasang
Weekend adalah hari yang paling dinanti-nanti oleh para pelajar sampai para pekerja. Bisa bersantai bersama keluarga, pasangan, teman, atau hanya sekadar rebahan di kasur.Selesai mandi, Lintang mengambil ponsel di atas nakas, dan melihat aplikasi W******p, tidak ada chat dari Mario, pacarnya yang nun jauh di sana. Kalau dihitung-hitung ini hari ke tiga Mario tidak ada kabar.Akhirnya dengan menurunkan ego, Lintang menghubungi Mario terlebih dahulu.Lintang NazealaMario, apa kabar?Beberapa detik Lintang menunggu balasan, tapi tidak ada balasan padahal online. Dibaca saja tidak apalagi dibalas.Chat lagi nggak, ya?Tak lama kemudian muncul seorang perempuan yang masuk ke kamar Lintang."Lin, pinjam detergen dong, mau nyuci.""Minta, Sya, bukan minjem," ralat Lintang ke tetangga kamarnya yang bernama Tasya itu.Tasya hanya menyengir. "Eh iya, itu tahu.""Ambil aja, ada di balik pintu."Tasya langsung mengambil detergen, tapi sebelum dia keluar, Lintang memanggilnya."Sya, kalau misal a
Cakra memapah Lintang turun dari mobilnya, sekarang mereka sudah berdiri di depan rumah mewah, kediaman Aryo. Entah kenapa, pria itu lebih suka tinggal sendiri hanya ditemani beberapa asisten rumah tangga, daripada tinggal bersama anak-anaknya. Sang istri, Diana sudah meninggal tiga tahun lalu karena penyakit komplikasi yang dideritanya.Keduanya masuk ke dalam ruang tamu, beberapa keluarga telah berkumpul."Lho, aku kira Cakra datang sama perempuan yang lebih berkelas, ternyata cuma perempuan kampung yang nyasar ke Jakarta," celetuk Vania dengan entengnya.Cakra yang mendengar hal itu langsung menyunggingkan sebuah senyuman. "Ini lebih baik, daripada menikung pacar saudara sendiri. Lebih hina mana?" Cakra terang-terangan menyindir Aksa yang sedang duduk di salah satu sofa.Reza langsung menghentikan pertikaian ini. "Sudah-sudah, mendingan Lintang langsung ke belakang rumah untuk bantuin masak," Dia pun melirik ke adiknya, "Kamu juga Vania!"Cakra pun langsung menggenggam tangan Lintan
Lintang masih memikirkan kejadian kemarin malam, sedari tadi jarinya terus memegang bibir yang dinodai oleh Cakra.Sekelebat memori pun terlintas di pikiran Lintang. Seminggu setelah wisuda S1, Lintang dan Mario duduk di sebuah kafe, ditemani obrolan ringan, sampai akhirnya Mario pun membahas sesuatu yang membuat Lintang terkejut."Lin," panggil Mario yang baru menyesap kopinya saat itu, "selama kita pacaran hampir empat tahun, aku belum pernah dapat apa-apa dari kamu."Lintang mengernyitkan keningnya. "Maksud kamu?""Ya kayak pasangan lain, misal sekadar kissing atau sesuatu yang lebih dari itu."Lintang sudah mengerti ke arah pembicaraan itu. "Maaf, Yo. Aku akan memberikan hal itu ke seseorang yang halal, kita cuma pacar bukan suami istri."Terlihat jelas raut wajah Mario saat itu berubah menjadi masam. Tidak ada lagi obrolan di antaranya, mereka hanya menghabiskan makanan masing-masing dalam keadaan diam. Tiga hari setelahnya pun Lintang mendengar kabar kalau Mario dapat beasiswa me
Setelah galau-galauan kemarin karena putus sama Mario, akhirnya Lintang kembali bangkit, dia harus lebih bersemangat lagi, hidup bukan hanya tentang cinta, ada kehidupan yang harus diperjuangkan untuk mencapai masa depan yang lebih baik lagi.Deringan telepon membuat Lintang menghentikan langkahnya yang hendak masuk ke lobi kantor."Halo, Bu," sapa Lintang saat menerima panggilan masuk dari ibunya di seberang sana."Lintang, kapan kamu ke Lombok sama pasangan kamu? Bapak udah nanyain terus, katanya kalian harus cepat menikah, umur kamu juga udah pas membina rumah tangga."Ucapan Arini membuat Lintang membeku, dia bingung harus menjawab apa, dia hanya terdiam."Lin, kalau kamu mau, Bapak bisa jodohkan kamu sama anak kepala desa di sini, ingat Adi? Yang teman masa kecil kamu itu."Lintang rasa umur dua puluh tiga tahun masih cukup muda untuk menjalin rumah tangga."Bu, Lintang bisa cari jodoh sendiri. Ibu dan Bapak tenang aja, suatu saat nanti Lintang akan ke Lombok sama calonnya Lintang