Weekend adalah hari yang paling dinanti-nanti oleh para pelajar sampai para pekerja. Bisa bersantai bersama keluarga, pasangan, teman, atau hanya sekadar rebahan di kasur.
Selesai mandi, Lintang mengambil ponsel di atas nakas, dan melihat aplikasi W******p, tidak ada chat dari Mario, pacarnya yang nun jauh di sana. Kalau dihitung-hitung ini hari ke tiga Mario tidak ada kabar.
Akhirnya dengan menurunkan ego, Lintang menghubungi Mario terlebih dahulu.
Lintang Nazeala
Mario, apa kabar?
Beberapa detik Lintang menunggu balasan, tapi tidak ada balasan padahal online. Dibaca saja tidak apalagi dibalas.
Chat lagi nggak, ya?
Tak lama kemudian muncul seorang perempuan yang masuk ke kamar Lintang.
"Lin, pinjam detergen dong, mau nyuci."
"Minta, Sya, bukan minjem," ralat Lintang ke tetangga kamarnya yang bernama Tasya itu.
Tasya hanya menyengir. "Eh iya, itu tahu."
"Ambil aja, ada di balik pintu."
Tasya langsung mengambil detergen, tapi sebelum dia keluar, Lintang memanggilnya.
"Sya, kalau misal ada orang online, tapi chat kita nggak dibaca apalagi dibalas. Tandanya apa?" tanya Lintang.
Tasya memikir sejenak. "Itu tandanya dia online bukan buat kita, karena kita nggak penting. Sesimpel itu, Beb. Yaudah mau nyuci dulu." Tasya pun keluar dari kamar Lintang.
Lintang memikirkan perkataan Tasya, tapi dia langsung mengenyahkan pikiran buruk ke Mario.
Nggak mungkin, dia lagi sibuk, Lin. Jangan negative thinking.
Tak lama kemudian, muncul sebuah pesan dari Cakra.
Kendranata Cakrawala
Lintang, nanti sore aku jemput, ya
Lintang hampir lupa kalau nanti malam memang ada pesta BBQ keluarga besar Cakra, padahal dia malas ke mana-mana karena kakinya masih sakit.
Lintang Nazeala
Cak, kaki aku masih sakit, nggak lucu kalau jalannya pincang
Kendranata Cakrawala
Nggak ada penolakan, pokoknya nanti aku jemput
Lintang bukannya membalas pesan Cakra, tapi malah mengirim pesan ke Tasya.
Lintang Nazeala
Sya, kalau ada yang cariin aku nanti. Bilang aku nggak ada, makasih
Kemudian Lintang mematikan ponselnya, dan mengunci kamarnya rapat-rapat, kemudian dia tidur. Berharap weekend-nya kali ini akan berjalan lancar.
***
Cakra keluar dari kamarnya, dia akan ke indekos Lintang karena perempuan itu sudah tidak bisa dihubungi. Di anak tangga terakhir dia berpapasan dengan Laras.
"Cak, aku mau ketemu Tante Sintia, minta ajarin bikin kue."
Cakra hanya mengangguk, dan berlalu begitu saja. Sekarang Cakra akan berusaha tidak peduli semua yang terjadi sama Laras. Baginya, Larasati Putri sudah mati.
Laras mengejar Cakra, lalu menahan tangannya. "Cak, ada satu hal yang kamu nggak tahu tentang aku."
Cakra menoleh lalu menaikkan sebelah alisnya. "Hm?"
"Aku nikah sama Aksa bukan karena aku nggak sayang kamu," Laras menyeka setitik air matanya yang jatuh, "keputusan yang berat adalah meninggalkan kamu, laki-laki yang telah jadi pacar aku selama tujuh tahun, aku udah nyaman sama kamu, sama Tante Sintia, sama Om Reza."
"To the point aja, bisa? Aku ada urusan!" ujar Cakra dengan ekspresi yang tidak nyaman berada di situ.
Laras menatap Cakra dengan tatapan sendu. "Karena aku udah nggak perawan, aku nggak mau cowo sebaik kamu dapat sisa."
"Oh."
"Cak, Aku khilaf."
Cakra menghempas tangan Laras. "Apa pun itu, aku udah nggak mau tahu tentang kamu lagi, Ras. Aku pernah cinta kamu dengan sangat, tapi pengkhianatan yang ada nggak mungkin aku lupain. Yang jelas bagi aku, Laras udah mati bersama kenangan."
Cakra langsung keluar dari rumah itu meninggalkan Laras yang masih menangis. Tujuh tahun Cakra mencurahkan seluruh isi hatinya untuk Laras, dan ending-nya Laras bersanding dengan laki-laki lain.
Bayangan masa lalu kembali terngiang di kepala Cakra.
Saat itu Laras dan Cakra baru masuk SMA. Mereka sekelas, dan Cakra diam-diam menyukai Laras, gadis cantik yang baik dan pintar, beberapa bulan mereka dekat, akhirnya Cakra menyatakan perasaannya ke Laras dengan romantis. Saat istirahat, di tengah lapangan, Cakra berlutut di hadapan Laras sambil menyanyikan sebuah lagu. Hal itu membuat para siswi berteriak, dan suara tepuk tangan pun terdengar saat Laras menerima cinta Cakra.
Meski banyak perdebatan tapi tidak membuat hubungan keduanya renggang, sampai masa SMA pun selesai, mereka memutuskan untuk kuliah di universitas yang sama, meski dengan jurusan yang berbeda. Walau dengan kesibukan masing-masing, mereka tetap bersama. Sampai akhirnya saat kelulusan setahun yang lalu, Laras ketahuan selingkuh dengan Aksa, entah sudah berapa kali mereka jalan bareng. Cakra pun memutuskan untuk berpisah dengan Laras dan membiarkan mantannya melanjutkan hubungannya dengan Aksa.
Beberapa bulan kemudian langsung terdengar kabar, bahwa Aksa dan Laras telah menyiapkan acara lamaran, dan kemudian mereka membahas acara pernikahan yang akan diadakan secara meriah.
Cakra sakit hati, tapi dia tidak ingin merebut apa yang telah menjadi milik orang lain. Move on adalah cara paling tepat.
Mobil Cakra pun berhenti di sebuah indekos dengan pagar hitam menjulang tinggi, setelah memencet bel, seorang perempuan pun membuka gerbang.
"Cari siapa, Mas?"
"Lintangnya ada?"
Tadi Lintang bilang nggak boleh kasih tahu kalau dia ada.
"Nggak ada, Mas. Ada urusan di luar."
Cakra tidak semudah itu percaya, karena Lintang lagi sakit kakinya tidak mungkin dia kelayapan.
"Mbak, kalau bohong nanti diazab, waktu Mbak Meninggal, nggak ada yang percaya, terus Mbaknya disuruh jalan ke kuburan sendiri."
Tasya yang lumayan takut dengan hal berbau horor, dia langsung mempersilakan Cakra untuk masuk, dan langsung memanggil Lintang di kamarnya, sementara Cakra duduk di ruang tamu.
Astaga polos banget, Mbak.
***
Cakra memapah Lintang turun dari mobilnya, sekarang mereka sudah berdiri di depan rumah mewah, kediaman Aryo. Entah kenapa, pria itu lebih suka tinggal sendiri hanya ditemani beberapa asisten rumah tangga, daripada tinggal bersama anak-anaknya. Sang istri, Diana sudah meninggal tiga tahun lalu karena penyakit komplikasi yang dideritanya.Keduanya masuk ke dalam ruang tamu, beberapa keluarga telah berkumpul."Lho, aku kira Cakra datang sama perempuan yang lebih berkelas, ternyata cuma perempuan kampung yang nyasar ke Jakarta," celetuk Vania dengan entengnya.Cakra yang mendengar hal itu langsung menyunggingkan sebuah senyuman. "Ini lebih baik, daripada menikung pacar saudara sendiri. Lebih hina mana?" Cakra terang-terangan menyindir Aksa yang sedang duduk di salah satu sofa.Reza langsung menghentikan pertikaian ini. "Sudah-sudah, mendingan Lintang langsung ke belakang rumah untuk bantuin masak," Dia pun melirik ke adiknya, "Kamu juga Vania!"Cakra pun langsung menggenggam tangan Lintan
Lintang masih memikirkan kejadian kemarin malam, sedari tadi jarinya terus memegang bibir yang dinodai oleh Cakra.Sekelebat memori pun terlintas di pikiran Lintang. Seminggu setelah wisuda S1, Lintang dan Mario duduk di sebuah kafe, ditemani obrolan ringan, sampai akhirnya Mario pun membahas sesuatu yang membuat Lintang terkejut."Lin," panggil Mario yang baru menyesap kopinya saat itu, "selama kita pacaran hampir empat tahun, aku belum pernah dapat apa-apa dari kamu."Lintang mengernyitkan keningnya. "Maksud kamu?""Ya kayak pasangan lain, misal sekadar kissing atau sesuatu yang lebih dari itu."Lintang sudah mengerti ke arah pembicaraan itu. "Maaf, Yo. Aku akan memberikan hal itu ke seseorang yang halal, kita cuma pacar bukan suami istri."Terlihat jelas raut wajah Mario saat itu berubah menjadi masam. Tidak ada lagi obrolan di antaranya, mereka hanya menghabiskan makanan masing-masing dalam keadaan diam. Tiga hari setelahnya pun Lintang mendengar kabar kalau Mario dapat beasiswa me
Setelah galau-galauan kemarin karena putus sama Mario, akhirnya Lintang kembali bangkit, dia harus lebih bersemangat lagi, hidup bukan hanya tentang cinta, ada kehidupan yang harus diperjuangkan untuk mencapai masa depan yang lebih baik lagi.Deringan telepon membuat Lintang menghentikan langkahnya yang hendak masuk ke lobi kantor."Halo, Bu," sapa Lintang saat menerima panggilan masuk dari ibunya di seberang sana."Lintang, kapan kamu ke Lombok sama pasangan kamu? Bapak udah nanyain terus, katanya kalian harus cepat menikah, umur kamu juga udah pas membina rumah tangga."Ucapan Arini membuat Lintang membeku, dia bingung harus menjawab apa, dia hanya terdiam."Lin, kalau kamu mau, Bapak bisa jodohkan kamu sama anak kepala desa di sini, ingat Adi? Yang teman masa kecil kamu itu."Lintang rasa umur dua puluh tiga tahun masih cukup muda untuk menjalin rumah tangga."Bu, Lintang bisa cari jodoh sendiri. Ibu dan Bapak tenang aja, suatu saat nanti Lintang akan ke Lombok sama calonnya Lintang
Laras menatap galeri foto semasa ia berpacaran dengan Cakra. Jujur saja sampai detik ini Laras belum bisa melupakan Cakra, andai saja kejadian malam itu tidak pernah terjadi, pasti sekarang Laras sudah menikah dengan orang yang ia cintai.Dari belakang tiba-tiba muncul Aksa yang melihat apa yang sedang dilihat oleh Laras, pria itu pun langsung merampas ponsel istrinya. "Oh jadi di belakang aku, kamu masih sering lihat kenangan kalian? Masih belum bisa move on sama dia, Ras? Aku enggak suka ya kalau istri aku masih belum bisa move on dari mantannya. Dia aja udah bisa move on dari kamu, Larasati!" Ucapan Aksa sangat menggebu-gebu."Aksa, dari awal kamu tahu, pernikahan ini terjadi karena terpaksa, kalau aja malam itu kamu nggak jebak aku, aku sekarang pasti udah nikah sama Cakra. Sampai sekarang aku masih cinta sama Cakra, bukan kamu. Kamu mungkin bisa dapatin aku sebagai istri kamu, tapi kamu enggak bisa dapatin cinta aku!" Laras tidak kalah berapi-api.Sebuah tamparan keras melayang k
"Nikah yuk," ujar Lintang secara tiba-tiba yang membuat Cakra langsung tersedak nasi goreng yang sedang ia kunyah. Saat ini keduanya sedang berada di salah satu tempat makan. Lintang sengaja mengajak Cakra bertemu karena ada hal yang mau ia bahas, terkait permintaan orang tuanya untuk segera pulang ke Lombok."Hah, kenapa tiba-tiba? Kamu juga baru putus sama pacar kamu, kan? Dan aku yakin kamu juga belum bisa move on, kan?" Cakra tidak habis pikir dengan permintaan Lintang yang secara tiba-tiba.Lintang meneguk minuman yang ada di hadapannya. "Gini, jadi orang tua aku di Lombok udah ngebet banget nikahin aku, sedangkan sekarang aku kan baru putus. Kalau aku belum ada calon, mereka mau jodohin aku sama laki-laki pilihan mereka, dan aku enggak mau. Jadi, aku mau minta tolong sama kamu buat nikahi aku, mungkin sampai setahun ke depan. Nanti setelah satu tahun, kita bakal cari cara biar bisa cerai. Gimana, kamu mau kan bantu aku?" Lintang sangat berharap kalau Cakra mau membantunya, Linta
"Saya terima nikah dan kawinnya Lintang Nazeala binti Rahmat dengan mas kawin tersebut dibayar tunai," ujar Cakra dengan lantang seraya berjabat tangan ayahnya Lintang. Akad nikah diadakan di salah satu masjid yang tidak terlalu besar. Awalnya orang tua Lintang menolak kalau pernikah``````````````annya diadakan di Jakarta dan hanya akad nikah saja, tetapi Lintang menjelaskan kalau ia tidak bisa pulang ke Lombok karena tidak mendapat izin cuti dari atasannya, dan Lintang beralasan tidak perlu menggelar acara yang meriah, lebih baik uangnya ditabung untuk masa depan, yang penting mereka sah. Orang tuanya tahu kalau pernikahan mereka didaftarkan secara hukum juga, padahal ini adalah pernikahan hanya sah secara agama, agar kelak ketika mereka berpisah, tidak perlu repot menjalani persidangan dan segala macamnnya.Setelah selesai ijab qabul, Lintang langsung mencium tangan Cakra, dan Cakra mencium keningnya Lintang. Kemudian mereka beralih mencium tangan orang tuanya Lintang.Rahmat berpes
Ballroom hotel saat ini tengah dipadati para tamu undangan, kurang lebih 2500 tamu undangan mengisi ruangan. Laras dan Aksa memang berasal dari keluarga terpandang yang memiliki kerabat dan relasi dari dalam maupun luar kota, jadi tak heran kalau acara resepsi ini digelar dengan meriah.Di antara ribuan undangan itu ada Cakra yang datang bersama Lintang untuk memenuhi undangan. Sebenarnya Cakra malas bertemu orang-orang yang telah menghancurkan hatinya, Laras dan Aksa. Hampir tujuh tahun Cakra menjalin hubungan dengan Laras, tapi seenaknya Aksa menikung kekasihnya itu.Lintang cukup kagum dengan kemeriahan acara tersebut, karena baru kali ini dia menghadiri acara semeriah itu, master ceremony, band, dan pengisi acara lainnya dibayar mahal untuk mengisi acara ini. Gaun pengantin menjuntai ke belakangan dengan indah, membuat Laras tampak lebih anggun.Saat Lintang sedang mengagumi acara itu, tangan Cakra langsung menariknya ke atas pelaminan untuk basa-basi memberi selamat."Hm, hai. Sel
Lintang bekerja di salah satu perusahaan yang bergerak di bidang periklanan pada posisi accounting, seperti biasa puluh 17.30 dia keluar kantor, tapi kali ini tujuannya bukan indekos, melainkan sebuah restoran yang menjadi tempat makan malamnya nanti.Mobil Cakra baru saja sampai di lobi, dan Lintang langsung menghampiri yang ditunggunya sejak tadi."Nanti acaranya jam 8, kita masih ada waktu buat siap-siap," ujar Cakra setelah Lintang berada di sebelahnya.Lamborghini memecah jalanan ibu kota, tujuan mereka sekarang adalah sebuah mall, Cakra ingin mengubah menampilan Lintang agar menjadi lebih menarik.Setelah mobilnya terparkir di basemant, mereka pun keluar dan langsung mencari dress, sepatu, serta tas untuk Lintang. Kemudian, Cakra membawa Lintang ke salon untuk didandani secantik mungkin, karena ini adalah pertemuan mereka dengan keluarga besar.Baru beberapa hari kenal dengan Cakra, membuat Lintang tidak menjadi dirinya sendiri. Lintang tidak suka memakai barang-barang mewah, ber