Lintang bekerja di salah satu perusahaan yang bergerak di bidang periklanan pada posisi accounting, seperti biasa puluh 17.30 dia keluar kantor, tapi kali ini tujuannya bukan indekos, melainkan sebuah restoran yang menjadi tempat makan malamnya nanti.
Mobil Cakra baru saja sampai di lobi, dan Lintang langsung menghampiri yang ditunggunya sejak tadi.
"Nanti acaranya jam 8, kita masih ada waktu buat siap-siap," ujar Cakra setelah Lintang berada di sebelahnya.
Lamborghini memecah jalanan ibu kota, tujuan mereka sekarang adalah sebuah mall, Cakra ingin mengubah menampilan Lintang agar menjadi lebih menarik.
Setelah mobilnya terparkir di basemant, mereka pun keluar dan langsung mencari dress, sepatu, serta tas untuk Lintang. Kemudian, Cakra membawa Lintang ke salon untuk didandani secantik mungkin, karena ini adalah pertemuan mereka dengan keluarga besar.
Baru beberapa hari kenal dengan Cakra, membuat Lintang tidak menjadi dirinya sendiri. Lintang tidak suka memakai barang-barang mewah, berdandan yang berlebihan, dan memakai high heels yang menyiksa kakinya, tapi dari kemarin Lintang melakukan hal yang tidak dia suka.
"Cantik," ujar Cakra setelah Lintang selesai dirias.
"Cak, aku kurang nyaman."
"Tahan, Lin. Pokoknya nanti di depan, opa, mama, papa, om, dan tante, kamu harus terlihat high class."
Lintang hanya mengangguk, setidaknya Lintang tahu bagaimana rasanya makan di restoran mewah, yang selama ini Lintang harus menyisihkan gajinya untuk bayar indekos, kirim untuk orang tuanya di kampung, dan keperluan sehari-harinya, juga sisanya ditabung. Kehidupan Lintang memang harus hemat, mengingat dirinya hanya anak rantauan dari keluarga sederhana.
***
Cakra menggandeng tangan Lintang dengan mesra, sementara keluarganya sudah berkumpul pada satu meja menunggu kedatangan mereka, kecuali Laras dan Aksa yang sudah bulan madu ke Bali.
"Sorry telat," ujar Cakra setelah menempati kursi yang disediakan, "tadi macet."
"Yaudah kalian pesan aja," balas kakek Cakra yang bernama Aryo.
Lintang membaca menu dan dia bingung harus memesan apa, karena namanya terlalu aneh.
"Saya pesan steak sama minumnya air putih aja," Cakra memang lebih suka air putih daripada air-air yang lain. Cakra menoleh ke Lintang, "kamu mau apa?"
"Samain aja."
"Yaudah steak-nya dua, dan air putih dua."
Pelayan pun menyebutkan kembali pesanannya, setelah itu melenggang menjauh.
Aryo menatap Lintang. "Tolong perkenalkan diri kamu."
Buseh, ini mau interview kerja apa gimana?
"Hai, Opa. Kenalin aku Lintang Nazeala, umur dua puluh tiga tahun, saat ini kerja di perusahaan swasta sebagai staf accounting."
"Orang tua kamu?"
"Saya berasal dari pulau kecil, yaitu Lombok, ibu saya PNS di pemerintahan, dan ayah saya seorang guru SMA."
"Oh, nggak cocoklah disandingkan dengan keluarga kita," ujar Vania, Tantenya Cakra yang merupakan ibunya Aksa, "contoh Aksa dong, istrinya adalah seorang dokter."
Lintang hanya bergeming, padahal hatinya sudah panas mendengar perkataan wanita yang belum dia ketahui namanya.
"Nggak cocok ah, disandingkan sama keluarga kita," komentar Radit, suaminya Vania.
Cakra yang sedari tadi hanya mendengarkan, kini ikut bersuara, "Hidup-hidup aku, kenapa jadi kalian yang repot?"
Reza, ayahnya Cakra ikut berpendapat, "Di dalam keluarga kita dari awal sudah ditekankan minimal harus seorang dokter atau anak dokter, lihat abangmu, sepupu-sepupumu adalah pasangannya dokter."
Sintia melotot ke suaminya, Reza. Agar tidak mengatakan hal itu, namun tidak dihiraukan oleh Reza.
Aryo pun mengangguk. "Itu adalah peraturan keluarga kita, kalau kamu lupa."
Cakra menatap Lintang yang sedari tadi hanya menunduk, kini berdiri dari tempatnya, Lintang memang memiliki hati sesensitif itu. "Oke, saya juga tidak berniat menjadi anggota keluarga ini, terima kasih."
Bahkan makanannya belum datang, Lintang sudah meninggalkan restoran, yang langsung dikejar oleh Cakra.
Entah ada kesakitan sendiri mendengar ucapan keluarga Cakra, biarpun ini hanya hubungan pura-pura, tapi Lintang tetap tidak suka dengan perkataan mereka.
"Lin," Cakra langsung meraih tangan Lintang setelah mendekat, "maafin keluarga aku, mereka emang seperti itu."
Lintang menoleh, lalu mengangguk. "Santai, ini kan cuma pura-pura. Lagian aku emang nggak pantas disandingkan sama keluargamu, dan kepura-puraan ini nggak perlu diteruskan lagi."
"Aku masih butuh bantuanmu, Lin. Aku ingin buktiin ke Aksa kalau aku bisa move on dari Laras dan bisa dapat yang lebih baik dari istrinya itu," Aksa menjeda kalimatnya, "dari dulu aku selalu kalah sama Aksa, dari kecil kami itu rival dalam hal apa pun, tapi dia yang selalu menang, dan bahkan Laras pun dia yang dapatkan."
"Terus aku peduli? Seharusnya kamu bisa dapatin cewek yang kamu mau."
"Ada banyak hal yang nggak kamu tahu dari aku."
"Nggak minat buat tahu juga!"
Lintang langsung melepas tangan Cakra dengan paksa, dia berjalan menjauh, tak peduli Cakra yang terus memanggil namanya, hingga sebuah taksi yang melintas pun membawanya pergi dari tempat itu, membuat Cakra sangat kesal.
***
Cakra adalah satu-satunya cucu Aryo yang memilih profesi di luar medis, dia mengambil jurusan komunikasi saat kuliah, dan sekarang dia sudah bekerja pada salah satu perusahaan bonafit di Jakarta selatan. Ilham adalah teman kantor yang telah menjadi sahabat Cakra sejak mereka sekantor setahun yang lalu. Sedikit banyak Ilham tahu tentang Cakra.Setelah mematikan komputernya, Ilham menghampiri Cakra di kubikelnya."Cak, kita makan siang dulu."Cakra pun beranjak dari kursinya dan ke warung makan di depan kantor yang telah menjadi langganan mereka."Ham, Lintang udah susah dihubungi." Cakra membuka obrolan sembari menunggu pesanan mereka datang.Ilham mengernyit. "Lo beneran jatuh cinta sama dia?""Bukan, tapi gue masih butuh bantuan dia. Mana malam minggu ini keluarga besar gue mau pesta BBQ, terus si pengantin baru juga ikutan, tengsin banget gue kalau nggak bawa pasangan.""Cari pasangan lain.""Nggak, itu malah menimbulkan pertanyaan baru, nanti mereka bisa curiga kalau itu cuma pasang
Weekend adalah hari yang paling dinanti-nanti oleh para pelajar sampai para pekerja. Bisa bersantai bersama keluarga, pasangan, teman, atau hanya sekadar rebahan di kasur.Selesai mandi, Lintang mengambil ponsel di atas nakas, dan melihat aplikasi W******p, tidak ada chat dari Mario, pacarnya yang nun jauh di sana. Kalau dihitung-hitung ini hari ke tiga Mario tidak ada kabar.Akhirnya dengan menurunkan ego, Lintang menghubungi Mario terlebih dahulu.Lintang NazealaMario, apa kabar?Beberapa detik Lintang menunggu balasan, tapi tidak ada balasan padahal online. Dibaca saja tidak apalagi dibalas.Chat lagi nggak, ya?Tak lama kemudian muncul seorang perempuan yang masuk ke kamar Lintang."Lin, pinjam detergen dong, mau nyuci.""Minta, Sya, bukan minjem," ralat Lintang ke tetangga kamarnya yang bernama Tasya itu.Tasya hanya menyengir. "Eh iya, itu tahu.""Ambil aja, ada di balik pintu."Tasya langsung mengambil detergen, tapi sebelum dia keluar, Lintang memanggilnya."Sya, kalau misal a
Cakra memapah Lintang turun dari mobilnya, sekarang mereka sudah berdiri di depan rumah mewah, kediaman Aryo. Entah kenapa, pria itu lebih suka tinggal sendiri hanya ditemani beberapa asisten rumah tangga, daripada tinggal bersama anak-anaknya. Sang istri, Diana sudah meninggal tiga tahun lalu karena penyakit komplikasi yang dideritanya.Keduanya masuk ke dalam ruang tamu, beberapa keluarga telah berkumpul."Lho, aku kira Cakra datang sama perempuan yang lebih berkelas, ternyata cuma perempuan kampung yang nyasar ke Jakarta," celetuk Vania dengan entengnya.Cakra yang mendengar hal itu langsung menyunggingkan sebuah senyuman. "Ini lebih baik, daripada menikung pacar saudara sendiri. Lebih hina mana?" Cakra terang-terangan menyindir Aksa yang sedang duduk di salah satu sofa.Reza langsung menghentikan pertikaian ini. "Sudah-sudah, mendingan Lintang langsung ke belakang rumah untuk bantuin masak," Dia pun melirik ke adiknya, "Kamu juga Vania!"Cakra pun langsung menggenggam tangan Lintan
Lintang masih memikirkan kejadian kemarin malam, sedari tadi jarinya terus memegang bibir yang dinodai oleh Cakra.Sekelebat memori pun terlintas di pikiran Lintang. Seminggu setelah wisuda S1, Lintang dan Mario duduk di sebuah kafe, ditemani obrolan ringan, sampai akhirnya Mario pun membahas sesuatu yang membuat Lintang terkejut."Lin," panggil Mario yang baru menyesap kopinya saat itu, "selama kita pacaran hampir empat tahun, aku belum pernah dapat apa-apa dari kamu."Lintang mengernyitkan keningnya. "Maksud kamu?""Ya kayak pasangan lain, misal sekadar kissing atau sesuatu yang lebih dari itu."Lintang sudah mengerti ke arah pembicaraan itu. "Maaf, Yo. Aku akan memberikan hal itu ke seseorang yang halal, kita cuma pacar bukan suami istri."Terlihat jelas raut wajah Mario saat itu berubah menjadi masam. Tidak ada lagi obrolan di antaranya, mereka hanya menghabiskan makanan masing-masing dalam keadaan diam. Tiga hari setelahnya pun Lintang mendengar kabar kalau Mario dapat beasiswa me
Setelah galau-galauan kemarin karena putus sama Mario, akhirnya Lintang kembali bangkit, dia harus lebih bersemangat lagi, hidup bukan hanya tentang cinta, ada kehidupan yang harus diperjuangkan untuk mencapai masa depan yang lebih baik lagi.Deringan telepon membuat Lintang menghentikan langkahnya yang hendak masuk ke lobi kantor."Halo, Bu," sapa Lintang saat menerima panggilan masuk dari ibunya di seberang sana."Lintang, kapan kamu ke Lombok sama pasangan kamu? Bapak udah nanyain terus, katanya kalian harus cepat menikah, umur kamu juga udah pas membina rumah tangga."Ucapan Arini membuat Lintang membeku, dia bingung harus menjawab apa, dia hanya terdiam."Lin, kalau kamu mau, Bapak bisa jodohkan kamu sama anak kepala desa di sini, ingat Adi? Yang teman masa kecil kamu itu."Lintang rasa umur dua puluh tiga tahun masih cukup muda untuk menjalin rumah tangga."Bu, Lintang bisa cari jodoh sendiri. Ibu dan Bapak tenang aja, suatu saat nanti Lintang akan ke Lombok sama calonnya Lintang
Laras menatap galeri foto semasa ia berpacaran dengan Cakra. Jujur saja sampai detik ini Laras belum bisa melupakan Cakra, andai saja kejadian malam itu tidak pernah terjadi, pasti sekarang Laras sudah menikah dengan orang yang ia cintai.Dari belakang tiba-tiba muncul Aksa yang melihat apa yang sedang dilihat oleh Laras, pria itu pun langsung merampas ponsel istrinya. "Oh jadi di belakang aku, kamu masih sering lihat kenangan kalian? Masih belum bisa move on sama dia, Ras? Aku enggak suka ya kalau istri aku masih belum bisa move on dari mantannya. Dia aja udah bisa move on dari kamu, Larasati!" Ucapan Aksa sangat menggebu-gebu."Aksa, dari awal kamu tahu, pernikahan ini terjadi karena terpaksa, kalau aja malam itu kamu nggak jebak aku, aku sekarang pasti udah nikah sama Cakra. Sampai sekarang aku masih cinta sama Cakra, bukan kamu. Kamu mungkin bisa dapatin aku sebagai istri kamu, tapi kamu enggak bisa dapatin cinta aku!" Laras tidak kalah berapi-api.Sebuah tamparan keras melayang k
"Nikah yuk," ujar Lintang secara tiba-tiba yang membuat Cakra langsung tersedak nasi goreng yang sedang ia kunyah. Saat ini keduanya sedang berada di salah satu tempat makan. Lintang sengaja mengajak Cakra bertemu karena ada hal yang mau ia bahas, terkait permintaan orang tuanya untuk segera pulang ke Lombok."Hah, kenapa tiba-tiba? Kamu juga baru putus sama pacar kamu, kan? Dan aku yakin kamu juga belum bisa move on, kan?" Cakra tidak habis pikir dengan permintaan Lintang yang secara tiba-tiba.Lintang meneguk minuman yang ada di hadapannya. "Gini, jadi orang tua aku di Lombok udah ngebet banget nikahin aku, sedangkan sekarang aku kan baru putus. Kalau aku belum ada calon, mereka mau jodohin aku sama laki-laki pilihan mereka, dan aku enggak mau. Jadi, aku mau minta tolong sama kamu buat nikahi aku, mungkin sampai setahun ke depan. Nanti setelah satu tahun, kita bakal cari cara biar bisa cerai. Gimana, kamu mau kan bantu aku?" Lintang sangat berharap kalau Cakra mau membantunya, Linta
"Saya terima nikah dan kawinnya Lintang Nazeala binti Rahmat dengan mas kawin tersebut dibayar tunai," ujar Cakra dengan lantang seraya berjabat tangan ayahnya Lintang. Akad nikah diadakan di salah satu masjid yang tidak terlalu besar. Awalnya orang tua Lintang menolak kalau pernikah``````````````annya diadakan di Jakarta dan hanya akad nikah saja, tetapi Lintang menjelaskan kalau ia tidak bisa pulang ke Lombok karena tidak mendapat izin cuti dari atasannya, dan Lintang beralasan tidak perlu menggelar acara yang meriah, lebih baik uangnya ditabung untuk masa depan, yang penting mereka sah. Orang tuanya tahu kalau pernikahan mereka didaftarkan secara hukum juga, padahal ini adalah pernikahan hanya sah secara agama, agar kelak ketika mereka berpisah, tidak perlu repot menjalani persidangan dan segala macamnnya.Setelah selesai ijab qabul, Lintang langsung mencium tangan Cakra, dan Cakra mencium keningnya Lintang. Kemudian mereka beralih mencium tangan orang tuanya Lintang.Rahmat berpes