Seringai dingin melengkung di bibir Luis, sebelah lengan yang terlipat bertumpu di sisi pintu, menatap miring ke arah Alice.
“Coba katakan sekali lagi, telingaku sedikit tuli.”Mendengar perkataan itu, Alice menggeram dongkol, Luis memang definisi lelaki gila, sinting, dan tak tahu malu! Dan bisa-bisanya, ia bertahan terbodohi hingga detik ini.“Dengar Luis, dengar baik-baik. Buka telingamu, oke? Malam ini aku akan pergi!”“... dan satu hal yang perlu Kamu tahu, aku tidak menerima apa pun dari kakekmu. Kamu dengar itu?!” sambung wanita itu memekik berapi-api. Hatinya sangat kesal, selalu dituduh Luis mengincar harta keluarga Pietro.Huh, apa Alice tampak semurahan itu?“Jelas aku ingin cerai denganmu.”“... tapi, siapa kau berani meninggalkanku, dengan cara murahan seperti ini, hah?!” tanggap Luis tak kalah berteriak kencang, dengan rahang kokoh mengetat, merasakan seluruh tubuh atletisnya kian panas tak terkendali.Di detik itu juga Luis mencoba menggeleng kasar sembari mengerjap, meraih sisa kesadaran yang tersisa.Dan tiba-tiba kilasan ingatan mengenai salah satu penari di kelab malam yang memasukkan obat perangsang ke dalam minuman Luis, setelah pertengkaran hebat dengan Davina memutar di ingatan begitu cepat.Sialan!“A-apa ma-maksudmu?” todong Alice tergagap takut, ia tak bisa menebak arti dari tatapan tajam Luis, “lalu apa yang kamu inginkan dariku, tidak bisakah kamu tidak mempersulitku?”Mata sembab Alice mendadak mendelik lebar, saat tubuhnya tak bisa bergerak dan tanpa sadar, telah berada dalam rengkuhan kuat Luis, lantas membawa paksa ke dalam kamar menjatuh di kasur.“Aakh! Luis, sadar!” Kepalan telapak tangan Alice terus bergerak memukul-mukul berani punggung lebar Luis, berharap tubuhnya segera dilepaskan, “dengan kita berpisah, kamu bisa menikahi kekasihmu.”“... aku juga ingin menikah dengan pria yang mencintaiku! Bukan aku yang terus mencintai hingga bodoh, dan bertahan selama tiga tahun di sini!” Alice terus-menerus memberang dengan emosi meluap-luap.Ingin sekali pernikahan ini segera berakhir, pun mengakhiri statusnya sebagai istri tanpa identitas dari seorang Luis.Luis lebih banyak tak pulang dan menginap di apartemen Davina. Alice mengetahui ini karena Davina terus mengirimi foto Luis dan wanita itu dalam keadaan polos, saling berpelukan di ranjang.Sudah cukup. Alice sungguh ingin menyudahi pernikahan bodoh ini. Semakin ia bertahan, hatinya pun kian remuk redam.Bukan menanggapi ocehan Alice, lelaki itu justru berteriak lantang dengan kalimat berbeda, “Sudah aku bilang, aku tidak mau memiliki anak!”“Anak?” gumam lirih bingung Alice. Bukankah ia tadi tak membahas tentang anak?Bibir bergetar Alice sudah akan bergerak terbuka untuk membalas perkataan Luis.Akan tetapi, sebuah nama yang keluar dari bibir merah Luis seketika menghantam kerapuhan hati Alice.“Devina. Kau dengar itu kan? Kau jangan jadi wanita yang memuakkan! Aku sangat benci.”“Da-Davina?” ulang lirih Alice.Wajah memerah panas Alice membeku. Ia seperti ditampar ribuan kali untuk segera sadar, jika memang tak ada tempat untuk dirinya di hati sang suami.Dan hanya akan ada nama Davina, Davina, dan Davina lagi.Bulir bening tanpa sadar kian meluncur deras dari sudut kelopak basah mata tanpa bisa dicegah.“Luis, kamu menganggapku sebagai Davina? Pantas saja, kamu mau menyentuhku, walau dalam keadaan mabuk,” gumam pilu Alice menatap sendu sorot mata resah sang suami, yang kian merapatkan tubuh mereka berdua tanpa jarak sedikit pun.Sang CEO selama ini tak pernah ingin menyentuh Alice, kecuali ketika kedatangan Tuan Besar Pietro; dan itu semua juga karena skenario yang dibuat Luis.Meski Luis dalam keadaan mabuk, lelaki itu selalu bisa menyadari untuk menolak sentuhan Alice. Dan ini ... pertama kalinya mereka satu ranjang.Sungguh, ... Ini seperti sebuah mimpi.Alice tiba-tiba memekik saat rahang kecil wanita itu dicengkeram, lantas bibirnya dipagut rakus.Deru napas panas yang pekat dengan aroma alkohol menjadi satu dengan napas tercekat Alice.Serangan Luis begitu cepat. Alice sebagai wanita tak berpengalaman menjadi kelimpungan mengimbangi, ini terlalu mengejutkan untuk Alice yang tak pernah bersentuhan dengan seorang lelaki.Alhasil, ia hanya bisa meluruhkan cairan bening yang kian deras membasahi pipi, saat kendali tubuh Alice dikuasai oleh lelaki yang kini mengukungnya.Jemari kokoh Luis bergerak tak sabaran di depan pakaian Alice. Lelaki itu hendak menarik kasar, tetapi tangan Alice dengan cepat menahan. Wanita itu membawa paksa wajahnya ke sisi kiri, sehingga pagutan bibir Luis seketika terlepas.“Kau!” protes marah Luis.“Lu-Luis! Buka matamu, dan lihat siapa aku. Aku bukan Davina ... dan aku tahu, kamu akan segera sadar. Kamu tidak mungkin menginginkan tubuhku. Jadi, biarkan aku perg—”“Diam! Tugasmu sebagai istri melayaniku. Aku tidak peduli meskipun kau bukan Davina atau wanita lain. Kau harus melayani aku malam ini!” bentak cepat Luis tak ingin dibantah, membuat dada Alice kian sesak.Tatapan lelaki itu memerah penuh gairah, seakan mengatakan tak akan memberi kesempatan Alice untuk menghindar lagi.Dan benar saja, hanya dalam hitungan detik seluruh pakaian di tubuh Alice sudah dirampas kasar, lantas dibuang begitu saja di lantai kamar.Begitu pun dengan Luis. Lelaki itu juga telah tak sabar untuk melepas seluruh benang yang membalut tubuh bagian bawahnya, hingga mereka berdua kini telah sama-sama menikmati pemandangan yang tak pernah keduanya jumpai selama tiga tahun pernikahan ini.Alice tertegun, ia sejenak terpana dengan guratan tubuh gagah sang suami, tetapi ia dengan cepat mengerjap, kembali menghadirkan kenyataan pahit akan sikap Luis.Wanita cantik itu kembali meronta, ia tak pernah menginginkan penyatuan dengan cara seperti ini.“Ku-kumohon sadarlah, Luis. Kamu hanya sedang emosi dengan kekasihmu. Tolong jangan lampiaskan itu padaku,” mohon Alice dengan sangat di sela isak tangis yang tak bisa dihentikan.Tangan Alice reflek menyilang di depan dada. Dan hal itu semakin membuat amarah Luis membubung tinggi, berpikir jika Alice tak mengizinkan lelaki itu melihat lekuk tubuh Alice.“Terlambat! Sudah kubilang, kau harus melayani aku, Wanita Bodoh!”“... aku sudah tidak bisa lagi menahan. Tubuhmu sepertinya, sedikit ... lumayan.” Bola mata biru itu terus menamati tubuh indah Alice dengan cara yang berbeda.Dan apa yang dilakukan Luis, sukses membuat darah wanita yang berada di bawah kungkunganya berdesir.Apakah Alice juga ikut berhasrat?Entah itu pujian atau hinaan yang tersirat, tetapi setelahnya Alice hanya bisa mendesah mendapat serangan bertubi-tubi dari bibir, serta sentuhan jemari panjang Luis di setiap jengkal tubuh indah Alice. Luis malam ini tak ubahnya seperti binatang buas, yang kelaparan di tengah hutan. Tak ada satu pun bagian di tubuh Alice, yang tak tersapu bibir basah Luis. Hingga dada wanita itu melengkung tinggi, saat merasakan sesuatu hendak menerobos paksa bagian inti Alice, yang terus dicoba berkali-kali di sela deru napas tersengal Luis. “Sial, susah sekali!” umpat Luis untuk kesekian kali. Ia memutuskan berhenti, ia mencoba berkonsentrasi untuk menormalkan degub jantung yang terus berpacu cepat. “Sakit! Ja-jangan!” Tangan Alice berusaha mendorong bahu kekar Luis, agar segera pergi dari atas tubuhnya, tetapi kekuatan wanita itu sama sekali tak sebanding dengan gulungan gairah yang membuat Luis menyeringai mengerikan. Tubuh berotot itu kembali turun, Luis memberi kecupan dalam dan kasar di bi
Peduli setan dengan aturan dari para pengawal, Alice tahu jika jalannya tak akan semulus jalan tol. Jadi, sebelum menerima penolakan, sekitar pukul empat pagi tadi, Alice menyelinap masuk ke kamar Luis; mencuri buku nikah mereka.“Oh tidak mungkin, Nyonya pasti membohongi saya.”“Kenapa aku harus membohongimu? Kamu bisa memeriksa sendiri. Silakan,” balas Alice dengan senyum merekah, terus saja menyodorkan buku pernikahan Alice dan Luis.Sekretaris Luis akhirnya menerima. Dia menurunkan pandangan ragu ke arah buku kecil itu, sembari meneguk kasar ludahnya saat pantulan matanya meraup potret foto formal pasangan suami istri.Dan foto lelaki itu memang, ... Luis Pietro.“Astaga! Ja-jadi Anda ....”“Kamu sudah tahu siapa aku kan? Tolong tunjukan di mana ruangan Tuan Luis. Jangan sampai aku meminta suamiku memecatmu.” Alice menyambar cepat, seakan tahu arah tujuan perkataan wanita berpakaian formal itu, yang masih menatap Alice lekat, “aku janji, tidak akan membuat masalah.”Setelah
“Tuan Luis, saya menemukan alat tes kehamilan milik Nyonya!”Luis berkacak pinggang dengan peluh membasahi wajah tampannya yang menegang. Sorot mata tajam lelaki itu menyebar ke segala sisi sudut ruangan kamar sederhana Alice. Lagi-lagi ia mengumpat, saat pandangannya terpatri pada lemari pakaian sang istri yang terbuka berantakan karena ulah Luis.Kamar sederhana Alice telah berhasil diubah menjadi lautan sampah. Pecahan lampu, vas bunga, hingga bingkai foto pernikahan mereka berserakan di lantai. Beberapa potong pakaian bermerek mahal pun ikut terkoyak.Setelah memutuskan pulang, Luis segera mencari keberadaan Alice di seluruh sudut rumah. Namun, sayangnya, istri yang terus tak dipedulikan Luis itu, telah pergi dengan meninggalkan pakaian-pakaian mahal pemberiannya, juga sebuah dokumen gugatan cerai yang tergeletak di atas nakas.“Fuck you, Alice! Apa hasilnya? Apa dia hamil?” todong Luis tak sabaran saat melihat sang asisten pribadi datang dari kamar mandi luar, terseok-seo
“Batalkan saja. Aku tahu kamu ragu, Alice.” Mendengar perkataan Rose, sontak kepala Alice menggeleng pelan. Ia bahkan tak memiliki wewenang melakukan itu.“Ini masalah pekerjaan, Rose. Aku pikir, dia pasti sudah lupa padaku. Apa kamu pikir aku sepenting itu di hidupnya?” “... Gerrald Sayang, mandi dulu ya, sama Mommy Rose?” Alice mengusap punggung kecil putranya, lantas mengecup pipi gembul Gerald, ia buru-buru memangkas obrolan krusial ini.Dan berharap apa yang ia dan Rose bahas, tak memantik rasa penasaran sang putra.Gerrald menggeleng menggemaskan. Lengan kecilnya justru kian erat memeluk leher sang mommy.“Tapi, bosmu itu Hugo, Alice. Kamu bisa minta karyawan lain menggantikanmu.” Rose masih kekeh ingin Alice tak kembali ke negara itu.Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi, mengingat Luis Pietro adalah salah satu lelaki penuh kuasa yang dapat mengatur apa pun sesuka hatinya.Bahu kecil Alice terangkat, ia memejam sejenak lantas membawa pandangannya naik, hingga be
“Mungkin lebih tepatnya, dia sudah gila.”Hotel Park Hyatt Paris Vendome, pukul delapan malam. Para tamu hotel dengan berbagai ekspresi silih berganti menjadi pemandangan yang tak terelakkan.Melihat sekali lagi raut wajah sang tuan, Frans tampaknya setuju pada kalimat dari Oscar; sahabat dari sang tuan muda.“Jaga mulutmu, sebelum aku robek!” Luis mendengkus, ia tak terima dikatakan gila, meski kenyataannya hampir begitu.Oscar menyengir, mengulum bibir ke dalam agar tawanya tak menyembur. Ia menepuk-nepuk bahu Luis, yang dengan cepat disingkirkan oleh sang pemilik bahu.“Jangan sok akrab denganku.” Tambah Luis sinis.“Galak sekali Tuan Muda ini. Kau seharusnya tidak membuat anak-anak kecil tadi menangis ketakutan, kau pikir dirimu itu raksasa? Ppfft!”“... Luis-Luis, kau sepertinya memang tidak punya jiwa ramah-tamah pada anak kecil,” sambung Oscar semakin semangat menggoda sang sahabat. Dari kecil, hingga sedewasa ini Luis tetaplah Luis. Lelaki yang paling membenci semua hal
“Di-dia Lu-Luis?”Langit terasa runtuh dalam sekali kerjapan mata. Tubuh Alice seperti patung lilin yang terbakar oleh bara api, meleleh dalam hitungan detik, saat pandangan mata Alice dan Luis saling bertemu.Tidak ada yang memulai sapaan, keduanya kompak membisu dalam garis takdir yang mengejutkan ini.Alice terus menyangkal dalam hati.Pertemuan ini tidak nyata! Dan, sangat tidak mungkin. Rasa keduanya kembali melebur menyatu dengan dinginnya malam, hingga suara beberapa koper yang berjatuhan dari troli bagasi barang, memutus pandangan Luis.Melihat dari sudut mata, ada troli barang yang lewat, Alice memanfaatkan pangkal heels kanannya untuk menarik salah satu roda, dan tak peduli jika kulit kakinya tergesek lecet.“AAKH!” pekik Luis kesakitan.“Berhasil! Aku harus segera pergi.” Mendengar teriakan kesakitan Luis, Alice dengan sengaja menarik dua koper untuk ditimbunkan ke tubuh lelaki itu, yang tengah mengangkat salah satu lengan untuk melindungi kepala.Staff hotel yang
Alice tersenyum tipis, ia diam-diam terus merapal doa dalam hati, saat pandangan mereka berdua kembali bertemu.“Sial! Apa aku akan ketahuan?” Masih menatap sangat dekat sembari berbicara dalam hati, Alice mendadak kebingungan harus melakukan apa, mungkinkah Alice mengaku saja?Atau lebih baik ia berlari, dan membiarkan Luis menebak-nebak? Lalu membiarkan lelaki itu mengerahkan anak buah keluarga Pietro, yang begitu berkuasa untuk mencari keberadaan Alice di kota ini?Sial, Alice terjebak!“Alice, sepertinya hidupmu telah tenang selama ini.” Luis mengoceh dengan sudut bibir terangkat menyeringai, “apa kau masih mengingatku?”Masih membiarkan senyum kecil terukir di bibir merah merona yang baru saja dipertebal Alice. Wanita itu sama sekali tak mengalihkan pandangan.“Tuan Muda, tolong lepaskan Nyonya itu. Tuan Muda sudah salah orang.” Mendengar suara dari Frans, ekor mata Alice sedikit melirik ke arah lelaki itu, yang tampak panik melihat Luis masih menahan pinggang dan pergelang
Setelah pesawat yang ditumpangi Luis dan Alice mendarat dengan selamat. Luis bergegas segera keluar. Bahkan keberadaan Oscar dan Frans seperti angin yang tak dianggap Luis.Lelaki itu berdiri dengan napas terengah-engah di tengah banyaknya orang, dengan mata tajamnya terus memandang ke arah setiap orang yang berlalu lalang. Berharap ada Alice di antara mereka. Namun, nyatanya upaya Luis tak membuahkan hasil.Dan ukiran raut wajah frustrasi Luis di sana, bisa Alice lihat. Wanita cantik itu tengah berdiri bersisian dengan Hugo, yang memiliki jarak cukup jauh dengan posisi Luis.“Dia ternyata masih mencarimu, Alice. Apa urusan kalian di masa lalu, belum terselesaikan?”Menoleh ke arah Hugo, dengan tangan menata kembali letak syal tebal; sengaja dililitkan di leher agak tinggi, menutupi sebagian wajah Alice.“Tidak ada. Aku sudah menyelesaikan semua urusanku dengan pria itu. Bahkan harta yang diberikan oleh Tuan Besar Pietro sudah aku kembalikan,” jawab Alice apa adanya. Sebelum memu
Tiga bulan berlalu.Rintik hujan yang semakin deras meninggalkan genangan di tanah luar rumah sakit, membuat Alice menggigit bibir bawahnya dengan kepala menunduk dalam.Meski bulan demi bulan telah berganti, tapi perasaan sedih masih memenuhi hati dan tak pernah bisa diobati dengan cara apa pun. Banyak orang kehilangan nyawa dalam peperangan antara keluarga Pietro dan Delano saat kematian Dokter Nelson.Dua marga itu terlalu besar dan kuat. Namun, bisnis kotor yang dijalani keluarga Delano selama beberapa dinasti menjadikan keluarga itu benar-benar lenyap setelah kalah dalam pertempuran berdarah dengan keluarga Pietro.Pihak kepolisian telah menangkap seluruh keluarga Delano, termasuk Tuan Hendrick dan Nyonya Hanni.“Alice ....” Kepala Alice terangkat. Ia menoleh pada pusat suara lemah yang memanggil namanya lirih. Di detik itu juga seutas garis lengkung terbentuk di bibir merah Alice, “bagaimana keadaan putra kita? Apa dia baik-baik saja?”Tubuh Alice berbalik sempurna. Ia m
“Luis!” Suara panggilan itu membuat sang pemilik nama dengan cepat menoleh. Wajah pucat Luis terpampang jelas saat ditatih oleh Frans ketika akan memasuki mobil. “Lepaskan aku!” “Luis, aku sudah menemukan Gerald!” Suara Alice begitu jelas masuk ke telinga dan hati Luis. Luis memberontak dan begitu saja lepas dari penjagaan Frans, lantas mencoba berlari ke arah sang pemilik suara. Namun, langkah lelaki itu seketika terhenti saat melihat siapa yang ada di belakang punggung Alice dan sang putra. “Alice, Gerald!” “Aghh!” jerit Alice tertahan. “Da-Daddyy!” Hugo mencekik leher Alice dengan sebuah lengan dari belakang, sedang Gerald dicekik oleh anak buah Hugo. “Brengsek, lepaskan mereka!” berang Luis dengan menatap penuh aura membunuh. Ia kembali menyeret kakinya untuk mendekati Hugo, dan berusaha mengembalikan kesadaran yang seharusnya sudah lenyap sejak tadi. “Lu-Luis ... jangan mendekat! Hugo menodongkan pistol ke arahmu dari balik punggungku!” kata Alice penuh peringatan di san
Karena jadwal makan tak teratur dan selama satu minggu Luis tak tidur mencari keberadaan Alice dan Gerald, pula melakukan penghancuran di mana-mana, membuat tubuh lelaki itu mendadak menjadi lemah saat ini. Luis merasakan kram yang begitu menyakitkan di perutnya ketika mendapat pukulan dari Tuan Hendrick.Keringat dingin Luis seketika mengucur deras memenuhi wajah. Ia benar-benar merasa sekujur tubuhnya kesakitan saat ini. Apa benar Luis akan dikalahkan hanya dengan beberapa pukulan saja?Terlihat Tuan Hendrick kembali berlari kencang, tanpa mempedulikan darah yang keluar dari luka tembak di kaki. Lelaki itu mengangkat kaki kanan ke depan, lantas memusatkan ke arah dada Luis. “Mati kau, Luis!”“... kupastikan kau tak akan lagi bisa bertemu dengan istri dan putramu!” pekik Tuan Hendrick penuh dendam.Namun, dengan cepat, tubuh Luis mengguling. Ia memaksa tubuhnya bergerak berdiri, lantas mengubah posisi menjadi di belakang punggung Tuan Hendrick kemudian mengayun lengan untuk
“Hendrick!” “Wow, putra Ken Pietro datang lagi ke kediaman keluarga Delano. Kali ini kau ingin menghancurkan apa lagi? Biar aku pribadi yang memberi bukti pada tetua keluarga Pietro, dan memperlihatkan siapa yang memulai peperangan,” tanggap Tuan Hendrick dengan suara mengejek.Lelaki yang lebih muda dari Tuan Hendrick itu memang selalu terlihat garang dan menakutkan, dengan rahang tinggi serta sorot mata tajam melurus mematikan bak busur panah diselimuti api yang diluncurkan pada sasaran target.Terlihat dengan jelas, jika Alice dan Gerald memang kelemahan paling fatal dari seorang Luis Pietro. Tapi, ternyata, kekuatan lelaki muda itu masih saja begitu kuat meski dia seperti kehilangan setengah sayap.Tuan Hendrick tak bisa lagi berpikir, bagaimana jika di samping Luis ada istri dan putranya? Sudah pasti Tuan Hendrick akan dengan mudah dimusnahkan oleh Luis. Tidak, itu tidak boleh terjadi. Nelson harus segera menikahi Alice.“Kau membuat istriku sekarat. Dia sekarang seperti ma
Glock diturunkan perlahan, dengan tatapan dingin Luis melurus ke dada wanita di depannya, yang kini telah benar-benar tersungkur jatuh dengan dada berlumuran darah. “Katakan pada suamimu, dan juga putra doktermu itu, kalau dia tak akan bisa mengeluarkan peluru khususku yang sebentar lagi akan menghancurkan dadamu.” “A-APA?! I-INI TIDAK MUNGKIN. KA-KAMU SANGAT KEJAM, LUIS PIETRO!” *** Satu minggu berlalu. Keadaan bukan bertambah baik, kota Berlin justru sedang dilanda kekhawatiran. Para pebisnis mengalami kemunduran serta kekalahan telak atas kekejaman Luis, yang terus mendapatkan proyek besar serta mengalahkan para rival perusahaan raksasa. Termasuk mendapatkan tender besar yang tengah diperebutkan perusahaan di bawah naungan keluarga besar Delano. Tak hanya orang luar yang kelimpungan, tapi karyawan perusahaan induk dan para pelayan rumah Luis sudah kelelahan dengan sistem kerja gila Luis. Luis tak tidur dan tak makan teratur hanya demi mencari keberadaan Alice dan Gerald yang
“Gerald, ini Daddy! Gerald!” “... kau di mana, Gerald?” “GERALD!” Sejauh apa pun Luis bergerak menghancurkan seisi rumah tua terbengkalai ini dan berteriak sekencang apa pun, nyatanya sang putra kandung tak ada di mana pun. Para anak buah Tuan Hendrick sudah lebih dulu mengamankan Gerald dan Aline, setelah mendapat laporan jikalau salah satu anak buah yang diperintah memata-matai Luis telah ditangkap. “Gerald, ... Ini Daddy, kau ada di mana? Daddy, mohon jawab Daddy!” ulang Luis yang berteriak kian lemah, penuh nada kefrustrasian. Ia merasa tak berdaya sebagai seorang ayah, yang lagi dan lagi, harus gagal menyelamatkan darah dagingnya. “Tuan Luis, saya menemukan ini ... pensil elektrik milik Tuan Kecil!” Kepala tertunduk Luis langsung terangkat saat mendengar suara sang asisten pribadi, “sepertinya Tuan Kecil sengaja menjatuhkan pensil ini untuk memberitahu kita, kalau Tuan Kecil memang sempat disekap di tempat ini.” Frans berhenti tepat di depan Luis. Lelaki itu menyerahkan pe
Luis juga melepaskan tali yang mengikat tangan dua bocah yang sepertinya memang seumuran dengan sang putra.Tangan lelaki tampan itu mengusap lembut puncak kepala keduanya, yang seketika langsung menangis kencang.“Hiksss ... terima kasih, Paman Baik. Aku sangat takut pada paman-paman jahat tadi.”“Bokong kami terus dipukul oleh paman jahat tadi kalau kami sampai menangis dan bersuara. Jadi kami tidak berani menangis. Hiksss! Mamaaaa!”“Ya sama-sama, kalian sekarang sudah aman, sebentar lagi kalian akan bertemu orang tua kalian.”“... bawa dua anak ini ke mobil. Dan antar ke kantor polisi. Frans, seret tubuh anak buah Hendrick untuk menemui putraku. Pastikan dia tidak boleh mati, kalau mati aku akan membunuh seluruh keluarganya.” Lanjut Luis langsung membalik tubuh, dan berjalan tergesa ke arah mobil setelah Frans kembali mengangguk paham akan tugasnya.“Doa anti bujang lapuk apanya, kalian saja sudah jadi daging panggang!” cibir Frans sebelum meninggalkan tempat itu. Dia me
Dua penculik tadi telah bangkit berdiri, dan berjalan sembari sesekali mengerang bercampur desisan mendekati keberadaan para koper uang. Satu persatu koper uang mulai diperiksa dengan sorot mata penuh keserakahan. Begitu pun dengan tumpukan uang dolar dari atas ke tumpukan paling bawah, yang tanpa sadar mereka tengah berada dalam rencana Luis. Setelah lamanya memastikan seluruh uang-uang di sana, dua orang itu bangkit berdiri lantas kembali berjalan mendekati sang ketua. “Kita bisa segera pergi, Bos. Mereka ternyata menuruti perintah kita,” bisik salah satu dari dua orang itu. Tambahan anggukan dari mereka berdua membawa senyum sumringah sang ketua. Sebuah tepuk tangan tunggal membawa seorang dari komplotan mereka muncul dari sebuah mobil dengan memanggul dua tubuh anak kecil dengan kepala yang ditutupi kain hitam. “Katamu kau hanya tiga orang, hah?!” sengit Frans ingin maju mengayun kepalan tangan, tapi dengan cepat ditahan Luis, yang membuat Frans mau tak mau kembali melangkah
“Tuan Luis, mereka datang.” “Cepat keluar sesuai rencana.” Luis membalas dengan mata tajam tak berpindah sedikit pun dari kaca mobil sisi tubuhnya. Langit telah gelap, angin mendadak begitu kencang. Tiba-tiba hati Luis tak tenang. Entah karena apa, tapi fokusnya benar-benar sedang sedikit kacau saat ini. Frans menoleh cemas pada sang tuan yang mendadak terdengar menggeram dengan tangan menekan dada. “Apa yang terjadi pada, Tuan Muda? Apa perlu saya bawa Tuan ke rumah sakit?” “Bodoh! Istri dan putraku sekarang berada di bawah ancaman, dan kau memintaku bersantai di rumah sakit? Ingin kupenggal kepalamu?” “... dadaku tiba-tiba sesak. Kau keluarlah dulu. Aku akan menyusulmu sebentar lagi.” Perkataan dan omelan Luis membawa anggukan kepala takut-takut Frans yang bergerak patuh. Sebelum benar-benar dipenggal, lebih baik Frans memilih jalan aman. Kabur. Empat koper hitam sudah terlihat dibawa keluar oleh anak buah keluarga Pietro dari mobil lain. Frans pun ikut bergegas keluar. Lela