Home / CEO / PUTRA sang PEWARIS / Bab 5 | Keberadaan Sang Pewaris

Share

Bab 5 | Keberadaan Sang Pewaris

“Tuan Luis, saya menemukan alat tes kehamilan milik Nyonya!”

Luis berkacak pinggang dengan peluh membasahi wajah tampannya yang menegang.

Sorot mata tajam lelaki itu menyebar ke segala sisi sudut ruangan kamar sederhana Alice. Lagi-lagi ia mengumpat, saat pandangannya terpatri pada lemari pakaian sang istri yang terbuka berantakan karena ulah Luis.

Kamar sederhana Alice telah berhasil diubah menjadi lautan sampah. Pecahan lampu, vas bunga, hingga bingkai foto pernikahan mereka berserakan di lantai. Beberapa potong pakaian bermerek mahal pun ikut terkoyak.

Setelah memutuskan pulang, Luis segera mencari keberadaan Alice di seluruh sudut rumah.

Namun, sayangnya, istri yang terus tak dipedulikan Luis itu, telah pergi dengan meninggalkan pakaian-pakaian mahal pemberiannya, juga sebuah dokumen gugatan cerai yang tergeletak di atas nakas.

“Fuck you, Alice! Apa hasilnya? Apa dia hamil?” todong Luis tak sabaran saat melihat sang asisten pribadi datang dari kamar mandi luar, terseok-seok memegang alat penguji kehamilan.

“Garis alat tes kehamilan ini hanya menunjukkan satu garis saja. Itu artinya Nyonya Alice tidak hamil.”

Mendengar hal itu, teriakan kencang penuh hardikan seketika keluar dari mulut iblis Luis. Entah kenapa, ia begitu marah ditinggalkan Alice dengan cara seperti ini.

Hanya dalam hitungan detik Luis menghancurkan kamar Alice dengan stick baseball, tanpa ada satu pun yang bisa mencegah. Hingga dokumen gugatan cerai yang telah ditanda tangani Alice terlempar di bawah kaki seorang lelaki separuh baya yang baru saja tiba di sana.

“Brengsek! Kalau kau tidak hamil, kenapa harus pergi dariku?! Dasar wanita murahan!”

“Kami memberi hormat pada Tuan Besar Pietro,” ucap penuh kesopanan dari asisten pribadi Luis, sembari membungkukkan tubuh disambut para anak buah yang lain.

“Ambil dokumen itu.” Sebuah perintah yang langsung diangguki cepat oleh asisten pribadi Luis, “katakan padaku, dokumen apa itu.”

Dokumen yang telah kusut itu diambilnya, lantas dibawa untuk dibuka. Dan di persekian detik, mata asisten pribadi Luis membulat lebar, hampir saja ia melontarkan ketidakpercayaannya.

Namun, beruntung, ia masih bisa mengendalikan diri di depan sang tuan besar Pietro.

“Do-dokumen ini ... berisikan gugatan cerai dari Nyonya Alice, Tuan. Saya akan segera membakarnya.”

“Oh, gugatan cerai. Sudah aku duga. Tangkap Luis!” Sebuah seruan perintah itu membuat para anak buah keluarga Pietro saling melirik penuh kebingungan. Pasalnya saat ini Luis tengah mengamuk.

“Cepat tangkap, dan paksa dia menanda tangani surat cerai itu. Bukankah dia yang menginginkan ini? CEPAT! Cucu bodohku itu sudah membuatku malu pada sahabatku.”

“Ba-baik, Tu-Tuan Be-Besar. Ayo, cepat tangkap Tuan Muda!” tanggap patuh tangan kanan Tuan Besar Pietro, yang langsung memerintah para anak buahnya untuk menangkap Luis, kemudian didudukkan paksa di lantai kamar Alice meski lelaki muda penuh kuasa itu terus memberontak dan mengumpat.

“Kurang ajar kalian! Aku Tuan Muda kalian! Lepaskan, aku tidak mau menanda tangani dokumen sialan itu! Kakek, lepaskan aku!” murka Luis terus mengepalkan kuat telapak tangan agar sang anak buah tak bisa memasukkan pena di genggamannya.

“Tutup mulutmu, Luis! Paksa dia untuk menanda tangani. Dan selesaikan segera perceraian Luis dan Alice. Setelah ini, jangan berpikir kau bisa menduduki jabatan di perusahaan induk, kalau kau tidak punya anak!”

“... kau membuatku malu, Luis! Sangat malu. Sama dengan kelakuan orang tuamu. Pukuli dia sampai mati!” hardik murka sang kakek tak kalah marah, “dasar bocah bedebah!”

“Baik, Tuan Besar. Kami mengerti.” Sang tangan kanan mengangguk patuh untuk kesekian kali setelah menjawab, dia memaksa Luis untuk menggenggam pena tersebut, kemudian menggerakkan tangan lelaki itu di atas nama Luis di sana, “maafkan kami, Tuan Muda.”

“Brengsek kalian semua! Mati saja kalian!”

***

Pepatah lama mengatakan, untuk bertahan hidup hanya perlu memilih satu dari dua pilihan. Bertahan penuh luka, atau justru pergi dengan kenangan membeku dalam hati.

Dan Alice memilih untuk pergi, sejauh mungkin, meski kenangan buruk Luis terus menghantui hingga lima tahun ini.

“Mommy! Mommy!” Suara menggemaskan penuh semangat itu, membawa kelopak mata Alice mengerjap.

Ia sedikit menoleh, saat suara riang tersebut kian mendekat, lantas sebuah lengan mungil bergelayut manja di leher belakangnya.

Setitik bulir bening yang membendung di sudut mata pada akhirnya jatuh. Malaikat kecil yang telah mengubah hidup kelam Alice, kimi telah tumbuh sehat dan sangat tampan.

“Mommy! Lho, ... Mommy, mau pergi lagi?” imbuhnya terkejut saat bola mata kecil biru beningnya jatuh pada lipatan pakaian di atas koper.

Entah sudah berapa kali Alice meninggalkan bocah laki-laki itu di saat ada acara penting di antara mereka berdua, “Mommy, lupa kalau Gerrald mau ulang tahun tiga hari lagi, ya?”

Alice mengulas senyum getir, dengan telapak tangan terangkat, menyelimuti punggung tangan mungil sang putra. Ia memejam sesaat sembari menggigit bibir bawahnya.

Apa yang dikatakan sang putra memang benar, Alice hampir saja lupa ulang tahun Gerrald. Ya Tuhan! Lirihnya menyesal dalam diam, dan ia terus merutuki kesibukan Alice di dunia kerja.

“Bagaimana kalau kita majukan, jadi sore ini, Jagoan?” tawar Alice pada sang putra sembari membawa punggung tangan mungil itu untuk dikecup lembut.

Ia diam-diam menghela napas dalam, mengingat besok dirinya sudah harus melakukan penerbangan untuk perjalanan bisnis bersama Hugo.

Dan lagi-lagi, Alice lupa memberitahu Gerrald seminggu yang lalu.

“Sore ini? Oke, deal, Mommy! Tapi, janji, ya! Jangan bohong lagi. Gerrald mau tiup lilin sama Mommy.”

“Ya, Honey! Mommy janji. Maafin Mommy, ya. Mommy selalu sibuk dan membuat Gerrald sedih,” balas Alice penuh rasa bersalah pada sang putra.

Tiba-tiba saja Gerrald berlari kecil ke depan tubuh Alice, yang terduduk di atas karpet berbulu, lantas kembali memeluk erat dari depan.

Alice membalas gemas pelukan sang putra, sembari menghirup dalam baby cologne yang begitu menenangkan dari tubuh Gerrald.

Perjalanan bisnis kali ini akan membuka sejarah luka lama yang telah ditutup rapat oleh Alice.

Alice akan kembali ke Jerman. Dan berharap, tak ada pertemuan untuk kedua kalinya dengan Luis Pietro.

Setelah Alice meninggalkan alat tes kehamilan palsu milik Rose kala itu, mungkin Luis telah melupakan dirinya. Bahkan kehadiran Gerrald. Dan, ... Mungkin, itu yang lebih baik.

“Kamu ... sangat mirip dengan pria itu, Gerrald. Mommy, seakan bisa melihat pria jahat itu di sini. Ya Tuhan, bagaimana kalau ada yang menyadari keberadaanmu? Mommy tidak bisa kehilanganmu,” gumam resah Alice dalam hati yang terus mendekap putra kecilnya.

Gerrald Gracia Waller akan genap berusia lima tahun tiga hari lagi. Sungguh hal yang menakjubkan. Alice seakan ditarik kembali pada ingatan menyakitkan, saat bagaimana ia bertahan dalam sulitnya hamil besar tanpa adanya Luis.

Seluruh masa-masa sulit itu dapat ia lalui, karena keberadaan dua sahabatnya. Entah berkat apa yang telah Alice lakukan di kehidupan dulu, tetapi ia merasa sangat beruntung.

“Gerrald, sampai kapan kamu memeluk mommy-mu, ayo mandi. Pria dewasa mana ada yang jorok.” Bola mata basah Alice bergerak, mencari sumber suara familiar itu, yang kini telah mendudukkan tubuh di pinggir ranjang, ”sudah siap-siap? Yakin kamu mau pergi ke sana?”

Sorot mata ragu Rose menyoroti barang-barang di koper Alice yang masih terbuka.

Ia pun juga tampak ragu dengan perjalanan bisnis ini, apakah Alice akan membatalkan saja?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status