Hari-hari yang aku jalani tidak banyak yang berubah. Semua terlihat sama saja. Melukis, menyusuri pantai sambil berharap bahwa seseorang akan datang. Namun semua bagai angin lalu, yang ditunggu tak kunjung datang meski sudah satu tahun lebih.
Aku memikirkan banyak hal, apakah dia akan tetap bertahan di sini, atau pergi ke tempat lain yang mungkin akan lebih baik lagi untukku.
Bukan, bukan karena Aisar tidak datang maka aku ingin pergi. Pada dasarnya aku memang tidak berencana untuk terlalu lama berada di tempat ini. Aku memiliki jiwa yang bebas, yang ingin selalu berada di tempat-tempat yang berbeda. Yang selalu menyertai aku selama ini hanyalah peralatan lukisku, saranaku untuk melepaskan keluh kesah.
☆☆☆
Aku merapihkan barang-barangku yang memang tidak banyak. Memasukkannya ke dalam koper dan kardus kecil. Sudah aku putuskan untuk pergi. Entah akan kembali atau tidak, yang jelas, aku hanya ingin pergi.
Rumah kecil yang sudah kusam termakan usia inilah yang menjadi saksi bisu selama dua tahun ini, melihat keseharianku,yang selain melukis, terasa sangat membosankan.
Aku mulai mengeluarkan barang-barangku dari dalam rumah. Sekali lagi aku memandang arah pantai, lalu pergi ke terminal bus untuk menuju tempat baruku.
Perjalanan terasa penjang dengan pikiran menerawang jauh.
"Mau, Mbak?" tawar seorang wanita. Dia memberikan satu buah jeruk. Aku menerimanya sambil tersenyum.
"Ke kota mau mencari pekerjaan, Mbak? Atau mau apa?"
"Mau ke bandara."
Aku menikmati jeruk yang rasanya asam manis itu. Wanita yang bernama Lila itu terus mengoceh tanpa henti, membuatku sesekali tertawa.
"Aku ke kota ingin mencari pekerjaan, Mbak. Dari pada aku terus berada di kampung dan dipaksa menikah dengan seorang pria yang sudah memiliki tiga orang istri."
Berarti dia akan jadi istri ke empat?
"Laki-laki itu bahkan sudah memiliki tiga orang cucu!" ucapnya geram.
Baiklah, aku tidak boleh tertawa. Pantas saja dia memilih untuk kabur. Kalau dipikir-pikir, aku dan dia sama-sama seorang pelarian.
Aku melihat wajahnya dengan seksama. Dia cukup cantik, usianya mungkin sama denganku, cara bicaranya juga cukup sopan walau ceplas-ceplos. Apakah kami dapat berteman baik?
"Kamu bisa bahasa Inggris?" tanyaku ragu-ragu.
"Ya little-little i can lah, Mbak." Aku langsung tertawa.
Oke, aku sudah memutuskan kalau dia akan bersamaku.
"Kamu ikut aku saja!"
"Mbak percaya sama aku? Mbak bisa dipercaya, kan?"
Aku semakin menyukainya. Sikapnya memang waspada terhadap orang lain, walaupun untuk beberapa hal dia sebenarnya ceroboh.
Bukankah tadi dia duluan yang mengenalkan dirinya dan menceritakan alasan dia pergi? Aku memiliki insting ysng baik untuk menilai seseorang. Oleh sebab itu aku ingin mengajaknya. Daripada dia harus terlunta-lunta di kota besar tanpa sanak saudara.
Sepanjang perjalan dia terus mengoceh. Mungkin kami adalah perpaduan yang pas. Dia cerewet dan aku adalah pendengar yang baik, seperti yang pernah dikatakan oleh Aisar.
Bicara tentang Aisar, apa kabarnya dia di tempat yang tidak aku ketahui? Kami tidak pernah bertukar nomor ponsel. Mungkin dia menganggap aku adalah gafis sederhana yang jauh dari kata modern. Tidak masalah, aku memang tidak ingin nomor ponselku diketahui oleh orang banyak.
Aku akan menganggapnya seorang tamu yang pernah tersesat di rumahku. Tidak akan aku biarkan ada seseorang yang mengganggu hati dan pikiranku. Cukup keluargaku saja yang melakukan itu.
☆☆☆
Kami tiba di stasiun dan langsung menuju tempat makan yang tidak jauh dari situ. Aku segera memesan tiket pesawat secara online. Untung saja masih ada tiket meskipun tempat duduk kami berjauhan.
Sekali lagi aku melihat wajah Lila. Siapa sangka, hanya karena jeruk, akhirnya kami berteman, bahkan bisa langsung akrab. Nenek, Aisar, Lila ... mereka bisa langsung akrab denganku meskipun baru saling mengenal. Sedangkan keluargaku, mereka bahkan malas melihat wajahku.
"Kamu tahu tidak, Phi? Kamu itu punya kekuatan yang membuat orang yang melihatmu langsung terpesona. Contohnya saja aku."
Ah, masa iya? Kenapa keluargaku tidak seperti itu? Mengingat kata keluarga membuat hatiku kosong. Kata keluarga adalah hal sensitif yang membuatku ingin selalu menghindarinya.
Setelah kenyang dan cukup istirahat, kami langsung menuju bandara. Aku menarik koperku dan kardus bermotif polkadot yang isinya peralatan lukisku yang tidak aku kirimkan melalui paket, sedangkan lukisan-lukisanku sudah ada di tempat yang akan aku tuju. Lila hanya menggunakan ransel hitam.
☆☆☆
Berkali-kali aku menenangkan Lila di bandara. Terlihat sekali kalau dia sangat gugup.
Pesawat mulai lepas landas. Aku membayangkan wajah Lila yang pastinya pucat dan tangan kakinya yang gemetaran. Untuk mengusir rasa bosan selama perjalanan, aku mengambil buku sketsaku dan mulai melukis.
Aku merasa pria yang duduk di sebelahku sesekali melirik ke arahku, namun aku pura-pura tidak tahu.
"Khmmm ... Nona, itu lukisannya dijual?"
Aku langsung menatap pria itu. Matanya berwarna biru, dan dia sangat tampan. Wajahnya sekilss mengingatkan aku akan seseorang.
"Kalau Nona menjualnya, saya ingin membelinya."
Aku melihat penampilannya. Jelas sekali kalau dia adalah orang kaya.
"Bagaimana?" tanyanya menuntut.
"20 juta!"
"Deal!"
Hah? Serius? Tahu dia akan langsung menyetujuinya, aku pasti akan memasang harga yang lebih mahal lagi. Biasanya aku menjual lukisan yang seukuran buku sketsa hanya lima belas juta, tapi jika lukisannya rumit, maka aku akan menjual sekitar dua puluh lima juta. Tapi ini lukisan paling sederhana yang aku buat dengsn pensil.
"Setelah tiba di bandara langsung kirim ke rekening saya."
Aku tidak sembarangan menjual lukisan-lukisanku. Paling murah yang pernah aku jual seharga sepuluh juta, tidak perlu ditanya berapa harga yang paling mahal.
Itulah sebabnya, hidupku tidak berantakan saat jauh dari keluarga. Apakah mereka tahu tentang semua ini? Tentu saja tidak. Entah sudah berapa banyak pundi rupiah yang masuk ke rekeningku karena menjual lukisan. Kemampuan melukis yang selalu mereka anggap sebagai kemampuan receh, nyatanya telah membuatku bertahan hingga saat ini.
Kami tiba di bandara. Aku melihat wajah Lila yang tersenyum. Sudah tidak takut lagi dia? Pria yang membeli lukisanku itu langsung menstransfer uang ke rekeningku. Aku memberikan lukisannya dan dia memberikannya pada seorang pria.
"Hati-hati menyimpan lukisan ini." Bahkan lukisanku itu belum dibingkai namun sudah terjual.
"Phi, ternyata naik pesawat itu enak ya, awalnya saja deg-degan. Apalagi tadi aku duduk dengan pria tampan."
Bukan kamu saja yang duduk dengan pria tampan, tapi aku juga. Dia bahkan langsung membeli lukisan tang sedang aku buat seharga dua puluh juta.
"Sekarang kita kemana, Phi?"
"Apartemenku."
Kami berjalan beriringan dengan Lila yang masih saja menceritakan pengalaman pertamanya naik pesawat. Mungkin akan terbawa mimpi.
"Kapan-kapan kita naik pesawat lagi ya, Phi? Mudah-mudahan juga aku dapat jodoh seganteng pria yang duduk di sebelahku itu."
Aku menggeleng-gelenglan kepala. Tapi yang namanya manusia tidak boleh berhenti berharap, kan?
Sudah satu bulan aku dan Lila bersama. Sekarang Lila sudah menjadi asisten pribadiku. Dia cepat belajar dan rajin. Sekarang aku sudah membuka galeri lukis sendiri. Hanya saja aku tidak ingin orang-orang tahu siapa pemilik sebenarnya. Aku hanya ingin mereka menyukai karya-karyaku tanpa memandang bahwa pelukisnya adalah wanita cantik yang kesepian, seperti yang sering Lila bilang. Ah, Lila itu, dia terlalu polos untuk mengatakan semua itu langsung di hadapanku.“Phi, kamu tidak bosan melukis terus?”“Kamu tidak bosan, bernafas terus?” tanyaku balik. Lila memanyunkan bibirnya, kesal dengan pertanyaanku. Aku terkekeh melihat ekspresinya yang menggemaskan itu.Bagiku, melukis itu seperti bernafas, sesuatu yang aku butuhkan. Saat aku senang, sedih atau marah, maka aku akan mengungkapkannya lewat lukisan.“Phi, kemarin aku ke minimarket terus melihat pria tampan. Mudah-mudahan saja dia menjadi jodohku.” Sepertinya kriteria khusus untuknya mencari
AUTHOR POV Kabar mengenai lukisan leontin berjudul Promise itu terdengar di berbagai kalangan atas, termasuk keluarga Anderson. Pihak mereka ingin mengetahui siapa pelukis tersebut, apa yang dia tahu tentang leontin itu, siapa yang memiliki leontin itu dan berada di mana leontin itu sekarang. Phia tidak tahu, bahwa karena leontin itu, dia menjadi incaran banyak orang, terutama keluarga Anderson dan Julio. “Bagaimana pun caranya, cari tahu semua hal tentang pelukis itu!” Jhon, yang merupakan tangan kanan keluarga Anderson langsung menjalankan perintah atasannya. Yang dia tidak tahu, mencari tahu keberadaan Phia tidak semudah yang dia kira, karena selama ini Phia sering berpindah-pindah tempat. Phia bukanlah sosok yang ingin kehidupan pribadinya mudah dicari tahu oleh orang lain. Itu sebabnya dia selalu menggunakan nama yang berbeda-beda dalam berbagai keadaan. Dia akan menggunakan nama Aruna dalam lukisannya dan Phia untuk orang
5 BERTEMU LAGIZiko langsung duduk di samping Phia sambil terus memperhatikan wajah Phia dari samping, sama seperti saat di pesawat dulu.Merasa ada yang memperhatikannya, Phia lalu menengok, wajah tampan sedang memandangnya.“Kita bertemu lagi, Nona.”Phia mengingat-ngingat pria itu, tak lama dia mengangguk. Pesanan Ziko tiba tidak lama dari pesanan Phia. Mereka menghabiskan makanan dalam diam ditemani hujan yang masih turun dan semakin deras. Selesai makan, Ziko langsung memulai pembicaraan.“Nona, bukankah Anda seorang pelukis?”“Aku hanya hobi melukis.”“Perusahaan SKY GROUPS sedang menjalankan proyek perhotelan yang didirikan di lima belas kota di Indonesia. Mereka sedang mencari pelukis untuk proyek baru mereka.”Tapi bohong! Sebenarnya ide ini baru saja terbesit dalam pikiran Ziko saat melihat Phia. Dia ingin mencari alasan agar Phia tidak lepas lagi pencariannya.“Anda siapa?”“Sa
6 CARLOS ANDERSONSementara menunggu pembangun hotel yang masih dalam proses pengerjaan, Ziko telah membeli peralatan lukis yang harus dipesan dari luar negeri. Kuas, cat dan kanvas, semuanya terbuat dari bahan-bahan yang berkualitas.Lukisan yang akan diletakkan di lobi nanti berukuran dua kali satu meter, dengan bingkai yang terbuat dari emas murni, kacanya pun terbuat dari kaca khusus. Lila, yang mendengar biaya yang harus dikeluarkan untuk satu lukisan saja, rasanya ingin pingsan.Phia mulai menggerakkan tangannya. Tangannya dengan terampil memegang kuas untuk melukis. Hal pertama yang dia buat adalah daun-daun yang berguguran. Entah akan seperti apa lukisannya nanti, dia juga belum tahu. Menurut Lila, Phia itu memiliki bakat melukis yang sangat luar biasa, karena dia dapat dengan mudah menyampaikan idenya begitu saja tanpa ada perencanaan akan lukisannya. Sedangkan bagi Phia, terlalu berpikir hal apa yang ingin dia lukis bisa menghilangkan
7 ARTHUR JULIOMark, anak buah dari Arthur Julio kini juga berada di Jakarta untuk mencari keberadaan Phia. Arthur Julio, pria berusia tujuh puluh tahun, seorang pengusaha yang bergerak di bidang pertambangan. Dia penggemar perhiasan, bukan untuk dirinya, tapi untuk dihadiahkan kepada istrinya yang kini berusia enam puluh delapan tahun. Arthur Julio dan Ruby Adrian dikenal sebagai pasangan yang sangat romantis dan harmonis meski kini usia keduanya tak muda lagi.Mereka menikah di usia muda. Saat itu Arthur berusia dua puluh satu tahun menikahi Ruby yang berusia sembilan belas tahun. Satu tahun kemudian mereka dikaruniai anak laki-laki yang diberi nama Erlan Arby Julio.“Bagaimana Sayang, apa kamu sudah menemukan petunjuk tentang keberadaan pelukis itu?” tanya Ruby pada Arthur.“Belum, Honey.”Ruby berdecak kesal.“Jangan khawatir, aku pasti akan segera menemukan pelukis itu. Kamu jangan terlalu banyak pikiran.”“Setel
8 PENCARIAN AISARPhia dan Lila ada di pemakaman kakek Alan. Kuburan itu selalu terawat karena Phia membayar seseorang untuk merawatnya. Setelah berdoa dan menceritakan banyak hal pada kakeknya, Phia dan Lila pulang ke rumah.“Nanti malam kita akan dijemput oleh Ziko,” beritahu Phia pada Lila.“Dia di Jakarta juga?”“Iya, katanya nanti sore dia ada meeting mendadak. Setelah itu kita sama-sama ke Banjarmasin.”“Ngomong-ngomong, gimana Phi, kamu mau enggak, ikut pameran itu?”Phia tidak langsung menjawabnya. Yang ada dalam pikirannya dia sudah tahu lukisan apa yang akan dia ikut sertakan dalam pameran itu meskipun lukisan itu belum dia buat dan ada keraguan dalam dirinya.“Phi?”“Hmmm?”“Gimana, ikut ya?”“Aku pikir-pikir dulu deh.”“Jangan kel
9 RENCANA ELPHIA AYURA Malam kian pekat, udara semakin dingin karena hujan yang tak juga berhenti sejak sore tadi. Meskipun begitu, Phia masih saja asyik dengan alat lukisnya. Bukan, dia bukan melukis untuk hotel milik Ziko. Melainkan melukis untuk diikut sertakan dalam pameran lukisan di Paris. Pikirannya terus tertuju pada pameran itu. Bahkan, dia tidak hanya melukis satu lukisan saja, melainkan lima lukisan. Pertengahan tahun depan dia berencana untuk membuka pameran lukisan miliknya sendiri yang dia rencanakan akan diadakan di Sidney. Kalau sudah begini, dia bisa lupa akan hal lain. Jiwanya seperti terserap dalam lukisan-lukisan itu.Sudah satu bulan ini Phia tidak keluar dari apartemennya. Bahkan untuk makan saja dia harus diingatkan oleh Lila. Dia mengerjakan lukisan pribadinya dengan lukisan untuk hotel Ziko secara bergantian, membuat lingkaran hitam di matanya terlihat jelas. “Istirahat dulu dong, Phi.” “Aku tidak bisa t
10 SECRETHari pertama pameranSECRET ...Judul sebuah lukisan yang objeknya sebuah bros yang dipenuhi dengan berlian dan permata. Lagi-lagi, lukisan Ayura menjadi perhatian utama. Itu bukan hanya sekedar lukisan. Bros itu memang ada, hanya saja dinyatakan menghilang karena suatu kejadian yang beritanya masih simpang siur hingga saat ini.Di hari pertama ini, orang-orang dihebohkan dengan kedatangan Carlos Anderson dan Arthur Julio bersama istrinya, Ruby Adrian.Mereka melebarkan matanya, terpana dengan lukisan tersebut lalu saling memandang tanpa mengucapkan apa-apa.Hubungan keluarga Anderson dengan keluarga Julio memang tidak baik. Lebih tepatnya Ruby Adrian yang sangat membenci Carlos Anderson. Carlos Anderson menatap Ruby Adrian dengan tatapan yang mengandung banyak makna. Tatapan tersebut tidak luput dari perhatian Arthur, yang menghela nafas berat.Ruby Anderson terhuyung melihat lukisan itu, untun
37 Promise Karena kesalahan di masa lalu mereka, akhirnya ibu dan anak itu mendekam di penjara, tak peduli meski usia Clara telah sangat tua, begitu juga dengan Viola. Tidak terima dengan nasib yang dialaminya, membuat Clara bunuh diri di dalam penjara, dengan cara meminum cairan pembersih lantai. Tidak ada sanak keluarga yang datang ke pemakamannya, termasuk Ziko. Pria tampan itu merasa malu dengan apa yang dilakukan oleh nenek dan ibunya, membuat dirinya yang menjadi korban, tumbuh tanpa kasih sayang juga tak pernah dianggap. Dia merasa terpuruk, apalagi gadis yang sangat dicintainya akan menikah dengan orang lain, yang tidak lain adalah cucu sah Carlos Anderson. Dia ingin menggagalkan pernikahan itu, dia ingin memiliki gadis itu. Namun apakah dia harus berbuat jahat untuk memisahkan mereka berdua? Satu sisi dia ingin sekali melakukannya, namun pikiran lainnya mengatakan tidak. Kalau dia melakukan hal buruk untuk memisahkan mereka, lalu apa bedanya dia dengan nenek dan ibunya? Zik
36 Kesedihan Ziko Saat itu, Tiara memeriksakan kesehatannya ke dokter, dan ternyata dia hamil. Clara yang mengetahui hal itu, memiliki niat buruk. Dia ingin menyingkirkan Tiara dan anak yang ada dalam kandungannya. Jika anak itu lahir, maka posisi Clara akan semakin tergeser. Dia ingin menjadikan anaknya sebagai pewaris Anderson, toh tidak ada juga orang yang tahu kenyataan yang sebenarnya selain Carlos dan selingkuhan Clara. Maka terjadilah insiden itu, di mana saat Carlos meninggalkan Tiara tanpa mengetahui bahwa Tiara sedang mengandung anaknya, Clara ingin melenyapkan Tiara, namun Tiara berhasil kabur. Dia pergi sejauh mungkin dari kediaman Carlos dengan menahan rasa sakit di perutnya. Dia selalu berdoa agar dia dan anak yang ada dalam kandungannya berhasil selamat. Ini adalah anak Carlos, dan dia akan mempertahankan dan menjaga anak ini sebaik mungkin, meskipun nyawa taruhannya.Waktu berlalu. Anak yang dilahirkan Clara merupakan anak perempuan yang secara otomatis tak bisa mewa
35 Terbongkarnya Rahasia Carlos sangat geram saat mengetahui bahwa dalang dari semua masalah ini adalah orang itu, seseorang yang tidak jauh berada dari dirinya. Flashback on Saat itu, Carlos dipaksa menikah dengan Clara oleh papanya. Carlos tentu saja menolak, namun diancam bahwa papanya akan menyakiti Tiara. Dengan terpaksa, akhirnya Carlos menikah dengan Clara. Dua tahun kemudian, Clara hamil. “Anak siapa itu?” Clara bergetar, dia sangat tahu bahwa Carlos sedang memandangnya dengan tatapan tajam. “Aku akan mengatakan pada papa bahwa anak yang ada dalam kandungan kamu itu bukan anakku, lalu aku akan menceraikan kamu!” ancam Carlos penuh kemarahan. Dia tidak peduli anak siapa yang Clara kandung, yang penting dia bisa menceraikan Clara dan kembali bersama Tiara, satu-satunya perempuan yang sangat dia cintai.“Jangan! Aku mohon jangan!” Clara tahu bahwa hidupnya akan hancur kalau keluarganya dan orang tua Carlos sampai tahu bahwa anak yang dia kandung bukanlah anak dari Carlos, m
34 Rencana Perjodohan “Aku berniat menjodohkan Chiara dengan Aidan. Bagaimana menurut kalian?” Saat ini berkumpul keluarga besar Anderson dan keluarga besar Julio. Mendengar perkataan itu, tentu saja membuat hati Ziko terbakar dsn sambat tidak setuju.“Kakek, aku mencintai Chiara. Tolong jangan jodohkan Chiara dengan Aidan.” “Apa maksudmu, Ziko?” “Aku mencintai Ayura sejak pertama kali bertemu dengannya. Tolong jangan jodohkan dia dengan Aidan. Tolong kakek bersikap adil, beri aku kesempatan untuk mendekati Ayura. Walau bagaimana pun, aku juga cucumu, Kek.” Carlos menghela nafas, dia tetap ingin Chiara menikah dengan Aidan, bukan orang lain termasuk Ziko. Ziko masih terdiam, menunggu Carlos mengatakan sesuatu meski pria tua itu terlihat enggan menanggapinya. Ziko tahu, bahwa sejak dirinya masih kecil, Carlos memang tidak pernah menyayangi dirinya, meski dirinya cucu satu-satunya Carlos Anderson. Dia sering bertanya, apa penyebabnya. Namun sejak kedatangan Aidan dan terkuaknya mas
33 KISAH MASA KECIL CHIARA DAN AIDAN Sejak pertemuan itu, Thomas sering mengunjungi Tiara, Andreas dan keluarga kecilnya. Thomas mengajarkan Andreas ilmu bela diri, begitu juga dengan Aidan dan Chiara yang masih kecil. Kedua anak itu melakukannya dengan senang hati, karena bagi mereka itu seperti bermain. Hubungan antara Aidan dan Chiara semakin dekat, layaknya kakak adik. Thomas mengajari keduanya dengan hal-hal yang berkaitan dengan mata-mata. Thomas sangat yakin kalau semua itu akan sangat berguna nantinya.Andreas bertanya-tanya, mengapa dia, khususnya Aidan dan Phia dididik sedemikian rupa. Mereka dilatih seolah hidup mereka penuh dengan bahaya setiap harinya. Thomas juga mengatakan agar tidak mudah percaya dengan siapa pun, jangan menceritakan masalah pribadi, meski itu sahabat sendiri. “Ikuti saja apa yang dikatakan oleh paman Tomy,” itulah yang dikatakan oleh mamanya saat Andreas bertanya. Bukan jawaban yang membiasakan, tapi pria itu tetap menurut. Tomy merasa senang karena
32 CERITA TIARA DAN THOMASThomas sudah menyelidiki siapa dalang rencana pembunuhan Chiara. Anak sekecil itu tentu saja tidak memiliki musuh, jadi bisa dipastikan bahwa mereka adalah musuh dari kedua orang tuanya atau kakeknya.Bisa saja dia langsung menangkap basah orang-orang itu, tapi dia memiliki rencana lain, mereka juga tentu saja tidak akan mengaku siapa bos mereka. Saat tahu siapa dalangnya, Thomas berpikir bahwa ini bukan masalah sederhana. Ini masalah besar yang melibatkan banyak orang, baik yang bersalah maupun yang tidak tahu apa-apa, akan tetap terseret. Dengan pertimbangan tertentu, akhirnya Thomas mengawasi orang-orang itu secara diam-diam dan dari jarak jauh.Thomas dan Chiara hidup berpindah-pindah tempat. Saat di Rusia, dia bertemu dengan seseorang yang mirip dengan Tiara dan Carlos. Thomas lalu menyelidiki orang itu. Saat orang itu ke Jakarta, Thomas mengikutinya, dan betapa terkejutnya dia saat tahu dan sesuai dengan dugaannya, ba
31 KISAHPhia membaca surat-surat peninggalan kakeknya. Dalam surat itu, kakeknya menceritakan semua yang terjadi saat menghilangnya dia dan Chiara.Di lain tempat, Andreas juga membaca surat peninggalan mamanya. Saat itu mamanya berpesan bahwa surat itu baru boleh dibaca ketika waktunya tiba. Andreas saat itu tidak mengerti, kapan waktu yang tepat itu sebenarnya. Namun sekarang dia merasa, bahwa saatnya telah tiba.FLASHBACK ONThomas sedang berjaga-jaga, hari ini adalah perayaan ukang tahun Chiara yang ketiga, yang akan diadakan di kapal pesiar milik Arthur, yang dia hadiahkan untuk cucu satu-satunya. Saat melewati salah satu ruangan yang pintunya sedikit terbuka, Thomas kendengar pembicaraan tiga orang.“Lenyapkan anak itu, lempar saja dia ke laut.”“Tapi dia dijaga oleh bodyguard.”“Pakai otakmu, bodoh!”“Suruh pelayan memberikan minuman yan
30 PIHAK LAIN“Itu berarti Aisar dan Ziko memiliki kakek yang sama?” lanjutnya bertanya.Phia menatap Clara, Viola dan Steven, lalu mengangguk pelan sebagai bentuk hormatnya. Phia kembali menatap Clara, Viola dan Steven, menelisik wajah mereka dengan teliti.Mereka lalu berkenalan dengan yang lain.“Mereka bagian dari keluarga ibumu. Yang ini sepupu ibumu, dia suaminya ....”Penjeladan itu masih terus berlanjut. Mulai dari sepupu ibunya, tante ibunya, ipar dari sepupu dan lainnya, yang membuat kepala Phia pusing dengan penjelasan itu.“Apa kamu paham?” tanya Erlan pada Phia.“Hmmm, sebenarnya tidak. Bagiku mempelajari silsilah keluarga itu rumit.”Aidan dan Ziko tertawa. Ya, siapa yang tidak pusing mendengar penjelasan silsilah keluarga, apalagi yang belum pernah kita temuai dan kenal semuanya. Aidan pun bingung mendengarnya, saat kakeknya
29 DUA ISTRIPrang ... Prang ... Prang ....Suara barang-barang yang dibanting dengan teriakan memenuhi gendang telinga orang yang menyaksikan amukan dari atasnnya tersebut.“Bagaimana ... Bagaimana mungkin semua ini bisa terjadi? Arrggghh!”Sumpah serapah dan segala makian keluar dari mulutnya. Nafasnya naik turun tak beraturan.“Lenyapkan saja mereka semua! Hilangkan jejak, jangan sampai melakukan kesalahan lagi!”“Kami mengerti!”Lagi, terdengar suara bantingan barang dan teriakan kebencian dari dalam ruangan itu.“Kali ini aku tidak boleh kalah lagi,” ujar orang itu pada dirinya sendiri.❤“Jadi, aku harus memanggilmu apa?” tanya Ziko pada Phia.“Terserah padamu saja.”“Saat kecil, aku memanggilmu Queen.”“Kamu sudah mengenalku seja