Dengan geramnya pria itu menatapku, wajahnya menegang dengan bola mata yang merah menunjukkan kemarahan yang luar biasa. Dari balik kisi-kisi pintu halaman, aku bisa melihat dengan jelas bahwa ia benar-benar terbakar oleh kemurkaannya."Ada denganmu, kenapa kau terbakar seperti itu?!" tanyaku selepas memastikan bahwa aku telah mengunci pintu gerbang dari dalam. "Kau harusnya menjaga dirimu jawabnya dengan berapi-api."Mungkin akhirnya kau menyadari ternyata seperti itulah sakit yang kurasakan begitu mengetahui kau menikahi wanita lain tanpa izinku." Lelaki itu terbelalak, sedang aku hanya tersenyum kemudian beranjak masuk ke dalam rumah, kuajak anakku yang sejak tadi hanya menatap ayahnya dengan ekspresi tidak habis pikir. *Menjelang akhir musim penghujan, gerimis tidak pernah berhenti di pagi hari, hal demikian membuatku sedikit kesal karena berangkat kerja menggunakan motor akan menyulitkanku, sulitnya berkendara mengenakan jas hujan sementara jalan-jalan bisa saja tergenang dan
Tertegun diri ini mendengarkan jawabannya, melihat matanya yang menatapku tanpa berkedip aku langsung menundukkan kepala agar aku bisa mengendalikan diri dan perasaanku."Saya kagum atas cerita hidup dan bagai mana perjuangan Mbak Ida. Namun saya tidak akan berani untuk bersikap lebih jauh dari itu. Permisi, saya akan ke kelas dulu."Tidak kujawab ucapannya melainkan hanya kuperhatikan gerak-geriknya dan bagaimana cara ia tersenyum lalu meninggalkanku sendiri yang di ruangan guru. Setelah beberapa saat, aku kembali pada kesadaranku bahwa aku juga harus menuju ke kelas dan memberi pelajaran pada anak-anak. *Mungkin pengakuannya mengubah sudut pandang atau menciptakan kecanduan diantara kami berdua, setidaknya itu yang ku pikirkan dari pagi sampai sampai jam kelas berakhir, lalu ada jeda istirahat untuk salat dzuhur dan makan. Kupikir dia tidak akan berani menatapku lagi, tapi dari seberang lapangan tadi, saat ia berjalan bersama anak-anak didiknya, lelaki itu sempat tersenyum kepada
Lalu beberapa hari setelah kami pulang bersama.*Aku adalah tipikal anak yang selalu menceritakan segala sesuatu pada orang tuanya, apapun yang mengganggu atau terjadi dalam hidupku pasti semuanya akan kuceritakan pada ayah dan ibuku. Seperti yang terjadi sekarang, aku ke rumah mereka setelah kejadian 3 hari yang lalu, di mana guru bahasa Inggris bernama Jaka berniat untuk menghitbah diri ini. Aku pikir aku harus segera berdiskusi pada orang tuaku dan menceritakan segalanya serta mendengar pendapat mereka."Bu, Apakah salah bila ada yang menyukai saya?"ibu yang sedang menuangkan teh ke dalam cangkir langsung menatapku dia mengernyitkan alisnya lalu tersenyum beberapa detik kemudian."Kenapa, Siapa yang menyukaimu?""Ada guru bahasa Inggris di sekolah saya, tapi usianya lebih muda 2 tahun, dia duda dengan dua anak, istrinya meninggal beberapa tahun yang lalu.""Oh, menurutmu dia laki-laki seperti apa?" Ibuku balik bertanya kepadaku. "Dia ramah dan santun, cerdas serta beretika.""Ba
Setelah puas bercakap-cakap dengan orang tuaku, lelaki itu kemudian meminta diri untuk izin pamit. Ayah mengizinkannya kemudian Mas Jaka menyalami orang tuaku dan berjanji akan akan datang kembali di waktu yang tepat bersama keluarga besar dan orang tuanya. "Antarkan dia ke depan," bisik ibu."Iya Bu.""Ayah dan ibu tidak ada kepadanya tapi kalian punya tugas untuk meyakinkan anak masing-masing.""Aku mengerti, Bu."Kuiringi langkah kaki Mas Jaka yang hendak meninggalkan halaman rumah ayahku, kau antarkan dia sampai trotoar di mana ia memarkirkan motor miliknya. "Saya tidak menyangka kalau Mas Jaka akan datang dengan cepat.""Aku tidak mau menunda-nunda.""Terima kasih," ucapku lirih."Apa hanya ucapan itu?" tanyanya dengan senyum dikulum."Iya, hanya itu." Aku yang tidak bisa berbahasa-basi dalam situasi cowok yang seperti itu hanya berkata dengan lirih."Uhm, baiklah," ujarnya mengangguk, tatapan matanya berseri kemudian dia naik ke motornya dan meluncur pergi. *Dan kehebohan it
Kuputuskan untuk pulang lebih cepat karena khawatir tentang keadaan anakku yang katanya jatuh di jam olahraga. Tanpa mengerjakan modul ajar yang sudah kejar tayang, kupilih untuk mengakhiri jam kerja dan segera meluncur pulang ke rumah."Aku ingin ikut denganmu untuk melihat keadaan Elina.""Tidak usah sekarang.""Tidak, Kalau tidak sekarang kapan lagi?" Ucapnya dengan tegas.Lelaki itu menarik motornya dari parkiran lalu mengikuti motorku yang meluncur pulang. Aku tidak punya alasan untuk mencegah kehendaknya. Aku tidak tahu persis kapan waktu yang tepat dia akan berani kuperkenalkan pada Elina, tapi, mungkin sekarang sudah waktunya dan aku tidak punya pilihan selain pasrah dan membiarkan segala sesuatu mengalir sesuai alurnya. *Kuhentikan motorku lalu kubuka pintu gerbang rumah dan membiarkan motor Mas Jaka masuk ke dalam garasi. Lelaki itu juga mengambilkan motorku dan merapikannya sementara aku langsung meluncur masuk ke ruang tamu, kekhawatiran yang sejak tadi menggelayuti per
Baru kali ini dalam hidupku, aku benar-benar bertengkar hebat dengan Mas Hisyam, kami saling mengatai, saling berteriak dan menghina diri masing masing. Selepas ketegangan itu, pria yang tak punya alasan untuk bertahan itu, pergi meninggalkan rumah sambil menggebrak pintu gerbang dengan kasar. Tinggallah kami bertiga, aku, Jaka dan Elina. "Dek, maaf ya, Om tidak bermaksud untuk membuat Ayah dan ibumu ribut.""Ga apa, bukan salah Om." Anakku menggeleng dengan penuh pengertian. "Om berjanji ini yang pertama dan terakhir kalinya, ke depannya tidak akan ada lagi pertengkaran dan keributan, om janji," ujar Mas Jaka sambil menggenggam tangan Elina. "Iya, Om."Usai bicara dengan Elina, mas Jaka pamit undur diri dari rumah kami. Aku antarkan dia ke gerbang, dan menyaksikan kepergiannya menggunakan motor besar. "Maaf ya, kamu harus terlibat dalam konflik kami.""Itu memang tidak bisa dihindari, mau tidak mau itu pasti terjadi.""Sekali lagi Maaf."Aku yang merasa sangat malu hanya bisa mi
Sabtu sore,Mas Jaka datang menjemput kami untuk diperkenalkan pada keluarga besar dan orang tuanya, jadi sejak ashar kami sudah bersiap-siap dengan memakai baju yang pantas dan beberapa bawaan kecil untuk diberikan pada keluarga Mas Jaka. "Apa kalian sudah siap berangkat?"Tanya Mas Jaka setelah mengucapkan salam dan masuk ke dalam rumah kami."Sudah.""Kalau begitu ayo.""Tunggu dulu Om," ujar Elina menyela."Ada apa Nak?"Putriku yang baru mau naik kelas 6 SD itu memberi isyarat agar Mas Jaka duduk di dekatnya di sofa ruang tamu. "Katakan, apa ada sesuatu yang membuatmu terganggu.""Om kan, lebih muda dari bunda, apa tidak masalah. Apa keluarga Om tidak akan keberatan?""Om tidak tahu apa reaksi keluargaku, tapi sekarang, kita dalam rangka untuk berkenalan dan meyakinkan mereka kalau kita bisa jadi keluarga dan baik-baik saja.""Beberapa kali Ayahku menghina Om. Apa itu tidak apa-apa?""Aku akan bersabar dengan perbuatannya, tapi jika aku tidak bisa menahannya lagi maka aku akan
Setelah Mas Hisyam pergi Pak RT mendekati kami, aku yang masih panik dengan nafas berdegup kencang karena melihat pertengkaran mantan suami dan Mas Jaka, hanya bisa berdiri dengan lutut lemas dan bola mata berkaca-kaca. "Apa Mbak baik baik saja?""Iya, Pak RT, maaf atas kericuhan yang terjadi di depan rumah saya.""Tidak apa, itu bukan salah Mbak.""Maaf Pak RT saya tidak bermaksud untuk membuat keributan di tempat ini," ucap Mas Jaka dengan wajah yang penuh rasa bersalah. ".... Saya telah membuat keributan dan mempermalukan Mbak Ida.""Tidak apa Mas, masnya datang ke sini dengan niat yang baik, kami tidak bisa mengusir atau memperlakukan Mas dengan kasar. Setiap orang punya hak untuk bergaul dan bersama dengan orang yang mereka inginkan. Kami pengurus rukun tetangga daerah sini hanya membantu untuk menertibkan keamanan saja."Aku saya mengatakan hal itu Pak RT menepuk bahu Mas Jaka kemudian mengajak anaknya dan para tetangga lain untuk kembali ke rumah masing-masing. Malam maki
"kasihan juga ya Mas," bisikku."Ya, juga. Tapi itu adalah jalan hidup yang harus mereka lewati. Kita hanya bisa mendoakan," balas suamiku. "Aku nggak nyangka juga Mas, mereka hidup di hunian mewah dan bergelimangan harta tidak kurang satu apapun, tapi tiba-tiba mereka terpisahkan dan kini istrinya harus jadi sales perumahan. Dari anak panti asuhan kembali menjadi gelandangan."Hidupnya tidak seburuk itu Bun, tapi tetap saja, keadaan telah menjungkirbalikkan wanita itu," balas suamiku sambil mengesap kopinya."Benarkah menurutmu mereka akan berpisah?""Orang yang sudah terbiasa hidup enak tiba-tiba jatuh miskin dan kehilangan segalanya akan sulit menerima kenyataan Bunda. Baik jika wanita itu bisa berdamai dengan suaminya kemudian berjuang lagi dari nol, tapi, Jika dia tidak mau maka besar kemungkinan perceraian akan terjadi.""Bukan maksud untuk meresahkan diri... Jika itu benar-benar terjadi lalu mas hisyam dengan siapa?" "Entahlah, kurasa, Dia terpaksa harus tinggal dengan ibuny
"kasihan juga ya Mas," bisikku."Ya, juga. Tapi itu adalah jalan hidup yang harus mereka lewati. Kita hanya bisa mendoakan," balas suamiku. "Aku nggak nyangka juga Mas, mereka hidup di hunian mewah dan bergelimangan harta tidak kurang satu apapun, tapi tiba-tiba mereka terpisahkan dan kini istrinya harus jadi sales perumahan. Dari anak panti asuhan kembali menjadi gelandangan."Hidupnya tidak seburuk itu Bun, tapi tetap saja, keadaan telah menjungkirbalikkan wanita itu," balas suamiku sambil mengesap kopinya."Benarkah menurutmu mereka akan berpisah?""Orang yang sudah terbiasa hidup enak tiba-tiba jatuh miskin dan kehilangan segalanya akan sulit menerima kenyataan Bunda. Baik jika wanita itu bisa berdamai dengan suaminya kemudian berjuang lagi dari nol, tapi, Jika dia tidak mau maka besar kemungkinan perceraian akan terjadi.""Bukan maksud untuk meresahkan diri... Jika itu benar-benar terjadi lalu mas hisyam dengan siapa?" "Entahlah, kurasa, Dia terpaksa harus tinggal dengan ibuny
Apa artinya kini Hisyam sudah menyerah? Kurasa ya!Dirampok hingga jatuh miskin, kehilangan harta dan rumah yang harus dijual untuk perawatannya. Ditambah kehilangan pekerjaan karena harus cuti panjang, istri yang terus mengeluh karena harus mengurus bayi sekaligus bekerja, kupikir semua itu adalah paket combo yang membuat Mas Hisyam sudah tidak punya waktu untuk mengganggu kami lagi. Dia harus fokus menata kehidupannya, dia harus menyembuhkan dirinya sendiri, dan mulai berkeliling untuk mencari pekerjaan yang layak, dulu pekerjaannya sebagai orang proyek membuat lelaki itu mudah sekali mendapatkan uang dan menghamburkannya, namun sekarang, sungguh jauh kenyataan dari harapan, segala sesuatu pupus begitu saja dalam genggaman.*Hari bergulir, berjalan dengan normal seperti kehidupan orang pada umumnya, rumah tangga kami berlangsung dengan harmonis meski kami belum kunjung mendapatkan garis dua. Prioritas untuk mendapatkan anak itu tidak terlalu ada di urutan pertama mengingat aku dan
Sejak kepergian wanita pengusik ketenangan kami itu, suamiku terus gelisah, bahkan setelah mengantarkan Fira dan Ali kembali ke rumah neneknya pria itu tidak bisa memejamkan matanya, hanya terus bolak-balik, bangun tidur dan gelisah di kamar kami."Kenapa Mas," ujarku sambil menyentuh bahu dan mendekatinya,"ini sudah malam, kenapa belum tidur, besok harus mengajar di kampus dan sekolah.""Aku tahu, tapi aku benar-benar gelisah.""sebab apa?""Aku ingin melindungi keluargaku Ida. Aku ingin kalian selalu hidup dalam ketentraman dan bahagia, aku tidak mau ada seorangpun yang mengganggu kalian.""Aku paham itu, Mas, aku tahu, dan kau sudah lakukan yang terbaik.""Tapi kenapa keluarga mantanmu seolah mengincar kehidupan kita dan bertekad untuk membuat kita tidak tenang! Ya Allah, Ida, aku harus bagaimana?" keluh lelaki itu dengan sedih. Aku tidak punya jawaban untuk pertanyaan itu sebab aku sendiri tidak mengerti kenapa keluarga mas Hisyam masih terus mengincar kami. "Wanita itu mengha
"Kau harus lebih tenang Mas. Tersulutnya emosimu saat mas Hisyam menyindirmu membuat dia memenangkan dan mempermainkan emosimu. Kau langsung marah dan mengusir mereka, belum memberi mereka alasan untuk terus mengolokmu, kau harus lebih sabar." Aku menyentuh pundaknya, sambil membelainya perlahan. "Apa boleh buat ucapan mereka sangat menyakitkan hatiku!""Mereka hanya mempermainkanmu. Sebagai istrimu aku lebih mempercayai dan yakin pada akhlakmu yang baik.""Kau pun sudah 14 tahun bersama dengan keluarga itu, Ida. Apa kau sama sekali tidak terganggu dengan sifat mereka.""Tadinya mereka semua baik Mas. Tapi perceraian mengubah keadaan dan pernikahanku denganmu semakin membuat mereka kesal.""Manusia yang punya hasad dan dengki di hatinya sangat berbahaya, Ida. Aku dan kamu harus berhati-hati, karena jika tidak mereka bisa saja memfitnah dan merusak keluarga kita.""Semoga itu tidak terjadi.""Membayangkan saja membuatku takut," ucap Mas Jaka sambil menghela napas perlahan.**Seminggu
Dua bulan kemudian, Pada ujian kenaikan kelas putri kami berhasil mendapatkan nilai yang sempurna, demi mengapresiasi usaha dan prestasi belajarnya maka Mas Jaka berniat untuk membelikan dia sebuah hadiah dengan sedikit uang yang telah ditabungnya selama berbulan-bulan. "Aku berniat menghadiahkan Elina barang yang akan membantunya kemana-mana.""Tidak usah Mas, tidak usah repot-repot.""Dengar, Aku adalah Ayah sambungnya jadi aku harus bertanggung jawab membahagiakan dan memastikan bahwa hidupnya baik-baik saja.""Dia baik-baik saja kok.""Sejak ayahnya tidak bekerja, mereka tak lagi mengirimkan uang. Aku bisa melihat perubahan Putri kita yang hanya bisa menahan perasaannya ketika menginginkan sesuatu.""Oh ya, apa begitu, Mas?" Aku mulai menyadari bahwa sejak mas Hisyam tidak mengirimkan nafkah, anakku tak lagi merengek saat hendak minta sesuatu atau kebutuhan sekolahnya, dia lebih banyak diam dan menjalani apa adanya. "Aku sering memperhatikannya dan menanyai apa sebenarnya yang
"Bersabarlah eva.""Aku tidak yakin Apakah aku bisa sabar dalam ujian ini, aku benar-benar putus asa Mbak, trauma dan takut juga, bahkan aku trauma melihat rumahku.""Kau harus tegar, karena jika kau lemah siapa yang akan merawat suami dan anakmu!" ujarku tegas, aku tidak tersenyum atau bersikap lembut padanya sama sekali. "Aku kebingungan sekarang, perampok itu merampas ponsel kami sehingga aku tidak bisa memeriksa m-banking, tapi aku yakin 100% kalau mereka sudah menguras isinya!""Bukankah mereka tidak tahu pin-nya?""Tapi mereka bisa saja mengacaknya Mbak, terlebih mereka juga membawa lari dompet dan dokumen-dokumen kami, tidak ada yang tersisa sedikitpun bahkan mereka merampas cincin pernikahan kami dari jemariku." "Astaghfirullah....""Aku benar-benar ketakutan seakan nyawa kami berada di ujung tanduk Mbak, mereka menodongkan pistol dan hendak menggorok leherku leherku, aku sampai bersujud untuk memohon atas nyawaku dan anakku," tuturnya dengan air mata berderai. Terlihat seka
Demi apa, Karma itu benar-benar terjad! aku mendapatkan kabar yang begitu membuatku terbelalak dan kaget luar biasa, karena semalam tadi rumah Mas Hisyam disatroni kawanan perampok. Sebenarnya, pagi-pagi ini kami baru bangun dan mau menikmati secangkir kopi, bersama dengan suamiku kami bercanda dan mau menyiapkan sarapan, tapi tiba-tiba saat televisi dinyalakan, berita pagi menampilkan kejadian di rumah Mas Hisyam. "... Korban mengalami kerugian sebanyak 200 juta, kehilangan barang-barang berharga dan mengalami luka-luka." Begitu kalimat yang disampaikan oleh news anchor, aku terpana mendengarnya. "Kawanan tersebut melakukan penganiayaan sehingga korban mengalami luka yang cukup serius dan harus dirawat di rumah sakit. Sementara istri dari korban mengalami trauma berat." Begitu kalimat penutup dari berita yang tampil pagi ini. "Apa itu benar?" tanya Mas Jaka sambil menatapku."Iya, Mas, tapi...."Lagi Aku ragu menjawab pertanyaan suamiku tiba-tiba Elina keluar dari kamarnya denga
Alangkah terkejutnya Mas Jaka saat di beliau berkunjung ke rumah kami. Hari itu aku memilih lebih cepat pulang dari sekolah sehingga dia yang merasa khawatir langsung menyusul. Dan betapa kagetnya dia mendapatiku yang sedang berkemas-kemas dengan Elina. Rumah kami sudah sangat berantakan dengan tumpukan kardus barang-barang."Ada apa ini?""Kami akan pindah Mas?""Ke mana Kenapa tidak beritahu aku?""Ada kontrakan yang tidak jauh dari tempat kita mengajar, harganya satu juta sebulan jadi aku menyewanya.""Tapi ada apa dengan rumah ini?""Sudah dikembalikan?""Aku tidak bermaksud ikut campur Zubaidah tapi bukankah, ini milik Elina?""Emang betul tapi?""Apa mereka merampasnya karena kita akan menikah?""Terlepas dari aku akan menikah atau tidak, mereka tidak akan melepaskan dan membiarkanku tenang sebelum aku benar-benar mengembalikan semua harta itu, Mas. Jadi jangan merasa bersalah.""Ya Tuhan... Sini kubantu.""Makasih Mas.""Kenapa tidak beritahu aku dari kemarin-kemarin?""Kau sib