Baru kali ini dalam hidupku, aku benar-benar bertengkar hebat dengan Mas Hisyam, kami saling mengatai, saling berteriak dan menghina diri masing masing. Selepas ketegangan itu, pria yang tak punya alasan untuk bertahan itu, pergi meninggalkan rumah sambil menggebrak pintu gerbang dengan kasar. Tinggallah kami bertiga, aku, Jaka dan Elina. "Dek, maaf ya, Om tidak bermaksud untuk membuat Ayah dan ibumu ribut.""Ga apa, bukan salah Om." Anakku menggeleng dengan penuh pengertian. "Om berjanji ini yang pertama dan terakhir kalinya, ke depannya tidak akan ada lagi pertengkaran dan keributan, om janji," ujar Mas Jaka sambil menggenggam tangan Elina. "Iya, Om."Usai bicara dengan Elina, mas Jaka pamit undur diri dari rumah kami. Aku antarkan dia ke gerbang, dan menyaksikan kepergiannya menggunakan motor besar. "Maaf ya, kamu harus terlibat dalam konflik kami.""Itu memang tidak bisa dihindari, mau tidak mau itu pasti terjadi.""Sekali lagi Maaf."Aku yang merasa sangat malu hanya bisa mi
Sabtu sore,Mas Jaka datang menjemput kami untuk diperkenalkan pada keluarga besar dan orang tuanya, jadi sejak ashar kami sudah bersiap-siap dengan memakai baju yang pantas dan beberapa bawaan kecil untuk diberikan pada keluarga Mas Jaka. "Apa kalian sudah siap berangkat?"Tanya Mas Jaka setelah mengucapkan salam dan masuk ke dalam rumah kami."Sudah.""Kalau begitu ayo.""Tunggu dulu Om," ujar Elina menyela."Ada apa Nak?"Putriku yang baru mau naik kelas 6 SD itu memberi isyarat agar Mas Jaka duduk di dekatnya di sofa ruang tamu. "Katakan, apa ada sesuatu yang membuatmu terganggu.""Om kan, lebih muda dari bunda, apa tidak masalah. Apa keluarga Om tidak akan keberatan?""Om tidak tahu apa reaksi keluargaku, tapi sekarang, kita dalam rangka untuk berkenalan dan meyakinkan mereka kalau kita bisa jadi keluarga dan baik-baik saja.""Beberapa kali Ayahku menghina Om. Apa itu tidak apa-apa?""Aku akan bersabar dengan perbuatannya, tapi jika aku tidak bisa menahannya lagi maka aku akan
Setelah Mas Hisyam pergi Pak RT mendekati kami, aku yang masih panik dengan nafas berdegup kencang karena melihat pertengkaran mantan suami dan Mas Jaka, hanya bisa berdiri dengan lutut lemas dan bola mata berkaca-kaca. "Apa Mbak baik baik saja?""Iya, Pak RT, maaf atas kericuhan yang terjadi di depan rumah saya.""Tidak apa, itu bukan salah Mbak.""Maaf Pak RT saya tidak bermaksud untuk membuat keributan di tempat ini," ucap Mas Jaka dengan wajah yang penuh rasa bersalah. ".... Saya telah membuat keributan dan mempermalukan Mbak Ida.""Tidak apa Mas, masnya datang ke sini dengan niat yang baik, kami tidak bisa mengusir atau memperlakukan Mas dengan kasar. Setiap orang punya hak untuk bergaul dan bersama dengan orang yang mereka inginkan. Kami pengurus rukun tetangga daerah sini hanya membantu untuk menertibkan keamanan saja."Aku saya mengatakan hal itu Pak RT menepuk bahu Mas Jaka kemudian mengajak anaknya dan para tetangga lain untuk kembali ke rumah masing-masing. Malam maki
"Bukan menang, Nak, tapi kau yang telah berhasil menemukan calon istri yang tepat, jadi ibu menyukainya," balas ibunya sambil menggenggam tanganku. "Makasih ya Bu." Tidak ada ucapan yang bisa ku katakan selain kalimat itu. "Saya amat terharu karena sebelumnya tidak pernah mendapatkan hadiah sebagus ini.""Oh ya.""Keluarga suami saya yang sebelumnya memang sangat kaya tapi ...." Aku tidak bisa melanjutkan perkataanku karena itu akan terkesan menjelekkan keluarga Hisyam dan aku bisa terlihat buruk di hadapan calon mertua."Ibu mengerti Nak.""Apa yang ibu lakukan pada saya membuat Saya terharu, perasaan saya seperti mendapatkan kehangatan," ucapku yang tiba-tiba terharu dan merasa tidak bisa menahan air mata. Air mata bahagia. "Ya ampun, jangan nangis Zu, kau pantas mendapatkan kebahagiaan yang lebih baik dari sebelumnya.""Aaamin.""Semoga anak Ibu bisa menjagamu dan semoga kalian akur selamanya." "Terima kasih."Masih mengatakan itu, sekali lagi aku mencium tangannya dan berpamit
Mas Hisyam menggeram atas ucapan Mas Jaka yang berhasil membuat dia tertegun dan syok. Wajah lelaki itu merah menahan emosi sementara tatapan matanya nyalang ke arah Mas Jaka."Aku tidak akan memukul wajahmu dengan helm meski aku bisa melakukannya. Ini hanya peringatan yang pertama dan terakhir kalinya. Jangan ganggu Zubaidah lagi.""Cih!" Mas Hisyam meludah dan memasang ekspresi yang kesal sekali, seperti dendam yang amat membara. "Bagaimanapun kau menilai kami, tahan untuk dirimu sendiri. Jika aku mendengarmu sekali lagi menghina Zubaidah, maka akan kubuat istrimu janda!""Dengan cara apa?""Menghilangkan nyawamu!" jawab Mas Jaka, sambil kembali ke atas motor lalu tancap gas membawaku pergi dari mobil Mas Hisyam yang sudah pecah kacanya dan berhenti di bahu jalan. "Sudah kubilang kan Mas jangan bikin masalah dengan Mbak Zubaidah!" Aku mendengar Eva memarahi Mas Hisyam.*"Maafkan perkataan mantan suamiku, Aku harap itu tidak akan membuatmu terganggu, Mas.""Tentu saja aku tergang
"Tapi ini rumah kami dan mas Hisyam telah memberinya dengan sukarela kepadaku dan Elina. Rumah ini secara teknis untuk anak kami, dan karena dia masih dibawah umur, aku harus menjaganya dan memastikan dia di bawah pengawasanku."Mantan ibu mertua tertawa, seakan perkataanku adalah hal yang jenaka, dia mendecih sinis sambil menatapku dengan tatapan penuh kebencian, dendam serta muak luar biasa. "Jelas 'kan, kalau rumah ini untuk Elina! Jadi saat kau bersuami lagi tentu saja hakmu seketika terhapus. Kami bisa ambil alih cucu kami den akan kami rawat dia sampai dewasa. Kau boleh pergi kemanapun kau mau!""Saya tidak akan ke mana-mana dan saya tidak akan berpisah dari anak saya!" balasku tegas.Sebenarnya aku ingin menangis atas perkataannya yang telah berhasil mempermalukanku di hadapan ibunya Mas Jaka dan saudaranya. Mungkin mereka telah merencanakan ini dan menunggu momen yang tepat untuk mempermalukan diri ini secara habis-habisan. "Cih, tidak tahu malu," desis ibunya Mas Hisyam, a
"Ayahmu pasti sangat terkejut jika tahu kau mengatakan hal ini, Nak."wanita yang berat badannya menyusut dan membuat dia tampak mengerikan seperti tengkorak hidup itu membujuk Elina dengan nada suara yang gemetar. "Tapi itu benar Nek, kalau nenek bisa bujuk, Kenapa ayah dan bunda harus berpisah?""Elina... Ini tidak bisa berbuat banyak karena itu adalah kehendak orang tuamu." mantan ibu mertua kehilangan kata-kata atas cecaran perkataan cucunya. Dia lemas dan hanya terbelalak sementara ibunya Mas Jaka dan adiknya memilih di perpamitan denganku dan pergi."Kami akan berkunjung lain kali saja Nak, Semoga pembicaraanmu dengan ibunya hisyam berjalan dengan baik." Calon Ibu mertua memelukku, sementara aku mencium tangannya dan mengantarkan dia ke depan pintu. "Terima kasih sudah datang, maaf karena Ibu harus menyaksikan semua itu.""Itu bukan salahmu, kau seharusnya sudah terbebas dari keluarga Hisyam setelah kau memutuskan bercerai dengannya. Jangan biarkan mereka memberikan pengaruh
Alangkah terkejutnya Mas Jaka saat di beliau berkunjung ke rumah kami. Hari itu aku memilih lebih cepat pulang dari sekolah sehingga dia yang merasa khawatir langsung menyusul. Dan betapa kagetnya dia mendapatiku yang sedang berkemas-kemas dengan Elina. Rumah kami sudah sangat berantakan dengan tumpukan kardus barang-barang."Ada apa ini?""Kami akan pindah Mas?""Ke mana Kenapa tidak beritahu aku?""Ada kontrakan yang tidak jauh dari tempat kita mengajar, harganya satu juta sebulan jadi aku menyewanya.""Tapi ada apa dengan rumah ini?""Sudah dikembalikan?""Aku tidak bermaksud ikut campur Zubaidah tapi bukankah, ini milik Elina?""Emang betul tapi?""Apa mereka merampasnya karena kita akan menikah?""Terlepas dari aku akan menikah atau tidak, mereka tidak akan melepaskan dan membiarkanku tenang sebelum aku benar-benar mengembalikan semua harta itu, Mas. Jadi jangan merasa bersalah.""Ya Tuhan... Sini kubantu.""Makasih Mas.""Kenapa tidak beritahu aku dari kemarin-kemarin?""Kau sib