Mas Hisyam menggeram atas ucapan Mas Jaka yang berhasil membuat dia tertegun dan syok. Wajah lelaki itu merah menahan emosi sementara tatapan matanya nyalang ke arah Mas Jaka."Aku tidak akan memukul wajahmu dengan helm meski aku bisa melakukannya. Ini hanya peringatan yang pertama dan terakhir kalinya. Jangan ganggu Zubaidah lagi.""Cih!" Mas Hisyam meludah dan memasang ekspresi yang kesal sekali, seperti dendam yang amat membara. "Bagaimanapun kau menilai kami, tahan untuk dirimu sendiri. Jika aku mendengarmu sekali lagi menghina Zubaidah, maka akan kubuat istrimu janda!""Dengan cara apa?""Menghilangkan nyawamu!" jawab Mas Jaka, sambil kembali ke atas motor lalu tancap gas membawaku pergi dari mobil Mas Hisyam yang sudah pecah kacanya dan berhenti di bahu jalan. "Sudah kubilang kan Mas jangan bikin masalah dengan Mbak Zubaidah!" Aku mendengar Eva memarahi Mas Hisyam.*"Maafkan perkataan mantan suamiku, Aku harap itu tidak akan membuatmu terganggu, Mas.""Tentu saja aku tergang
"Tapi ini rumah kami dan mas Hisyam telah memberinya dengan sukarela kepadaku dan Elina. Rumah ini secara teknis untuk anak kami, dan karena dia masih dibawah umur, aku harus menjaganya dan memastikan dia di bawah pengawasanku."Mantan ibu mertua tertawa, seakan perkataanku adalah hal yang jenaka, dia mendecih sinis sambil menatapku dengan tatapan penuh kebencian, dendam serta muak luar biasa. "Jelas 'kan, kalau rumah ini untuk Elina! Jadi saat kau bersuami lagi tentu saja hakmu seketika terhapus. Kami bisa ambil alih cucu kami den akan kami rawat dia sampai dewasa. Kau boleh pergi kemanapun kau mau!""Saya tidak akan ke mana-mana dan saya tidak akan berpisah dari anak saya!" balasku tegas.Sebenarnya aku ingin menangis atas perkataannya yang telah berhasil mempermalukanku di hadapan ibunya Mas Jaka dan saudaranya. Mungkin mereka telah merencanakan ini dan menunggu momen yang tepat untuk mempermalukan diri ini secara habis-habisan. "Cih, tidak tahu malu," desis ibunya Mas Hisyam, a
"Ayahmu pasti sangat terkejut jika tahu kau mengatakan hal ini, Nak."wanita yang berat badannya menyusut dan membuat dia tampak mengerikan seperti tengkorak hidup itu membujuk Elina dengan nada suara yang gemetar. "Tapi itu benar Nek, kalau nenek bisa bujuk, Kenapa ayah dan bunda harus berpisah?""Elina... Ini tidak bisa berbuat banyak karena itu adalah kehendak orang tuamu." mantan ibu mertua kehilangan kata-kata atas cecaran perkataan cucunya. Dia lemas dan hanya terbelalak sementara ibunya Mas Jaka dan adiknya memilih di perpamitan denganku dan pergi."Kami akan berkunjung lain kali saja Nak, Semoga pembicaraanmu dengan ibunya hisyam berjalan dengan baik." Calon Ibu mertua memelukku, sementara aku mencium tangannya dan mengantarkan dia ke depan pintu. "Terima kasih sudah datang, maaf karena Ibu harus menyaksikan semua itu.""Itu bukan salahmu, kau seharusnya sudah terbebas dari keluarga Hisyam setelah kau memutuskan bercerai dengannya. Jangan biarkan mereka memberikan pengaruh
Alangkah terkejutnya Mas Jaka saat di beliau berkunjung ke rumah kami. Hari itu aku memilih lebih cepat pulang dari sekolah sehingga dia yang merasa khawatir langsung menyusul. Dan betapa kagetnya dia mendapatiku yang sedang berkemas-kemas dengan Elina. Rumah kami sudah sangat berantakan dengan tumpukan kardus barang-barang."Ada apa ini?""Kami akan pindah Mas?""Ke mana Kenapa tidak beritahu aku?""Ada kontrakan yang tidak jauh dari tempat kita mengajar, harganya satu juta sebulan jadi aku menyewanya.""Tapi ada apa dengan rumah ini?""Sudah dikembalikan?""Aku tidak bermaksud ikut campur Zubaidah tapi bukankah, ini milik Elina?""Emang betul tapi?""Apa mereka merampasnya karena kita akan menikah?""Terlepas dari aku akan menikah atau tidak, mereka tidak akan melepaskan dan membiarkanku tenang sebelum aku benar-benar mengembalikan semua harta itu, Mas. Jadi jangan merasa bersalah.""Ya Tuhan... Sini kubantu.""Makasih Mas.""Kenapa tidak beritahu aku dari kemarin-kemarin?""Kau sib
Demi apa, Karma itu benar-benar terjad! aku mendapatkan kabar yang begitu membuatku terbelalak dan kaget luar biasa, karena semalam tadi rumah Mas Hisyam disatroni kawanan perampok. Sebenarnya, pagi-pagi ini kami baru bangun dan mau menikmati secangkir kopi, bersama dengan suamiku kami bercanda dan mau menyiapkan sarapan, tapi tiba-tiba saat televisi dinyalakan, berita pagi menampilkan kejadian di rumah Mas Hisyam. "... Korban mengalami kerugian sebanyak 200 juta, kehilangan barang-barang berharga dan mengalami luka-luka." Begitu kalimat yang disampaikan oleh news anchor, aku terpana mendengarnya. "Kawanan tersebut melakukan penganiayaan sehingga korban mengalami luka yang cukup serius dan harus dirawat di rumah sakit. Sementara istri dari korban mengalami trauma berat." Begitu kalimat penutup dari berita yang tampil pagi ini. "Apa itu benar?" tanya Mas Jaka sambil menatapku."Iya, Mas, tapi...."Lagi Aku ragu menjawab pertanyaan suamiku tiba-tiba Elina keluar dari kamarnya denga
"Bersabarlah eva.""Aku tidak yakin Apakah aku bisa sabar dalam ujian ini, aku benar-benar putus asa Mbak, trauma dan takut juga, bahkan aku trauma melihat rumahku.""Kau harus tegar, karena jika kau lemah siapa yang akan merawat suami dan anakmu!" ujarku tegas, aku tidak tersenyum atau bersikap lembut padanya sama sekali. "Aku kebingungan sekarang, perampok itu merampas ponsel kami sehingga aku tidak bisa memeriksa m-banking, tapi aku yakin 100% kalau mereka sudah menguras isinya!""Bukankah mereka tidak tahu pin-nya?""Tapi mereka bisa saja mengacaknya Mbak, terlebih mereka juga membawa lari dompet dan dokumen-dokumen kami, tidak ada yang tersisa sedikitpun bahkan mereka merampas cincin pernikahan kami dari jemariku." "Astaghfirullah....""Aku benar-benar ketakutan seakan nyawa kami berada di ujung tanduk Mbak, mereka menodongkan pistol dan hendak menggorok leherku leherku, aku sampai bersujud untuk memohon atas nyawaku dan anakku," tuturnya dengan air mata berderai. Terlihat seka
Dua bulan kemudian, Pada ujian kenaikan kelas putri kami berhasil mendapatkan nilai yang sempurna, demi mengapresiasi usaha dan prestasi belajarnya maka Mas Jaka berniat untuk membelikan dia sebuah hadiah dengan sedikit uang yang telah ditabungnya selama berbulan-bulan. "Aku berniat menghadiahkan Elina barang yang akan membantunya kemana-mana.""Tidak usah Mas, tidak usah repot-repot.""Dengar, Aku adalah Ayah sambungnya jadi aku harus bertanggung jawab membahagiakan dan memastikan bahwa hidupnya baik-baik saja.""Dia baik-baik saja kok.""Sejak ayahnya tidak bekerja, mereka tak lagi mengirimkan uang. Aku bisa melihat perubahan Putri kita yang hanya bisa menahan perasaannya ketika menginginkan sesuatu.""Oh ya, apa begitu, Mas?" Aku mulai menyadari bahwa sejak mas Hisyam tidak mengirimkan nafkah, anakku tak lagi merengek saat hendak minta sesuatu atau kebutuhan sekolahnya, dia lebih banyak diam dan menjalani apa adanya. "Aku sering memperhatikannya dan menanyai apa sebenarnya yang
"Kau harus lebih tenang Mas. Tersulutnya emosimu saat mas Hisyam menyindirmu membuat dia memenangkan dan mempermainkan emosimu. Kau langsung marah dan mengusir mereka, belum memberi mereka alasan untuk terus mengolokmu, kau harus lebih sabar." Aku menyentuh pundaknya, sambil membelainya perlahan. "Apa boleh buat ucapan mereka sangat menyakitkan hatiku!""Mereka hanya mempermainkanmu. Sebagai istrimu aku lebih mempercayai dan yakin pada akhlakmu yang baik.""Kau pun sudah 14 tahun bersama dengan keluarga itu, Ida. Apa kau sama sekali tidak terganggu dengan sifat mereka.""Tadinya mereka semua baik Mas. Tapi perceraian mengubah keadaan dan pernikahanku denganmu semakin membuat mereka kesal.""Manusia yang punya hasad dan dengki di hatinya sangat berbahaya, Ida. Aku dan kamu harus berhati-hati, karena jika tidak mereka bisa saja memfitnah dan merusak keluarga kita.""Semoga itu tidak terjadi.""Membayangkan saja membuatku takut," ucap Mas Jaka sambil menghela napas perlahan.**Seminggu