Meski bibir ini berkata mengusirnya, namun aku ingin sekali dia tetap ada bersama kami dan membuktikan bahwa dia lebih mencintai kami. Aku ingin meyakinkan diriku bahwa suamiku masih mencintaiku tapi segala angan-angan itu hanya berupa omong kosong saja.Suamiku sedang menggebu-gebu dalam cintanya untuk Eva. Jadi aku seperti orang ketiga yang hadir diantara Cinta mereka. Aku hanya seperti tembok penghalang di mata suamiku. Tidak ada yang lebih menggembirakan hatinya bila aku memberinya izin untuk menjumpai istrinya yang sedang hamil, jadi kulontarkan saja kalimat bahwa ia boleh ke sana. "Akan butuh waktu 20 menit dari rumah ini dan kau bisa tiba di sana sebelum adzan magrib lalu berbuka bersama istri tercintamu. Silakan berangkat sekarang.""Aku berharap bahwa kita bisa harmonis kembali dan makan bersama aku benar-benar menambahkan kebahagiaan itu.""Tapi kau tidak mengatur cara agar kita bisa bahagia seperti itu Mas. Andai kau minta izin baik-baik, mungkin aku akan lebih menghargai
Puasa terus bergulir, disela banyaknya masalah yang terjadi akhir-akhir ini aku tetap fokus berusaha menjalankan ibadah sebaik mungkin. Tetap salat tepat waktu, baca Alquran setelahnya dan tak lupa bersedekah ke masjid menjelang waktu berbuka puasa.Aku memang tidak yakin bahwa diriku sepenuhnya mendapatkan pahala yang sempurna, namun aku berusaha agar aku tidak mempermalukan diriku di mata Tuhan. Aku tahu ujian ini cukup berat, tapi Tuhan telah memberikan ini dalam takdirku jadi Dia pasti yakin aku bisa menghadapinya. Hari-hari setelah mengetahui kalau mas Hisyam telah menikah lagi telah mengubahku menjadi pribadi yang menyendiri. Di tengah keramaian dan lingkungan yang selalu mengundang diri ini pengajian dan kegiatan lainnya, aku merasa sebatang kara. Aku kesepian seakan tak seorangpun mengerti perasaan dan apa yang kurasakan. Pagi hari aku akan membersihkan rumah seperti biasa kemudian mengantar putriku ke sekolah, lalu, setelah itu aku akan pergi berbelanja. Siang hari ku h
"Siapa wanita ini?" tanya Ayahku sambil menatap lekat pada ibu mertua. "Mas, itulah yang ingin aku bicarakan pada kalian." Ibu mertua tersenyum sinis dan berusaha meminta kedua orang tuaku untuk duduk kembali di kursi mereka.Ayahku semakin terbakar hatinya melihat wanita itu mendekat pada mas hisyam dan meraih tangannya lalu mengecupnya, beliau terbelalak tapi berusaha tenang saat melihatku yang hanya mampu menundukkan kepala.Tentu saja orang tuaku langsung mengerti dan paham siapa wanita itu. Kalau bukan istri dari suamiku, lalu siapa dia? Keluarga telah 15 tahun saling menyambung silaturahmi karena pernikahan kami, jadi hampir semua orang sudah saling mengenal. Kedua orang tuaku mengetahui semua kerabat mertuaku, bahkan cucu yang baru lahir sekalipun, jadi begitu Eva datang, tentu saja Ibuku mengerti kalau dia adalah menantu baru dalam keluarga ini. "Benar-benar tidak mengerti situasi sekarang, ?Mbak," ucap Ibuku."Uhm, aku harus bagaimana untuk memulainya tapi aku ingin jujur
Ayah menyetir mobilnya dengan kencang, lelaki itu nampak kesal dengan apa yang terjadi di rumah ibu mertua. Adzan maghrib berkumandang diiringi dengan senja yang berganti menjadi gelap malam, Ayah segera membelokkan mobilnya di sebuah rumah makan terdekat."Meski ke hatiku terbakar tapi kita harus tetap berbuka puasa tepat waktu.""Iya, ayah ayo turun," ujarku pelan.Ibu dan adikku juga turun menyusul kami, setelah memilih sebuah meja yang cukup besar kami langsung memesan makanan dan berbuka puasa dengan itu. *"Jadi apa yang akan kau lakukan?" tanya ayah, setelah beliau selesai makan."Aku tidak tahu ayah.""Apa kau mau pulang ke rumah ayahmu atau kau ingin pulang ke rumahmu sendiri setelah ini?""Sebaiknya aku pulang ke rumahku sendiri karena tidak ada yang bisa ku pertahankan selain satu-satunya rumah itu untuk anak kami.""Lalu bagaimana tentang Hisyam?" "Aku tidak tahu ayah, lelaki itu baik, tetapi dia telah menduakanku.""Maka satu-satunya pertanyaan yang harus kau jawab untu
"Tolong!" Teriakan wanita itu membuat mas hisyam terhenyak. Tak lama setelahnya air ketuban wanita itu pecah beriringan dengan darah yang keluar dari sela pahanya."Tolong aku, sakit!" teriaknya sekali lagi. Suaminya berlari mendekat lalu melompat mendekati istri kesayangannya itu, dia panik melihat darah yang membasahi gamis wanita berambut panjang itu."Ahhh, aku akan mati Mas, aku kesakitan tolong aku!""Zubaidah! Kau benar-benar arogan dan jahat, lihatlah apa yang telah kau lakukan!" Mas Hisyam panik lalu berusaha mencari pertolongan."Jika ada yang terjadi pada Eva Aku tidak akan memaafkanmu!" ancamnya. Dia menyalakan mobilnya lalu berusaha mencari seseorang yang bisa membantunya untuk menggotong Eva di ke atas mobilnya. Selagi ia mengancamku, aku mulai menyadari bahwa cinta yang ada di hatinya hanya tertuju untuk Eva. Aku sadar betul dengan posisiku yang sekarang, karena jika dia masih menyayangiku, tentu dia pun akan menjaga perasaanku dan tidak memarahiku seperti itu. "To
Sepanjang malam sampai subuh aku tidak tertidur, aku hanya duduk di sofa dengan air mata yang tak berhenti bergulir mengingat semua ucapan Mas Hisyam yang kasar. Dia telah menghardik dan mengutuk diri ini, juga mengancam akan menuntutku jika terjadi sesuatu kepada Eva. Dia telah menunjukkan jati diri dan perasaan yang sebenarnya terpendam selama ini setelah apa yang terjadi semalam. Aku yakin, setelah kelahiran putra yang sangat ia tunggu dan idam-idamkan lelaki itu akan teralihkan dan tidak akan diingat untuk pulang lagi ke rumah ini. Ia telah temukan cinta sejati dan kebahagiaan sesungguhnya di rumah Eva jadi berharap agar lelaki itu kembali padaku adalah sesuatu yang mustahil. "Pagi, Bunda." Kan aku keluar dari kamarnya dengan pakaian sekolah yang telah lengkap."Apa sepanjang malam bunda di situ?" "Ya.""Ayah belum pulang juga?""Mungkin ayahmu menjaga adik bayi.""Oh," jawab Elina dengan ekspresi sedikit kecewa dan kecil hati."Dengar, kau satu-satunya anak kesayangan bunda
"Di hari pernikahan Aku telah berjanji pada ayah kalau aku akan bahagia tapi aku malah mengecewakan Ayah.""Tidak nak hal yang terjadi padamu di luar kendalimu, ayah datang ke sini untuk membela dan berdiri di pihakmu. Ayah akan selalu ada untuk menemani dan mendampingimu saat kau perlukan jadi Jangan menyalahkan diri seperti itu.""Lalu pada akhirnya... pantaskah aku melepaskan suamiku?""Keputusan itu ada padamu, jika bagimu dia berharga maka jangan tinggalkan dia tapi jika semua usaha tidak ada artinya maka sebaiknya berpisah. Masa depan masih panjang dan hal-hal terbaik menunggu di hari esok.""Apa aku masih boleh berharap akan kebahagiaan di masa depan ayah?" Air mata mengalir ke sudut bibir dan terasa asin di ujung lidah, aku semakin tak mampu membendung tangisanku."Barangkali ada jodoh yang lebih baik atau mungkin kau bisa bangkit dan mengubah keadaan menjadi lebih baik," jawab Ayah. "Tapi anakku ... Aku tidak menyuruhmu untuk berpisah jika kau tak mau. Semua kembali padamu."
"Mbak!" Aku yang mau pergi dipanggil oleh Eva, wanita yang baru saja melahirkan dua hari lalu itu, menyusul ke pintu depan dan mendapati kami sedang berbicara dengan Mas Hisyam."Mau kemana, kenapa tidak masuk dulu," ujarnya. Aku hanya menulis sesaat agar tidak perlu menunjukkan air mataku, wanita itu nampak tertatih dengan dasternya, rambutnya diikat ke atas meski tidak mengenakan kosmetik tapi dia tetap terlihat cantik. "Mas, Kenapa Mbak Zu tidak diajak masuk?""Kami hanya sebentar, hanya datang untuk minta izin.""Tapi tetap saja... Kenapa harus bicara di depan pintu seakan-akan kita saling membenci Mbak, rumah ini juga adalah rumahmu.""Maaf, kedatangan kami telah mengganggumu," ujarku sambil menggandeng anakku menjauh. Tapi wanita itu gigih, dia mengejar dan menahan kami."Mbak aku minta maaf atas kesalahanku yang telah datang ke rumahmu, Aku benar-benar ingin kita saling memaafkan," ujarnya dengan ekspresi penuh pengharapan.Aku melirik suaminya, lalu melihat tangannya yang men