Segera aku berlari dan mengunci pintu kamar. Tak kuhiraukan panggilan Mas Rizki dari balik pintu. Ia merajuk agar bisa dibukakan pintu.
"Dek... Buka pintunya, dek! Mas mau bicara..."
Suara Mas Rizki terdengar bergetar. Suara yang dulu selalu mendamaikan hatiku, kini berbalik menyerangku seperti sayatan sembilu. Perih.
"Dek, buka pintunya, dek! Mas mau bicara!" teriaknya lagi sembari menggedor pintu.
"Tidak perlu ada yang dibicarakan lagi, mas. Aku sudah mendengar semuanya. Tega kamu, mas!"
"Nadia, ini gak seperti yang kamu pikirkan!"
"Tidak seperti yang kupikirkan bagaimana? Aku mendengar percakapanmu bersama Keysha dengan jelas."
"Nadia, kamu salah paham. Buka dulu pintunya, biar mas jelaskan."
"Ya jelas aku salah paham. Untuk apa kamu masuk ke kamar Keysha tengah malam begitu? Kau sudah menodainya, benar kan?"
"Mas tidak menodainya sayang, kami lakukan itu atas dasar suka sama suka."
Deg! Bagaikan disambar oleh petir mendengar pengakuannya. Suka sama suka katanya? Astaghfirullah hal'adzim... Jadi mereka melakukan hubungan yang terlarang, tanpa takut berbuat dosa?
"Dasar menjijikkan! Kenapa kamu tega melakukan ini padaku, Mas? Apa salahku? Apa hanya gara-gara aku belum bisa memberikan anak seperti yang kau mau? Jadi dengan teganya kau mengkhianati pernikahan kita?!"
"Tidak, Nadia."
"Cukup, mas. Cukup! Aku tak mau mendengar alasanmu lagi!"
"Nadia, aku masih mencintaimu. Tapi aku juga mencintai keponakanmu, Keysha!"
Dasar serakah! Harusnya satu wanita saja sudah cukup. Oh, ternyata benar, sebuah nasehat yang diungkapkan oleh orang-orang. Kesetiaan istri diuji saat sang suami tak punya apa-apa, dan kesetiaan suami diuji saat dia memiliki segalanya.
Kudengar derap langkah menjauh dari kamarku. Ah, bolehkah aku marah seperti ini? Hatiku sudah terlanjur sakit karenanya. Nyeri.
Entah sudah berapa liter air mata yang sudah kutumpahkan. Rasanya belum kering juga. Aku terkulai dibalik pintu sambil memeluk lutut. Rupanya hanya bualan belaka ketika dia bilang mencintaiku apa adanya. Buktinya, baru menikah lima tahun, dia sudah tega mengkhianatiku, hanya karena aku tak kunjung hamil.
Tak habis pikir, kenapa dia harus berselingkuh dengan Keysha? Keponakanku sendiri! Kejutan yang mereka berikan justru menambah beban luka di hatiku. Sakitnya terasa sampai ke ulu hati.
Aku mendongak dan mengerjap-ngerjapkan mata perlahan, jam sudah menunjuk angka lima pagi. Ah, rupanya aku ketiduran karena hatiku sangat lelah. Aku segera bergegas bangun untuk melaksanakan kewajibanku sholat subuh. Kubasuh wajahku secara perlahan, lalu segera mandi pagi.
Mau tak mau aku harus menghadapi kenyataan ini. Walau bagaimanapun juga, Mas Rizki masih suamiku. Oke, akupun harus membuatkannya sarapan, sebentar lagi dia akan berangkat ke kantor. Telat sedikit saja dia akan terjebak macet selama berjam-jam.
Sungguh aku tercengang melihatnya. Mas Rizki dan Keysha sedang bercengkrama di dapur. Entahlah apa yang mereka lakukan, sepertinya Mas Rizki sedang mengajari Keysha memasak. Sungguh menjijikkan, setelah aku tahu tentang hubungan mereka, justru mereka makin terang-terangan memperlihatkannya di depanku, tanpa rasa bersalah?
"Eh, dek, kau sudah bangun?" sapa Mas Rizki agak kikuk.
"Tante, biar hari ini Keysha yang masak. Tadi om udah kasih tahu resep-resepnya, ini sebentar lagi juga matang," ucapnya dengan nada manja. Mas Rizki pun tersenyum tanda setuju dengan ucapannya.
Aku tersenyum getir. Muak melihat mereka berdua. Mendadak mual perutku mendengar semua itu. Anak itu, dia yang tadinya sangat polos dan manja. Kini dia menusukku dari belakang?? Bagaimana perasaanmu teman? Bagiku, ini terlalu sakit. Laku bagaimana caranya aku mengumpulkan puing-puing hati yang sudah remuk dan berserakan?
***
"Dek, ada yang mau kukatakan padamu," ucap Mas Rizki memecah kebisuan.
Aku bergeming sambil terus mengoles roti dengan selai strawberry. Tak Sudi aku memakan masakan Keysha, walaupun makanan itu sudah tersedia di meja makan.
"Kamu gak makan masakannya Keysha, dek? Ini pertama kalinya dia memasak lho, harusnya kamu bisa menghargainya," ujar Mas Rizki.
Kulihat Keysha dengan bersemangat menyendokkan nasi plus lauk pauknya ke piring Mas Rizki. Dia pula yang menyiapkan air putih untuknya.
"Makasih, Key," sahut Mas Rizki sambil tersenyum manis. Memuakkan!
Tak berapa lama, Mas Rizki terlihat memicingkan matanya.
"Key, ini keasinan. Harusnya tambah garamnya sedikit aja."
"Masa sih, om?" tanyanya lalu dia mulai mencicipi masakannya sendiri. Beh... Beh... Dia melepehkan makanannya untuk mengurangi rasa asin. Keysha kemudian nyengir kuda.
"Maaf om..."
"Iya gak apa-apa, Key. Nanti belajar masak lagi ya sama Tante Nadia, lama-lama juga kamu akan terbiasa," sahut Mas Rizki dengan santainya.
Cuihh... Belajar masak bersama? Silahkan saja bermimpi! Dulu mungkin aku menginginkannya, tapi tidak sekarang setelah aku tahu kalian mengkhianatiku di belakang!
"Iya, om," sahut Keysha.
"Hari ini biar om sarapan roti selai saja."
Aku bangkit dari duduk, tapi genggaman tangannya mencegahnya untuk pergi.
"Duduk dulu, dek. Ada yang mau mas katakan padamu," tukasnya sambil menatapku dengan tegas.
Aku kembali duduk seperti yang dia minta.
"Katakan, mas!" sergahku. Sudah dari semalam aku menyiapkan hatiku untuk mendengarkan semuanya, meskipun satu sisi hatiku tidak akan kuat untuk menerima semua itu.
"Nadia, izinkan mas menikahi Keysha," pintanya dengan nada lembut.
Mendadak lidahku jadi kelu. Jantungku berdentam-dentam hebat seperti letupan gunung berapi. Panas dan bergemuruh.
"Kenapa tidak kau ceraikan aku dulu, Mas?" tanyaku dengan bibir bergetar hebat. Aku tak kuasa menahan semuanya. Air mataku berderai tanpa henti. Sungguh aku malu pada diriku sendiri. Kenapa aku nangis di hadapan mereka, terutama gadis itu. Ah bukan gadis, dia memang gadis tapi sudah tak perawan. Memang gila!
"Tidak Nad, sudah kubilang, aku mencintaimu. Aku tidak akan menceraikanmu."
"Kau bilang ini cinta? Kalau kau benar-benar cinta, tidak akan ada pengkhianatan dalam hubungan kita!" protesku penuh emosi.
"Nadia, poligami kan tidak dilarang oleh agama!"
Tiba-tiba sebuah suara mengagetkan kami bertiga. Ibu mertuaku datang dengan senyumannya yang sinis. Ya, dari dulu memang ibu mertuaku tak pernah menyukaiku.
"Apa maksud ibu?" tanyaku.
Ibu Mertuaku duduk di samping Keysha yang masih menatapku dengan tatapan tak suka.
"Harusnya bagus dong, Rizki mau berterus terang padamu, dan izin mau menikah lagi!"
Mas Rizki tersenyum, gayungnya seperti bersambut karena dibela oleh sang ibu.
"Diluar sana banyak lelaki yang menikah lagi tanpa istri pertamanya tahu. Kamu termasuk beruntung lho," ucapan ibu mertuaku sungguh seperti paku berkarat yang sengaja ditancapkan ke dalam daging.
Beruntung kata ibu? Hah, dasar ibu yang aneh, anaknya melakukan kesalahan justru dibela. Andai saja semalam aku tak memergoki hubungan mereka, mereka pasti akan menyimpannya rapat-rapat, bukan?
"Bagaimana Nadia, apakah kamu mau dipoligami? Lagi pula, adik madumu nanti keponakanmu sendiri."
"Sungguh miris kalian ini! Tidak punya akal! Apa ibu tidak tahu? Bahwa menikah dengan keponakan istri itu tidak diperbolehkan?! Kecuali sang istri diceraikan lebih dulu?! Apa kamu tidak tahu hal itu, mas?" nada suaraku mulai meninggi.
Ah ya! Pasti kamu tidak tahu, karena hati dan akalmu sudah dipenuhi oleh nafsu. Aku menatap tajam ke arah Mas Rizki dan juga Keysha. Mereka terdiam dan Keysha hanya menunduk.
"Baiklah mas, kalau kamu mau tetap menikah dengan Keysha, silahkan saja, aku tidak melarang. Tapi maaf, aku yang mundur mas," ujarku walau hatiku remuk redam.
"Tapi, Nad...."
"Terlepas dari hukum itu, sampai kapanpun Aku tak mau dimadu, mas. Aku tidak rela membagi suamiku dengan orang lain."
"Kamu paham apa resikonya kalau kau bercerai dengan Rizki, Nadia?!" tukas ibu mertuaku ikut menyela ucapanku.
"Aku paham, Bu. Aku tidak akan menuntut harta apapun dari Mas Rizki. Tapi aku minta hak rumah ini ada padaku. Walau bagaimanapun juga aku ikut andil dalam pembangunan rumah ini!"
"Tidak bisa begitu dong! Selama ini kan kau tidak bekerja!" seru ibu mertuaku lagi.
"Sudah Bu, sudah. Nadia juga berhak atas rumah ini. Pembangunan rumah ini sebagian menggunakan uang tabungannya ketika dia masih sendiri," pungkas Mas Rizki.
Maaf ya, Bu. Walau bagaimanapun aku tidak rela hasil jerih payahku tidak dihargai.
Ibu mendengkus kesal seakan dia tak terima dengan keputusan ini. Haruskah ibu mertua seperti ini aku hormati?
Aku bergegas ke kamar, dan memasukkan baju-baju suamiku ke dalam koper. Lalu menyerahkan koper itu padanya.
"Tega kamu ya, Nad! Orang masih makan malah diusir terang-terangan begini!" teriak ibu mertuaku lagi.
"Siapa yang lebih tega, Bu? Aku atau anakmu?" timpalku tepat menghunjam hatinya.
Ibu tak bisa berkata-kata lagi. Dia menatapku dengan sorot mata yang tajam. Ia benar-benar tidak suka denganku. Apalagi saat aku meminta rumah ini menjadi hakku. Entah apa yang membuatku lebih berani membela hakku sendiri.
"Silahkan ibu bawa anakmu dan calon mantumu yang baru, aku tidak sudi mereka berlama-lama ada disini!"
Aku tak peduli mereka menganggapku tak berperasaan. "Dasar menantu kurang ajar! Wanita tidak tahu diri!" ibu balas membentakku. "Yang kurang ajar dan gak tahu diri itu anakmu, Bu! Tega-teganya dia berselingkuh bahkan dengan keponakan istrinya sendiri!" Mas Rizki hanya diam, dia terlihat marah namun tak dapat mengungkapkannya. "Kamu juga, Key, kemasi barang-barangmu! Tante beri waktu 10 menit, kalau tidak tante yang akan melemparkan baju-bajumu ke jalanan!" hardikku lagi. Keysha menatapku dengan tatapan tidak suka. Ia kemudian pergi berjingkat ke kamarnya. "Dek, tolonglah jangan seperti ini. Kita masih bisa bicarakan baik-baik," tukas Mas Rizki dengan tatapan menghiba. "Sudahlah Rizki, buat apa kamu memelas seperti itu! Baguslah kalau kamu lepas dari wanita licik ini! Lagipula kamu juga bukan wanita yang sempurna! Kamu tidak bisa memberikan keturunan untuk Rizki! Biarkan Rizki memilih jalannya sendiri!" pungkas Ib
Aku tidak tahu sejak kapan benih-benih cinta ini muncul pada gadis muda itu. Ia terlihat sangat menarik apalagi pakaiannya yang modis, memperlihatkan lekuk tubuhnya membuatku terkadang menelan saliva. Ia terlihat begitu sempurna, seperti bunga yang baru mekar, harumnya semerbak mewangi. Bibirnya selalu dipoles dengan lipstik berwarna pink merona. Ia terlihat seperti bidadari yang turun dari langit. Apalagi rambutnya yang lurus panjang seringkali tergerai, namun aku juga sering melihat rambutnya dikuncir ke atas memperlihatkan leher jenjangnya yang putih dan mulus. Bukan, bukan karena istriku tidak menarik. Diapun begitu cantik, ia selalu merawat penampilannya. Meskipun sederhana dan selalu tertutup gamis panjang dan jilbabnya, senyumannya begitu manis dan mendamaikan hati. Keseksian tubuhnya hanya diperlihatkan saat di depanku. Sebagai seorang istri, iapun mampu menyenangkanku dalam segala hal. Bahkan masakannya terasa begitu luar b
Ia hanya melengos pergi tanpa sepatah kata apapun.***Aku tak pernah menyangka dengan reaksi Nadia. Dia menolak permintaanku. Dia tidak mau dimadu. Dia memilih mundur dan berpisah dariku dari pada dipoligami. Benar, wanita lemah seperti Nadia berani-beraninya membantahku? Aku tercengang dengan semua pernyataan yang ia lontarkan. Ini pertama kalinya dia menolak permintaanku, memang mungkin ini terlalu berat untuknya.Nadia, istri penurut yang penuh kelembutan, kini berubah bagai singa betina yang sedang membela diri. Bahkan kedatangan ibu yang tak kusangka-sangka justru memperkeruh suasana. Mereka berdebat tak ada habisnya. Membuat telingaku pengang.Aku tak habis pikir dengan sikap Nadia yang tak mau kalah dengan ibu. Dimana rasa hormatmu pada ibuku, Nadia? pekikku dalam hati. Aku ingin marah tapi tidak bisa. Yang diucapkan Nadia tidak sepenuhnya salah, dia memang benar, aku yang sudah tega mengkhianatinya, aku yang tidak tahu diri dan tak pandai bersyuk
Aku dan dia sama-sama terkejut karena dipertemukan disaat yang tak terduga. "Apa kabar, Bro?" tanyanya sembari meninju pelan lenganku. Dia melirik kearah Keysha, akupun segera merangkulnya. Mungkin ada banyak pertanyaan dibenaknya, juga tentang Nadia. "Baik, kamu gimana?" "Alhamdulillah, aku juga baik." "Ehm ehm, yang baru pulang dari luar negeri, tambah sukses aja nih," sindirku. Dia tersenyum. "Alhamdulillah. Oh iya, dia siapa? Nadia apa kabarnya?" "Hmmm, kenalin Has, ini calon istriku yang baru." "Calon istri yang baru?" ucapnya mengulangi pertanyaanku. "Kamu pisah sama Nadia?" tanyanya lagi dengan rona wajahnya berubah serius. "Ya, begitulah," jawabku santai. Lelaki itu nampak menggelengkan kepalanya seakan tak percaya. Namanya Hasbi, teman lama sekaligus rivalku dulu. Awalnya, Hasbi dan Nadia sudah hampir menikah, karena suatu hal Hasbi harus pergi keluar negeri, ia meminta Nadia untu
"Kita putus!!" tegasku yang membuat dia tersentak. Ia yang semula berjibaku dengan handphonenya, main game online, langsung beralih menatapku dengan pandangan penuh tanya. "Apa maksudmu, Key?" "Kamu gak dengar? Kita putus!!" "Tapi Key, tunggu...!" Ia masih mencegah langkahku dengan mencekal pergelangan tanganku. "Apa?" Aku masih bersikap ketus padanya. "Kenapa tiba-tiba kamu mengajakku putus? Apa salahku?" Aku tak menanggapinya dan berlalu begitu saja meninggalkannya. "Key, tunggu Key ...!" teriaknya mengejarku. "Kamu gak dengar? Kita putus! Mulai hari ini aku gak mau jadi pacarmu lagi!" "Tapi kenapa? Apa salahku?" "Introspeksi sendiri kenapa aku minta putus dari kamu!" Ia terpaku, mungkin dia tak menyangka aku akan mengakhiri hubungan ini. Aku segera menaiki mobil Om Rizki yang sudah menungguku di parkiran. Yup, Om Rizki sudah menungguku sedari tadi.
Entah sejak kapan perlakuan Andhika sedikit berubah. Dia mempunyai hobi baru, main game online yang sedang viral dan terkenal itu. Hingga aku diabaikan. Dia memang masih mengajakku jalan tapi tidak seperti dulu.Sore itu aku masih menunggu Andhika di depan kampus. Tapi dia tak kunjung muncul padahal sudah lewat satu jam dari waktu janjian. Aku menghubunginya namun tidak direspon.Hingga kulihat sebuah mobil mendekat. Mobil Om Rizki. Dia berhenti tepat di depanku berdiri."Key, sedang nunggu siapa? Ayo pulang," ajak Om Rizki. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri, namun tak ada tanda-tanda Andhika akan muncul."Ayo naik, udah sore lho," sergah Om Rizki lagi. Akhirnya akupun naik ke dalam mobilnya.Sejak hari itu Om Rizki jadi sering mengantar jemputku. Aku merasa justru akhir-akhir ini perhatian Om Rizki terlalu berlebihan. Diapun sering mencuri-curi pandang ke arahku. Diam-diam aku juga sering memperhatikannya ketika dia sedang bersama Tante Nadia, terl
Aku tak boleh berlarut-larut dalam kesedihan. Kini, saatnya aku bangkit. Balas dendam? Tidak, bukan itu yang akan kulakukan. Untuk apa aku mengotori tanganku dengan balas dendam. Aku yakin semua akan terbalaskan suatu saat nanti. Yang akan aku lakukan hanya membuktikan pada suamiku, bahwa aku bukan perempuan lemah, yang merengek meminta bantuan untuk dikasihani. Oh, tidak. Akan kubuat suamiku menyesal dengan cara yang elegan. Ya, caranya aku harus menjadi wanita sukses, justru lebih sukses dari dia. Meskipun awal-awal pasti akan ada banyak halangan dan rintangan, tidak, sekali lagi aku tidak akan menyerah. Air mata ini terlalu mahal untuk menangisi lelaki pengkhianat seperti dia. Saat itu tatapannya yang penuh ejekan, serta memandang rendah aku yang seorang ibu rumah tangga. Seolah aku tidak bisa hidup tanpa nafkah darinya, itu yang membuatku semakin sakit. Baiklah mas, ayo kita buktikan, hidup siapa yang akan lebih bahagia. Aku atau kamu? Aku sudah mengurus
"Hasbiiii, siapa yang datang? Apa kurir pengantar makanan?" tanya suara seorang perempuan dari dalam. Kemudian wanita cantik itu datang menghampiri kami yang sedari tadi terdiam."Hei, ada orang kok bengong aja!" tukas wanita itu sambil menepuk lengannya. Mas Hasbi hanya tersenyum sambil sesekali melirikku. Senyumannya masih sama, seperti dulu. Tak ada yang berubah darinya."Berapa semuanya, Mbak?" tanya wanita itu, setelah dia tahu aku membawa makanan yang mereka pesan."Ini mba." Kuserahkan nota itu, diapun menerimanya. "Tunggu sebentar ya, aku ambil uangnya dulu."Aku mengangguk."Oh iya mbak, bisa minta tolong sekalian dibawakan ke dalam, soalnya anak-anak sudah menunggu," pintanya."Baik, mbak," jawabku gugup. Dagdigdug, debaran jantungku berirama makin tak menentu, rasanya begitu canggung."Hasbi, tolong ya, bantu mbaknya ke dalam," pinta wanita cantik itu."Ayo ikut," ajak Mas Hasbi, ia menenteng dua kresek besar s
"Nadia ... dingiiiin ..."Nadia panik, ia langsung mengambil selimut untuk menutupi tubuh sang suami agar tak kedinginan. Ia pun berlalu ke belakang, mengambil air panas di baskom dan juga handuk kecil untuk mengompres kening sang suami.Setelah hampir dua puluh menit, rasa dingin mulai mereda. Hasbi bangkit, kepalanya terasa begitu pening dan berputar-putar."Mas, kamu sudah mendingan? Sudah gak dingin lagi?"Hasbi mengangguk. "Iya tapi pusing banget.""Masih kuat kan buat sholat?""Masih sayang.""Ini diminum dulu air hangat, Mas. Biar badanmu hangat.""Makasih, Dek." Hasbi meraih gelas air minum itu lalu meneguknya pelan. Nadia membantunya meletakkan gelas di meja."Ya sudah sekarang sholat dulu. Aku buatin bubur buat kamu ya, Mas."
Nadia berkaca di depan cermin riasnya. Dia berputar-putar sejenak, melihat pantulan dirinya di depan cermin."Mas, kayaknya aku gendutan deh, nih lihat lemak di perut gak ilang-ilang!" ujar Nadia sembari memanyunkan bibir.Hasbi tersenyum dan menghampirinya. Memeluk tubuh sang istri dari belakang.“Gak papa kok kamu gendutan, hatiku masih muat tuh buat kamu.”"Iiih, berarti beneran dong aku gendut!" cebik Nadia kesal."Sayang, di perutmu ini kan sudah lahir buah cinta kita. Dia tumbuh di rahimmu selama sembilan bulan lamanya, ya wajar saja kalau perutmu sudah gak kayak dulu lagi.""Tapi kan--""Sssttt ... Aku akan menerima kamu apa adanya sayang. Tak peduli dengan perubahan bentuk fisikmu, aku tetap mencintaimu."Kecupan lembut kembali mendarat di puncak kepala Nadia. Nadia mengulum senyum. Merasa berarti dengan perhatian yang suaminya berikan."Yakin kamu gak akan berpaling meskipun aku berubah g
Mobil mereka memasuki kawasan wisata Pantai Tanjung Lesung yang terletak di Pandeglang, Banten. Waktu yang ditempuh sampai ke lokasi hampir menghabiskan waktu 3,5 jam.Satu persatu dari mereka turun dan meregangkan otot tubuhnya. Lalu beranjak menuju ke homestay yang sudah direservasi oleh Hasbi satu hari sebelumnya.Terlihat wajah-wajah yang riang dan gembira, untuk berlibur melepaskan rasa penat karena aktivitas.Begitu pula dengan Nadia dan anak-anak, mereka masuk ke dalam villa yang spesial dipesankan oleh Hasbi."Bunda, ayo kita main ke pantai!" ajak Cinta. Dia menarik tangan Nadia untuk beranjak bangun."Iya, sebentar sayang. Istirahat dulu di sini ya.""Bunda, aku mau main pasir putih," sahutnya lagi."Iya sayang. Sebentar, bunda ganti baju dulu nih biar santai.""Yeayy asyiiikkk ..." Zikri dan Cinta saling ber-tos ria, berjingkrak senang seperti tak ada lelah."Panas-panas mau main di pantai?" tanya Hasbi.
"Hei ... kalian habis dari mana saja, Sayang?" sambut Hasbi ketika sampai di rumah.Dua bocah kecil itu menghambur ke arahnya. Memeluknya dengan sangat erat dan antusias."Ayah, aku dapet ini!" seru Zikri seraya menunjukkan boneka Frog ke ayahnya."Aku juga dapat ini, Yah!" timpal Cinta sembari menunjukkan boneka beruang miliknya."Bunda hebaaat ... Bunda bisa ambil ini di permainan capit boneka," puji Zikri lagi."Wah, bunda kalian memang hebat ya," sahut Hasbi menanggapi dua bocah kecil itu.Nadia tersenyum melihat celotehan mereka.Rasanya bahagia, kebahagiaan yang sederhana."Nah, sekarang kalian mandi dulu ya, udah sore. Mak Piah dan Mbak Sarni akan memandikan kalian.""Yeaaay ... Horeee ...!"Dua bocah kecil itu berlarian ke dalam. Nadia dan Hasbi ters
"Mas, aku dengar kabar kalau katanya jenazah Andin mengeluarkan bau tak sedap bahkan kejadian-kejadian aneh lain saat di pemakaman."Hasbi menoleh ke arah istrinya. Menghentikan aktivitasnya yang tengah memeriksa pekerjaan di laptop. Memang benar, desas desus berita tentang kematian Andin santer terdengar."Aku gak nyangka wanita secantik dia harus mengalami kejadian mengenaskan seperti ini.""Sssttt ... Jangan dibicarakan lagi. Itu adalah aib. Kita lupakan saja. Doakan yang terbaik untuk almarhumah.""Iya, Mas. Maaf.""Iya, tak apa. Aku tahu kok perasaanmu. Mulai sekarang kita fokus sama kehidupan kita saja ya, yang berlalu biarlah berlalu."Nadia mengangguk."Ambil hikmahnya saja, setiap perbuatan pasti akan ada balasannya, baik maupun buruk."Nadia tersenyum dan langsung mem
" ... Musibah kebakaran terjadi di kawasan elit tengah kota xxx ... Melanda kawasan apartemen mewah. Sementara, penyebab kebakaran diduga karena korsleting listrik, petugas polisi sedang menyelidiki kasus ini ... Seorang wanita berusia dua puluh delapan tahun menjadi korban meninggal atas tragedi kebakaran petang tadi ..."Sebuah tayangan televisi menampilkan berita kebakaran hebat yang cukup memprihatinkan."Mas, kamu kenapa?" tanya Nadia saat menghampirinya dan memberikan segelas teh manis hangat untuk sang suami."Ada berita kebakaran di tengah kota, Dek." Kedua mata Hasbi masih belum terlepas dari layar benda datar itu.Nadia menoleh dan melihat tayangan berita di televisi."Seorang korban sudah berhasil diidentifikasi, nama Andin Yozita 28 tahun, berprofesi sebagai staff kantor, menjadi korban tewas dalam insiden kebakaran kali ini."Nadia dan Hasbi saling berpandangan."Mas, apa yang dimaksu
Praaannkk ....!! Wanita itu memecahkan barang-barang di sekitarnya. Rasa amarah, dendam, benci yang tak berkesudahan menguasai hatinya."Semua gara-gara kamu, Nadia! Semua gara-gara kamu!!" teriaknya geram.Hari itu setelah kondisi badannya kembali fit, dan sembuh dari alergi, ia menyelidiki siapa pengirim paket misterius itu hingga mendapatkan informasi kalau pengirimnya adalah Nadia."Kau benar-benar licik, Nadia! Awas saja, aku akan membalasnya lebih menyakitkan!"***"Maaf Andin hubungan kita, kita sudahi sampai di sini," pungkas Roy dengan raut wajah serius."Kenapa? Kenapa kau memutuskan hubungan ini secara sepihak, Mas?"Roy hanya tersenyum masam. "Tanyalah pada dirimu sendiri, kau berhubungan tak cukup dengan seorang laki-laki, padahal selama ini aku sudah memenuhi semua kebutuhanmu, gaya hidupmu, aku menanggung semuanya. Tapi hatimu justru kau berikan pada pria lain.""Pasti bukan itu saja alasannya!"
"Mas, kenapa bisa seperti ini?""Aku gak tau Nadia, saat pulang ke rumah aku menemukannya pingsan di halaman belakang, Cinta menangis gak jauh dari tempat ibunya terjatuh.""Ya Allah ..." Mendengar ucapan mantan suaminya, tanpa terasa kedua mata Nadia kembali menitikkan air mata, ia merasa sangat iba."Apa Keysha tidak mengeluh apa-apa?""Tidak, dia cuma bilang pusing. Tapi dia juga bilang tak ingin merepotkanku ataupun kamu. Aku yakin dia berusaha sekuat mungkin menyembunyikan rasa sakitnya."Nadia menghela nafas dalam-dalam. Ia tak menyangka keponakannya pergi begitu cepat."Oh iya, Mas Rizki, Cinta mana?"Rizki tergagap. "Ah tadi dia diajak sama suster."Nadia mengangguk sembari tersenyum tipis. "Mas, aku cuma mau bilang kamu yang sabar ya. Aku tahu ini berat, tapi ini semua sudah suratan takdir Yang Maha Kuasa.""Iya, terima kasih Nadia.""Mas, aku cari Cinta dulu. Biar kuambil dari perawat."
Rizki sudah membeli buket bunga mawar untuk diberikan pada istrinya. Ya, hari ini Keysha ulang tahun. Dia akan memberikan sedikit kejutan untuknya. Kasihan wanita itu, selama ini harus ikut bersusah payah dengan kondisi mereka.Rizki bersiul-siul riang, biasanya kalau sore-sore begini, Keysha menunggunya di teras sambil bermain dengan Cinta, buah hati mereka.Lelaki itu melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah. Kenapa sepi sekali? Batinnya bertanya-tanya sendiri."Keysha? Cinta? Kalian dimana?" panggil Rizki. Lelaki itu mencari ke setiap sudut rumah, tapi tak ia temukan mereka dimanapun."Kemana mereka?"Samar-samar terdengar suara anak kecil menangis. Rizki menajamkan pendengarannya. Jangan-jangan itu Cinta?Gegas, dia lari ke belakang. Suara tangisan Cinta terdengar makin kencang. Dari kejauhan ia melihat sosok anak kecil sedang menangis di antara rimbunnya rerumputan."Astaghfirullah hal adzim. Cinta!" teria