Aku tak boleh berlarut-larut dalam kesedihan. Kini, saatnya aku bangkit. Balas dendam? Tidak, bukan itu yang akan kulakukan. Untuk apa aku mengotori tanganku dengan balas dendam. Aku yakin semua akan terbalaskan suatu saat nanti.
Yang akan aku lakukan hanya membuktikan pada suamiku, bahwa aku bukan perempuan lemah, yang merengek meminta bantuan untuk dikasihani. Oh, tidak. Akan kubuat suamiku menyesal dengan cara yang elegan. Ya, caranya aku harus menjadi wanita sukses, justru lebih sukses dari dia. Meskipun awal-awal pasti akan ada banyak halangan dan rintangan, tidak, sekali lagi aku tidak akan menyerah.
Air mata ini terlalu mahal untuk menangisi lelaki pengkhianat seperti dia. Saat itu tatapannya yang penuh ejekan, serta memandang rendah aku yang seorang ibu rumah tangga. Seolah aku tidak bisa hidup tanpa nafkah darinya, itu yang membuatku semakin sakit. Baiklah mas, ayo kita buktikan, hidup siapa yang akan lebih bahagia. Aku atau kamu?
Aku sudah mengurus
"Hasbiiii, siapa yang datang? Apa kurir pengantar makanan?" tanya suara seorang perempuan dari dalam. Kemudian wanita cantik itu datang menghampiri kami yang sedari tadi terdiam."Hei, ada orang kok bengong aja!" tukas wanita itu sambil menepuk lengannya. Mas Hasbi hanya tersenyum sambil sesekali melirikku. Senyumannya masih sama, seperti dulu. Tak ada yang berubah darinya."Berapa semuanya, Mbak?" tanya wanita itu, setelah dia tahu aku membawa makanan yang mereka pesan."Ini mba." Kuserahkan nota itu, diapun menerimanya. "Tunggu sebentar ya, aku ambil uangnya dulu."Aku mengangguk."Oh iya mbak, bisa minta tolong sekalian dibawakan ke dalam, soalnya anak-anak sudah menunggu," pintanya."Baik, mbak," jawabku gugup. Dagdigdug, debaran jantungku berirama makin tak menentu, rasanya begitu canggung."Hasbi, tolong ya, bantu mbaknya ke dalam," pinta wanita cantik itu."Ayo ikut," ajak Mas Hasbi, ia menenteng dua kresek besar s
Dia berjalan mendekat ke arah kami. "Maaf pak, saya mau bicara sama istri saya," ujar Mas Rizki, ekspresi wajahnya terlihat tidak suka. "Istri? Bukankah kalian sudah berpisah?" sela Mas Hasbi. "Kami belum resmi bercerai, pak. Jadi kami masih sah suami istri," jawab Mas Rizki lagi penuh penekanan. Ia menarik tanganku menjauh dari Mas Hasbi. Mas Hasbi hanya terdiam dan memandang kami dengan tatapan penuh tanya. "Kenapa sih kamu sering datang ke kantor?" tanyanya bersungut-sungut kesal. "Kamu gak lihat mas, aku sedang bekerja?" "Bekerja atau menggoda pria lain? Ingat ya, kamu ini masih istri sahku!" Deg! Mas Rizki setega itukah memfitnahku? "Astaghfirullah aku gak sepicik kamu, mas! Aku sedang bekerja, mengantarkan pesanan." "Berapa? Kamu butuh berapa? Apa kamu benar-benar sudah kekurangan uang sampai rela melakukan hal memalukan seperti ini?" tanyanya lagi. "Memalukan? Tidak, aku tidak malu, aku melakukan
"Keysha gak suka ya, om datang lagi ke tempat Tante Nadia. Ingat om, kita akan segera menikah!" Keysha menarik lenganku dan kami masuk ke mobil. Aku sempat menoleh dan memandang ke arah Nadia. Dia memandang kami dengan tatapan nanar. Sepanjang perjalanan Keysha mengomeliku tanpa henti. "Om udah gak sayang lagi sama Key?" "Om udah gak cinta lagi sama Key?" "Kenapa Om pulang ke rumah Tante Nadia?" "Om jahat! Om gak menghargai perasaan Keysha!" "Om kenapa lakukan ini sama Keysha? Bukankah om sudah berjanji akan menikah dengan Keysha dan menceraikan tante?!" "Keysha, diaamm!!!" bentakku hingga membuatnya terbungkam. Dia menunduk sambil terisak. Air matanya tumpah. Aaarghhh, lagi-lagi senjatanya hanya menangis. Telingaku sangat berisik mendengar rengekannya yang seperti anak kecil hingga membuatku membentaknya. Sampai di rumah ibu, Keysha langsung turun dan menuju kamarnya. Dia hanya meny
Sore itu aku menjemput Keysha pulang kuliah, wajahnya terlihat lesu, seperti ada masalah yang disembunyikan. Sejak kemarin Keysha ngambek, kami memang belum saling berbicara lagi setelah kubentak kemarin. Makanya aku berinisiatif untuk menjemputnya kuliah. Aku ingin berdamai dengannya. Apalagi besok pernikahanku digelar, masa iya pengantin baru diem-dieman? Keysha naik ke mobilku, dengan wajah yang ditekuk, cemberut. "Mau jalan-jalan?" tanyaku memecah keheningan. Dia hanya menatapku lalu menggeleng perlahan. "Lho kenapa lesu gitu? Biasanya semangat kalau diajak jalan-jalan?" tanyaku lagi. Dia menatap ke arahku lagi, sepertinya ia sangat takut untuk berbicara. "Ada apa? Kenapa diam aja?" aku benar-benar penasaran, biasanya dia sangat ceriwis dan ceria, sekarang dia diam saja jadi seperti ada yang hilang darinya. "Takuuut..." ucapnya lirih. "Takut? Takut apa?" tanyaku penasaran. "Takut om marah lagi kayak kemarin,
"Apa maksud ibu?""Halaaah jangan pura-pura tidak tahu deh! Kamu kan yang nyuruh preman-preman untuk menculik Keysha?!""Tidak, Bu. Aku tidak tahu menahu tentang itu. Aku bahkan baru tahu karena ibu ngomong ini. Jadi bener mas, Keysha diculik?" Nadia balik bertanya dengan nada khawatir.Aku mengangguk. Hah, dia hanya bertanya keponakannya saja, bahkan wajahku yang babak belur begini tidak ia tanyakan.Prok ... Prok ... Prok ..."Aktingmu benar-benar bagus, Nad! Hebat kamu!" sindir ibu. "Kamu sengaja kan lakukan ini agar Rizki dan Keysha tidak jadi nikah?""Astaghfirullah hal'adzim, aku gak punya pikiran licik seperti itu, bu. Mas Rizki mau nikah, nikah saja, aku gak peduli. Buat apa aku repot-repot nyuruh preman buat nyulik Keysha. Gak ada untungnya buat aku. Dan kamu yang bilang sendiri kan mas? Aku kekurangan uang? Terus aku punya uang dari mana untuk bayar para preman itu?" ujarnya dengan menatapku tajam."Iya Bu, Nadia benar, dia
"Lalu Rizki harus gimana, Bu? Dari pada Keysha dan bayiku kenapa-napa." "Terus kamu mau dapat uang dari mana dengan waktu sesingkat itu? Kamu punya tabungan?" Aku menghela nafas dalam-dalam. Itu juga yang aku pikirkan. Uang di rekening tabungan hanya ada 70 juta, sisanya harus kucari kemana? "Hishh, semenjak kamu sama bocah itu, hidup kita jadi gak tentram gini!" "Sudah Bu, Rizki mau pergi dulu." "Kemana?" "Cari pinjaman Bu, kalau gak ada terpaksa Rizki akan jual mobil." "Apaaaa...?" Kutinggalkan ibu yang masih tercengang dengan ucapanku. Ya mau bagaimana lagi. Jual mobil juga gak semudah dan secepat jualan gorengan yang langsung habis. Aku bergegas menuju ke bengkel dengan naik ojek. Beruntung, sampai di bengkel, mobil sudah diservis karena tidak ada kerusakan yang berarti. Setelah membayar tagihan itu, aku bergegas ke rumah Nadia. Aku akan desak dia, supaya dia bisa membantuku. Aku sangat yakin
Aku mulai membuka mata. Kepalaku terasa begitu pening. Kulihat sekeliling, aku berada di sebuah ruangan kamar. "Akhirnya kau sadar juga, sayang," ujarnya. Aku menoleh ke asal suara. Lelaki itu tersenyum kemudian menyesap minumannya. Aroma kopi tercium begitu wangi. "Andhika, kau?" pekikku. Jadi dia yang sudah membawaku kesini dan membuat om Rizki babak belur? Dia tersenyum kecil. "Jadi kau yang lakukan semua ini?" tanyaku lagi. Dia menaruh kembali gelas itu dan mendekat ke arahku. "Sudah kubilang kan sayang, aku akan buat perhitungan padanya karena dia sudah merebut kekasihku," jawabnya dengan nada lembut tapi penuh penekanan. Dia membelai rambutku. "Kau jahat sekali, Andhika!" ketusku, heran kenapa dia bisa tahu Om Rizki, bagaimana caranya dia mencari tahu semua ini? "Bukan aku yang jahat, sayang. Tapi kamu ..." "Apa maksudmu?" "Kamu yang sudah menduakan cintaku, aku sungguh tak r
Tiinn ... Tiinn ... Suara klakson mobil mengagetkanku yang sedang sibuk di dapur. Kulirik jam yang bertengger di dinding, waktu sudah menunjukkan ke angka sepuluh, pagi menjelang siang. Dengan segera aku bergegas ke depan, untuk memeriksa keadaan disana. Apa itu mobil Mas Rizki? Ada apa sih, dia terus-terusan menggangguku? Seorang pemuda berpakaian rapi, sudah menungguku di teras rumah. Ia tersenyum dengan ramah. "Dengan Ibu Nadia?" tanyanya. "Iya, saya sendiri." "Ini silahkan diterima. Tanda tangan di sebelah sini Bu." Ia menyerahkan sebuah map berisi surat-surat kendaraan yang sudah berganti nama menjadi Nadia Asmarini. Mataku seketika membulat, tapi bukankah ini mobil Mas Rizki? Kenapa jadi berganti namaku? Siapa yang melakukannya? Kalau Mas Rizki, rasanya tidak mungkin. "Ayo Bu, silahkan tanda tangan disini," ujarnya lagi mengejutkanku. "Maaf kalau boleh tahu, siapa yang mengirim mobil itu kes
"Nadia ... dingiiiin ..."Nadia panik, ia langsung mengambil selimut untuk menutupi tubuh sang suami agar tak kedinginan. Ia pun berlalu ke belakang, mengambil air panas di baskom dan juga handuk kecil untuk mengompres kening sang suami.Setelah hampir dua puluh menit, rasa dingin mulai mereda. Hasbi bangkit, kepalanya terasa begitu pening dan berputar-putar."Mas, kamu sudah mendingan? Sudah gak dingin lagi?"Hasbi mengangguk. "Iya tapi pusing banget.""Masih kuat kan buat sholat?""Masih sayang.""Ini diminum dulu air hangat, Mas. Biar badanmu hangat.""Makasih, Dek." Hasbi meraih gelas air minum itu lalu meneguknya pelan. Nadia membantunya meletakkan gelas di meja."Ya sudah sekarang sholat dulu. Aku buatin bubur buat kamu ya, Mas."
Nadia berkaca di depan cermin riasnya. Dia berputar-putar sejenak, melihat pantulan dirinya di depan cermin."Mas, kayaknya aku gendutan deh, nih lihat lemak di perut gak ilang-ilang!" ujar Nadia sembari memanyunkan bibir.Hasbi tersenyum dan menghampirinya. Memeluk tubuh sang istri dari belakang.“Gak papa kok kamu gendutan, hatiku masih muat tuh buat kamu.”"Iiih, berarti beneran dong aku gendut!" cebik Nadia kesal."Sayang, di perutmu ini kan sudah lahir buah cinta kita. Dia tumbuh di rahimmu selama sembilan bulan lamanya, ya wajar saja kalau perutmu sudah gak kayak dulu lagi.""Tapi kan--""Sssttt ... Aku akan menerima kamu apa adanya sayang. Tak peduli dengan perubahan bentuk fisikmu, aku tetap mencintaimu."Kecupan lembut kembali mendarat di puncak kepala Nadia. Nadia mengulum senyum. Merasa berarti dengan perhatian yang suaminya berikan."Yakin kamu gak akan berpaling meskipun aku berubah g
Mobil mereka memasuki kawasan wisata Pantai Tanjung Lesung yang terletak di Pandeglang, Banten. Waktu yang ditempuh sampai ke lokasi hampir menghabiskan waktu 3,5 jam.Satu persatu dari mereka turun dan meregangkan otot tubuhnya. Lalu beranjak menuju ke homestay yang sudah direservasi oleh Hasbi satu hari sebelumnya.Terlihat wajah-wajah yang riang dan gembira, untuk berlibur melepaskan rasa penat karena aktivitas.Begitu pula dengan Nadia dan anak-anak, mereka masuk ke dalam villa yang spesial dipesankan oleh Hasbi."Bunda, ayo kita main ke pantai!" ajak Cinta. Dia menarik tangan Nadia untuk beranjak bangun."Iya, sebentar sayang. Istirahat dulu di sini ya.""Bunda, aku mau main pasir putih," sahutnya lagi."Iya sayang. Sebentar, bunda ganti baju dulu nih biar santai.""Yeayy asyiiikkk ..." Zikri dan Cinta saling ber-tos ria, berjingkrak senang seperti tak ada lelah."Panas-panas mau main di pantai?" tanya Hasbi.
"Hei ... kalian habis dari mana saja, Sayang?" sambut Hasbi ketika sampai di rumah.Dua bocah kecil itu menghambur ke arahnya. Memeluknya dengan sangat erat dan antusias."Ayah, aku dapet ini!" seru Zikri seraya menunjukkan boneka Frog ke ayahnya."Aku juga dapat ini, Yah!" timpal Cinta sembari menunjukkan boneka beruang miliknya."Bunda hebaaat ... Bunda bisa ambil ini di permainan capit boneka," puji Zikri lagi."Wah, bunda kalian memang hebat ya," sahut Hasbi menanggapi dua bocah kecil itu.Nadia tersenyum melihat celotehan mereka.Rasanya bahagia, kebahagiaan yang sederhana."Nah, sekarang kalian mandi dulu ya, udah sore. Mak Piah dan Mbak Sarni akan memandikan kalian.""Yeaaay ... Horeee ...!"Dua bocah kecil itu berlarian ke dalam. Nadia dan Hasbi ters
"Mas, aku dengar kabar kalau katanya jenazah Andin mengeluarkan bau tak sedap bahkan kejadian-kejadian aneh lain saat di pemakaman."Hasbi menoleh ke arah istrinya. Menghentikan aktivitasnya yang tengah memeriksa pekerjaan di laptop. Memang benar, desas desus berita tentang kematian Andin santer terdengar."Aku gak nyangka wanita secantik dia harus mengalami kejadian mengenaskan seperti ini.""Sssttt ... Jangan dibicarakan lagi. Itu adalah aib. Kita lupakan saja. Doakan yang terbaik untuk almarhumah.""Iya, Mas. Maaf.""Iya, tak apa. Aku tahu kok perasaanmu. Mulai sekarang kita fokus sama kehidupan kita saja ya, yang berlalu biarlah berlalu."Nadia mengangguk."Ambil hikmahnya saja, setiap perbuatan pasti akan ada balasannya, baik maupun buruk."Nadia tersenyum dan langsung mem
" ... Musibah kebakaran terjadi di kawasan elit tengah kota xxx ... Melanda kawasan apartemen mewah. Sementara, penyebab kebakaran diduga karena korsleting listrik, petugas polisi sedang menyelidiki kasus ini ... Seorang wanita berusia dua puluh delapan tahun menjadi korban meninggal atas tragedi kebakaran petang tadi ..."Sebuah tayangan televisi menampilkan berita kebakaran hebat yang cukup memprihatinkan."Mas, kamu kenapa?" tanya Nadia saat menghampirinya dan memberikan segelas teh manis hangat untuk sang suami."Ada berita kebakaran di tengah kota, Dek." Kedua mata Hasbi masih belum terlepas dari layar benda datar itu.Nadia menoleh dan melihat tayangan berita di televisi."Seorang korban sudah berhasil diidentifikasi, nama Andin Yozita 28 tahun, berprofesi sebagai staff kantor, menjadi korban tewas dalam insiden kebakaran kali ini."Nadia dan Hasbi saling berpandangan."Mas, apa yang dimaksu
Praaannkk ....!! Wanita itu memecahkan barang-barang di sekitarnya. Rasa amarah, dendam, benci yang tak berkesudahan menguasai hatinya."Semua gara-gara kamu, Nadia! Semua gara-gara kamu!!" teriaknya geram.Hari itu setelah kondisi badannya kembali fit, dan sembuh dari alergi, ia menyelidiki siapa pengirim paket misterius itu hingga mendapatkan informasi kalau pengirimnya adalah Nadia."Kau benar-benar licik, Nadia! Awas saja, aku akan membalasnya lebih menyakitkan!"***"Maaf Andin hubungan kita, kita sudahi sampai di sini," pungkas Roy dengan raut wajah serius."Kenapa? Kenapa kau memutuskan hubungan ini secara sepihak, Mas?"Roy hanya tersenyum masam. "Tanyalah pada dirimu sendiri, kau berhubungan tak cukup dengan seorang laki-laki, padahal selama ini aku sudah memenuhi semua kebutuhanmu, gaya hidupmu, aku menanggung semuanya. Tapi hatimu justru kau berikan pada pria lain.""Pasti bukan itu saja alasannya!"
"Mas, kenapa bisa seperti ini?""Aku gak tau Nadia, saat pulang ke rumah aku menemukannya pingsan di halaman belakang, Cinta menangis gak jauh dari tempat ibunya terjatuh.""Ya Allah ..." Mendengar ucapan mantan suaminya, tanpa terasa kedua mata Nadia kembali menitikkan air mata, ia merasa sangat iba."Apa Keysha tidak mengeluh apa-apa?""Tidak, dia cuma bilang pusing. Tapi dia juga bilang tak ingin merepotkanku ataupun kamu. Aku yakin dia berusaha sekuat mungkin menyembunyikan rasa sakitnya."Nadia menghela nafas dalam-dalam. Ia tak menyangka keponakannya pergi begitu cepat."Oh iya, Mas Rizki, Cinta mana?"Rizki tergagap. "Ah tadi dia diajak sama suster."Nadia mengangguk sembari tersenyum tipis. "Mas, aku cuma mau bilang kamu yang sabar ya. Aku tahu ini berat, tapi ini semua sudah suratan takdir Yang Maha Kuasa.""Iya, terima kasih Nadia.""Mas, aku cari Cinta dulu. Biar kuambil dari perawat."
Rizki sudah membeli buket bunga mawar untuk diberikan pada istrinya. Ya, hari ini Keysha ulang tahun. Dia akan memberikan sedikit kejutan untuknya. Kasihan wanita itu, selama ini harus ikut bersusah payah dengan kondisi mereka.Rizki bersiul-siul riang, biasanya kalau sore-sore begini, Keysha menunggunya di teras sambil bermain dengan Cinta, buah hati mereka.Lelaki itu melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah. Kenapa sepi sekali? Batinnya bertanya-tanya sendiri."Keysha? Cinta? Kalian dimana?" panggil Rizki. Lelaki itu mencari ke setiap sudut rumah, tapi tak ia temukan mereka dimanapun."Kemana mereka?"Samar-samar terdengar suara anak kecil menangis. Rizki menajamkan pendengarannya. Jangan-jangan itu Cinta?Gegas, dia lari ke belakang. Suara tangisan Cinta terdengar makin kencang. Dari kejauhan ia melihat sosok anak kecil sedang menangis di antara rimbunnya rerumputan."Astaghfirullah hal adzim. Cinta!" teria