Entah sejak kapan perlakuan Andhika sedikit berubah. Dia mempunyai hobi baru, main game online yang sedang viral dan terkenal itu. Hingga aku diabaikan. Dia memang masih mengajakku jalan tapi tidak seperti dulu.
Sore itu aku masih menunggu Andhika di depan kampus. Tapi dia tak kunjung muncul padahal sudah lewat satu jam dari waktu janjian. Aku menghubunginya namun tidak direspon.
Hingga kulihat sebuah mobil mendekat. Mobil Om Rizki. Dia berhenti tepat di depanku berdiri.
"Key, sedang nunggu siapa? Ayo pulang," ajak Om Rizki. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri, namun tak ada tanda-tanda Andhika akan muncul.
"Ayo naik, udah sore lho," sergah Om Rizki lagi. Akhirnya akupun naik ke dalam mobilnya.
Sejak hari itu Om Rizki jadi sering mengantar jemputku. Aku merasa justru akhir-akhir ini perhatian Om Rizki terlalu berlebihan. Diapun sering mencuri-curi pandang ke arahku. Diam-diam aku juga sering memperhatikannya ketika dia sedang bersama Tante Nadia, terlihat manis dan mesra. Aku jadi iri ingin menjadi seperti Tante Nadia.
Hal yang sering kudengar mereka seringkali berdebat masalah anak. Ya, selama menikah dengan Om Rizki, Tante Nadia tak kunjung hamil. Entah siapa yang bermasalah, akupun tidak tahu. Tapi aku sering mendengar ibu mertua tante selalu memaki-maki atau mempersalahkan bahwa Tante Nadia-lah yang mandul, tidak bisa memiliki keturunan.
Hari berganti hari, aku makin merasa nyaman dengan Om Rizki, ketika aku meminta uang tambahan jajan ataupun minta dibelikan baju, bahkan handphone baru, dia pun segera membelikannya. Bahkan waktu itu, dia sempat memberiku sebuah cincin permata biru. Saat kutanyakan ke toko perhiasan, harganya mencapai belasan juta hanya untuk sebuah cincin. Amazing!
Rasa nyamanku terhadap Om Rizki membuatku lupa diri dan melupakan balas jasaku pada Tante Nadia. Aku khilaf, aku memang bersalah, sudah mengkhianati tanteku sendiri demi egoku
***
"Key, Keysha, kenapa bengong? Kenapa diam aja dari tadi?" suara Om Rizki mengagetkanku.
"I-iya, Om."
"Tenang aja, jangan gugup," sahut Om Rizki lagi.
"Iya, Om."
"Maaf, om turunin kamu disini ya," ucap Om Rizki hati-hati.
"Iya, gak apa-apa om."
Akupun turun dari mobil dan mulai berjalan kaki menuju rumah. Langkahku seakan berat sejak dari tadi beraktivitas.
Kuketuk pintu, semoga Tante Nadia tidak menanyaiku macam-macam. Seperti yang kuduga, ada rasa cemas dan curiga ketika aku sering pulang malam. Tatapannya seperti mengulitiku, hingga aku merasa kikuk dan gugup menghadapi tante. Segera aku memasuki kamar dan mengunci pintu setelah menjawab pertanyaan tante, bahwa aku baik-baik saja.
Menjelang malam, segera kupejamkan mataku. Setelah mengirim pesan WA pada Om Rizki. Tapi sepertinya Om Rizki tidak on, mungkin dia juga kelelahan.
Entah berapa lama aku terpejam, ketika terbangun waktu sudah menunjukkan hampir dua dinihari. Karena rasa penasaranku, setelah buang air kecil segera aku menguji alat tes kehamilan itu.
Dag-dig-dug jantungku berirama tak menentu, ketika menunggu beberapa saat. Dan dua garis merah terlihat jelas pada alat itu, yang artinya aku positif. Rasanya shock melihat ini semua. Tubuhku gemetaran. Tidak, rasanya ini tidak mungkin!
Segera kuhubungi om Rizki perihal itu. Kukirim foto hasil testpack. Aku menangis, rasanya tidak percaya, bagaimana ini? Akupun merasa ragu ini anak siapa?
Tak berselang lama Om Rizki datang ke kamarku. Aku benar-benar khawatir, entahlah apa yang harus kulakukan. Aku menyetujui semua omongan Om Rizki, karena kupikir itulah yang terbaik. Tapi siapa sangka Tante Nadia mendengar semuanya. Aku yakin Tante sangat terluka atas pengkhianatan aku dan juga suaminya.
Dugaan Om Rizki ternyata meleset jauh, buktinya Tante Nadia justru menolak untuk dimadu. Yang artinya dia tidak menerimaku. Dadaku terasa sesak. Siapa yang akan Om Rizki pilih?
Namun siapa sangka justru Tante Nadia memilih mundur dan mengusir kami semua dari rumah. Ah, aku jadi benci sama Tante Nadia! Kenapa dia begitu tega mengusir kami semua seperti melecut ayam yang bertandang ke rumah. Sebelumnya tak pernah kulihat Tante Nadia semarah dan seberani ini pada kami.
Aku dibawa ke rumah ibu, singkatnya ibu merestui kami untuk menikah berkat bayi yang kukandung, meskipun sempat ada drama dan perdebatan yang lain. Om Rizki pun begitu memanjakanku. Membuat aku merasa mantap bahwa pilihanku tidak salah. Biarlah menikah dengan orang yang lebih tua sebelas tahun dariku, yang penting dia mapan dan mampu memenuhi kebutuhanku dengan baik.
***
"Anak perempuan jam segini baru bangun!" sindir ibu saat aku menghampirinya di meja makan. Kutoleh ke kanan dan ke kiri namun tak kulihat sosok Om Rizki.
"Maaf bu, Om Rizki dimana ya? Kok gak kelihatan?" tanyaku ingin tahu.
"Dia sudah berangkat kerja dari tadi!" pungkas ibu dengan ketus.
Aku hanya mengangguk, sepertinya ibu memang tidak menyukaiku. Tapi tenang saja, aku punya senjata yang ampuh untuk membungkam mulut ibu, ya, anak ini. Karena dia, Om Rizki menyayangiku.
"Kalau bukan karena Rizki dan anak yang kamu kandung, sudah kuusir kamu dari rumah ini!" sentak ibu lagi dengan nada begitu ketus. Rasanya sangat nyeri. Entahlah kenapa aku tidak bisa bangun pagi, dulu Tante Nadia selalu membangunkanku dan mengingatkanku untuk sholat subuh.
"Sekali lagi kamu malas seperti ini, ibu tidak segan-segan untuk mengusirmu," ancam ibu lagi. "Nih beresin piring-piring kotor ini lalu segera cuci yang bersih!" imbuhnya yang hanya kujawab dengan anggukan kepala.
Tunggu saja Bu, kalau aku sudah menikah dengan anakmu, akan kubalas perlakuan ibu seperti ini. Aku tidak akan pernah mau tinggal disini dan dianggap sebagai babu. Aku akan tinggal di rumahku sendiri sebagai ratu. Om Rizki pasti akan sangat menyayangiku.
Setelah membersihkan piring dan menyapu rumah, segera aku bersiap-siap menuju ke kampus.
[Om, Keysha berangkat kuliah dulu. Kalau bisa nanti jemput ya om seperti biasa, Key pengin diajak jalan-jalan lagi]
Kuklik tombol send dan terkirim padanya. Namun ia tak segera membalas atau membacanya. Biasanya kalau ada pesan dariku dia langsung baca dan meresponnya. Apakah pekerjaannya di kantor sangat sibuk? Bahkan tadi saat berangkat ngantor, dia tidak berpamitan denganku. Aaahh, sudahlah.
Sampai di kampus, aku melihat Andhika di depan ruang kelas. Aku segera berbalik dan berlari menuju ke belakang gedung. Namun langkah cepat Andhika menghentikanku.
"Tunggu, Key! Key, tolong, maafin aku, kumohon," ujarnya. Dia masih mengejarku, entahlah kenapa dia tak gampang menyerah.
Dia terus mendekatiku, dan langkahku terus mundur hingga badanku terpentok tembok. Dia menyanderaku dengan kedua tangannya bertumpu pada dinding, kepalaku berada diantara kedua tangannya. Suasana di belakang gedung yang sepi membuatku merasa takut. Hanya terdapat pepohonan rimbun yang menjulang tinggi.
'Sial! Kenapa tadi aku lari kesini sih!' gumamku dalam hati
"Kenapa kamu mau lari dariku, Key?" tanyanya dengan nada pelan penuh penekanan. "Kita saling mencintai kenapa kau ingin berpisah? Bahkan kita sudah sejauh ini? Aku tidak terima kalau kita putus begitu saja!" pungkasnya, seraya tangan kanannya membelai pipiku dengan lembut.
Aku terdiam. Tidak, sudah kuputuskan aku akan bersama Om Rizki. Om Rizki lebih baik dari pada Andhika.
"Key, apapun akan kulakukan. Aku janji akan berhenti main game. Tapi tolong jangan putus dariku," ucapnya dengan nada menghiba.
Aku menggeleng perlahan. "Maaf, aku tidak bisa."
"Kenapa? Apa karena laki-laki itu? Siapa dia? Ayo, katakan padaku! Akan kubuat perhitungan padanya!" Nada penuh penekanan yang dilontarkan Andhika membuatku bergidik ngeri.
Deg, jantungku berpacu dengan cepat mendengar pernyataannya. Bisa saja Andhika berlaku nekat dan mencelakakan Om Rizki.
"Laki-laki? Laki-laki siapa?" aku balik bertanya dengan nada pura-pura tidak tahu.
Andhika menatapku dengan sinis dan sorot mata kebencian. "Katakan, siapa laki-laki itu? Laki-laki yang sudah menidurimu selain aku?!" lirihnya. Dia sedang mengintimidasiku.
"Apa maksudmu? Aku gak ngerti!"
Dia hanya menyeringai, menyeramkan. "Kau akan menikah bukan? Aku yakin pasti ada sesuatu yang terjadi hingga tiba-tiba kau menikah."
Aku menggeleng.
"Aku sudah tahu semuanya, tantemu yang memberi tahu kalau kau akan menikah."
"Ta-tante?"
"Ya, kemarin aku ke rumahmu, tapi kau tidak ada. Tantemu bilang kau pindah ikut calon suamimu."
"A-apa lagi yang ta-tante katakan?" tanyaku dengan nada terbata.
"Tidak ada. Tapi tantemu sungguh-sungguh sangat cantik. Aku kira tantemu itu wanita tua dengan dandanan yang menor. Ternyata aku salah. Tantemu sangat anggun, dia bahkan memakai jilbab, tidak mungkin kan kalau dia berbohong?!"
Glek, aku menelan saliva. Dia sudah berani datang ke rumah tante. Kalau Andhika bertemu dengan Om Rizki bisa gawat. Apa yang akan terjadi? Apakah mereka akan berkelahi?
"Baik, kalau kau tidak mau mengatakannya, biar aku yang cari tahu sendiri," tukasnya ketus. "Ingat, aku akan buat perhitungan padanya. Karena dia sudah berani merebut kekasihku!" ancamnya lagi.
"Ingat ya Key, kau hanya milikku. Sampai kapanpun kau akan tetap milikku!" bisiknya lagi kemudian dia pergi meninggalkanku begitu saja.
Aku tak boleh berlarut-larut dalam kesedihan. Kini, saatnya aku bangkit. Balas dendam? Tidak, bukan itu yang akan kulakukan. Untuk apa aku mengotori tanganku dengan balas dendam. Aku yakin semua akan terbalaskan suatu saat nanti. Yang akan aku lakukan hanya membuktikan pada suamiku, bahwa aku bukan perempuan lemah, yang merengek meminta bantuan untuk dikasihani. Oh, tidak. Akan kubuat suamiku menyesal dengan cara yang elegan. Ya, caranya aku harus menjadi wanita sukses, justru lebih sukses dari dia. Meskipun awal-awal pasti akan ada banyak halangan dan rintangan, tidak, sekali lagi aku tidak akan menyerah. Air mata ini terlalu mahal untuk menangisi lelaki pengkhianat seperti dia. Saat itu tatapannya yang penuh ejekan, serta memandang rendah aku yang seorang ibu rumah tangga. Seolah aku tidak bisa hidup tanpa nafkah darinya, itu yang membuatku semakin sakit. Baiklah mas, ayo kita buktikan, hidup siapa yang akan lebih bahagia. Aku atau kamu? Aku sudah mengurus
"Hasbiiii, siapa yang datang? Apa kurir pengantar makanan?" tanya suara seorang perempuan dari dalam. Kemudian wanita cantik itu datang menghampiri kami yang sedari tadi terdiam."Hei, ada orang kok bengong aja!" tukas wanita itu sambil menepuk lengannya. Mas Hasbi hanya tersenyum sambil sesekali melirikku. Senyumannya masih sama, seperti dulu. Tak ada yang berubah darinya."Berapa semuanya, Mbak?" tanya wanita itu, setelah dia tahu aku membawa makanan yang mereka pesan."Ini mba." Kuserahkan nota itu, diapun menerimanya. "Tunggu sebentar ya, aku ambil uangnya dulu."Aku mengangguk."Oh iya mbak, bisa minta tolong sekalian dibawakan ke dalam, soalnya anak-anak sudah menunggu," pintanya."Baik, mbak," jawabku gugup. Dagdigdug, debaran jantungku berirama makin tak menentu, rasanya begitu canggung."Hasbi, tolong ya, bantu mbaknya ke dalam," pinta wanita cantik itu."Ayo ikut," ajak Mas Hasbi, ia menenteng dua kresek besar s
Dia berjalan mendekat ke arah kami. "Maaf pak, saya mau bicara sama istri saya," ujar Mas Rizki, ekspresi wajahnya terlihat tidak suka. "Istri? Bukankah kalian sudah berpisah?" sela Mas Hasbi. "Kami belum resmi bercerai, pak. Jadi kami masih sah suami istri," jawab Mas Rizki lagi penuh penekanan. Ia menarik tanganku menjauh dari Mas Hasbi. Mas Hasbi hanya terdiam dan memandang kami dengan tatapan penuh tanya. "Kenapa sih kamu sering datang ke kantor?" tanyanya bersungut-sungut kesal. "Kamu gak lihat mas, aku sedang bekerja?" "Bekerja atau menggoda pria lain? Ingat ya, kamu ini masih istri sahku!" Deg! Mas Rizki setega itukah memfitnahku? "Astaghfirullah aku gak sepicik kamu, mas! Aku sedang bekerja, mengantarkan pesanan." "Berapa? Kamu butuh berapa? Apa kamu benar-benar sudah kekurangan uang sampai rela melakukan hal memalukan seperti ini?" tanyanya lagi. "Memalukan? Tidak, aku tidak malu, aku melakukan
"Keysha gak suka ya, om datang lagi ke tempat Tante Nadia. Ingat om, kita akan segera menikah!" Keysha menarik lenganku dan kami masuk ke mobil. Aku sempat menoleh dan memandang ke arah Nadia. Dia memandang kami dengan tatapan nanar. Sepanjang perjalanan Keysha mengomeliku tanpa henti. "Om udah gak sayang lagi sama Key?" "Om udah gak cinta lagi sama Key?" "Kenapa Om pulang ke rumah Tante Nadia?" "Om jahat! Om gak menghargai perasaan Keysha!" "Om kenapa lakukan ini sama Keysha? Bukankah om sudah berjanji akan menikah dengan Keysha dan menceraikan tante?!" "Keysha, diaamm!!!" bentakku hingga membuatnya terbungkam. Dia menunduk sambil terisak. Air matanya tumpah. Aaarghhh, lagi-lagi senjatanya hanya menangis. Telingaku sangat berisik mendengar rengekannya yang seperti anak kecil hingga membuatku membentaknya. Sampai di rumah ibu, Keysha langsung turun dan menuju kamarnya. Dia hanya meny
Sore itu aku menjemput Keysha pulang kuliah, wajahnya terlihat lesu, seperti ada masalah yang disembunyikan. Sejak kemarin Keysha ngambek, kami memang belum saling berbicara lagi setelah kubentak kemarin. Makanya aku berinisiatif untuk menjemputnya kuliah. Aku ingin berdamai dengannya. Apalagi besok pernikahanku digelar, masa iya pengantin baru diem-dieman? Keysha naik ke mobilku, dengan wajah yang ditekuk, cemberut. "Mau jalan-jalan?" tanyaku memecah keheningan. Dia hanya menatapku lalu menggeleng perlahan. "Lho kenapa lesu gitu? Biasanya semangat kalau diajak jalan-jalan?" tanyaku lagi. Dia menatap ke arahku lagi, sepertinya ia sangat takut untuk berbicara. "Ada apa? Kenapa diam aja?" aku benar-benar penasaran, biasanya dia sangat ceriwis dan ceria, sekarang dia diam saja jadi seperti ada yang hilang darinya. "Takuuut..." ucapnya lirih. "Takut? Takut apa?" tanyaku penasaran. "Takut om marah lagi kayak kemarin,
"Apa maksud ibu?""Halaaah jangan pura-pura tidak tahu deh! Kamu kan yang nyuruh preman-preman untuk menculik Keysha?!""Tidak, Bu. Aku tidak tahu menahu tentang itu. Aku bahkan baru tahu karena ibu ngomong ini. Jadi bener mas, Keysha diculik?" Nadia balik bertanya dengan nada khawatir.Aku mengangguk. Hah, dia hanya bertanya keponakannya saja, bahkan wajahku yang babak belur begini tidak ia tanyakan.Prok ... Prok ... Prok ..."Aktingmu benar-benar bagus, Nad! Hebat kamu!" sindir ibu. "Kamu sengaja kan lakukan ini agar Rizki dan Keysha tidak jadi nikah?""Astaghfirullah hal'adzim, aku gak punya pikiran licik seperti itu, bu. Mas Rizki mau nikah, nikah saja, aku gak peduli. Buat apa aku repot-repot nyuruh preman buat nyulik Keysha. Gak ada untungnya buat aku. Dan kamu yang bilang sendiri kan mas? Aku kekurangan uang? Terus aku punya uang dari mana untuk bayar para preman itu?" ujarnya dengan menatapku tajam."Iya Bu, Nadia benar, dia
"Lalu Rizki harus gimana, Bu? Dari pada Keysha dan bayiku kenapa-napa." "Terus kamu mau dapat uang dari mana dengan waktu sesingkat itu? Kamu punya tabungan?" Aku menghela nafas dalam-dalam. Itu juga yang aku pikirkan. Uang di rekening tabungan hanya ada 70 juta, sisanya harus kucari kemana? "Hishh, semenjak kamu sama bocah itu, hidup kita jadi gak tentram gini!" "Sudah Bu, Rizki mau pergi dulu." "Kemana?" "Cari pinjaman Bu, kalau gak ada terpaksa Rizki akan jual mobil." "Apaaaa...?" Kutinggalkan ibu yang masih tercengang dengan ucapanku. Ya mau bagaimana lagi. Jual mobil juga gak semudah dan secepat jualan gorengan yang langsung habis. Aku bergegas menuju ke bengkel dengan naik ojek. Beruntung, sampai di bengkel, mobil sudah diservis karena tidak ada kerusakan yang berarti. Setelah membayar tagihan itu, aku bergegas ke rumah Nadia. Aku akan desak dia, supaya dia bisa membantuku. Aku sangat yakin
Aku mulai membuka mata. Kepalaku terasa begitu pening. Kulihat sekeliling, aku berada di sebuah ruangan kamar. "Akhirnya kau sadar juga, sayang," ujarnya. Aku menoleh ke asal suara. Lelaki itu tersenyum kemudian menyesap minumannya. Aroma kopi tercium begitu wangi. "Andhika, kau?" pekikku. Jadi dia yang sudah membawaku kesini dan membuat om Rizki babak belur? Dia tersenyum kecil. "Jadi kau yang lakukan semua ini?" tanyaku lagi. Dia menaruh kembali gelas itu dan mendekat ke arahku. "Sudah kubilang kan sayang, aku akan buat perhitungan padanya karena dia sudah merebut kekasihku," jawabnya dengan nada lembut tapi penuh penekanan. Dia membelai rambutku. "Kau jahat sekali, Andhika!" ketusku, heran kenapa dia bisa tahu Om Rizki, bagaimana caranya dia mencari tahu semua ini? "Bukan aku yang jahat, sayang. Tapi kamu ..." "Apa maksudmu?" "Kamu yang sudah menduakan cintaku, aku sungguh tak r
"Nadia ... dingiiiin ..."Nadia panik, ia langsung mengambil selimut untuk menutupi tubuh sang suami agar tak kedinginan. Ia pun berlalu ke belakang, mengambil air panas di baskom dan juga handuk kecil untuk mengompres kening sang suami.Setelah hampir dua puluh menit, rasa dingin mulai mereda. Hasbi bangkit, kepalanya terasa begitu pening dan berputar-putar."Mas, kamu sudah mendingan? Sudah gak dingin lagi?"Hasbi mengangguk. "Iya tapi pusing banget.""Masih kuat kan buat sholat?""Masih sayang.""Ini diminum dulu air hangat, Mas. Biar badanmu hangat.""Makasih, Dek." Hasbi meraih gelas air minum itu lalu meneguknya pelan. Nadia membantunya meletakkan gelas di meja."Ya sudah sekarang sholat dulu. Aku buatin bubur buat kamu ya, Mas."
Nadia berkaca di depan cermin riasnya. Dia berputar-putar sejenak, melihat pantulan dirinya di depan cermin."Mas, kayaknya aku gendutan deh, nih lihat lemak di perut gak ilang-ilang!" ujar Nadia sembari memanyunkan bibir.Hasbi tersenyum dan menghampirinya. Memeluk tubuh sang istri dari belakang.“Gak papa kok kamu gendutan, hatiku masih muat tuh buat kamu.”"Iiih, berarti beneran dong aku gendut!" cebik Nadia kesal."Sayang, di perutmu ini kan sudah lahir buah cinta kita. Dia tumbuh di rahimmu selama sembilan bulan lamanya, ya wajar saja kalau perutmu sudah gak kayak dulu lagi.""Tapi kan--""Sssttt ... Aku akan menerima kamu apa adanya sayang. Tak peduli dengan perubahan bentuk fisikmu, aku tetap mencintaimu."Kecupan lembut kembali mendarat di puncak kepala Nadia. Nadia mengulum senyum. Merasa berarti dengan perhatian yang suaminya berikan."Yakin kamu gak akan berpaling meskipun aku berubah g
Mobil mereka memasuki kawasan wisata Pantai Tanjung Lesung yang terletak di Pandeglang, Banten. Waktu yang ditempuh sampai ke lokasi hampir menghabiskan waktu 3,5 jam.Satu persatu dari mereka turun dan meregangkan otot tubuhnya. Lalu beranjak menuju ke homestay yang sudah direservasi oleh Hasbi satu hari sebelumnya.Terlihat wajah-wajah yang riang dan gembira, untuk berlibur melepaskan rasa penat karena aktivitas.Begitu pula dengan Nadia dan anak-anak, mereka masuk ke dalam villa yang spesial dipesankan oleh Hasbi."Bunda, ayo kita main ke pantai!" ajak Cinta. Dia menarik tangan Nadia untuk beranjak bangun."Iya, sebentar sayang. Istirahat dulu di sini ya.""Bunda, aku mau main pasir putih," sahutnya lagi."Iya sayang. Sebentar, bunda ganti baju dulu nih biar santai.""Yeayy asyiiikkk ..." Zikri dan Cinta saling ber-tos ria, berjingkrak senang seperti tak ada lelah."Panas-panas mau main di pantai?" tanya Hasbi.
"Hei ... kalian habis dari mana saja, Sayang?" sambut Hasbi ketika sampai di rumah.Dua bocah kecil itu menghambur ke arahnya. Memeluknya dengan sangat erat dan antusias."Ayah, aku dapet ini!" seru Zikri seraya menunjukkan boneka Frog ke ayahnya."Aku juga dapat ini, Yah!" timpal Cinta sembari menunjukkan boneka beruang miliknya."Bunda hebaaat ... Bunda bisa ambil ini di permainan capit boneka," puji Zikri lagi."Wah, bunda kalian memang hebat ya," sahut Hasbi menanggapi dua bocah kecil itu.Nadia tersenyum melihat celotehan mereka.Rasanya bahagia, kebahagiaan yang sederhana."Nah, sekarang kalian mandi dulu ya, udah sore. Mak Piah dan Mbak Sarni akan memandikan kalian.""Yeaaay ... Horeee ...!"Dua bocah kecil itu berlarian ke dalam. Nadia dan Hasbi ters
"Mas, aku dengar kabar kalau katanya jenazah Andin mengeluarkan bau tak sedap bahkan kejadian-kejadian aneh lain saat di pemakaman."Hasbi menoleh ke arah istrinya. Menghentikan aktivitasnya yang tengah memeriksa pekerjaan di laptop. Memang benar, desas desus berita tentang kematian Andin santer terdengar."Aku gak nyangka wanita secantik dia harus mengalami kejadian mengenaskan seperti ini.""Sssttt ... Jangan dibicarakan lagi. Itu adalah aib. Kita lupakan saja. Doakan yang terbaik untuk almarhumah.""Iya, Mas. Maaf.""Iya, tak apa. Aku tahu kok perasaanmu. Mulai sekarang kita fokus sama kehidupan kita saja ya, yang berlalu biarlah berlalu."Nadia mengangguk."Ambil hikmahnya saja, setiap perbuatan pasti akan ada balasannya, baik maupun buruk."Nadia tersenyum dan langsung mem
" ... Musibah kebakaran terjadi di kawasan elit tengah kota xxx ... Melanda kawasan apartemen mewah. Sementara, penyebab kebakaran diduga karena korsleting listrik, petugas polisi sedang menyelidiki kasus ini ... Seorang wanita berusia dua puluh delapan tahun menjadi korban meninggal atas tragedi kebakaran petang tadi ..."Sebuah tayangan televisi menampilkan berita kebakaran hebat yang cukup memprihatinkan."Mas, kamu kenapa?" tanya Nadia saat menghampirinya dan memberikan segelas teh manis hangat untuk sang suami."Ada berita kebakaran di tengah kota, Dek." Kedua mata Hasbi masih belum terlepas dari layar benda datar itu.Nadia menoleh dan melihat tayangan berita di televisi."Seorang korban sudah berhasil diidentifikasi, nama Andin Yozita 28 tahun, berprofesi sebagai staff kantor, menjadi korban tewas dalam insiden kebakaran kali ini."Nadia dan Hasbi saling berpandangan."Mas, apa yang dimaksu
Praaannkk ....!! Wanita itu memecahkan barang-barang di sekitarnya. Rasa amarah, dendam, benci yang tak berkesudahan menguasai hatinya."Semua gara-gara kamu, Nadia! Semua gara-gara kamu!!" teriaknya geram.Hari itu setelah kondisi badannya kembali fit, dan sembuh dari alergi, ia menyelidiki siapa pengirim paket misterius itu hingga mendapatkan informasi kalau pengirimnya adalah Nadia."Kau benar-benar licik, Nadia! Awas saja, aku akan membalasnya lebih menyakitkan!"***"Maaf Andin hubungan kita, kita sudahi sampai di sini," pungkas Roy dengan raut wajah serius."Kenapa? Kenapa kau memutuskan hubungan ini secara sepihak, Mas?"Roy hanya tersenyum masam. "Tanyalah pada dirimu sendiri, kau berhubungan tak cukup dengan seorang laki-laki, padahal selama ini aku sudah memenuhi semua kebutuhanmu, gaya hidupmu, aku menanggung semuanya. Tapi hatimu justru kau berikan pada pria lain.""Pasti bukan itu saja alasannya!"
"Mas, kenapa bisa seperti ini?""Aku gak tau Nadia, saat pulang ke rumah aku menemukannya pingsan di halaman belakang, Cinta menangis gak jauh dari tempat ibunya terjatuh.""Ya Allah ..." Mendengar ucapan mantan suaminya, tanpa terasa kedua mata Nadia kembali menitikkan air mata, ia merasa sangat iba."Apa Keysha tidak mengeluh apa-apa?""Tidak, dia cuma bilang pusing. Tapi dia juga bilang tak ingin merepotkanku ataupun kamu. Aku yakin dia berusaha sekuat mungkin menyembunyikan rasa sakitnya."Nadia menghela nafas dalam-dalam. Ia tak menyangka keponakannya pergi begitu cepat."Oh iya, Mas Rizki, Cinta mana?"Rizki tergagap. "Ah tadi dia diajak sama suster."Nadia mengangguk sembari tersenyum tipis. "Mas, aku cuma mau bilang kamu yang sabar ya. Aku tahu ini berat, tapi ini semua sudah suratan takdir Yang Maha Kuasa.""Iya, terima kasih Nadia.""Mas, aku cari Cinta dulu. Biar kuambil dari perawat."
Rizki sudah membeli buket bunga mawar untuk diberikan pada istrinya. Ya, hari ini Keysha ulang tahun. Dia akan memberikan sedikit kejutan untuknya. Kasihan wanita itu, selama ini harus ikut bersusah payah dengan kondisi mereka.Rizki bersiul-siul riang, biasanya kalau sore-sore begini, Keysha menunggunya di teras sambil bermain dengan Cinta, buah hati mereka.Lelaki itu melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah. Kenapa sepi sekali? Batinnya bertanya-tanya sendiri."Keysha? Cinta? Kalian dimana?" panggil Rizki. Lelaki itu mencari ke setiap sudut rumah, tapi tak ia temukan mereka dimanapun."Kemana mereka?"Samar-samar terdengar suara anak kecil menangis. Rizki menajamkan pendengarannya. Jangan-jangan itu Cinta?Gegas, dia lari ke belakang. Suara tangisan Cinta terdengar makin kencang. Dari kejauhan ia melihat sosok anak kecil sedang menangis di antara rimbunnya rerumputan."Astaghfirullah hal adzim. Cinta!" teria