Aku dan dia sama-sama terkejut karena dipertemukan disaat yang tak terduga.
"Apa kabar, Bro?" tanyanya sembari meninju pelan lenganku. Dia melirik kearah Keysha, akupun segera merangkulnya. Mungkin ada banyak pertanyaan dibenaknya, juga tentang Nadia.
"Baik, kamu gimana?"
"Alhamdulillah, aku juga baik."
"Ehm ehm, yang baru pulang dari luar negeri, tambah sukses aja nih," sindirku.
Dia tersenyum. "Alhamdulillah. Oh iya, dia siapa? Nadia apa kabarnya?"
"Hmmm, kenalin Has, ini calon istriku yang baru."
"Calon istri yang baru?" ucapnya mengulangi pertanyaanku. "Kamu pisah sama Nadia?" tanyanya lagi dengan rona wajahnya berubah serius.
"Ya, begitulah," jawabku santai.
Lelaki itu nampak menggelengkan kepalanya seakan tak percaya. Namanya Hasbi, teman lama sekaligus rivalku dulu.
Awalnya, Hasbi dan Nadia sudah hampir menikah, karena suatu hal Hasbi harus pergi keluar negeri, ia meminta Nadia untuk menunggu, namun Hasbi seperti hilang ditelan bumi, ia tak memberi kabar apapun terhadap Nadia. Ah bukan, kejadiannya bukan seperti itu, sebenarnya aku yang sengaja tak menyampaikan pesan Hasbi untuk Nadia.
Hubungan mereka pun kandas tanpa status yang jelas. Dan perlahan aku masuk dalam kehidupan Nadia menjadi pelipur laranya. Hingga Nadia luluh dan bersedia menerimaku. Entah kenapa saat itu aku jadi benar-benar jatuh cinta pada calon istri sahabatku.
Makanya saat Hasbi pergi, itu membuat peluang besar untukku meraih hati Nadia. Singkatnya aku dan Nadia menikah. Akupun mengabari Hasbi bahwa Nadia sudah menjadi istriku. Sejak saat itu, kami putus kontak, sebelumnya dia bilang semoga aku dan Nadia bisa berbahagia. Hingga iapun benar-benar menghilang tanpa kabar apapun.
Lalu sekarang dia datang lagi? Untuk apa dia pulang ke Indonesia?
"Hasbi, maaf ya, aku cabut dulu," ujarku padanya.
"Oke."
Didalam perjalanan, aku masih memikirkan Hasbi. Kenapa dia datang disaat aku dan Nadia dalam masalah? Kalau Hasbi tahu yang sebenarnya bahwa akulah yang menyebabkan mereka berpisah, bisa tamat riwayatku. Apalagi sekarang aku sudah mencampakkan Nadia.
Kupukul stir bundar itu. Hingga membuat Keysha kaget.
"Om, om kenapa?" tanyanya. Aku melirik kearahnya sembari mengambil nafas dalam-dalam.
"Tidak apa-apa, Key."
"Nyetirnya hati-hati, Om."
"Iya, Key."
"Tadi siapa? Teman Om?" tanya Keysha ingin tahu.
"Iya, dia teman lama Om."
"Sepertinya Keysha juga pernah lihat deh, tapi dimana ya?" tanyanya kembali.
Ya iyalah pernah lihat, sebelum berangkat ke luar negeri dia pernah datang ke rumah orang tuamu untuk bertemu dengan Nadia. Kamu pasti gak ingat, karena saat itu kamu baru lulus SMP.
"Mungkin orang yang mirip saja. Sudahlah gak usah dipikirin, gak penting juga," sahutku asal.
***
"Kamu beli apa aja?" tanya ibu dengan tatapan tak suka.
Keysha memberikan tas-tas belanjaan itu kepada ibu.
"Kau beli baju sebanyak ini? Buat apa? Kamu cuma morotin anak saya ya?" bentak ibu. Keysha menunduk tanpa mampu bersuara.
"Bu, sudahlah bu. Tidak apa-apa sekali-kali begini. Kan gak tiap hari."
"Belum juga jadi istrimu dia sudah boros begini, apa jadinya nanti kalau dia dah resmi jadi istrimu? Bisa-bisa kau tidak punya tabungan!" seru ibu lagi.
"Tenanglah Bu, tenang, dia sedang mengandung anakku lho bu. Dia gak boleh stress, tolong ibu mengerti dia ya."
Aku berusaha menenangkan ibu. Memang terkesan boros sih, Keysha mengambil semua baju-baju yang dia suka dan harganya mahal-mahal pula. Tapi tadi aku juga yang bilang, untuk mengambil semua yang dia sukai. Tapi ternyata tak habis pikir, sekali belanja tadi habis lebih dari lima juta, jatah yang kuberikan untuk Nadia selama sebulan habis dalam sekejap.
Ibu mendengkus kesal. "Kalau kamu kayak gini lagi, mending gak usah nikah sama anakku!"
Keysha tersentak mendengar bentakan ibu.
"Lho, kok gitu, Bu?" pungkasku tak percaya ibu bilang seperti itu.
"Dari sini aja udah kelihatan, dia cuma mau foya-foya aja. Dia cuma morotin kamu! Kalau kayak begitu sih mending bayar aja dia. Biayai dia selama hamil dan melahirkan, nanti kalau anak itu lahir biar ibu yang urus. Dari pada ngurusin istri boros modelan kayak dia!"
"Ibu, jaga ucapan ibu. tolonglah bu hargai Keysha!"
"Halaaah, dia aja sudah mau memberikan kehormatannya sendiri sebelum nikah, buat apa repot-repot untuk menghargai. Gadis baik-baik tidak mungkin menyerahkan mahkota kehormatannya sebelum dia dinikahi!" lagi-lagi ibu menghina Keysha. Aku jadi sangat geram melihatnya.
"Rizki yang sudah khilaf, Bu."
"Bukan kamu saja tapi dia juga!"
Keysha nampak berlari keluar rumah.
"Ibu! Kata-kata ibu benar-benar keterlaluan!" seruku pada ibu.
"Rizki, kamu berani ya sama ibu!" teriak ibu lagi.
Tak kupedulikan ocehan ibu, aku segera berlari mengejar Keysha. Hah, dasar ibu, kenapa ibu tak pernah akur dengan para menantunya. Sama Nadia juga suka marah-marah. Dan ini, sama Keysha juga. Sebenarnya apa sih mau ibu?
Kulihat Keysha terduduk di ujung jalan. Aku menghampirinya. Kompleks perumahan elit ini sangat sepi. Semua pintu rumah mewah tertutup.
"Key..."
Gadis cantik itu mendongak. "Om..."
Aku duduk disampingnya. "Yuk kita pulang, jangan ngambek kayak anak kecil begini," ajakku.
Dia menggeleng. "Ucapan ibu sangat menyakiti hatiku, Om. Aku berbuat seperti itu juga karena om berjanji akan menikahiku."
"Om akan tetap menikahimu, dengan atau tanpa restu ibu."
"Benar?"
"Ya, tentu saja!"
"Tapi..."
"Ayo kita pulang dulu."
"Gak mau om."
"Hei, kamu harus pandai mengambil hati ibu, percayalah ibu akan luluh."
"Kenapa ibu bisa tiba-tiba berubah?" tanyanya lagi.
"Emmh begini Keysha, ibu paling benci sama perempuan yang boros, karena menurutnya itu akan membuang-buang uang, tidak bisa berhemat."
Keysha mengangguk. "Tapi setelah nikah nanti, aku gak mau tinggal sama ibu," rajuk Keysha lagi.
"Iya, nanti kita sewa rumah sendiri."
"Cuma sewa? Gak beli om?"
"Ya, untuk sementara. Udah ayo kita pulang dulu," ajakku lagi sambil menarik tangannya.
***
"Bu, kami mau minta maaf," ujarku seraya menuntun Keysha agar dia mau meminta maaf pada ibu. Mendadak Keysha berlari dan berlutut di kaki ibu. Dia memeluk kaki ibu sambil menangis.
"Bu, maafin Keysha ya, bu. Keysha janji gak akan mengulanginya lagi. Keysha mohon bu, maafin Keysha," rajuknya sambil terus terisak.
Ibu menunduk dan mengamati Keysha. Sepertinya Keysha memang pandai merajuk. Buktinya ibupun luluh dengan sikapnya. Dan akhirnya ibu memaafkan kami, ia hanya meminta agar Keysha tidak mengulangi hal yang sama.
"Kamu yakin mau menikahi bocah itu?" tanya ibu lagi memastikan, saat Keysha izin ke toilet.
"Iya Bu, aku sangat yakin."
"Tapi ingat ya, kamu harus tetap kasih jatah ibu. Seperti yang selama ini kamu lakukan. Kamu tahu sendiri kan, tidak ada lagi yang bisa menjadi sandaran ibu selain kamu."
"Iya Bu, pasti."
Obrolanku dengan ibu terhenti ketika Keysha kembali hadir di tengah-tengah kami.
***
"Pak, tolong datang cepat ke kantor. Pak Direktur yang baru sebentar lagi akan datang. Kami semua sudah sampai, tinggal menunggu bapak," ucap suara dari seberang telepon.
"Kenapa tidak menghubungiku semalam?"
"Maaf pak, dari semalam bapak tidak bisa dihubungi," tukasnya lagi. Dia salah satu staffku di kantor. Aku baru ingat, semalam memang aku mematikan ponselku karena tidak ingin diganggu.
"Baik, baik, aku segera kesana," sahutku sembari mematikan telepon.
Aku beranjak dari meja makan, belum sempat kunikmati sarapan sudah ada kejutan pagi-pagi. Bisa gawat kalau aku terlambat di hari pertama pak direktur datang. Disangkanya aku orang malas, apalagi terdengar rumor kalau direktur yang baru itu sangat disiplin, ia akan menindak tegas para staff maupun pekerjanya bila terlambat.
"Lho, Riz, kamu gak sarapan dulu?" tegur ibu.
"Tidak, bu. Lain kali saja. Ini sudah ditunggu," jawabku sambil menyalami tangan ibu. Sedangkan Keysha, sepertinya dia masih di kamar. Sangat disayangkan, kalau kamu seperti ini bisa-bisa ibu tidak merestui hubungan kita, gerutuku dalam hati. Tapi apa boleh buat, pagi ini aku ada urusan yang lebih penting.
Kulajukan mobilku dengan kecepatan tinggi, namun sayang ditengah perjalanan aku terjebak macet. Ramai kendaraan karena ini jam berangkat ngantor. Lagi-lagi aku menghempaskan nafas kasar. Kalau kayak begini terus aku bisa telat nih!
Sesampainya di kantor, benar apa yang aku takutkan, semua sudah datang dan menyambut direktur baru, hanya aku yang terlambat. Apakah aku akan dihukum?
"Pak direktur sudah datang?" tanyaku pada salah satu staff.
"Sudah pak, sudah ada di ruangannya."
Aku mengangguk. Aku harus meminta maaf dan harus bisa mengambil hati direktur. Aku beranjak menemui atasanku itu. Segera ku ketuk pintu kaca itu.
"Masuk," jawab suara dari dalam.
Aku masuk ke ruangannya yang dingin full udara AC. Seseorang nampak duduk membelakangi meja. Yang nampak hanya rambutnya yang hitam
"Maaf pak, tadi saya tidak ikut penyambutan kedatangan bapak, saya terjebak macet di jalan, mohon bapak bisa memakluminya," ujarku dengan hati-hati, paling tidak aku harus mengakui kesalahan terlebih dahulu.
Ia memutar kursinya hingga duduknya lurus berhadapan denganku.
Hasbi? Untuk apa dia duduk di kursi direktur?
"Kita putus!!" tegasku yang membuat dia tersentak. Ia yang semula berjibaku dengan handphonenya, main game online, langsung beralih menatapku dengan pandangan penuh tanya. "Apa maksudmu, Key?" "Kamu gak dengar? Kita putus!!" "Tapi Key, tunggu...!" Ia masih mencegah langkahku dengan mencekal pergelangan tanganku. "Apa?" Aku masih bersikap ketus padanya. "Kenapa tiba-tiba kamu mengajakku putus? Apa salahku?" Aku tak menanggapinya dan berlalu begitu saja meninggalkannya. "Key, tunggu Key ...!" teriaknya mengejarku. "Kamu gak dengar? Kita putus! Mulai hari ini aku gak mau jadi pacarmu lagi!" "Tapi kenapa? Apa salahku?" "Introspeksi sendiri kenapa aku minta putus dari kamu!" Ia terpaku, mungkin dia tak menyangka aku akan mengakhiri hubungan ini. Aku segera menaiki mobil Om Rizki yang sudah menungguku di parkiran. Yup, Om Rizki sudah menungguku sedari tadi.
Entah sejak kapan perlakuan Andhika sedikit berubah. Dia mempunyai hobi baru, main game online yang sedang viral dan terkenal itu. Hingga aku diabaikan. Dia memang masih mengajakku jalan tapi tidak seperti dulu.Sore itu aku masih menunggu Andhika di depan kampus. Tapi dia tak kunjung muncul padahal sudah lewat satu jam dari waktu janjian. Aku menghubunginya namun tidak direspon.Hingga kulihat sebuah mobil mendekat. Mobil Om Rizki. Dia berhenti tepat di depanku berdiri."Key, sedang nunggu siapa? Ayo pulang," ajak Om Rizki. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri, namun tak ada tanda-tanda Andhika akan muncul."Ayo naik, udah sore lho," sergah Om Rizki lagi. Akhirnya akupun naik ke dalam mobilnya.Sejak hari itu Om Rizki jadi sering mengantar jemputku. Aku merasa justru akhir-akhir ini perhatian Om Rizki terlalu berlebihan. Diapun sering mencuri-curi pandang ke arahku. Diam-diam aku juga sering memperhatikannya ketika dia sedang bersama Tante Nadia, terl
Aku tak boleh berlarut-larut dalam kesedihan. Kini, saatnya aku bangkit. Balas dendam? Tidak, bukan itu yang akan kulakukan. Untuk apa aku mengotori tanganku dengan balas dendam. Aku yakin semua akan terbalaskan suatu saat nanti. Yang akan aku lakukan hanya membuktikan pada suamiku, bahwa aku bukan perempuan lemah, yang merengek meminta bantuan untuk dikasihani. Oh, tidak. Akan kubuat suamiku menyesal dengan cara yang elegan. Ya, caranya aku harus menjadi wanita sukses, justru lebih sukses dari dia. Meskipun awal-awal pasti akan ada banyak halangan dan rintangan, tidak, sekali lagi aku tidak akan menyerah. Air mata ini terlalu mahal untuk menangisi lelaki pengkhianat seperti dia. Saat itu tatapannya yang penuh ejekan, serta memandang rendah aku yang seorang ibu rumah tangga. Seolah aku tidak bisa hidup tanpa nafkah darinya, itu yang membuatku semakin sakit. Baiklah mas, ayo kita buktikan, hidup siapa yang akan lebih bahagia. Aku atau kamu? Aku sudah mengurus
"Hasbiiii, siapa yang datang? Apa kurir pengantar makanan?" tanya suara seorang perempuan dari dalam. Kemudian wanita cantik itu datang menghampiri kami yang sedari tadi terdiam."Hei, ada orang kok bengong aja!" tukas wanita itu sambil menepuk lengannya. Mas Hasbi hanya tersenyum sambil sesekali melirikku. Senyumannya masih sama, seperti dulu. Tak ada yang berubah darinya."Berapa semuanya, Mbak?" tanya wanita itu, setelah dia tahu aku membawa makanan yang mereka pesan."Ini mba." Kuserahkan nota itu, diapun menerimanya. "Tunggu sebentar ya, aku ambil uangnya dulu."Aku mengangguk."Oh iya mbak, bisa minta tolong sekalian dibawakan ke dalam, soalnya anak-anak sudah menunggu," pintanya."Baik, mbak," jawabku gugup. Dagdigdug, debaran jantungku berirama makin tak menentu, rasanya begitu canggung."Hasbi, tolong ya, bantu mbaknya ke dalam," pinta wanita cantik itu."Ayo ikut," ajak Mas Hasbi, ia menenteng dua kresek besar s
Dia berjalan mendekat ke arah kami. "Maaf pak, saya mau bicara sama istri saya," ujar Mas Rizki, ekspresi wajahnya terlihat tidak suka. "Istri? Bukankah kalian sudah berpisah?" sela Mas Hasbi. "Kami belum resmi bercerai, pak. Jadi kami masih sah suami istri," jawab Mas Rizki lagi penuh penekanan. Ia menarik tanganku menjauh dari Mas Hasbi. Mas Hasbi hanya terdiam dan memandang kami dengan tatapan penuh tanya. "Kenapa sih kamu sering datang ke kantor?" tanyanya bersungut-sungut kesal. "Kamu gak lihat mas, aku sedang bekerja?" "Bekerja atau menggoda pria lain? Ingat ya, kamu ini masih istri sahku!" Deg! Mas Rizki setega itukah memfitnahku? "Astaghfirullah aku gak sepicik kamu, mas! Aku sedang bekerja, mengantarkan pesanan." "Berapa? Kamu butuh berapa? Apa kamu benar-benar sudah kekurangan uang sampai rela melakukan hal memalukan seperti ini?" tanyanya lagi. "Memalukan? Tidak, aku tidak malu, aku melakukan
"Keysha gak suka ya, om datang lagi ke tempat Tante Nadia. Ingat om, kita akan segera menikah!" Keysha menarik lenganku dan kami masuk ke mobil. Aku sempat menoleh dan memandang ke arah Nadia. Dia memandang kami dengan tatapan nanar. Sepanjang perjalanan Keysha mengomeliku tanpa henti. "Om udah gak sayang lagi sama Key?" "Om udah gak cinta lagi sama Key?" "Kenapa Om pulang ke rumah Tante Nadia?" "Om jahat! Om gak menghargai perasaan Keysha!" "Om kenapa lakukan ini sama Keysha? Bukankah om sudah berjanji akan menikah dengan Keysha dan menceraikan tante?!" "Keysha, diaamm!!!" bentakku hingga membuatnya terbungkam. Dia menunduk sambil terisak. Air matanya tumpah. Aaarghhh, lagi-lagi senjatanya hanya menangis. Telingaku sangat berisik mendengar rengekannya yang seperti anak kecil hingga membuatku membentaknya. Sampai di rumah ibu, Keysha langsung turun dan menuju kamarnya. Dia hanya meny
Sore itu aku menjemput Keysha pulang kuliah, wajahnya terlihat lesu, seperti ada masalah yang disembunyikan. Sejak kemarin Keysha ngambek, kami memang belum saling berbicara lagi setelah kubentak kemarin. Makanya aku berinisiatif untuk menjemputnya kuliah. Aku ingin berdamai dengannya. Apalagi besok pernikahanku digelar, masa iya pengantin baru diem-dieman? Keysha naik ke mobilku, dengan wajah yang ditekuk, cemberut. "Mau jalan-jalan?" tanyaku memecah keheningan. Dia hanya menatapku lalu menggeleng perlahan. "Lho kenapa lesu gitu? Biasanya semangat kalau diajak jalan-jalan?" tanyaku lagi. Dia menatap ke arahku lagi, sepertinya ia sangat takut untuk berbicara. "Ada apa? Kenapa diam aja?" aku benar-benar penasaran, biasanya dia sangat ceriwis dan ceria, sekarang dia diam saja jadi seperti ada yang hilang darinya. "Takuuut..." ucapnya lirih. "Takut? Takut apa?" tanyaku penasaran. "Takut om marah lagi kayak kemarin,
"Apa maksud ibu?""Halaaah jangan pura-pura tidak tahu deh! Kamu kan yang nyuruh preman-preman untuk menculik Keysha?!""Tidak, Bu. Aku tidak tahu menahu tentang itu. Aku bahkan baru tahu karena ibu ngomong ini. Jadi bener mas, Keysha diculik?" Nadia balik bertanya dengan nada khawatir.Aku mengangguk. Hah, dia hanya bertanya keponakannya saja, bahkan wajahku yang babak belur begini tidak ia tanyakan.Prok ... Prok ... Prok ..."Aktingmu benar-benar bagus, Nad! Hebat kamu!" sindir ibu. "Kamu sengaja kan lakukan ini agar Rizki dan Keysha tidak jadi nikah?""Astaghfirullah hal'adzim, aku gak punya pikiran licik seperti itu, bu. Mas Rizki mau nikah, nikah saja, aku gak peduli. Buat apa aku repot-repot nyuruh preman buat nyulik Keysha. Gak ada untungnya buat aku. Dan kamu yang bilang sendiri kan mas? Aku kekurangan uang? Terus aku punya uang dari mana untuk bayar para preman itu?" ujarnya dengan menatapku tajam."Iya Bu, Nadia benar, dia
"Nadia ... dingiiiin ..."Nadia panik, ia langsung mengambil selimut untuk menutupi tubuh sang suami agar tak kedinginan. Ia pun berlalu ke belakang, mengambil air panas di baskom dan juga handuk kecil untuk mengompres kening sang suami.Setelah hampir dua puluh menit, rasa dingin mulai mereda. Hasbi bangkit, kepalanya terasa begitu pening dan berputar-putar."Mas, kamu sudah mendingan? Sudah gak dingin lagi?"Hasbi mengangguk. "Iya tapi pusing banget.""Masih kuat kan buat sholat?""Masih sayang.""Ini diminum dulu air hangat, Mas. Biar badanmu hangat.""Makasih, Dek." Hasbi meraih gelas air minum itu lalu meneguknya pelan. Nadia membantunya meletakkan gelas di meja."Ya sudah sekarang sholat dulu. Aku buatin bubur buat kamu ya, Mas."
Nadia berkaca di depan cermin riasnya. Dia berputar-putar sejenak, melihat pantulan dirinya di depan cermin."Mas, kayaknya aku gendutan deh, nih lihat lemak di perut gak ilang-ilang!" ujar Nadia sembari memanyunkan bibir.Hasbi tersenyum dan menghampirinya. Memeluk tubuh sang istri dari belakang.“Gak papa kok kamu gendutan, hatiku masih muat tuh buat kamu.”"Iiih, berarti beneran dong aku gendut!" cebik Nadia kesal."Sayang, di perutmu ini kan sudah lahir buah cinta kita. Dia tumbuh di rahimmu selama sembilan bulan lamanya, ya wajar saja kalau perutmu sudah gak kayak dulu lagi.""Tapi kan--""Sssttt ... Aku akan menerima kamu apa adanya sayang. Tak peduli dengan perubahan bentuk fisikmu, aku tetap mencintaimu."Kecupan lembut kembali mendarat di puncak kepala Nadia. Nadia mengulum senyum. Merasa berarti dengan perhatian yang suaminya berikan."Yakin kamu gak akan berpaling meskipun aku berubah g
Mobil mereka memasuki kawasan wisata Pantai Tanjung Lesung yang terletak di Pandeglang, Banten. Waktu yang ditempuh sampai ke lokasi hampir menghabiskan waktu 3,5 jam.Satu persatu dari mereka turun dan meregangkan otot tubuhnya. Lalu beranjak menuju ke homestay yang sudah direservasi oleh Hasbi satu hari sebelumnya.Terlihat wajah-wajah yang riang dan gembira, untuk berlibur melepaskan rasa penat karena aktivitas.Begitu pula dengan Nadia dan anak-anak, mereka masuk ke dalam villa yang spesial dipesankan oleh Hasbi."Bunda, ayo kita main ke pantai!" ajak Cinta. Dia menarik tangan Nadia untuk beranjak bangun."Iya, sebentar sayang. Istirahat dulu di sini ya.""Bunda, aku mau main pasir putih," sahutnya lagi."Iya sayang. Sebentar, bunda ganti baju dulu nih biar santai.""Yeayy asyiiikkk ..." Zikri dan Cinta saling ber-tos ria, berjingkrak senang seperti tak ada lelah."Panas-panas mau main di pantai?" tanya Hasbi.
"Hei ... kalian habis dari mana saja, Sayang?" sambut Hasbi ketika sampai di rumah.Dua bocah kecil itu menghambur ke arahnya. Memeluknya dengan sangat erat dan antusias."Ayah, aku dapet ini!" seru Zikri seraya menunjukkan boneka Frog ke ayahnya."Aku juga dapat ini, Yah!" timpal Cinta sembari menunjukkan boneka beruang miliknya."Bunda hebaaat ... Bunda bisa ambil ini di permainan capit boneka," puji Zikri lagi."Wah, bunda kalian memang hebat ya," sahut Hasbi menanggapi dua bocah kecil itu.Nadia tersenyum melihat celotehan mereka.Rasanya bahagia, kebahagiaan yang sederhana."Nah, sekarang kalian mandi dulu ya, udah sore. Mak Piah dan Mbak Sarni akan memandikan kalian.""Yeaaay ... Horeee ...!"Dua bocah kecil itu berlarian ke dalam. Nadia dan Hasbi ters
"Mas, aku dengar kabar kalau katanya jenazah Andin mengeluarkan bau tak sedap bahkan kejadian-kejadian aneh lain saat di pemakaman."Hasbi menoleh ke arah istrinya. Menghentikan aktivitasnya yang tengah memeriksa pekerjaan di laptop. Memang benar, desas desus berita tentang kematian Andin santer terdengar."Aku gak nyangka wanita secantik dia harus mengalami kejadian mengenaskan seperti ini.""Sssttt ... Jangan dibicarakan lagi. Itu adalah aib. Kita lupakan saja. Doakan yang terbaik untuk almarhumah.""Iya, Mas. Maaf.""Iya, tak apa. Aku tahu kok perasaanmu. Mulai sekarang kita fokus sama kehidupan kita saja ya, yang berlalu biarlah berlalu."Nadia mengangguk."Ambil hikmahnya saja, setiap perbuatan pasti akan ada balasannya, baik maupun buruk."Nadia tersenyum dan langsung mem
" ... Musibah kebakaran terjadi di kawasan elit tengah kota xxx ... Melanda kawasan apartemen mewah. Sementara, penyebab kebakaran diduga karena korsleting listrik, petugas polisi sedang menyelidiki kasus ini ... Seorang wanita berusia dua puluh delapan tahun menjadi korban meninggal atas tragedi kebakaran petang tadi ..."Sebuah tayangan televisi menampilkan berita kebakaran hebat yang cukup memprihatinkan."Mas, kamu kenapa?" tanya Nadia saat menghampirinya dan memberikan segelas teh manis hangat untuk sang suami."Ada berita kebakaran di tengah kota, Dek." Kedua mata Hasbi masih belum terlepas dari layar benda datar itu.Nadia menoleh dan melihat tayangan berita di televisi."Seorang korban sudah berhasil diidentifikasi, nama Andin Yozita 28 tahun, berprofesi sebagai staff kantor, menjadi korban tewas dalam insiden kebakaran kali ini."Nadia dan Hasbi saling berpandangan."Mas, apa yang dimaksu
Praaannkk ....!! Wanita itu memecahkan barang-barang di sekitarnya. Rasa amarah, dendam, benci yang tak berkesudahan menguasai hatinya."Semua gara-gara kamu, Nadia! Semua gara-gara kamu!!" teriaknya geram.Hari itu setelah kondisi badannya kembali fit, dan sembuh dari alergi, ia menyelidiki siapa pengirim paket misterius itu hingga mendapatkan informasi kalau pengirimnya adalah Nadia."Kau benar-benar licik, Nadia! Awas saja, aku akan membalasnya lebih menyakitkan!"***"Maaf Andin hubungan kita, kita sudahi sampai di sini," pungkas Roy dengan raut wajah serius."Kenapa? Kenapa kau memutuskan hubungan ini secara sepihak, Mas?"Roy hanya tersenyum masam. "Tanyalah pada dirimu sendiri, kau berhubungan tak cukup dengan seorang laki-laki, padahal selama ini aku sudah memenuhi semua kebutuhanmu, gaya hidupmu, aku menanggung semuanya. Tapi hatimu justru kau berikan pada pria lain.""Pasti bukan itu saja alasannya!"
"Mas, kenapa bisa seperti ini?""Aku gak tau Nadia, saat pulang ke rumah aku menemukannya pingsan di halaman belakang, Cinta menangis gak jauh dari tempat ibunya terjatuh.""Ya Allah ..." Mendengar ucapan mantan suaminya, tanpa terasa kedua mata Nadia kembali menitikkan air mata, ia merasa sangat iba."Apa Keysha tidak mengeluh apa-apa?""Tidak, dia cuma bilang pusing. Tapi dia juga bilang tak ingin merepotkanku ataupun kamu. Aku yakin dia berusaha sekuat mungkin menyembunyikan rasa sakitnya."Nadia menghela nafas dalam-dalam. Ia tak menyangka keponakannya pergi begitu cepat."Oh iya, Mas Rizki, Cinta mana?"Rizki tergagap. "Ah tadi dia diajak sama suster."Nadia mengangguk sembari tersenyum tipis. "Mas, aku cuma mau bilang kamu yang sabar ya. Aku tahu ini berat, tapi ini semua sudah suratan takdir Yang Maha Kuasa.""Iya, terima kasih Nadia.""Mas, aku cari Cinta dulu. Biar kuambil dari perawat."
Rizki sudah membeli buket bunga mawar untuk diberikan pada istrinya. Ya, hari ini Keysha ulang tahun. Dia akan memberikan sedikit kejutan untuknya. Kasihan wanita itu, selama ini harus ikut bersusah payah dengan kondisi mereka.Rizki bersiul-siul riang, biasanya kalau sore-sore begini, Keysha menunggunya di teras sambil bermain dengan Cinta, buah hati mereka.Lelaki itu melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah. Kenapa sepi sekali? Batinnya bertanya-tanya sendiri."Keysha? Cinta? Kalian dimana?" panggil Rizki. Lelaki itu mencari ke setiap sudut rumah, tapi tak ia temukan mereka dimanapun."Kemana mereka?"Samar-samar terdengar suara anak kecil menangis. Rizki menajamkan pendengarannya. Jangan-jangan itu Cinta?Gegas, dia lari ke belakang. Suara tangisan Cinta terdengar makin kencang. Dari kejauhan ia melihat sosok anak kecil sedang menangis di antara rimbunnya rerumputan."Astaghfirullah hal adzim. Cinta!" teria