Aku tidak tahu sejak kapan benih-benih cinta ini muncul pada gadis muda itu. Ia terlihat sangat menarik apalagi pakaiannya yang modis, memperlihatkan lekuk tubuhnya membuatku terkadang menelan saliva.
Ia terlihat begitu sempurna, seperti bunga yang baru mekar, harumnya semerbak mewangi. Bibirnya selalu dipoles dengan lipstik berwarna pink merona. Ia terlihat seperti bidadari yang turun dari langit. Apalagi rambutnya yang lurus panjang seringkali tergerai, namun aku juga sering melihat rambutnya dikuncir ke atas memperlihatkan leher jenjangnya yang putih dan mulus.
Bukan, bukan karena istriku tidak menarik. Diapun begitu cantik, ia selalu merawat penampilannya. Meskipun sederhana dan selalu tertutup gamis panjang dan jilbabnya, senyumannya begitu manis dan mendamaikan hati. Keseksian tubuhnya hanya diperlihatkan saat di depanku.
Sebagai seorang istri, iapun mampu menyenangkanku dalam segala hal. Bahkan masakannya terasa begitu luar biasa di lidah. Nadia pandai sekali memasak, ia sering melontarkan ingin membuka catering makanan, namun tidak kuperbolehkan. Aku gengsi, masa istri seorang manager harus bersusah payah untuk membuka catering? Apa kata para staffku nanti. Aku tak ingin dia kelelahan, cukup di rumah saja dan melayaniku.
"Mas, boleh gak kalau aku buka usaha catering?" ucapnya kala itu.
"Buat apa? Gak usahlah repot-repot seperti itu. Memangnya uang dari mas gak cukup?" aku balik bertanya.
Ia terdiam, mungkin kecewa mendengar pernyataanku. Memanglah segala keputusan dalam keluarga akulah yang mendominasi. Untungnya Nadia gak cerewet, dia selalu menuruti apa kataku.
"Kamu di rumah saja, gak perlu susah payah bekerja. Tinggal terima gaji dariku, beres kan?"
"Iya mas."
Aku tersenyum, Nadia gak mungkin berani melawanku. Bisa apa dia tanpa aku. Uang lima juta pasti lebih dari cukup untuk memenuhi kehidupan sehari-hari, apalagi kita belum punya anak. Akupun tak pernah mengungkit-ungkit uang itu habis untuk apa saja, asalkan ada makanan dan lauk diatas meja makan itu sudah lebih dari cukup.
Hari-hari berikutnya seperti biasanya. Nadia selalu menyambutku dengan manis. Ia memang istri yang baik, maka dari itu aku tidak ingin menceraikannya meskipun separuh hatiku mulai mencintai orang lain. Ia adalah Keysha, keponakan istriku sendiri.
Entahlah, sudah aku bilang akupun tidak tahu dari mana awalnya hingga aku dimabuk kepayang seperti ini. Gadis itu benar-benar mempunyai daya tarik sendiri. Bahkan aku jadi tergoda olehnya. Beberapa kali aku memergokinya, saat ia hanya memakai tanktop setelah selesai mandi. Rambutnya basah. Dan rinai-rinai itu seakan menggodaku untuk mendekat.
***
Siang itu aku izin pulang dari kantor. Aku pikir Nadia ada di rumah, aku ingin memberikannya kejutan, sebuah cincin permata berwarna biru. Namun sayangnya dia sedang tidak ada di rumah. Saat aku melihat pesan di ponselku, dia sedang berada di tempatnya Mirna. Ia bilang akan pulang sore nanti. Mungkin Nadia berpikir aku pulang seperti biasanya, sore menjelang malam.
Aku bisa maklum, mungkin dia merasa jenuh di rumah. Sesekali keluar tidak masalah, diapun butuh bersosialisasi. Apalagi yang ditemui adalah sahabatnya sendiri yang sudah menjanda.
Aku memencet bel, tak lama pintu terbuka.
"Tante, sudah pu..."
Tiba-tiba kalimatnya terhenti ketika yang dijumpainya ternyata aku. Akupun tercengang melihatnya. Terutama penampilannya yang sungguh menggoda imanku.
"Key, kamu udah pulang kuliah?"
"Emhh, hari ini aku libur om," jawabnya kikuk.
Dia berlalu kedalam meninggalkan aku yang masih terpesona dengan kemolekan tubuhnya.
Setelah berganti pakaian santai, akupun keluar dari kamar. Perutku terasa begitu lapar, kulihat meja makan masih kosong. Tidak biasanya Nadia seperti ini. Ah mungkin karena aku tak memberitahunya kalau hari ini aku pulang cepat.
Aku berlalu ke dapur, kulihat gadis itu nampak sibuk di depan kompor. Apa yang dia lakukan? Aroma mie instan menyeruak begitu lezat, membuat perut laparku meronta-ronta.
Aku menghampirinya, namun saat dia berbalik, tak sengaja kuah mie itu tumpah mengenai kaos serta kakiku.
Aku berjingkat-jingkat ke belakang.
"Om, maaf om... Key tidak sengaja," ucapnya dengan nada bersalah. Ia mengibaskan sisa kuah yang menempel di kaosku dengan tangannya. Jantungku berdegup lebih cepat dari biasanya gara-gara ini. Aku benar-benar terpesona melihatnya.
"Om... Om tidak apa-apa?" tegurnya membuyarkan lamunanku.
Segera kucekal pergelangan tangannya dan menempelkan di dadaku.
"Kau dengar detak jantungku?" tanyaku. Ia nampak gugup saat kupandangi wajahnya lekat-lekat. 'Pesonamu sungguh luar biasa, Keysha. Hingga aku tak mampu menahan hasrat ini,' batinku mulai mengoceh sendiri.
"Om..." ucapnya begitu lirih.
"Sepertinya om menyukaimu, Key," ungkapku dengan gejolak hati yang tak bisa tertahankan lagi.
Wajah gadis itu nampak bingung. Ia tak bisa berkata-kata. Entah dapat dorongan dari mana, segera kukecup bibir ranum itu. Ia nampak terbelalak kaget dan tersipu malu, wajahnya terlihat memerah.
"Om bisa berikan apapun yang kamu mau," ujarku lagi untuk meyakinkannya.
"Tapi om... Aku gak enak sama Tante Nadia."
Aku tersenyum lalu memberikan sebuah kotak cincin yang masih ada di saku celanaku.
"Ini buat kamu," ucapku sembari melingkarkan cincin itu di jari manisnya. Cincin yang harusnya kuberikan untuk Nadia, aku berikan pada Keysha.
Matanya nampak berbinar.
"Ini bagus banget, om. Terima kasih," ungkapnya sambil tersenyum manis.
***
Hari-hari selanjutnya aku lebih sering mengantar jemput Keysha di kampusnya. Meskipun tidak lembur, aku selalu beralasan pada Nadia bahwa pekerjaanku akhir-akhir ini sangat banyak dan harus lembur.
Aku mengajak Keysha berjalan-jalan, dia sangat riang dan juga energik. Kubelikan barang-barang mewah untuk Keysha, apapun permintaannya aku turuti, hingga dia merasa nyaman bersamaku. Tanpa kusadari hubunganku dengan Keysha sudah terlalu jauh. Kami tidak segan-segan memesan hotel berdua, tanpa rasa bersalah pada Nadia. Mungkin hatiku sudah tertutup oleh hawa nafsu.
Rencananya aku ingin menikah sirih dengan Keysha, dan mengajak Keysha tinggal di rumah yang baru. Semuanya sudah kurencanskankan dengan baik, tinggal bicara empat mata pada Nadia.
Namun malam itu, mungkin kami yang terlalu ceroboh, hingga meninggalkan jejak curiga pada Nadia.
Nadia memberondongku dengan pertanyaan-pertanyaan. Aku hanya menanggapinya sekilas, lalu menghela nafas dalam-dalam dan akhirnya tertidur tanpa mendengar ucapannya. Hari itu aku benar-benar merasa lelah.
***
Kubuka pesan dari Keysha, dia mengirimkan sebuah foto testpack dengan hasil dua garis merah.
[Om, gimana ini?] pesannya dengan lima emoticon menangis.
Aku terlonjak kaget, melihat dia mengirimkan pesan itu. Kulirik Nadia masih tertidur dengan pulas. Pelan-pelan aku keluar kamar dan menghampiri Keysha.
Tok... Tok...
"Key, ini om," ucapku. Tak lama pintu kamar itu terbuka. Dia menghambur memelukku dengan isak tangis.
Cukup lama kami terbuai dalam keheningan, aku membiarkan Keysha memelukku hingga dia merasa tenang. Entah kenapa ada rasa bahagia ketika tahu Keysha hamil. Hal yang tidak kudapatkan dari Nadia. Lima tahun menunggu, tapi ia tidak menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Hingga ibu terus saja mendesakku, agar menikah dengan perempuan lain karena dia ingin sekali menimang cucu.
Kabar kehamilan ini membuat hatiku bahagia, meskipun aku merasa bersalah pada Keysha dan juga Nadia. Pada Keysha, harusnya aku menikahinya terlebih dahulu. Dan seharusnya aku tidak mengkhianati Nadia, wanita yang selama ini setia menemaniku.
"Om, Key takut, kalau Key beneran hamil gimana?" tanyanya dengan manja dan butuh perlindungan.
"Tenang saja, om akan bertanggung jawab."
"Maksudnya, om akan menikahi aku?"
"Iya, sayang..."
"Lalu Tante Nadia, bagaimana?"
"Maafkan om, Key. Tapi om hanya bisa menjadikanmu sebagai istri kedua. Om masih mencintai Tante Nadia, hanya saja dia tak kunjung memberikan om keturunan. Kamu mau kan kalau jadi istri kedua?"
"Iya, om..."
Praankk...
Suara gelas kaca pecah mengagetkan kami. Jantungku berdetak kencang, sepertinya Nadia sudah mendengar obrolan kami. Aku membuka pintu dan melihat Nadia masuk ke kamar. Aku mengejarnya ingin memberikan penjelasan, namun sayang dengan cepat pintu itu dikunci.
Kudengar ia menangis dari balik pintu. Nadia pasti sangat terluka.
"Dek... Buka pintunya, dek! Mas mau bicara..." teriakku dari luar sambil sesekali menggedor pintu.
"Tidak perlu ada yang dibicarakan lagi, mas. Aku sudah mendengar semuanya. Tega kamu, mas!"
Aku berusaha membujuknya dengan kata-kata yang manis, namun sayang Nadia tak mau mendengarkannya. Hingga diapun menghinaku sebagai seorang suami. Hal yang tak pernah dia lontarkan sebelumnya.
"Dasar menjijikkan! Kenapa kamu tega melakukan ini padaku, Mas? Apa salahku? Apa hanya gara-gara aku belum bisa memberikan anak seperti yang kau mau? Jadi dengan teganya kau mengkhianati pernikahan kita?!"
Ah, aku tahu pasti hatimu sangat hancur, Nad. Maafkan aku. Sudah kepalang basah, nasi sudah menjadi bubur. Mau tidak mau aku harus mengakui hubungan terlarangku dengan Keysha.
Kutinggalkan dia dan menuju ruang televisi. Nadia butuh waktu untuk sendiri. Nadia butuh ketenangan agar dia bisa menerima semua ini. Akupun sebenarnya dilanda kebingungan. Tapi mau bagaimana lagi?
***
"Om, Keysha ingin belajar masak, jadi nanti kalau kita sudah menikah. Keysha bisa melayani om dengan baik," ujarnya pagi itu.
Aku tersenyum dan mengangguk. Sejenak melupakan masalahku dengan Nadia karena kehadiran gadis itu. Lalu dengan penuh pengertian, aku memberikan resep-resep masakan yang kutahu pada Keysha.
Keysha memang gadis yang pintar, dia cepat belajar.
"Kayaknya hambar deh om masakannya," tuturnya dengan nada lemas.
"Tambah garam lagi, Key," sahutku.
Aku menoleh dan berbalik, kulihat Nadia sudah berdiri disana memandang kami dengan tatapan tak suka.
"Eh, Dek, kau sudah bangun?" sapaku dengan kikuk.
Ia hanya melengos pergi tanpa sepatah kata apapun.***Aku tak pernah menyangka dengan reaksi Nadia. Dia menolak permintaanku. Dia tidak mau dimadu. Dia memilih mundur dan berpisah dariku dari pada dipoligami. Benar, wanita lemah seperti Nadia berani-beraninya membantahku? Aku tercengang dengan semua pernyataan yang ia lontarkan. Ini pertama kalinya dia menolak permintaanku, memang mungkin ini terlalu berat untuknya.Nadia, istri penurut yang penuh kelembutan, kini berubah bagai singa betina yang sedang membela diri. Bahkan kedatangan ibu yang tak kusangka-sangka justru memperkeruh suasana. Mereka berdebat tak ada habisnya. Membuat telingaku pengang.Aku tak habis pikir dengan sikap Nadia yang tak mau kalah dengan ibu. Dimana rasa hormatmu pada ibuku, Nadia? pekikku dalam hati. Aku ingin marah tapi tidak bisa. Yang diucapkan Nadia tidak sepenuhnya salah, dia memang benar, aku yang sudah tega mengkhianatinya, aku yang tidak tahu diri dan tak pandai bersyuk
Aku dan dia sama-sama terkejut karena dipertemukan disaat yang tak terduga. "Apa kabar, Bro?" tanyanya sembari meninju pelan lenganku. Dia melirik kearah Keysha, akupun segera merangkulnya. Mungkin ada banyak pertanyaan dibenaknya, juga tentang Nadia. "Baik, kamu gimana?" "Alhamdulillah, aku juga baik." "Ehm ehm, yang baru pulang dari luar negeri, tambah sukses aja nih," sindirku. Dia tersenyum. "Alhamdulillah. Oh iya, dia siapa? Nadia apa kabarnya?" "Hmmm, kenalin Has, ini calon istriku yang baru." "Calon istri yang baru?" ucapnya mengulangi pertanyaanku. "Kamu pisah sama Nadia?" tanyanya lagi dengan rona wajahnya berubah serius. "Ya, begitulah," jawabku santai. Lelaki itu nampak menggelengkan kepalanya seakan tak percaya. Namanya Hasbi, teman lama sekaligus rivalku dulu. Awalnya, Hasbi dan Nadia sudah hampir menikah, karena suatu hal Hasbi harus pergi keluar negeri, ia meminta Nadia untu
"Kita putus!!" tegasku yang membuat dia tersentak. Ia yang semula berjibaku dengan handphonenya, main game online, langsung beralih menatapku dengan pandangan penuh tanya. "Apa maksudmu, Key?" "Kamu gak dengar? Kita putus!!" "Tapi Key, tunggu...!" Ia masih mencegah langkahku dengan mencekal pergelangan tanganku. "Apa?" Aku masih bersikap ketus padanya. "Kenapa tiba-tiba kamu mengajakku putus? Apa salahku?" Aku tak menanggapinya dan berlalu begitu saja meninggalkannya. "Key, tunggu Key ...!" teriaknya mengejarku. "Kamu gak dengar? Kita putus! Mulai hari ini aku gak mau jadi pacarmu lagi!" "Tapi kenapa? Apa salahku?" "Introspeksi sendiri kenapa aku minta putus dari kamu!" Ia terpaku, mungkin dia tak menyangka aku akan mengakhiri hubungan ini. Aku segera menaiki mobil Om Rizki yang sudah menungguku di parkiran. Yup, Om Rizki sudah menungguku sedari tadi.
Entah sejak kapan perlakuan Andhika sedikit berubah. Dia mempunyai hobi baru, main game online yang sedang viral dan terkenal itu. Hingga aku diabaikan. Dia memang masih mengajakku jalan tapi tidak seperti dulu.Sore itu aku masih menunggu Andhika di depan kampus. Tapi dia tak kunjung muncul padahal sudah lewat satu jam dari waktu janjian. Aku menghubunginya namun tidak direspon.Hingga kulihat sebuah mobil mendekat. Mobil Om Rizki. Dia berhenti tepat di depanku berdiri."Key, sedang nunggu siapa? Ayo pulang," ajak Om Rizki. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri, namun tak ada tanda-tanda Andhika akan muncul."Ayo naik, udah sore lho," sergah Om Rizki lagi. Akhirnya akupun naik ke dalam mobilnya.Sejak hari itu Om Rizki jadi sering mengantar jemputku. Aku merasa justru akhir-akhir ini perhatian Om Rizki terlalu berlebihan. Diapun sering mencuri-curi pandang ke arahku. Diam-diam aku juga sering memperhatikannya ketika dia sedang bersama Tante Nadia, terl
Aku tak boleh berlarut-larut dalam kesedihan. Kini, saatnya aku bangkit. Balas dendam? Tidak, bukan itu yang akan kulakukan. Untuk apa aku mengotori tanganku dengan balas dendam. Aku yakin semua akan terbalaskan suatu saat nanti. Yang akan aku lakukan hanya membuktikan pada suamiku, bahwa aku bukan perempuan lemah, yang merengek meminta bantuan untuk dikasihani. Oh, tidak. Akan kubuat suamiku menyesal dengan cara yang elegan. Ya, caranya aku harus menjadi wanita sukses, justru lebih sukses dari dia. Meskipun awal-awal pasti akan ada banyak halangan dan rintangan, tidak, sekali lagi aku tidak akan menyerah. Air mata ini terlalu mahal untuk menangisi lelaki pengkhianat seperti dia. Saat itu tatapannya yang penuh ejekan, serta memandang rendah aku yang seorang ibu rumah tangga. Seolah aku tidak bisa hidup tanpa nafkah darinya, itu yang membuatku semakin sakit. Baiklah mas, ayo kita buktikan, hidup siapa yang akan lebih bahagia. Aku atau kamu? Aku sudah mengurus
"Hasbiiii, siapa yang datang? Apa kurir pengantar makanan?" tanya suara seorang perempuan dari dalam. Kemudian wanita cantik itu datang menghampiri kami yang sedari tadi terdiam."Hei, ada orang kok bengong aja!" tukas wanita itu sambil menepuk lengannya. Mas Hasbi hanya tersenyum sambil sesekali melirikku. Senyumannya masih sama, seperti dulu. Tak ada yang berubah darinya."Berapa semuanya, Mbak?" tanya wanita itu, setelah dia tahu aku membawa makanan yang mereka pesan."Ini mba." Kuserahkan nota itu, diapun menerimanya. "Tunggu sebentar ya, aku ambil uangnya dulu."Aku mengangguk."Oh iya mbak, bisa minta tolong sekalian dibawakan ke dalam, soalnya anak-anak sudah menunggu," pintanya."Baik, mbak," jawabku gugup. Dagdigdug, debaran jantungku berirama makin tak menentu, rasanya begitu canggung."Hasbi, tolong ya, bantu mbaknya ke dalam," pinta wanita cantik itu."Ayo ikut," ajak Mas Hasbi, ia menenteng dua kresek besar s
Dia berjalan mendekat ke arah kami. "Maaf pak, saya mau bicara sama istri saya," ujar Mas Rizki, ekspresi wajahnya terlihat tidak suka. "Istri? Bukankah kalian sudah berpisah?" sela Mas Hasbi. "Kami belum resmi bercerai, pak. Jadi kami masih sah suami istri," jawab Mas Rizki lagi penuh penekanan. Ia menarik tanganku menjauh dari Mas Hasbi. Mas Hasbi hanya terdiam dan memandang kami dengan tatapan penuh tanya. "Kenapa sih kamu sering datang ke kantor?" tanyanya bersungut-sungut kesal. "Kamu gak lihat mas, aku sedang bekerja?" "Bekerja atau menggoda pria lain? Ingat ya, kamu ini masih istri sahku!" Deg! Mas Rizki setega itukah memfitnahku? "Astaghfirullah aku gak sepicik kamu, mas! Aku sedang bekerja, mengantarkan pesanan." "Berapa? Kamu butuh berapa? Apa kamu benar-benar sudah kekurangan uang sampai rela melakukan hal memalukan seperti ini?" tanyanya lagi. "Memalukan? Tidak, aku tidak malu, aku melakukan
"Keysha gak suka ya, om datang lagi ke tempat Tante Nadia. Ingat om, kita akan segera menikah!" Keysha menarik lenganku dan kami masuk ke mobil. Aku sempat menoleh dan memandang ke arah Nadia. Dia memandang kami dengan tatapan nanar. Sepanjang perjalanan Keysha mengomeliku tanpa henti. "Om udah gak sayang lagi sama Key?" "Om udah gak cinta lagi sama Key?" "Kenapa Om pulang ke rumah Tante Nadia?" "Om jahat! Om gak menghargai perasaan Keysha!" "Om kenapa lakukan ini sama Keysha? Bukankah om sudah berjanji akan menikah dengan Keysha dan menceraikan tante?!" "Keysha, diaamm!!!" bentakku hingga membuatnya terbungkam. Dia menunduk sambil terisak. Air matanya tumpah. Aaarghhh, lagi-lagi senjatanya hanya menangis. Telingaku sangat berisik mendengar rengekannya yang seperti anak kecil hingga membuatku membentaknya. Sampai di rumah ibu, Keysha langsung turun dan menuju kamarnya. Dia hanya meny
"Nadia ... dingiiiin ..."Nadia panik, ia langsung mengambil selimut untuk menutupi tubuh sang suami agar tak kedinginan. Ia pun berlalu ke belakang, mengambil air panas di baskom dan juga handuk kecil untuk mengompres kening sang suami.Setelah hampir dua puluh menit, rasa dingin mulai mereda. Hasbi bangkit, kepalanya terasa begitu pening dan berputar-putar."Mas, kamu sudah mendingan? Sudah gak dingin lagi?"Hasbi mengangguk. "Iya tapi pusing banget.""Masih kuat kan buat sholat?""Masih sayang.""Ini diminum dulu air hangat, Mas. Biar badanmu hangat.""Makasih, Dek." Hasbi meraih gelas air minum itu lalu meneguknya pelan. Nadia membantunya meletakkan gelas di meja."Ya sudah sekarang sholat dulu. Aku buatin bubur buat kamu ya, Mas."
Nadia berkaca di depan cermin riasnya. Dia berputar-putar sejenak, melihat pantulan dirinya di depan cermin."Mas, kayaknya aku gendutan deh, nih lihat lemak di perut gak ilang-ilang!" ujar Nadia sembari memanyunkan bibir.Hasbi tersenyum dan menghampirinya. Memeluk tubuh sang istri dari belakang.“Gak papa kok kamu gendutan, hatiku masih muat tuh buat kamu.”"Iiih, berarti beneran dong aku gendut!" cebik Nadia kesal."Sayang, di perutmu ini kan sudah lahir buah cinta kita. Dia tumbuh di rahimmu selama sembilan bulan lamanya, ya wajar saja kalau perutmu sudah gak kayak dulu lagi.""Tapi kan--""Sssttt ... Aku akan menerima kamu apa adanya sayang. Tak peduli dengan perubahan bentuk fisikmu, aku tetap mencintaimu."Kecupan lembut kembali mendarat di puncak kepala Nadia. Nadia mengulum senyum. Merasa berarti dengan perhatian yang suaminya berikan."Yakin kamu gak akan berpaling meskipun aku berubah g
Mobil mereka memasuki kawasan wisata Pantai Tanjung Lesung yang terletak di Pandeglang, Banten. Waktu yang ditempuh sampai ke lokasi hampir menghabiskan waktu 3,5 jam.Satu persatu dari mereka turun dan meregangkan otot tubuhnya. Lalu beranjak menuju ke homestay yang sudah direservasi oleh Hasbi satu hari sebelumnya.Terlihat wajah-wajah yang riang dan gembira, untuk berlibur melepaskan rasa penat karena aktivitas.Begitu pula dengan Nadia dan anak-anak, mereka masuk ke dalam villa yang spesial dipesankan oleh Hasbi."Bunda, ayo kita main ke pantai!" ajak Cinta. Dia menarik tangan Nadia untuk beranjak bangun."Iya, sebentar sayang. Istirahat dulu di sini ya.""Bunda, aku mau main pasir putih," sahutnya lagi."Iya sayang. Sebentar, bunda ganti baju dulu nih biar santai.""Yeayy asyiiikkk ..." Zikri dan Cinta saling ber-tos ria, berjingkrak senang seperti tak ada lelah."Panas-panas mau main di pantai?" tanya Hasbi.
"Hei ... kalian habis dari mana saja, Sayang?" sambut Hasbi ketika sampai di rumah.Dua bocah kecil itu menghambur ke arahnya. Memeluknya dengan sangat erat dan antusias."Ayah, aku dapet ini!" seru Zikri seraya menunjukkan boneka Frog ke ayahnya."Aku juga dapat ini, Yah!" timpal Cinta sembari menunjukkan boneka beruang miliknya."Bunda hebaaat ... Bunda bisa ambil ini di permainan capit boneka," puji Zikri lagi."Wah, bunda kalian memang hebat ya," sahut Hasbi menanggapi dua bocah kecil itu.Nadia tersenyum melihat celotehan mereka.Rasanya bahagia, kebahagiaan yang sederhana."Nah, sekarang kalian mandi dulu ya, udah sore. Mak Piah dan Mbak Sarni akan memandikan kalian.""Yeaaay ... Horeee ...!"Dua bocah kecil itu berlarian ke dalam. Nadia dan Hasbi ters
"Mas, aku dengar kabar kalau katanya jenazah Andin mengeluarkan bau tak sedap bahkan kejadian-kejadian aneh lain saat di pemakaman."Hasbi menoleh ke arah istrinya. Menghentikan aktivitasnya yang tengah memeriksa pekerjaan di laptop. Memang benar, desas desus berita tentang kematian Andin santer terdengar."Aku gak nyangka wanita secantik dia harus mengalami kejadian mengenaskan seperti ini.""Sssttt ... Jangan dibicarakan lagi. Itu adalah aib. Kita lupakan saja. Doakan yang terbaik untuk almarhumah.""Iya, Mas. Maaf.""Iya, tak apa. Aku tahu kok perasaanmu. Mulai sekarang kita fokus sama kehidupan kita saja ya, yang berlalu biarlah berlalu."Nadia mengangguk."Ambil hikmahnya saja, setiap perbuatan pasti akan ada balasannya, baik maupun buruk."Nadia tersenyum dan langsung mem
" ... Musibah kebakaran terjadi di kawasan elit tengah kota xxx ... Melanda kawasan apartemen mewah. Sementara, penyebab kebakaran diduga karena korsleting listrik, petugas polisi sedang menyelidiki kasus ini ... Seorang wanita berusia dua puluh delapan tahun menjadi korban meninggal atas tragedi kebakaran petang tadi ..."Sebuah tayangan televisi menampilkan berita kebakaran hebat yang cukup memprihatinkan."Mas, kamu kenapa?" tanya Nadia saat menghampirinya dan memberikan segelas teh manis hangat untuk sang suami."Ada berita kebakaran di tengah kota, Dek." Kedua mata Hasbi masih belum terlepas dari layar benda datar itu.Nadia menoleh dan melihat tayangan berita di televisi."Seorang korban sudah berhasil diidentifikasi, nama Andin Yozita 28 tahun, berprofesi sebagai staff kantor, menjadi korban tewas dalam insiden kebakaran kali ini."Nadia dan Hasbi saling berpandangan."Mas, apa yang dimaksu
Praaannkk ....!! Wanita itu memecahkan barang-barang di sekitarnya. Rasa amarah, dendam, benci yang tak berkesudahan menguasai hatinya."Semua gara-gara kamu, Nadia! Semua gara-gara kamu!!" teriaknya geram.Hari itu setelah kondisi badannya kembali fit, dan sembuh dari alergi, ia menyelidiki siapa pengirim paket misterius itu hingga mendapatkan informasi kalau pengirimnya adalah Nadia."Kau benar-benar licik, Nadia! Awas saja, aku akan membalasnya lebih menyakitkan!"***"Maaf Andin hubungan kita, kita sudahi sampai di sini," pungkas Roy dengan raut wajah serius."Kenapa? Kenapa kau memutuskan hubungan ini secara sepihak, Mas?"Roy hanya tersenyum masam. "Tanyalah pada dirimu sendiri, kau berhubungan tak cukup dengan seorang laki-laki, padahal selama ini aku sudah memenuhi semua kebutuhanmu, gaya hidupmu, aku menanggung semuanya. Tapi hatimu justru kau berikan pada pria lain.""Pasti bukan itu saja alasannya!"
"Mas, kenapa bisa seperti ini?""Aku gak tau Nadia, saat pulang ke rumah aku menemukannya pingsan di halaman belakang, Cinta menangis gak jauh dari tempat ibunya terjatuh.""Ya Allah ..." Mendengar ucapan mantan suaminya, tanpa terasa kedua mata Nadia kembali menitikkan air mata, ia merasa sangat iba."Apa Keysha tidak mengeluh apa-apa?""Tidak, dia cuma bilang pusing. Tapi dia juga bilang tak ingin merepotkanku ataupun kamu. Aku yakin dia berusaha sekuat mungkin menyembunyikan rasa sakitnya."Nadia menghela nafas dalam-dalam. Ia tak menyangka keponakannya pergi begitu cepat."Oh iya, Mas Rizki, Cinta mana?"Rizki tergagap. "Ah tadi dia diajak sama suster."Nadia mengangguk sembari tersenyum tipis. "Mas, aku cuma mau bilang kamu yang sabar ya. Aku tahu ini berat, tapi ini semua sudah suratan takdir Yang Maha Kuasa.""Iya, terima kasih Nadia.""Mas, aku cari Cinta dulu. Biar kuambil dari perawat."
Rizki sudah membeli buket bunga mawar untuk diberikan pada istrinya. Ya, hari ini Keysha ulang tahun. Dia akan memberikan sedikit kejutan untuknya. Kasihan wanita itu, selama ini harus ikut bersusah payah dengan kondisi mereka.Rizki bersiul-siul riang, biasanya kalau sore-sore begini, Keysha menunggunya di teras sambil bermain dengan Cinta, buah hati mereka.Lelaki itu melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah. Kenapa sepi sekali? Batinnya bertanya-tanya sendiri."Keysha? Cinta? Kalian dimana?" panggil Rizki. Lelaki itu mencari ke setiap sudut rumah, tapi tak ia temukan mereka dimanapun."Kemana mereka?"Samar-samar terdengar suara anak kecil menangis. Rizki menajamkan pendengarannya. Jangan-jangan itu Cinta?Gegas, dia lari ke belakang. Suara tangisan Cinta terdengar makin kencang. Dari kejauhan ia melihat sosok anak kecil sedang menangis di antara rimbunnya rerumputan."Astaghfirullah hal adzim. Cinta!" teria