BAB 3
MULAI BANGKITSayangnya, Adrian tidak memperdulikan teriakan putrinya. Dia justru segera menyalaka mobilnya, lalu meninggalkan rumah. Sementara itu, Keisya masih mengejek Yasmin dari kursinya.Mendengar suara putrinya menangis, Kamila segera menyongsong ke depan. Hatinya kembali teriris saat mendapati putrinya masih menangis menatap kepergian mobil ayahnya.“Ibu ... ayah mau jalan ke pantai sama Tante Karin, sama Keisya juga, aku gak diajak. Huhuhu...!” ujar Yasmin di sela isak tangisnya.“Sayang!” Kamila mendekap putrinya dengan penuh kasih sayang. Setelah tangisnya agak reda, dia pun melepaskan pelukannya, lalu menatap putrinya dengan intens.“Sayang, biarkan saja mereka. Bukankah kita sudah berjanji akan jalan-jalan ke mall?” tanya Kamila mengingatkan.“Lain kali kita jalan-jalan ke pantai sendiri. Sekarang, sebaiknya kamu bersiap-siap. Setelah itu, kita pergi jalan-jalan!” bujuk Kamila lagi.“Kita jalan-jalan sama nenek ya, Bu?”“Iya, Sayang, nanti kita jemput nenek. Ayo, mau dimandikan?”“Gak mau, aku kan sudah besar, aku sudah bisa mandi sendiri!” sahut Yasmin.“Anak pintar!” ujar Kamila seraya mengacak rambut putrinya dengan gemas.Selang tak berapa lama kemudian, mereka sudah selesai bersiap. Setelah taksi yang mereka pesan datang, mereka segera meluncur ke rumah orang tua Kamila. Ayah Kamila sudah meninggal sejak dia masih SMA. Sejak saat itu, ibunya berjuang seorang diri membesarkan dirinya dan adik semata wayangnya, Dika.Tak membutuhkan waktu lama, taksi yang mereka tumpangi sudah tiba di tujuan. Yasmin bergegas turun dan menghampiri nenek yang sangat menyayanginya tersebut.“Nenek, ayo kita berangkat sekarang. Aku sudah tidak sabar!” seru Yasmin.“Iya, tunggu sebentar, nenek kunci pintu dulu!”“Kok dikunci? Dika kemana?”“Dia lagi kemping sama teman-temannya,” sahut Saraswati, ibu Kamila.“Kebiasaan. Hobi banget sih kemping-kemping begitu!” gerutu Kamila.“Katanya kemping terakhir sebelum mereka berpisah. Sudah, ayo kita berangkat. Cucu nenek sudah tidak sabar ini mau jalan-jalan,” ujar Saraswati seraya terkekeh menatap wajah penuh kegembiraan cucunya tersebut.Taksi yang mereka tumpangi kembali meluncur menuju mall. Selang tak berapa lama kemudian, mereka sudah tiba di tujuan.“Wah ... benar yang dikatakan teman-teman. Mall itu sangat besar dan sejuk!” ujar Yasmin seraya menatap sekelilingnya dengan takjub. Kamila menatap putrinya dengan mata berkaca-kaca.‘Maafkan ibu, Nak. Selama ini, Ibu terlalu lemah sehingga kamu harus menderita. Setelah ini, ibu akan pastikan kamu selalu mendapatkan kebahagiaan, Sayang, ibu janji!’ ujar Kamila dalam hati. Sementara itu, Saraswati mengusap bahu putrinya dengan lembut. Beliau ingin memberikan ketenangan dan kekuatan pada putrinya.Kamila menghembuskan nafas kasar, lalu kembali fokus pada putrinya dan membawanya masuk ke sebuah toko boneka. Yasmin kembali dibuat takjub dengan banyaknya boneka yang terpajang dengan berbagai ukuran, bentuk, dan warna. Dia terlalu asyik menatap sekelilingnya seraya memainkan boneka di hadapannya.“Yasmin mau beli yang mana?” tanya Kamila pada putrinya.“Memangnya aku boleh milih, Bu?” tanya gadis kecil itu polos.“Tentu saja,” sahut Kamila seraya mengulas sebuah senyuman.“Tapi kan harganya pasti mahal,” ujar Yasmin lirih.“Tidak masaklah, Sayang. Kan Ibu sudah janji mau belikan boneka untuk Yasmin. Ayo kamu pilih dulu,” ujar Kamila. Yasmin pun kembali menatap deretan boneka yang berada di hadapannya. Tiba-tiba, pandangannya tertuju pada sebuah boneka yang mirip seperti milik teman-temannya, namun berukuran lebih besar.“Yasmin mau yang itu?”“Itu terlalu besar, Bu. Aku mau yang kecil saja.”“Tidak apa, yang ini saja,” sahut Kamila seraya meraih boneka tersebut. Di bandrolnya tertulis angka senilai tiga ratus ribu, sebuah angka yang cukup fantastis untuknya. Namun, kali ini dia rela merogoh kocek agak dalam demi membuat sang buat hati senang. Toh, uang itu memang miliknya sendiri.Selama satu tahun terakhir, Kamila tergabung dalam komunitas menulis. Berawal dari kelas kepenulisan yang dia ikuti, pelan tapi pasti pasti dia mencoba belajar untuk emnghasilkan karya. Beruntung, dia dipertemukan dengan teman dunia maya yang baik, yang bersedia membantunya hingga di titik sekarang.Setiap bulan, pundi-pundi rupiah mengalir deras ke rekeningnya. Mengingat watak sang suami, mertua, dan iparnya, Kamila tidak berani menceritakan pencapaiannya, pun dengan menggunakannya untuk dirinya sendiri. Dia takut, jika dia membelanjakan uang itu akan ketahuan jika dia memiliki tabungan yang jumlahnya tidak sedikit. Sesekali dia menggunakannya sedikit, itu pun hanya terbatas membelikan lauk yang layak untuk putrinya, tidak lebih.Kali ini, kondisinya sudah berbeda. Kamila sudah tidak bisa menahan amarahnya saat sang suami kembali mengabaikan putrinya. Apalagi, sang suami sudah tega menyakiti putrinya sendiri. Cukup sudah kesabarannya selama ini. Setelah ini, mereka tidak akan melihat Kamila yang diam saja saat diinjak-injak. Bukankah semut juga akan menggigit jika terus-terusan diusik? Begitupun dengan Kamila.Kamila tersenyum puas melihat buat hatinya tersenyum bahagia bisa mendapatkan boneka impiannya tersebut. Dia juga membelikannya beberapa macam mainan lain yang memang dia inginkan, juga sepatu dan tas baru. Setelah selesai berbelanja, Kamila pun mengajak putri dan ibunya untuk makan di sebuah fodcourt yang berada di dalam mall tersebut.Seraya menunggu pesanannya datang, Kamila membuka ponselnya yang sejak tadi tidak dia nyalakan. Baru saja membuka aplikasi perpesanan, dia disambut dengan sw milik sang kakak ipar yang beruntun. Titik-titik kecil pada layar bagian atas menunjukkan seberapa banyak sw yang dia buat. Dengan hati penuh penasaran, Kamila pun membukanya.Ternyata memang benar, mereka hari ini tengah liburan ke pantai. Bisa dia lihat raut wajah bahagia mereka. Di antara sekian banyak foto, hati Kamila tergelitik dengan sosok wanita asing yang selalu berdiri di samping sang suami.‘Siapa dia? Perasaan aku tidak mengenalnya? Apa mungkin ada keluarga mas Adrian yang belum aku kenal?’ tanyanya dalam hati.BAB 4BAHAGIA ITU SEDERHANA[Calon ipar idaman nih!] Kembali status kakak iparnya menghiasi layar ponsel Kamila.‘Calon ipar? Bukankah di keluarga mereka hanya dua bersaudara? Kalau calon ipar, apa mungkin ....’ Kamila tak berani melanjutkan dugaannya.‘Tidak! Tidak mungkin Mas Adrian tega menghianati aku. Tapi ... bagaimana kalau itu memang benar?’ tanya Kamila dalam hati.“Ibu!” seru Yasmin.“Eh, iya sayang, ada apa?” tanya Kamila tergeragap.“Aku mau main di sana. Ibu dari tadi aku panggil diam saja,” protes Yasmin.“Iya, kamu lagi ngelamunin apa sih?” tanya Ibu Kamila.“Gak kok, Bu, gak ada apa-apa. Yasmin mau main?” tanya Kamila mengalihkan pembicaraan. Spontan, gadis kecil itu pun menganggukkan kepalanya.“Ayo kita kesana!” sahut Kamila. Dengan wajah penuh kegembiraan, Yasmin segera masuk ke area permainan. Sementara itu, Kamila dan ibunya menunggu di luar seraya mengamati gadis kecil itu dari kejauhan.“Ada apa, Mil? Ibu perhatikan kamu dari tadi ngelamun terus!” tanya Saraswat
BAB 5FAKTA BARUKamila membiarkan ponselnya yang terus berdering. Dia tahu betul yang menghubunginya adalah sang suami. Kring .... Ponsel Kamila kembali berdering untuk kesekian kalinya. Dengan kesal, dia pun akhirnya mengangkat panggilan tersebut.“Kemana aja sih? Ditelepon dari tadi juga,” omel Adrian.“Ada apa? Aku nginap di rumah Ibu,” ujar Kamila.“Gak boleh, pulang sekarang.”“Maaf, aku gak mau. Besok aku baru pulang.”“Ka—“ Belum selesai Adrian mengucapkan kalimatnya, Kamila sudah menutup panggilan secara sepihak. Karena tidak ingin diganggu, dia pun memblokir nomor sang suami. Tidak mungkin baginya mematikan ponsel karena dua sedang ada janji dengan pemilik rumah yang akan dia beli. “Si al, berani sekali dia membantah aku. Awas aja besok!” umpatnya dengan kesal. Adrian segera melangkahkan kakinya ke kamar untuk membersihkan diri. Setelah selesai, dia menyambar kunci motor, lalu melaju menuju rumah ibunya.“Lho, Yan, kok sudah sampai sini lagi?” tanta ibunya heran.“Iya, Ka
BAB 6KEKESALAN ADRIANKamila menatap pria tersebut tak berkedip. Dia benar-benar tidak menyangka dengan apa yang dilihatnya. Sementara itu, pria tersebut tidak menyadari keberadaan Kamila. Dia justru terus melanjutkan langkahnya seraya memeluk pinggang wanita yang bersamanya."Mbak Mila, liatin apaan sih? Serius banget!" tegur Dika. Dia pun menoleh dan mengikuti arah pandangan sang kakak."Mbak, itu kayak suami kakaknya Mas Adrian deh!" ujar Dika. Dia bisa mengenali pria tersebut karena pernah bertemu pada beberapa kesempatan. "Benar, Dik!""Terus wanita itu siapa? Bukan kakaknya Mas Adrian kan?" Kamila menggelengkan kepalanya."Mbak juga gak tahu. Mending kamu keluar saja dulu, mbak ada perlu sebentar!""Mbak mau ngapain? Mending gak usah ikut campur deh!" ujar Dika memperingati."Gak akan, sudah kamu keluar dulu. Jangan sampai ketahuan!" sahut Kamila."Gak, aku mau disini sama Mbak Mila aja," sahut Dika keukeuh."Terserah kamu deh!" sahut Kamila. Kamila kembali menjatuhkan bobotn
BAB 7RUMAH BARUKamila yang tengah sibuk dengan masakannya, terpaksa berhenti sejenak saat mendengar ponselnya berbunyi. Dia segera meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja tidak jauh dari posisinya. Kamila tersenyum tipis saat melihat nama sang pemanggil. Tak berminat mengangkatnya, dia kembali meletakkan ponselnya, lalu kembali melanjutkan aktivitasnya. Dering ponselnya akhirnya berhenti. Baru saja dia menghembuskan nafas lega, ponselnya kembali berdering. Sama seperti sebelumnya, Kamila membiarkan ponselnya hingga mati sendiri. Sampai pada panggilan ke sekian kalinya, Kamila terpaksa menghentikan aktivitasnya karena teguran sang ibu.“Ponselmu dari tadi bunyi terus. Kenapa gak diangkat?” tanya wanita paruh baya tersebut.“Lagi nanggung, Bu. Lagian panggilan gak penting juga,” sahut Kamila santai.“Itu ponsel bunyi terus dari tadi. Berarti kan memang penting banget. Dari siapa sih?” tanya Ibu Kamila lagi.“Mas Adrian, Bu,” sahut Kamila.“Angkat dulu sana, siapa tahu memang pe
BAB 8“Halo, nama saya Silvi. Saya tinggal di depan,” ujar wanita berparas cantik tersebut seraya menatap rumahnya. “Oh, halo, Nak Silvi. Saya Saraswati, dan ini putri saya Kamila,” sahut Ibu Kamila. Silvi terkesiap sejenak, lalu menatap Kamila dengan seksama. Untuk beberapa saat, mata mereka saling bersiborok sebelum akhirnya wanita tersebut mengulas sebuah senyuman.“Halo, Kamila. Nama kamu mengingatkan saya pada seseorang,tapi saya yakin itu pasti bukan kamu,” ujar Silvi seraya mengulurkan tangannya. Kamila menatap uluran tangan tersebut sejenak sebelum akhirnya menjabatnya.“Saya rasa memang bukan karena saya tidak mengenal kamu,” sahut Kamila. SIlvi pun menganggukkan kepalanya tanda setuju.“Sudah mau ditempati?” tanya Silvi basa-basi.“Rencananya sih secepatnya. Nak Silvi sendiri sudah lama tinggal disini?” tanya Ibu Kamila.“Belum lama sih, baru sekitar dua minggu. Baiklah, saya permisi dulu, mau ketemu calon mertua,” ujar wanita tersebut seraya berbisik.“Oh iya, silahkan, Na
BAB 9KARIN BERULAH“Apa sih, Mbak?” sahut Kamila santai.“Enak banget jadi kamu, santai-santai di rumah ibumu sambil ngabisin uang Adrian. Kasihan sekali adikku itu,” ujar wanita yang usianya di atasnya tersebut.“Bukannya yang ngabisin gajinya Mas Adrian itu mbak sama ibu ya? Aku kan cuma dapat sisanya,” sahut Kamila seraya terus melangkahkan kakinya ke ruang makan. Sementara itu, kakak iparnya mengikuti langkahnya seraya memperhatikan kantong dalam genggaman Kamila.“Kalau masalah itu kan memang sudah menjadi kewajiban Adrian memberi nafkah untuk ibu,” sahut Karin tak mau kalah.“Benar, tapi seharusnya mengutamakan anak dan istrinya . Lagian Mbak juga jangan lupa, Mbak itu sudah menikah dan sudah punya suami. Jadi, Mas Adrian tidak punya kewajiban menafkahi mbak,” sahut kamila lagi.“Ya terserah dong. Lagian kan kamu itu orang lain yang kebetulan diurus saja, sementara aku ini kakak kandungnya,” sahut Karin sewot. Kamila tak menanggapi lagi. Dia memilih mengalihkan perhatiannya pad
BAB 10PERMINTAAN IBU ADRIAN"Yan, lihat kelakuan istri kamu. Dia berani sekali melawan ibu," adu Karin."Mbak, jangan fitnah ya!" sentak Kamila tidak terima. "Mila, jangan membentak kakakku!" sentak Adrian balik.“Dia yang mulai duluan,”sahut Kamila.“Cukup!” sentak Adrian dengan suara menggelegar. Karin tersenyum sinis melihat adik iparnya tersebut dibentak oleh Adrian.“Yan, istrimu itu sudah benar-benar keterlaluan. Dia tidak menghargai Ibu sama sekali,” ujar mertua Karin seraya melirik menantunya tersebut dengan sinis. Sementara itu, Adrian mengusap wajahnya dengan kasar. Maksud hati ingin segera beristirahat sepulang kerja, ini malah disuguhi dengan keributan.“Mila, ayo minta maaf sama Ibu,” pinta Adrian pada sang istri.“Gak, aku gak salah kok,” sahut Kamila.“Mila!” sentak Adrian lagi dengan suara tertahan.“Mereka yang mulai. Mereka mengambil makanan yang aku beli tadi,” ujar Kamila.“Alah … hanya gara-gara makanan seperti ini kamu berani membentak Ibu. Sungguh keterlaluan,
BAB 1STATUS IPAR DAN MERTUA[Terima kasih hadiahnya, Om Adrian. Keisya seneng banget deh!] Sebuah status di aplikasi perpesanan milik kakak iparnya. Dalam status tersebut terlihat Keisya, putri kakak iparnya tersebut tengah memeluk boneka beruang berwarna pink.Kamila menatap status tersebut dengan perasaan nelangsa. Pasalnya, sudah sejak bulan lalu putrinya merengek meminta dibelikan boneka seperti itu, namun tak kunjung dibelikan. Yasmin meminta dibelikan boneka seperti itu agar bisa bermain boneka-bonekaan bersama teman-temannya. Di antara teman-temannya, hanya dialah yang belum memiliki boneka seperti itu. Kamila mengusap dadanya yang kembali terasa sesak. Selama menikah hampir delapan tahun, sikap sang suami tak pernah berubah. Dia selalu lebih mengutamakan keluarganya. Awalnya dia cenderung mengalah. Dia pikir hal itu wajar karena sejatinya anak laki-laki tetaplah milik ibunya. Sayangnya, semakin lama, sikapnya semakin semena-mena. Sang suami bukan hanya lebih mengutamakan kel
BAB 10PERMINTAAN IBU ADRIAN"Yan, lihat kelakuan istri kamu. Dia berani sekali melawan ibu," adu Karin."Mbak, jangan fitnah ya!" sentak Kamila tidak terima. "Mila, jangan membentak kakakku!" sentak Adrian balik.“Dia yang mulai duluan,”sahut Kamila.“Cukup!” sentak Adrian dengan suara menggelegar. Karin tersenyum sinis melihat adik iparnya tersebut dibentak oleh Adrian.“Yan, istrimu itu sudah benar-benar keterlaluan. Dia tidak menghargai Ibu sama sekali,” ujar mertua Karin seraya melirik menantunya tersebut dengan sinis. Sementara itu, Adrian mengusap wajahnya dengan kasar. Maksud hati ingin segera beristirahat sepulang kerja, ini malah disuguhi dengan keributan.“Mila, ayo minta maaf sama Ibu,” pinta Adrian pada sang istri.“Gak, aku gak salah kok,” sahut Kamila.“Mila!” sentak Adrian lagi dengan suara tertahan.“Mereka yang mulai. Mereka mengambil makanan yang aku beli tadi,” ujar Kamila.“Alah … hanya gara-gara makanan seperti ini kamu berani membentak Ibu. Sungguh keterlaluan,
BAB 9KARIN BERULAH“Apa sih, Mbak?” sahut Kamila santai.“Enak banget jadi kamu, santai-santai di rumah ibumu sambil ngabisin uang Adrian. Kasihan sekali adikku itu,” ujar wanita yang usianya di atasnya tersebut.“Bukannya yang ngabisin gajinya Mas Adrian itu mbak sama ibu ya? Aku kan cuma dapat sisanya,” sahut Kamila seraya terus melangkahkan kakinya ke ruang makan. Sementara itu, kakak iparnya mengikuti langkahnya seraya memperhatikan kantong dalam genggaman Kamila.“Kalau masalah itu kan memang sudah menjadi kewajiban Adrian memberi nafkah untuk ibu,” sahut Karin tak mau kalah.“Benar, tapi seharusnya mengutamakan anak dan istrinya . Lagian Mbak juga jangan lupa, Mbak itu sudah menikah dan sudah punya suami. Jadi, Mas Adrian tidak punya kewajiban menafkahi mbak,” sahut kamila lagi.“Ya terserah dong. Lagian kan kamu itu orang lain yang kebetulan diurus saja, sementara aku ini kakak kandungnya,” sahut Karin sewot. Kamila tak menanggapi lagi. Dia memilih mengalihkan perhatiannya pad
BAB 8“Halo, nama saya Silvi. Saya tinggal di depan,” ujar wanita berparas cantik tersebut seraya menatap rumahnya. “Oh, halo, Nak Silvi. Saya Saraswati, dan ini putri saya Kamila,” sahut Ibu Kamila. Silvi terkesiap sejenak, lalu menatap Kamila dengan seksama. Untuk beberapa saat, mata mereka saling bersiborok sebelum akhirnya wanita tersebut mengulas sebuah senyuman.“Halo, Kamila. Nama kamu mengingatkan saya pada seseorang,tapi saya yakin itu pasti bukan kamu,” ujar Silvi seraya mengulurkan tangannya. Kamila menatap uluran tangan tersebut sejenak sebelum akhirnya menjabatnya.“Saya rasa memang bukan karena saya tidak mengenal kamu,” sahut Kamila. SIlvi pun menganggukkan kepalanya tanda setuju.“Sudah mau ditempati?” tanya Silvi basa-basi.“Rencananya sih secepatnya. Nak Silvi sendiri sudah lama tinggal disini?” tanya Ibu Kamila.“Belum lama sih, baru sekitar dua minggu. Baiklah, saya permisi dulu, mau ketemu calon mertua,” ujar wanita tersebut seraya berbisik.“Oh iya, silahkan, Na
BAB 7RUMAH BARUKamila yang tengah sibuk dengan masakannya, terpaksa berhenti sejenak saat mendengar ponselnya berbunyi. Dia segera meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja tidak jauh dari posisinya. Kamila tersenyum tipis saat melihat nama sang pemanggil. Tak berminat mengangkatnya, dia kembali meletakkan ponselnya, lalu kembali melanjutkan aktivitasnya. Dering ponselnya akhirnya berhenti. Baru saja dia menghembuskan nafas lega, ponselnya kembali berdering. Sama seperti sebelumnya, Kamila membiarkan ponselnya hingga mati sendiri. Sampai pada panggilan ke sekian kalinya, Kamila terpaksa menghentikan aktivitasnya karena teguran sang ibu.“Ponselmu dari tadi bunyi terus. Kenapa gak diangkat?” tanya wanita paruh baya tersebut.“Lagi nanggung, Bu. Lagian panggilan gak penting juga,” sahut Kamila santai.“Itu ponsel bunyi terus dari tadi. Berarti kan memang penting banget. Dari siapa sih?” tanya Ibu Kamila lagi.“Mas Adrian, Bu,” sahut Kamila.“Angkat dulu sana, siapa tahu memang pe
BAB 6KEKESALAN ADRIANKamila menatap pria tersebut tak berkedip. Dia benar-benar tidak menyangka dengan apa yang dilihatnya. Sementara itu, pria tersebut tidak menyadari keberadaan Kamila. Dia justru terus melanjutkan langkahnya seraya memeluk pinggang wanita yang bersamanya."Mbak Mila, liatin apaan sih? Serius banget!" tegur Dika. Dia pun menoleh dan mengikuti arah pandangan sang kakak."Mbak, itu kayak suami kakaknya Mas Adrian deh!" ujar Dika. Dia bisa mengenali pria tersebut karena pernah bertemu pada beberapa kesempatan. "Benar, Dik!""Terus wanita itu siapa? Bukan kakaknya Mas Adrian kan?" Kamila menggelengkan kepalanya."Mbak juga gak tahu. Mending kamu keluar saja dulu, mbak ada perlu sebentar!""Mbak mau ngapain? Mending gak usah ikut campur deh!" ujar Dika memperingati."Gak akan, sudah kamu keluar dulu. Jangan sampai ketahuan!" sahut Kamila."Gak, aku mau disini sama Mbak Mila aja," sahut Dika keukeuh."Terserah kamu deh!" sahut Kamila. Kamila kembali menjatuhkan bobotn
BAB 5FAKTA BARUKamila membiarkan ponselnya yang terus berdering. Dia tahu betul yang menghubunginya adalah sang suami. Kring .... Ponsel Kamila kembali berdering untuk kesekian kalinya. Dengan kesal, dia pun akhirnya mengangkat panggilan tersebut.“Kemana aja sih? Ditelepon dari tadi juga,” omel Adrian.“Ada apa? Aku nginap di rumah Ibu,” ujar Kamila.“Gak boleh, pulang sekarang.”“Maaf, aku gak mau. Besok aku baru pulang.”“Ka—“ Belum selesai Adrian mengucapkan kalimatnya, Kamila sudah menutup panggilan secara sepihak. Karena tidak ingin diganggu, dia pun memblokir nomor sang suami. Tidak mungkin baginya mematikan ponsel karena dua sedang ada janji dengan pemilik rumah yang akan dia beli. “Si al, berani sekali dia membantah aku. Awas aja besok!” umpatnya dengan kesal. Adrian segera melangkahkan kakinya ke kamar untuk membersihkan diri. Setelah selesai, dia menyambar kunci motor, lalu melaju menuju rumah ibunya.“Lho, Yan, kok sudah sampai sini lagi?” tanta ibunya heran.“Iya, Ka
BAB 4BAHAGIA ITU SEDERHANA[Calon ipar idaman nih!] Kembali status kakak iparnya menghiasi layar ponsel Kamila.‘Calon ipar? Bukankah di keluarga mereka hanya dua bersaudara? Kalau calon ipar, apa mungkin ....’ Kamila tak berani melanjutkan dugaannya.‘Tidak! Tidak mungkin Mas Adrian tega menghianati aku. Tapi ... bagaimana kalau itu memang benar?’ tanya Kamila dalam hati.“Ibu!” seru Yasmin.“Eh, iya sayang, ada apa?” tanya Kamila tergeragap.“Aku mau main di sana. Ibu dari tadi aku panggil diam saja,” protes Yasmin.“Iya, kamu lagi ngelamunin apa sih?” tanya Ibu Kamila.“Gak kok, Bu, gak ada apa-apa. Yasmin mau main?” tanya Kamila mengalihkan pembicaraan. Spontan, gadis kecil itu pun menganggukkan kepalanya.“Ayo kita kesana!” sahut Kamila. Dengan wajah penuh kegembiraan, Yasmin segera masuk ke area permainan. Sementara itu, Kamila dan ibunya menunggu di luar seraya mengamati gadis kecil itu dari kejauhan.“Ada apa, Mil? Ibu perhatikan kamu dari tadi ngelamun terus!” tanya Saraswat
BAB 3MULAI BANGKITSayangnya, Adrian tidak memperdulikan teriakan putrinya. Dia justru segera menyalaka mobilnya, lalu meninggalkan rumah. Sementara itu, Keisya masih mengejek Yasmin dari kursinya. Mendengar suara putrinya menangis, Kamila segera menyongsong ke depan. Hatinya kembali teriris saat mendapati putrinya masih menangis menatap kepergian mobil ayahnya.“Ibu ... ayah mau jalan ke pantai sama Tante Karin, sama Keisya juga, aku gak diajak. Huhuhu...!” ujar Yasmin di sela isak tangisnya.“Sayang!” Kamila mendekap putrinya dengan penuh kasih sayang. Setelah tangisnya agak reda, dia pun melepaskan pelukannya, lalu menatap putrinya dengan intens.“Sayang, biarkan saja mereka. Bukankah kita sudah berjanji akan jalan-jalan ke mall?” tanya Kamila mengingatkan.“Lain kali kita jalan-jalan ke pantai sendiri. Sekarang, sebaiknya kamu bersiap-siap. Setelah itu, kita pergi jalan-jalan!” bujuk Kamila lagi.“Kita jalan-jalan sama nenek ya, Bu?”“Iya, Sayang, nanti kita jemput nenek. Ayo, m
BAB 2KEMBALI DIABAIKANDengan sigap, Kamila meraih tubuh kecil putrinya, lalu mendekapnya dengan erat.“Tega kamu, Mas. Dia putrimu, Mas, darah dagingmu!” seru Kamila. Dia tidak terima diperlakukan buruk meskipun oleh ayahnya sendiri.“Makanya, didik anakmu yang bener,jangan dimanja!” Usai mengatakan hal itu, Adrian segera melangkahkan kakinya meninggalkan rumah.‘Awas kamu, Mas. Aku pasti akan membalas perbuatanmu. Kamu boleh menyakiti aku, tapi sekali kamu menyakiti anakku, aku tidak akan tinggal diam. Cukup sudah selama ini aku mengalah sama kalian, setelah ini tidak akan ada lagi Kamila yang polos yang bisa diinjak-injak,’ ujarnya dalam hati dengan geram.Dengan hati penuh luka, Kamila membopong tubuh putrinya, lalu mendudukkannya di kursi di depan televisi.“Sayang, kamu tunggu disini sebentar ya, Ibu ambilkan obat!” ujar Kamila dengan lembut. Yasmin pun menganggukkan kepalanya di sela isak tangisnya. Kamila bergegas mengambil peralatan di kotak obat, setelah itu dia pun segera