BAB 2
KEMBALI DIABAIKANDengan sigap, Kamila meraih tubuh kecil putrinya, lalu mendekapnya dengan erat.“Tega kamu, Mas. Dia putrimu, Mas, darah dagingmu!” seru Kamila. Dia tidak terima diperlakukan buruk meskipun oleh ayahnya sendiri.“Makanya, didik anakmu yang bener,jangan dimanja!” Usai mengatakan hal itu, Adrian segera melangkahkan kakinya meninggalkan rumah.‘Awas kamu, Mas. Aku pasti akan membalas perbuatanmu. Kamu boleh menyakiti aku, tapi sekali kamu menyakiti anakku, aku tidak akan tinggal diam. Cukup sudah selama ini aku mengalah sama kalian, setelah ini tidak akan ada lagi Kamila yang polos yang bisa diinjak-injak,’ ujarnya dalam hati dengan geram.Dengan hati penuh luka, Kamila membopong tubuh putrinya, lalu mendudukkannya di kursi di depan televisi.“Sayang, kamu tunggu disini sebentar ya, Ibu ambilkan obat!” ujar Kamila dengan lembut. Yasmin pun menganggukkan kepalanya di sela isak tangisnya. Kamila bergegas mengambil peralatan di kotak obat, setelah itu dia pun segera kembali. Dia tidak tega meninggalkan putrinya terlalu lama.“Ibu!” ujar Yasmin setelah tangisnya sudah agak reda.“Ada apa, Sayang?” sahut Kamila tanpa menghentikan aktivitasnya mengobati luka goresan di lutut putrinya.“Apa aku anak yang nakal?” tanya Yasmin.“Lho, kenapa tanya seperti itu?” Kamila bertanya balik dengan keheranan.“Buktinya ayah tidak sayang sama aku. Kata Tante Karin itu karena aku anak yang nakal,” ujar Yasmin dengan mimik wajah sedih.Kamila menghela nafas panjang sejenak, lalu mendekap tubuh putrinya usai mengobati lukanya.“Sayang, dengarkan Ibu. Kamu itu anak yang sangat baik dan berbakti. Kamu juga anak yang shalehah. Jadi, jangan dengarkan apa kata orang ya!”“Tapi ... kenapa ayah tidak sayang sama aku?” tanya Yasmin lagi dengan mimik wajah sedih.“Sudahlah, yang terpenting kan ibu sayang banget sama Yasmin. Oh ya, Yasmin sudah lapar belum? Mau Ibu ambilkan makan?” tanya Kamila mengalihkan pembicaraan.“Memangnya ibu masak apa tadi?” tanya Yasmin balik.“Ibu masak ayam goreng spesial untuk anak ibu tercinta ini.”“Yey ... ayam goreng. Aku mau makan sekarang, Bu.”“Ya sudah, tunggu disini ya, ibu ambilkan dulu.”Kamila tidak berbohong. Dia memang membuatkan ayam goreng khusus putrinya. Meskipun suaminya pelit dan perhitungan, namun dia tidak rela jika putrinya kurang gizi. Meskipun putrinya tidak pernah memilih-milih makanan, namun sesekali dia juga ingin memberikan makanan favorit putrinya tersebut. Biarlah dia hanya berlaukkan tahu dan tempe, bahkan terkadang hanya dengan sambal asalkan putrinya tidak sampai kekurangan gizi.Sementara itu, di rumah mertuanya, Adrian sedang menikmati makan malamnya dengan berlaukkan rendang.“Kamu setiap hari makan disini. Apa istrimu tidak pernah masak?” tanya ibunya.“Mila setiap hari masak tahu sama tempe, bu, bosan!” sahut Adrian.“Istrimu itu memang pelit. Dikemanakan saja uang yang kamu berikan sama dia, masak kok cuma gitu-gitu doang,” omel ibunya.“Entahlah, bu, itu saja dia selalu mengomel kalau uangnya kurang.”“Jangan ditambahi, bisa ngelunjak dia. Dengan uang segitu, seharusnya dia bisa sudah bisa menabung.”“Itu dia, Bu, aku juga heran dibuatnya,” sahut Adrian seraya kembali mengambil lauk yang tersisa di meja. Ibunya menatap tingkah putranya tersebut seraya menghela nafas panjang.“Setiap hari kamu makan disini. Jangan lupa jatah bulanan ibu ditambahi!”“Tenang saja, Bu. Nanti aku transfer lagi.”“Beneran ya. awas kalau bohong.”“Iya, mana berani sih aku bohong sama ibu,” sahut Adrian. Ajeng tersenyum puas mendengar jawaban putranya tersebut. Tidak sia-sia dia berjuang menyekolahkan anak lelakinya hingga sarjana karena setelah bekerja dia bisa memenuhi semua kebutuhannya.“Oh ya, besok kita jadi kan piknik ke pantai?” tanya ibunya.“Jadi dong, Bu. Pokoknya kalian siap-siap saja, setelah sarapan kita berangkat,” sahut Adrian.“Mila sama Yasmin gak usah diajak, menuh-menuhin mobil aja!” ujar Ibunya.“iya, Bu. Aku juga malas ngajak mereka.”“Makanya, dikasih tahu orang tua itu didengarkan. Sejak awal kan ibu sudah tidak setuju kamu nikah sama dia, ngeyel sih.”“Mau bagaimana lagi, Bu? Namanya juga orang lagi jatuh cinta,” sahut Adrian membela diri.“Makan itu cinta,” ejek Ajeng seraya mencebikkan bibirnya.Keesokan harinya, saat sedang bersiap, tiba-tiba Karin dan Keisya masuk ke dalam rumah.“Om Adrian, ayo kita berangkat sekarang. Aku sudah tidak sabar jalan-jalan ke pantai!” seru Keisya.“Siapa yang mau jalan-jalan ke pantai?” tanya Yasmin dengan wajah polosnya.“Tentu saja kami semua, tapi kamu tidak diajak. Weeek!” ujar Keisya mengejek Yasmin.“Ayo kita berangkat!” sahut Adrian.“Ayah, aku juga mau ikut!” rengek Yasmin.“Kamu di rumah saja sama ibumu.” Usai mengatakan hal itu, Adrian segera melangkah masuk ke dalam mobil dengan diikuti oleh Karin dan putrinya.“Ayah ... aku ikut! Aku juga pengen jalan-jalan ke pantai. Aku kan belum pernah lihat pantai!” seru Yasmin dengan tangis tertahan.BAB 3MULAI BANGKITSayangnya, Adrian tidak memperdulikan teriakan putrinya. Dia justru segera menyalaka mobilnya, lalu meninggalkan rumah. Sementara itu, Keisya masih mengejek Yasmin dari kursinya. Mendengar suara putrinya menangis, Kamila segera menyongsong ke depan. Hatinya kembali teriris saat mendapati putrinya masih menangis menatap kepergian mobil ayahnya.“Ibu ... ayah mau jalan ke pantai sama Tante Karin, sama Keisya juga, aku gak diajak. Huhuhu...!” ujar Yasmin di sela isak tangisnya.“Sayang!” Kamila mendekap putrinya dengan penuh kasih sayang. Setelah tangisnya agak reda, dia pun melepaskan pelukannya, lalu menatap putrinya dengan intens.“Sayang, biarkan saja mereka. Bukankah kita sudah berjanji akan jalan-jalan ke mall?” tanya Kamila mengingatkan.“Lain kali kita jalan-jalan ke pantai sendiri. Sekarang, sebaiknya kamu bersiap-siap. Setelah itu, kita pergi jalan-jalan!” bujuk Kamila lagi.“Kita jalan-jalan sama nenek ya, Bu?”“Iya, Sayang, nanti kita jemput nenek. Ayo, m
BAB 4BAHAGIA ITU SEDERHANA[Calon ipar idaman nih!] Kembali status kakak iparnya menghiasi layar ponsel Kamila.‘Calon ipar? Bukankah di keluarga mereka hanya dua bersaudara? Kalau calon ipar, apa mungkin ....’ Kamila tak berani melanjutkan dugaannya.‘Tidak! Tidak mungkin Mas Adrian tega menghianati aku. Tapi ... bagaimana kalau itu memang benar?’ tanya Kamila dalam hati.“Ibu!” seru Yasmin.“Eh, iya sayang, ada apa?” tanya Kamila tergeragap.“Aku mau main di sana. Ibu dari tadi aku panggil diam saja,” protes Yasmin.“Iya, kamu lagi ngelamunin apa sih?” tanya Ibu Kamila.“Gak kok, Bu, gak ada apa-apa. Yasmin mau main?” tanya Kamila mengalihkan pembicaraan. Spontan, gadis kecil itu pun menganggukkan kepalanya.“Ayo kita kesana!” sahut Kamila. Dengan wajah penuh kegembiraan, Yasmin segera masuk ke area permainan. Sementara itu, Kamila dan ibunya menunggu di luar seraya mengamati gadis kecil itu dari kejauhan.“Ada apa, Mil? Ibu perhatikan kamu dari tadi ngelamun terus!” tanya Saraswat
BAB 5FAKTA BARUKamila membiarkan ponselnya yang terus berdering. Dia tahu betul yang menghubunginya adalah sang suami. Kring .... Ponsel Kamila kembali berdering untuk kesekian kalinya. Dengan kesal, dia pun akhirnya mengangkat panggilan tersebut.“Kemana aja sih? Ditelepon dari tadi juga,” omel Adrian.“Ada apa? Aku nginap di rumah Ibu,” ujar Kamila.“Gak boleh, pulang sekarang.”“Maaf, aku gak mau. Besok aku baru pulang.”“Ka—“ Belum selesai Adrian mengucapkan kalimatnya, Kamila sudah menutup panggilan secara sepihak. Karena tidak ingin diganggu, dia pun memblokir nomor sang suami. Tidak mungkin baginya mematikan ponsel karena dua sedang ada janji dengan pemilik rumah yang akan dia beli. “Si al, berani sekali dia membantah aku. Awas aja besok!” umpatnya dengan kesal. Adrian segera melangkahkan kakinya ke kamar untuk membersihkan diri. Setelah selesai, dia menyambar kunci motor, lalu melaju menuju rumah ibunya.“Lho, Yan, kok sudah sampai sini lagi?” tanta ibunya heran.“Iya, Ka
BAB 6KEKESALAN ADRIANKamila menatap pria tersebut tak berkedip. Dia benar-benar tidak menyangka dengan apa yang dilihatnya. Sementara itu, pria tersebut tidak menyadari keberadaan Kamila. Dia justru terus melanjutkan langkahnya seraya memeluk pinggang wanita yang bersamanya."Mbak Mila, liatin apaan sih? Serius banget!" tegur Dika. Dia pun menoleh dan mengikuti arah pandangan sang kakak."Mbak, itu kayak suami kakaknya Mas Adrian deh!" ujar Dika. Dia bisa mengenali pria tersebut karena pernah bertemu pada beberapa kesempatan. "Benar, Dik!""Terus wanita itu siapa? Bukan kakaknya Mas Adrian kan?" Kamila menggelengkan kepalanya."Mbak juga gak tahu. Mending kamu keluar saja dulu, mbak ada perlu sebentar!""Mbak mau ngapain? Mending gak usah ikut campur deh!" ujar Dika memperingati."Gak akan, sudah kamu keluar dulu. Jangan sampai ketahuan!" sahut Kamila."Gak, aku mau disini sama Mbak Mila aja," sahut Dika keukeuh."Terserah kamu deh!" sahut Kamila. Kamila kembali menjatuhkan bobotn
BAB 7RUMAH BARUKamila yang tengah sibuk dengan masakannya, terpaksa berhenti sejenak saat mendengar ponselnya berbunyi. Dia segera meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja tidak jauh dari posisinya. Kamila tersenyum tipis saat melihat nama sang pemanggil. Tak berminat mengangkatnya, dia kembali meletakkan ponselnya, lalu kembali melanjutkan aktivitasnya. Dering ponselnya akhirnya berhenti. Baru saja dia menghembuskan nafas lega, ponselnya kembali berdering. Sama seperti sebelumnya, Kamila membiarkan ponselnya hingga mati sendiri. Sampai pada panggilan ke sekian kalinya, Kamila terpaksa menghentikan aktivitasnya karena teguran sang ibu.“Ponselmu dari tadi bunyi terus. Kenapa gak diangkat?” tanya wanita paruh baya tersebut.“Lagi nanggung, Bu. Lagian panggilan gak penting juga,” sahut Kamila santai.“Itu ponsel bunyi terus dari tadi. Berarti kan memang penting banget. Dari siapa sih?” tanya Ibu Kamila lagi.“Mas Adrian, Bu,” sahut Kamila.“Angkat dulu sana, siapa tahu memang pe
BAB 8“Halo, nama saya Silvi. Saya tinggal di depan,” ujar wanita berparas cantik tersebut seraya menatap rumahnya. “Oh, halo, Nak Silvi. Saya Saraswati, dan ini putri saya Kamila,” sahut Ibu Kamila. Silvi terkesiap sejenak, lalu menatap Kamila dengan seksama. Untuk beberapa saat, mata mereka saling bersiborok sebelum akhirnya wanita tersebut mengulas sebuah senyuman.“Halo, Kamila. Nama kamu mengingatkan saya pada seseorang,tapi saya yakin itu pasti bukan kamu,” ujar Silvi seraya mengulurkan tangannya. Kamila menatap uluran tangan tersebut sejenak sebelum akhirnya menjabatnya.“Saya rasa memang bukan karena saya tidak mengenal kamu,” sahut Kamila. SIlvi pun menganggukkan kepalanya tanda setuju.“Sudah mau ditempati?” tanya Silvi basa-basi.“Rencananya sih secepatnya. Nak Silvi sendiri sudah lama tinggal disini?” tanya Ibu Kamila.“Belum lama sih, baru sekitar dua minggu. Baiklah, saya permisi dulu, mau ketemu calon mertua,” ujar wanita tersebut seraya berbisik.“Oh iya, silahkan, Na
BAB 9KARIN BERULAH“Apa sih, Mbak?” sahut Kamila santai.“Enak banget jadi kamu, santai-santai di rumah ibumu sambil ngabisin uang Adrian. Kasihan sekali adikku itu,” ujar wanita yang usianya di atasnya tersebut.“Bukannya yang ngabisin gajinya Mas Adrian itu mbak sama ibu ya? Aku kan cuma dapat sisanya,” sahut Kamila seraya terus melangkahkan kakinya ke ruang makan. Sementara itu, kakak iparnya mengikuti langkahnya seraya memperhatikan kantong dalam genggaman Kamila.“Kalau masalah itu kan memang sudah menjadi kewajiban Adrian memberi nafkah untuk ibu,” sahut Karin tak mau kalah.“Benar, tapi seharusnya mengutamakan anak dan istrinya . Lagian Mbak juga jangan lupa, Mbak itu sudah menikah dan sudah punya suami. Jadi, Mas Adrian tidak punya kewajiban menafkahi mbak,” sahut kamila lagi.“Ya terserah dong. Lagian kan kamu itu orang lain yang kebetulan diurus saja, sementara aku ini kakak kandungnya,” sahut Karin sewot. Kamila tak menanggapi lagi. Dia memilih mengalihkan perhatiannya pad
BAB 10PERMINTAAN IBU ADRIAN"Yan, lihat kelakuan istri kamu. Dia berani sekali melawan ibu," adu Karin."Mbak, jangan fitnah ya!" sentak Kamila tidak terima. "Mila, jangan membentak kakakku!" sentak Adrian balik.“Dia yang mulai duluan,”sahut Kamila.“Cukup!” sentak Adrian dengan suara menggelegar. Karin tersenyum sinis melihat adik iparnya tersebut dibentak oleh Adrian.“Yan, istrimu itu sudah benar-benar keterlaluan. Dia tidak menghargai Ibu sama sekali,” ujar mertua Karin seraya melirik menantunya tersebut dengan sinis. Sementara itu, Adrian mengusap wajahnya dengan kasar. Maksud hati ingin segera beristirahat sepulang kerja, ini malah disuguhi dengan keributan.“Mila, ayo minta maaf sama Ibu,” pinta Adrian pada sang istri.“Gak, aku gak salah kok,” sahut Kamila.“Mila!” sentak Adrian lagi dengan suara tertahan.“Mereka yang mulai. Mereka mengambil makanan yang aku beli tadi,” ujar Kamila.“Alah … hanya gara-gara makanan seperti ini kamu berani membentak Ibu. Sungguh keterlaluan,
BAB 10PERMINTAAN IBU ADRIAN"Yan, lihat kelakuan istri kamu. Dia berani sekali melawan ibu," adu Karin."Mbak, jangan fitnah ya!" sentak Kamila tidak terima. "Mila, jangan membentak kakakku!" sentak Adrian balik.“Dia yang mulai duluan,”sahut Kamila.“Cukup!” sentak Adrian dengan suara menggelegar. Karin tersenyum sinis melihat adik iparnya tersebut dibentak oleh Adrian.“Yan, istrimu itu sudah benar-benar keterlaluan. Dia tidak menghargai Ibu sama sekali,” ujar mertua Karin seraya melirik menantunya tersebut dengan sinis. Sementara itu, Adrian mengusap wajahnya dengan kasar. Maksud hati ingin segera beristirahat sepulang kerja, ini malah disuguhi dengan keributan.“Mila, ayo minta maaf sama Ibu,” pinta Adrian pada sang istri.“Gak, aku gak salah kok,” sahut Kamila.“Mila!” sentak Adrian lagi dengan suara tertahan.“Mereka yang mulai. Mereka mengambil makanan yang aku beli tadi,” ujar Kamila.“Alah … hanya gara-gara makanan seperti ini kamu berani membentak Ibu. Sungguh keterlaluan,
BAB 9KARIN BERULAH“Apa sih, Mbak?” sahut Kamila santai.“Enak banget jadi kamu, santai-santai di rumah ibumu sambil ngabisin uang Adrian. Kasihan sekali adikku itu,” ujar wanita yang usianya di atasnya tersebut.“Bukannya yang ngabisin gajinya Mas Adrian itu mbak sama ibu ya? Aku kan cuma dapat sisanya,” sahut Kamila seraya terus melangkahkan kakinya ke ruang makan. Sementara itu, kakak iparnya mengikuti langkahnya seraya memperhatikan kantong dalam genggaman Kamila.“Kalau masalah itu kan memang sudah menjadi kewajiban Adrian memberi nafkah untuk ibu,” sahut Karin tak mau kalah.“Benar, tapi seharusnya mengutamakan anak dan istrinya . Lagian Mbak juga jangan lupa, Mbak itu sudah menikah dan sudah punya suami. Jadi, Mas Adrian tidak punya kewajiban menafkahi mbak,” sahut kamila lagi.“Ya terserah dong. Lagian kan kamu itu orang lain yang kebetulan diurus saja, sementara aku ini kakak kandungnya,” sahut Karin sewot. Kamila tak menanggapi lagi. Dia memilih mengalihkan perhatiannya pad
BAB 8“Halo, nama saya Silvi. Saya tinggal di depan,” ujar wanita berparas cantik tersebut seraya menatap rumahnya. “Oh, halo, Nak Silvi. Saya Saraswati, dan ini putri saya Kamila,” sahut Ibu Kamila. Silvi terkesiap sejenak, lalu menatap Kamila dengan seksama. Untuk beberapa saat, mata mereka saling bersiborok sebelum akhirnya wanita tersebut mengulas sebuah senyuman.“Halo, Kamila. Nama kamu mengingatkan saya pada seseorang,tapi saya yakin itu pasti bukan kamu,” ujar Silvi seraya mengulurkan tangannya. Kamila menatap uluran tangan tersebut sejenak sebelum akhirnya menjabatnya.“Saya rasa memang bukan karena saya tidak mengenal kamu,” sahut Kamila. SIlvi pun menganggukkan kepalanya tanda setuju.“Sudah mau ditempati?” tanya Silvi basa-basi.“Rencananya sih secepatnya. Nak Silvi sendiri sudah lama tinggal disini?” tanya Ibu Kamila.“Belum lama sih, baru sekitar dua minggu. Baiklah, saya permisi dulu, mau ketemu calon mertua,” ujar wanita tersebut seraya berbisik.“Oh iya, silahkan, Na
BAB 7RUMAH BARUKamila yang tengah sibuk dengan masakannya, terpaksa berhenti sejenak saat mendengar ponselnya berbunyi. Dia segera meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja tidak jauh dari posisinya. Kamila tersenyum tipis saat melihat nama sang pemanggil. Tak berminat mengangkatnya, dia kembali meletakkan ponselnya, lalu kembali melanjutkan aktivitasnya. Dering ponselnya akhirnya berhenti. Baru saja dia menghembuskan nafas lega, ponselnya kembali berdering. Sama seperti sebelumnya, Kamila membiarkan ponselnya hingga mati sendiri. Sampai pada panggilan ke sekian kalinya, Kamila terpaksa menghentikan aktivitasnya karena teguran sang ibu.“Ponselmu dari tadi bunyi terus. Kenapa gak diangkat?” tanya wanita paruh baya tersebut.“Lagi nanggung, Bu. Lagian panggilan gak penting juga,” sahut Kamila santai.“Itu ponsel bunyi terus dari tadi. Berarti kan memang penting banget. Dari siapa sih?” tanya Ibu Kamila lagi.“Mas Adrian, Bu,” sahut Kamila.“Angkat dulu sana, siapa tahu memang pe
BAB 6KEKESALAN ADRIANKamila menatap pria tersebut tak berkedip. Dia benar-benar tidak menyangka dengan apa yang dilihatnya. Sementara itu, pria tersebut tidak menyadari keberadaan Kamila. Dia justru terus melanjutkan langkahnya seraya memeluk pinggang wanita yang bersamanya."Mbak Mila, liatin apaan sih? Serius banget!" tegur Dika. Dia pun menoleh dan mengikuti arah pandangan sang kakak."Mbak, itu kayak suami kakaknya Mas Adrian deh!" ujar Dika. Dia bisa mengenali pria tersebut karena pernah bertemu pada beberapa kesempatan. "Benar, Dik!""Terus wanita itu siapa? Bukan kakaknya Mas Adrian kan?" Kamila menggelengkan kepalanya."Mbak juga gak tahu. Mending kamu keluar saja dulu, mbak ada perlu sebentar!""Mbak mau ngapain? Mending gak usah ikut campur deh!" ujar Dika memperingati."Gak akan, sudah kamu keluar dulu. Jangan sampai ketahuan!" sahut Kamila."Gak, aku mau disini sama Mbak Mila aja," sahut Dika keukeuh."Terserah kamu deh!" sahut Kamila. Kamila kembali menjatuhkan bobotn
BAB 5FAKTA BARUKamila membiarkan ponselnya yang terus berdering. Dia tahu betul yang menghubunginya adalah sang suami. Kring .... Ponsel Kamila kembali berdering untuk kesekian kalinya. Dengan kesal, dia pun akhirnya mengangkat panggilan tersebut.“Kemana aja sih? Ditelepon dari tadi juga,” omel Adrian.“Ada apa? Aku nginap di rumah Ibu,” ujar Kamila.“Gak boleh, pulang sekarang.”“Maaf, aku gak mau. Besok aku baru pulang.”“Ka—“ Belum selesai Adrian mengucapkan kalimatnya, Kamila sudah menutup panggilan secara sepihak. Karena tidak ingin diganggu, dia pun memblokir nomor sang suami. Tidak mungkin baginya mematikan ponsel karena dua sedang ada janji dengan pemilik rumah yang akan dia beli. “Si al, berani sekali dia membantah aku. Awas aja besok!” umpatnya dengan kesal. Adrian segera melangkahkan kakinya ke kamar untuk membersihkan diri. Setelah selesai, dia menyambar kunci motor, lalu melaju menuju rumah ibunya.“Lho, Yan, kok sudah sampai sini lagi?” tanta ibunya heran.“Iya, Ka
BAB 4BAHAGIA ITU SEDERHANA[Calon ipar idaman nih!] Kembali status kakak iparnya menghiasi layar ponsel Kamila.‘Calon ipar? Bukankah di keluarga mereka hanya dua bersaudara? Kalau calon ipar, apa mungkin ....’ Kamila tak berani melanjutkan dugaannya.‘Tidak! Tidak mungkin Mas Adrian tega menghianati aku. Tapi ... bagaimana kalau itu memang benar?’ tanya Kamila dalam hati.“Ibu!” seru Yasmin.“Eh, iya sayang, ada apa?” tanya Kamila tergeragap.“Aku mau main di sana. Ibu dari tadi aku panggil diam saja,” protes Yasmin.“Iya, kamu lagi ngelamunin apa sih?” tanya Ibu Kamila.“Gak kok, Bu, gak ada apa-apa. Yasmin mau main?” tanya Kamila mengalihkan pembicaraan. Spontan, gadis kecil itu pun menganggukkan kepalanya.“Ayo kita kesana!” sahut Kamila. Dengan wajah penuh kegembiraan, Yasmin segera masuk ke area permainan. Sementara itu, Kamila dan ibunya menunggu di luar seraya mengamati gadis kecil itu dari kejauhan.“Ada apa, Mil? Ibu perhatikan kamu dari tadi ngelamun terus!” tanya Saraswat
BAB 3MULAI BANGKITSayangnya, Adrian tidak memperdulikan teriakan putrinya. Dia justru segera menyalaka mobilnya, lalu meninggalkan rumah. Sementara itu, Keisya masih mengejek Yasmin dari kursinya. Mendengar suara putrinya menangis, Kamila segera menyongsong ke depan. Hatinya kembali teriris saat mendapati putrinya masih menangis menatap kepergian mobil ayahnya.“Ibu ... ayah mau jalan ke pantai sama Tante Karin, sama Keisya juga, aku gak diajak. Huhuhu...!” ujar Yasmin di sela isak tangisnya.“Sayang!” Kamila mendekap putrinya dengan penuh kasih sayang. Setelah tangisnya agak reda, dia pun melepaskan pelukannya, lalu menatap putrinya dengan intens.“Sayang, biarkan saja mereka. Bukankah kita sudah berjanji akan jalan-jalan ke mall?” tanya Kamila mengingatkan.“Lain kali kita jalan-jalan ke pantai sendiri. Sekarang, sebaiknya kamu bersiap-siap. Setelah itu, kita pergi jalan-jalan!” bujuk Kamila lagi.“Kita jalan-jalan sama nenek ya, Bu?”“Iya, Sayang, nanti kita jemput nenek. Ayo, m
BAB 2KEMBALI DIABAIKANDengan sigap, Kamila meraih tubuh kecil putrinya, lalu mendekapnya dengan erat.“Tega kamu, Mas. Dia putrimu, Mas, darah dagingmu!” seru Kamila. Dia tidak terima diperlakukan buruk meskipun oleh ayahnya sendiri.“Makanya, didik anakmu yang bener,jangan dimanja!” Usai mengatakan hal itu, Adrian segera melangkahkan kakinya meninggalkan rumah.‘Awas kamu, Mas. Aku pasti akan membalas perbuatanmu. Kamu boleh menyakiti aku, tapi sekali kamu menyakiti anakku, aku tidak akan tinggal diam. Cukup sudah selama ini aku mengalah sama kalian, setelah ini tidak akan ada lagi Kamila yang polos yang bisa diinjak-injak,’ ujarnya dalam hati dengan geram.Dengan hati penuh luka, Kamila membopong tubuh putrinya, lalu mendudukkannya di kursi di depan televisi.“Sayang, kamu tunggu disini sebentar ya, Ibu ambilkan obat!” ujar Kamila dengan lembut. Yasmin pun menganggukkan kepalanya di sela isak tangisnya. Kamila bergegas mengambil peralatan di kotak obat, setelah itu dia pun segera