Dua sosok tiba-tiba saja muncul di sebelah selatan pantai Semanding, sosok yang muncul itu adalah seorang sepuh dan seorang gadis jelita yang wajahnya nampak muram.Ya, mereka adalah Eyang sepuh Dharmala dan Ayu Prastika dari Tlatah Bantala."Sudahlah Ayu, jangan terus bersedih memikirkan pemuda itu. Mungkin dia bukan jodohmu," ucap sang sepuh coba menenangkan muridnya itu."Tak bisa Eyang Guru. Ayu benar-benar sudah memilihnya menjadi jodoh Ayu. Ayu mulai suka pada pemuda itu!" seru Ayu, menyanggah ucapan Eyang Gurunya itu."Hhh. Baiklah kita akan mencarinya di tlatah ini, karena gurunya juga berasal dari tlatah Pallawa ini. Berhati-hatilah Ayu, karena guru pemuda itu adalah Eyang Jayasona, sepuh nomor satu di jagad persilatan saat ini," ujar Eyang sepuh Dharmala, seraya menghela nafasnya menanggapi Ayu yang keras kepala itu."Baik Eyang Guru," sahut Ayu patuh kali ini."Ayu, rencana kita yang utama masuk ke tlatah Pallawa ini adalah mendapatkan 'Mustika Naga Putih atau Mustika Naga
"O-orang terpilih?!" seru Jalu terbata tak mengerti."Ya, kau adalah orang atau keturunan yang terpilih oleh para leluhurmu, untuk mengangkat kembali panji-panji kebesaran sekte Rajawali Emas Jalu," sahut Nyi Wedari kagum.Karena Nyi Wedari memang melihat aura kewibawaan yang kuat dalam diri pemuda itu."Ta-tapi Jalu masih belum bisa mengendalikan power yang terasa terus berputar dalam diri Jalu, Nini sepuh.""Hmm. Memang sangat berbahaya kedahsyatan power itu, jika kau tak bisa mengendalikannya Jalu. Apakah kau memiliki pengetahuan tentang cara menghimpun hawa sakti khusus dalam aliran sektemu itu Jalu?" tanya Nyi Wedari."Jalu memang belum pernah mempelajari cara menghimpun hawa sakti dari aliran sekte Rajwali Emas Nini sepuh.Tapi baru kemarin Jalu mendapatkan kembali pusaka sekte Rajawali Emas. Dan di dalam kitab Rajawali Langit itu terdapat cara menghimpun hawa sakti tingkat lanjut.Apakah cara menghimpun hawa sakti itu yang harus Jalu perdalam Nini sepuh?" sahut Jalu, seraya kem
'Bagaimana caranya aku bisa mengalahkan Jalu?! Tak sudi rasanya aku berada di bawah kemampuannya saat ini!Kirana benar-benar buta, karena lebih memilih pemuda berkasta gembel seperti dia!Apakah aku harus mencari guru lain yang lebih sakti dibanding Eyang sepuh Gentaloka?! Namun siapa dan di mana?!' pergulatan bathin Arya rupanya berkutat, di seputar kekalahannya dari Jalu.Di tengah keruwetan pikiran yang melandanya, sudut matanya sempat mengerling ke arah dua pengunjung kedai minuman yang baru masuk ke ruang minum.'Ting!' mata Arya seketika berubah membesar penuh gairah. Segenap keresahannya lenyap seketika, bagaikan kentut yang baru di buangnya.'Duhai cantik nian gadis itu! Tapi sepuh yang bersamanya beraura sangat mengerikkan! Siapa mereka berdua?!' bathin Arya, yang seketika menjadi penasaran ingin mengenal gadis jelita itu.'Ahh! Aku ada cara untuk mengenalnya! Sepertinya mereka pendatang dari jauh, baiklah', selintas muncul celah bagi Arya, untuk berkenalan dan menjalin hubu
"Jagad Dewa Bathara! Pantas saja sejak tadi ada gelombang power yang mendesak power Eyang. Mari kita temui mereka Arya!" seru Eyang Gentaloka bersemangat, seraya hendak beranjak menemui teman lamanya itu."Ta-tapi Eyang Guru. Bisakah kita berpura-pura mengaku berteman dengan Jalu bedebah itu? Karena gadis jelita yang bersamanya mengaku calon istri Jalu dan tengah mencarinya Eyang Guru," tanya Arya pelan."Apa?! Siapa gadis bodoh itu? Kau jauh lebih baik daripada pemuda bedebah bernama Jalu itu! Baik, Eyang akan melihat situasinya lebih dulu.Ketahuilah Arya, jika kita bisa bekerjasama dengan Dharmala itu, maka urusan Jalu hanyalah masalah kecil! Ayo kita temui mereka!""Ba-baik Eyang Guru!" sahut Arya dengan wajah berseri gembira. Dia merasa mendapat dukungan penuh dari Eyang Gurunya itu."Demi Hyang Widhi Yang Agung! Rupanya kau tinggal disini Gentaloka! Hahaaa!" seru terkejut Eyang Dharmala, saat melihat sobat lamanya mendekat ke arahnya. Dia pun langsung tertawa senang."Hahahaa! D
Jalu melihat sebuah ceruk luas berongga di balik air terjun yang deras itu, ada beberapa buah padasan atau batu landai di dalam ceruk itu.Jalu merasa itu adalah tempat yang sangat cocok, untuk melatih penghimpunan hawa saktinya disana. Dan mulailah Jalu melatih penghimpunan hawa sakti yang saat itu 'luber' dalam dirinya.Setahap demi tahap, Jalu mulai menyelaraskan power yang berputar liar dalam dirinya menjadi jinak dan terkendali. Hal yang tentunya membutuhkan banyak pemusatan pikiran yang melelahkan.Setelah merasa cukup penghimpunan hawa sakti hari itu, maka Jalu melanjutkan dengan mempelajari isi jurus dalam kitab Rajawali Langit tersebut.Ajaibnya, hanya dalam waktu singkat dan tak sampai waktu makan pagi tiba. Jalu telah menguasai dengan sempurna 5 jurus dalam isi Kitab Rajawali Langit.Ya, memang dia pernah mendapatkan pelajaran jurus kosong hingga 3 jurus, dari mendiang ayahnya Ki Respati. Namun antara jurus kosong dan 'berisi' tentulah sangat berbeda kandungan dan damagenya
"Ingatlah Baruna putraku! Nasib rakyat Kashimpa bergantung padamu. Pagebluk yang melanda rakyat kita hanya bisa di akhiri dengan meletakkan Mustika Naga Putih itu, tepat di pusat mata air besar yang terdapat di tengah Telaga Kahuripan. Berusahalah Nanda Baruna," ujar sang Maharaja Alugoro, seraya memegang bahu kekar putranya.Hanya sang Maharaja Alugoro serta beberapa petinggi kerajaan Kashimpa, yang mengantar Baruna ke sebuah ruang rahasia yang di jaga ketat puluhan prajurit pilihan.Ya, di dalam ruangan tertutup itulah 'Sumur Waktu' berada. Mereka semua masuk ke dalam ruangan itu, dan mereka langsung melihat Eyang Dinoyo telah menanti mereka di tepi sumur yang sungguh nampak mengerikkan itu.Yang dikatakan sebuah sumur itu ternyata hanya sebuah lubang tanah berdiameter sekitar 2 meteran. Yang pinggiran tepian lingkarannya di tumpuki oleh bebatuan. Asap biru pekat mengepul dari dalam lubang itu, namun asapnya tak menyebar ke dalam ruang tertutup itu.Weessh!Asap itu berputar bagaik
'Degh..!'Jalu tentu saja merasa tersindir, dengan seruan orang yang duduk di meja belakangnya itu. Perlahan Jalu menoleh ke arah belakang mejanya, tatapan Jalu nampak dingin saat menatap empat orang itu.Nampak mereka juga tengah memperhatikan Pedang Rajawali Emas yang masih menempel di punggung Jalu. Jalu segera tarik lepas ikatan tali pedangnya dan meletakkan Pedang Rajawali Emas diatas meja makannya."Sstth! Mas Jalu, sebaiknya tak usah ladeni mereka. Mereka hanya para pemuda kurang kerjaan saja," bisik Kirana, menenangkan Jalu."Mas juga malas berurusan dengan dengan mereka Kirana. Tenanglah," ucap Jalu tersenyum."Waduh! Wanitanya luar biasa cantik, sayang terlalu dekat dengan sekte sampah. Hati-hati Nona, nanti tertular bau sampah! Hahahaa!" kembali seruan mengejek disertai tawa bergelak terdengar, dari empat pemuda yang berseragam dengan simbol sekte yang sama itu. Empat pemuda berpakaian sama itu sesungguhnya adalah anggota sekte Macan Hitam, yang memang bermarkas di kota Kad
"Tak perlu! Karena Ki Respati dan keluarganya telah membunuh dirinya, mereka tak kuat menanggung aib dan malu saat perbuatan mereka diketahui para pedekar di Tlatah Pallawa ini!" seru Ki Lukita tegas dan keras. "Apakah tak ada yang tersisa dari keluarga sekte Rajawali Emas itu?!" seru Jalu lagi. Darahnya merasa semakin menggelegak, mendengar kebohongan demi kebohongan yang di kabarkan oleh Ki Taksaka cs. "Ki Taksaka berkata semuanya mati dibunuh oleh Ki Respati sendiri, di hadapan Ki Taksaka dan para ketua sekte sahabatnya! Apakah kau masih mau menyangkal?!" seru marah Ki Lukita, atas pertanyaan menyelidik dari Jalu. "Lalu siapa saja sahabat Ki Taksaka itu?! Katakan saja agar aku bisa mengakui kabar bohong itu!" seru Jalu, sepasang matanya menyala merah keemasan di puncak kemarahannya. "Setelah kusebutkan! Segera berikan padaku Pedang Rajawali Emas yang bukan hakmu itu! Mereka adalah Ki Braja Denta, Ki Mukti Roso, Ki Lambar Manik, Ki Argabayu, dan Ki Taksaka sendiri sebagai pimpina