"Ingatlah Baruna putraku! Nasib rakyat Kashimpa bergantung padamu. Pagebluk yang melanda rakyat kita hanya bisa di akhiri dengan meletakkan Mustika Naga Putih itu, tepat di pusat mata air besar yang terdapat di tengah Telaga Kahuripan. Berusahalah Nanda Baruna," ujar sang Maharaja Alugoro, seraya memegang bahu kekar putranya.Hanya sang Maharaja Alugoro serta beberapa petinggi kerajaan Kashimpa, yang mengantar Baruna ke sebuah ruang rahasia yang di jaga ketat puluhan prajurit pilihan.Ya, di dalam ruangan tertutup itulah 'Sumur Waktu' berada. Mereka semua masuk ke dalam ruangan itu, dan mereka langsung melihat Eyang Dinoyo telah menanti mereka di tepi sumur yang sungguh nampak mengerikkan itu.Yang dikatakan sebuah sumur itu ternyata hanya sebuah lubang tanah berdiameter sekitar 2 meteran. Yang pinggiran tepian lingkarannya di tumpuki oleh bebatuan. Asap biru pekat mengepul dari dalam lubang itu, namun asapnya tak menyebar ke dalam ruang tertutup itu.Weessh!Asap itu berputar bagaik
'Degh..!'Jalu tentu saja merasa tersindir, dengan seruan orang yang duduk di meja belakangnya itu. Perlahan Jalu menoleh ke arah belakang mejanya, tatapan Jalu nampak dingin saat menatap empat orang itu.Nampak mereka juga tengah memperhatikan Pedang Rajawali Emas yang masih menempel di punggung Jalu. Jalu segera tarik lepas ikatan tali pedangnya dan meletakkan Pedang Rajawali Emas diatas meja makannya."Sstth! Mas Jalu, sebaiknya tak usah ladeni mereka. Mereka hanya para pemuda kurang kerjaan saja," bisik Kirana, menenangkan Jalu."Mas juga malas berurusan dengan dengan mereka Kirana. Tenanglah," ucap Jalu tersenyum."Waduh! Wanitanya luar biasa cantik, sayang terlalu dekat dengan sekte sampah. Hati-hati Nona, nanti tertular bau sampah! Hahahaa!" kembali seruan mengejek disertai tawa bergelak terdengar, dari empat pemuda yang berseragam dengan simbol sekte yang sama itu. Empat pemuda berpakaian sama itu sesungguhnya adalah anggota sekte Macan Hitam, yang memang bermarkas di kota Kad
"Tak perlu! Karena Ki Respati dan keluarganya telah membunuh dirinya, mereka tak kuat menanggung aib dan malu saat perbuatan mereka diketahui para pedekar di Tlatah Pallawa ini!" seru Ki Lukita tegas dan keras. "Apakah tak ada yang tersisa dari keluarga sekte Rajawali Emas itu?!" seru Jalu lagi. Darahnya merasa semakin menggelegak, mendengar kebohongan demi kebohongan yang di kabarkan oleh Ki Taksaka cs. "Ki Taksaka berkata semuanya mati dibunuh oleh Ki Respati sendiri, di hadapan Ki Taksaka dan para ketua sekte sahabatnya! Apakah kau masih mau menyangkal?!" seru marah Ki Lukita, atas pertanyaan menyelidik dari Jalu. "Lalu siapa saja sahabat Ki Taksaka itu?! Katakan saja agar aku bisa mengakui kabar bohong itu!" seru Jalu, sepasang matanya menyala merah keemasan di puncak kemarahannya. "Setelah kusebutkan! Segera berikan padaku Pedang Rajawali Emas yang bukan hakmu itu! Mereka adalah Ki Braja Denta, Ki Mukti Roso, Ki Lambar Manik, Ki Argabayu, dan Ki Taksaka sendiri sebagai pimpina
"Ahh..! I-ini sangat lebih Tuan!" seru gugup dan kaget sang pemilik warung itu. Dia benar-benar tak menduga Jalu akan mengganti semua kerugiannya, bahkan memberikan uang lebih dari yang seharusnya."Terimalah Paman. Anggap saja sisanya sebagai ganti rugi atas waktu rumah makan ini yang terbuang, selama memperbaiki rumah makan ini," ucap Jalu tersenyum."Te-tetap lebih Tuan. Perbaikan paling cuma 4-5 hari, sedang sehari keuntungan kami sekitar 2 keping emas tuan," jawab gugup namun jujur, dari sang pemilik rumah makan itu."Sudahlah paman. Kami pergi dulu ya, terimakasih paman," ucap Jalu, seraya melangkah meninggalkan rumah makan itu.Kirana merasa kagum dengan kebijakkan Jalu menyelesaikan masalah dengan pemilik rumah makan itu.'Mas Jalu memang bijak', bisik hati Kirana memuji kekasihnya. *** Blashp!Sosok Baruna tiba-tiba saja muncul di tengah padang ilalang yang terletak tak jauh dari danau Dua Naga yang ditujunya.'Ahh! Di danau itu kiranya pertarungan Naga Hitam dan Naga putih
"Arya, sebaiknya kita beristirahat sekarang. Karena besok kita akan melanjutkan perjalanan kembali," ujar Eyang Gentaloka, untuk mengakhiri dan mengalihkan pembicaraan tentang Jalu dan Kirana."Baik Eyang Guru, mari Paman Lukita," sahut Arya lega, karena setengah mati dia juga tak ingin nama Jalu ataupun Kirana terucap di hadapan Ayu.Karena hal itu bisa merusak rencana dan kebohongannya di depan Ayu dan Eyang sepuh Dharmala, bahwa dia sebenarnya bukanlah sahabat Jalu!***Sementara Jalu dan Kirana telah hampir tiba di danau Dua Naga. Namun mereka berniat bermalam di pinggiran hutan, yang tak jauh dari desa pemukiman penduduk.Jalu segera berangkat untuk berburu ayam atau kelinci di dalam hutan itu. Sementara Kirana menyiapkan ranting dan kayu untuk membuat api unggun. Untuk di gunakannya memasak sekaligus menghangatkan badan.Dengan mudah saja Kirana mengumpulkan ranting dan batang kayu kering untuk bahan bakar api unggun. Dia baru saja menyalakan api unggun, saat terdengar suara de
Blaappsh..!!Seketika kedua telapak tangan Eyang Balatapa diselimuti api hitam berkobar, dengan warna keemasan melapisi kobaran api hitam tersebut. "Hyahh..!!" Weerrsshk..! Spraatzhs..!! seruan keras Eyang Balatapa mengawali melesatnya 10 larik cahaya hitam keemasan dari kesepuluh jarinya, yang membersit berkobar ke arah bagian atas dan bawah sosok Baruna."Hiaahh..!" Byaarrshk..!! Baruna berseru keras, seketika tubuhnya diselimuti bola cahaya putih bagaikan matahari yang menyilaukan. Aji 'Tameng Langit' seketika diterapkan Baruna.Jalu yang melihat betapa dahsyatnya 10 larik cahaya hitam berkobar keemasan itu pun tak bisa tinggal diam, melihat bahaya yang mengancam teman barunya Baruna itu.Byaarrshk..!!Jalu ledakkan 3/4 powernya, seketika bumi disekitar mereka berguncang keras terayun. Badai angin pun tercipta. Lalu ..."Hiaahh..!" Splaatzh..!! seraya berseru keras Jalu kiblatkan pukulan Murka Jagadnya, memapasi aji 'Pancageni Neroko' yang dilesatkan Eyang Balatapa.Sebuah bola en
"Iya Kirana. Bahkan aku juga tak tahu, dengan cara bagaimana Eyang Balatapa bisa sampai ke dimensi ini," sahut Baruna, seraya terus menikmati ayam bakar racikkan Kirana. "Wah, bumbu ayam bakar dan kelincinya sangat nikmat. Kau pintar membumbui ya Kirana," puji Baruna pada Kirana."Itulah yang membuatku betah berjalan bersamanya Mas Baruna. Hahaaa!" Jalu menyahuti pujian Baruna, seraya tertawa menggoda Kirana."Ihhh! Mas Jalu lho!" seru Kirana, seraya mencubit gemas pinggang Jalu. Tawa pun berderai dari dua pemuda itu, melihat Kirana yang jadi salah tingkah.Akhirnya mereka bertiga selesai makan malam dengan perasaan puas.***Sementara di kerajaan Pallawa.Malam itu nampak putri Lestari mendatangi posko pasukkan sekte Pallawa yang di pimpin oleh Eyang Shindupalla. Tujuannya sebenarnya adalah hendak menemui Larasati, Panji, serta yang lainnya di posko itu."Selamat malam Gusti Putri Lestari, hendak bertemu siapakah Gusti Putri? Biar kami panggilkan menghadap Gusti Putri," sambut dua p
"Bodoh! Tentu saja ini jalannya, kita kan sudah bertanya pada para penduduk sebelum melalui jalur ini! Atau kau ingin kepergok Eyang Gentaloka, Ki Mukti Roso?!" seru kesal Ki Taksaka.Ki Taksaka sebenarnya sudah kesal karena harus melalui jalan setapak seperti itu, demi menghindari bertemu dengan rombongan Eyang Gentaloka. Dan masih di tambah lagi dengan kebawelan rekannya itu, yang selalu bertanya-tanya tentang jalur mereka.'Degh!' Bergetar hati Jalu mendengar kini para musuh yang dicarinya malah melintas di dekat semak tempatnya berada.Slaph! Jalu langsung melesat dan berdiri melayang di atas kepala ketiga musuhnya itu."Hmm! Apakah perlu kutunjukkan jalan untuk kalian?!" seru Jalu lantang.Sontak ketiga sekawan itu mendongakkan kepala mereka, memandang ke arah suara seruan itu. Dan ..."Ahh! Kau-kau ... Jalu!!" betapa terkejutnya Ki Taksaka dan Ki Braja Denta, saat mengenali sosok Jalu yang melayang di atas mereka itu. Keringat dingin seketika membasahi tubuh mereka."B-benarkah